HASAN
Mata Kuliah:
KAJIAN TAFSIR DI INDONESIA
Dosen Pengampu:
Dr. Saifuddin, M.Ag
Oleh:
Aminatul Aulia (180103020187)
Jarimah (180103020157)
Lailan Nazad (180103020013)
Muhammad Sofyan (180103020206)
Muhammad Zakaria Anshari (180103020163)
Tidak hanya para ulama dari Timur Tengah, para ulama di Asia Tenggara,
bahkan di Indonesia sendiri pun banyak yang menyusun kitab tafsir demi
memenuhi kebutuhan umat. Salah satunya ialah Ahmad Hasan atau yang lebih
dikenal dengan A. Hasan dengan karya tafsirnya yang diberi nama al-Furqan
Tafsir Qur‟an. Untuk mengetahui lebih jauh tentang profil A. Hasan dan karya
tafsirnya, maka dalam makalah ini kami akan mencoba untuk mengulasnya.
1
PEMBAHASAN
Ibarat pepatah “Buah jatuh tak jauh dari pohonnya”, A. Hasan mewarisi
tradisi intelektual ayahnya. Sejak umur tujuh tahun, ia sudah belajar al-Qur‟an dan
ilmu-ilmu agama. Kemudian ia masuk sekolah melayu dan belajar bahasa Melayu,
Arab, Inggris dan Tamil.
Pada usia 12 tahun, A. Hasan ikut berdagang menjaga toko milik iparnya,
Sulaiman. Sembari berdagang, ia belajar ilmu agama kepada Haji Ahmad di
Kampung Tiung dan belajar ilmu nahwu dan sharaf kepada Haji Muhammad
Thaib di Kampung Rokoh. Kemudian A. Hasan beralih untuk belajar bahasa Arab
kepada Said Abdullah Munawi Mausili kurang lebih sekitar tiga tahun.
1
Syafiq Mughni, Hasan Bandung: Pemikir Islam Radikal, (Surabaya: PT. Bina Ilmu,
1994), 11.
2
Akhmad Bazith, “Metodologi Tafsir „Al-Furqan Tafsir Qur‟an‟ (Membaca Karya A.
Hassan 1887-1958)”, dalam Education and Learning Journal, Vol. I, No. 1, Januari 2020, 20-21.
2
Setelahnya, ia belajar kepada Syeikh Haji Hasan al-Malabary dan Syeikh Ibrahim
al-Hindi. Semuanya ditempuh hingga sekitar tahun 1910, ketika ia berumur 23
tahun. Pada masa ini, A. Hasan belum memiliki pengetahuan yang luas tentang
tafsir, fiqh, fara‟idh, mantiq dan ilmu-ilmu lainnya. Namun, dengan ilmu alat vang
ia miliki itulah yang kemudian mengantarkannya untuk memperdalam
pengetahuan dan pemahamannya terhadap agama.3
Pada tahun 1940, A. Hassan pindah ke Bangil, Pasuruan, Jawa Timur, dan
mendirikan Pondok Pesantren Persis. Pada tahun 1956, A. Hassan menunaikan
ibadah haji. Saat berada di Tanah Suci, ia jatuh sakit hingga terpaksa dibawa
pulang. A. Hasan meninggal dunia pada 10 November 1958 di usia 71 tahun di
Bangil, Jawa Timur, dan dimakamkan di Pekuburan Segok, Bangil.4
3
Syafiq Mughni, Hasan Bandung: Pemikir Islam Radikal, 13.
4
Akhmad Bazith, “Metodologi Tafsir „Al-Furqan Tafsir Qur‟an‟ (Membaca Karya A.
Hassan 1887-1958)”, 21-22.
3
B. Pemikiran dan Karya-karya A. Hasan
Hasan tidak pernah membatasi secara tegas jumlah sumber hukum Islam,
tetapi sumber hukum Islam yang pokok menurutnya ialah al-Qur‟an dan sunnah.
