Anda di halaman 1dari 11

PENDAHULUAN

Ṣālih li kulli zamān wa makān adalah sebuah ungkapan yang sering di sematkan
kepada Alquran. Pernyataan ini diakui oleh ulama tafsir klasik bahkan juga oleh ulama tafsir
kontemporer. Perkara inilah yang menjadi diskursus di sekitar penafsiran Alquran yang tak
mengenal kata berhenti. Sampai sat ini Alquran diajarkan dengan berbagai macam metode
dan penafsiran, namun ibarat lauat atau langit yang luas dan dalam tidak pernah mengalamai
kekeringan atau batasnya walaupun telah, sedang dan akan terus di kaji dari berbagai
diskursus keilmuan yang ada. Perkembangan penelitian tentang Alquran bukan hanya terjadi
dalam dunia Islam akan tetapi menjalar layaknya virus ke dunia Barat.

Dinamika perkembangan ilmu tafsir dan karya-karya tafsir perlu kita perhatikan dan
kita ikuti jejaknya. Meski lahirnya bidang ini jauh sebelum para tabi’in dan ulama
kontemporer merumuskan dan mengembangkannya,namun minat untuk mengkaji dan
merevolusi tak pernah habis dimakan zaman. Negara kita sendiri Indonesia adalah salah satu
bagian terpenting dalam sejarah perkembangan Islam, sehingga tak luput dari sentuhan tafsir.
Dengan demikian lahirlah berbagai karya-karya tafsir dalam kurunnya waktu yang berbeda
dengan corak,metode, dan substansinya juga berbeda. Seiring dengan latar belakang tokoh
atau pecipta dari macam-macam karya buku yang ada merupakan penghubung atau
menghubungkan antara satu karya tafsir dari awal hingga karya tafsir kontemporer,
termasuklah penafsiran, Prof. M. Quraish Shihab ini yang akan kita bahas di makalah ini.
Maka pada makalah ini, akan dipaparkan beberapa hal terkait karya tafsir al-