Sedangkan ijma’ dan qiyas, keduanya tidak berdiri sendiri dan tetap merujuk
kepada dua sumber utama, yakni al-Qur‟an dan sunnah. Oleh sebab itu, A. Hasan
hanya mengakui ijma’ para sahabat yang sudah jelas sumbernya yaitu al-Qur‟an
dan hadits. Pendapat A. Hasan tentang sumber hukum Islam ini merupakan hal
5
Mohammad Herry, Tokoh-tokoh Islam yang Berpengaruh Abad 20, (Jakarta: Gema
Insani, 2006), 16.
4
yang sangat penting, pengakuannya bahwa hanya al-Qur‟an dan hadits sajalah
yang menjadi pokok sumber hukum Islam senantiasa tercermin dalam seluruh
buah pemikirannya dan menjadi kerangka berpikir yang sangat mendasar.
3. Bid‟ah
1) Dalam bidang al-Qur‟an dan tafsir, yaitu al-Furqan Tafsir Qur‟an, Tafsir
al-Hidayah, Tafsir Surah Yasin dan Kitab Tajwid.
2) Dalam bidang hadits, fiqh, dan ushul fiqh, yaitu Soal Jawab: Tentang
Berbagai Masalah Agama, Risalah Kudung, Pengajaran Shalat, Risalah al-
Fatihah, Risalah Haji, Risalah Zakat, Risalah Riba, Risalah Ijma‟, Risalah
Qiyas, Risalah Mazhab, Risalah Taqlid, al-Jawahir, al-Burhan, Risalah
6
Siti Fahimah, “al-Furqan Tafsir al-Qur‟an Karya Ahmad Hasan: Sebuah Karya Masa
Pra-Kemerdekaan”, dalam el-Furqania, Vol. IV, No. 1, Februari 2017, 90-93.
5
Jum‟at, Hafalan, Tarjamah Bulugh al-Maram, Muqaddimah Ilmu Hadis
dan Ushul Fiqh, Ringkasan Islam dan al-Fara‟id.
3) Dalam bidang akhlak, yaitu Hai Cucuku, Hai Putraku, Hai Putriku dan
Kesopanan Tinggi Secara Islam.
4) Dalam bidang kristologi, yaitu Ketuhanan Yesus, Dosa-dosa Yesus, Bibel
Lawan Bibel, Benarkah Isa Disalib? dan Isa & Agamanya.
5) Dalam bidang akidah, pemikiran Islam dan umum, yaitu Islam dan
Kebangsaan, Pemerintahan Cara Islam, Adakah Tuhan?, Membudakkan
Pengertian Islam, What is Islam?, ABC Politik, Merebut Kekuasaan,
Risalah Ahmadiyah, Topeng Dajjal, al-Tauhid, al-Iman, Hikmat dan Kilat,
an-Nubuwwah, al-„Aqa‟id, al-Munazarah, Surat-surat Islam dari Endeh
dan Is Muhammad a True Prophet?
6) Dalam bidang sejarah, yaitu al-Mukhtar dan Sejarah Isra„ Mi‟raj.
7) Dalam bidang bahasa dan kata hikmat, yaitu Kamus Rampaian, Kamus
Persamaan, Syair, First Step Before Learning English, al-Hikam, Special
Dictionary, al-Nahwu, Kitab Tashrif, Kamus al-Bayan dan lainnya.7
al-Furqan Tafsir Qur‟an adalah karya besar dan penting yang dimiliki oleh
A. Hassan. Penulisan tafsir ini merupakan langkah pertama dalam sejarah
penerjemahan al-Qur‟an ke dalam bahasa Indonesia dalam kurun waktu 1920
sampai 1950-an. Terbagi ke dalam beberapa edisi penerbitan sampai sekarang.
Bagian pertama diterbitkan pada tahun 1928, akan tetapi edisi pertama ini belum
seperti yang diharapkan, karena hanya dapat memenuhi sebagian dari apa yang
dibutuhkan oleh umat Islam di Indonesia.8
7
Akhmad Bazith, “Metodologi Tafsir „Al-Furqan Tafsir Qur‟an‟ (Membaca Karya A.
Hassan 1887-1958)”, 23.
8
Akhmad Bazith, “Metodologi Tafsir „Al-Furqan Tafsir Qur‟an‟ (Membaca Karya A.
Hassan 1887-1958)”, 24
6
Kemudian untuk memenuhi desakan anggota Persatuan Islam, bagian
kedua tafsir tersebut diterbitkan pada tahun 1941, namun hanya sampai surah
Maryam. Selanjutnya pada tahun 1953, penulisan kitab tafsir tersebut dilanjutkan
kembali atas bantuan seorang pengusaha yang bernama Sa‟ad Nabhan, hingga
akhirnya penulisan tafsir ini dapat diselesaikan secara keseluruhan dan diterbitkan
pada tahun 1956.9
9
Islah Gusmian, Khazanah Tafsir Indonesia: dari Hermeneutika hingga Ideologi,
(Yogyakarta: LKiS, 2013), 48.
7
a. Penulisan tafsir al-Qur‟an sangatlah penting untuk memenuhi kebutuhan
ilmu yang diperlukan umat Islam Indonesia.
b. Adanya desakan sejumlah anggota Persis yang ingin sekali mempunyai
pegangan bacaan sebuah tafsir sehingga dapat memudahkan mereka
memahami al-Qur‟an.
c. Atas dorongan dan bantuan seorang pengusaha penerbit buku yang
bernama Sa‟ad Nabhan sehingga tafsir ini mampu diselesaikan sekaligus
diterbitkan.
Sekilas, saat melihat dan membuka lembaran demi lembaran kitab tafsir
al-Furqan, maka kesan awal yang tersirat ialah bahwa kitab ini merupakan
terjemahan al-Qur‟an dan bukanlah kitab tafsir, karena tidak ada kesan seperti
kitab tafsir pada umumnya. Karya ini layaknya seperti terjemah al-Qur‟an
sebagaimana terjemahan terbitan Departemen Agama RI atau cetakan Madinah al-
Munawwarah maupun terbitan lainnya, yang dibubuhi dengan catatan kaki. Itupun
tidak semua surah ada catatan kakinya, bahkan terdapat surah yang sama sekali
tidak memiliki catatan kaki.10
10
Akhmad Bazith, “Metodologi Tafsir „Al-Furqan Tafsir Qur‟an‟ (Membaca Karya A.
Hassan 1887-1958)”, 24-25.
8
A. Hassan memiliki cara tersendiri dalam menafsirkan ayat al-Qur‟an. Ia
lebih banyak menggunakan penafsiran secara harfiyah dan beranggapan bahwa
rasio hanya digunakan dalam memahami wahyu, tidak dalam menentukan
kebenaran. Dan bagi mereka yang ingin mendapatkan tafsir al-Qur‟an secara non-
literal, maka hendaknya membaca dari kitab-kitab tafsir al-Qur‟an selain al-
Furqan.
11
Akhmad Bazith, “Metodologi Tafsir „Al-Furqan Tafsir Qur‟an‟ (Membaca Karya A.
Hassan 1887-1958)”, 27-28.
9
Adapun jenis penafsiran yang digunakan A. Hasan dalam kitab tafsir al-
Furqan ini ialah tafsir bil ma’tsur sekaligus bil ma’qul dengan corak adabi ijtima’i
yang sangat menekankan pada penyelesaian masalah-masalah yang sering terjadi
di masyarakat.12
Secara umum, ada tiga jenis sistematika dalam penulisan kitab tafsir, yakni
sistematika mushafi, yaitu penulisan tafsir dengan berpedoman pada urutan
susunan surah-surah dan ayat-ayat sebagaimana tertera dalam mushaf, sistematika
nuzuli, yaitu penulisan tafsir dengan berpedoman pada kronologi turunnya ayat-
ayat al-Qur‟an, dan sistematika maudhu’i, yaitu penulisan tafsir berdasarkan
topik-topik tertentu dengan cara mengumpulkan ayat-ayat yang relevan dengan
suatu topik kemudian menafsirkannya.13 Jika dilihat dari sistematikanya, tafsir al-
Furqan termasuk dalam kategori sistematika mushafi, yang memulai tafsirnya dari
surah al-Fatihah, al-Baqarah dan seterusnya hingga an-Nas sesuai dengan urutan
surah dan ayat yang ada dalam mushaf al-Qur‟an.
a. Pada bagian awal cover dicantumkan nama kitab, nama mufassir, nama-
nama penyunting, serta penerbit, disertai dengan tahun cetakan.
b. Pada bagian mukadimah memuat kata pengantar “Sepatah Kata dari
Kami” yang ditulis oleh Prof. Dr. Ir. Zuhal Abdul Qadir, M.Sc.,E.E.
Setelah itu “Pengantar Tim Penyunting”, kemudian dilampirkan pula
“Transliterasi”.
12
Siti Fahimah, “al-Furqan Tafsir al-Qur‟an Karya Ahmad Hasan: Sebuah Karya Masa
Pra-Kemerdekaan”, 97.
13
Mohammad Arja Imroni, Konstruksi Metodologi Tafsir al-Qurthubi, (Semarang:
Walisongo Press, 2010), Cet. I, 108.
10
c. Pada bagian “Pendahuluan” yang ditulis oleh A. Hasan sendiri terdapat 33
pasal yang setiap pasalnya menerangkan mengenai pembahasan tentang al-
Qur‟an.
d. Setelah pendahuluan dilampirkan “Glosarium”, yakni keterangan beberapa
kata kunci dalam al-Qur‟an atau kata-kata ilmiah yang disusun secara
alphabet.
e. Setelah glosarium dicantumkan “Petunjuk Pencarian Kata dalam al-
Qur‟an”, yakni tema-tema pokok al-Qur‟an dengan menampilkan ayat-
ayatnya, atau dengan kata lain ini merupakan indeks al-Qur‟an
berdasarkan tema.
f. Kemudian tema-tema pokok ditempatkan berdasarkan keterangan dan
ayat-ayat pada bagian berikutnya dalam “Penelusuran Pokok-pokok
Ajaran Qur‟an”.
g. Setelah lengkap keseluruhannya barulah A. Hassan mencantumkan
“Daftar Isi” yang berisikan nama surat dan arti dari nama surat itu sendiri
dengan menggunakan bahasa Arab dan bahasa Indonesia.
h. Setelah itu A. Hasan mulai melakukan penafsiran yang diawali dengan
surat al-Fatihah dan diakhiri dengan surat an-Nas. Setiap awal surat
dimulai dengan basmalah seperti pada umumnya, kecuali surah Bara‟ah.
Kemudian dicantumkan nama setiap surah dan arti dari nama surah
tersebut, jumlah ayatnya, tempat turunnya surah, lalu mukadimah dan
terjemahan (tafsirannya) serta pada bagian akhir diberikan catatan kaki,
meskipun tidak semua surah memiliki catatan kaki (footnote), seperti surah
al-Ikhlas, al-Kafirun dan Quraisy.14
14
Akhmad Bazith, “Metodologi Tafsir „Al-Furqan Tafsir Qur‟an‟ (Membaca Karya A.
Hassan 1887-1958)”, 26.
11
Adapun keistimewaan yang dapat kita temukan dalam kitab tafsir al-
Furqan karya A. Hasan ini di antaranya ialah:
15
Siti Fahimah, “al-Furqan Tafsir al-Qur‟an Karya Ahmad Hasan: Sebuah Karya Masa
Pra-Kemerdekaan”, 101.
12
PENUTUP
Salah satu kitab tafsir yang dikarang oleh ulama Nusantara ialah tafsir al-
Furqan yang disusun oleh Ahmad Hasan atau yang lebih dikenal dengan A.
Hasan. Kitab tafsir al-Furqan menggunakan metode penerjemahan harfiyah,
sehingga kitab ini lebih terlihat seperti kitab terjemahan al-Qur‟an daripada kitab
tafsir. Terlepas dari hal tersebut, tafsir al-Furqan merupakan salah satu kitab tafsir
yang memiliki banyak keistimewaan yang disusun untuk mempermudah umat
Islam, khususnya di Indonesia, untuk memahami isi kandungan al-Qur‟an.
13
DAFTAR PUSTAKA
Fahimah, Siti, “al-Furqan Tafsir al-Qur‟an Karya Ahmad Hasan: Sebuah Karya
Masa Pra-Kemerdekaan”, dalam el-Furqania, Vol. IV, No. 1, Februari
2017.
Mughni, Syafiq, Hasan Bandung: Pemikir Islam Radikal, Surabaya, PT. Bina
Ilmu, 1994.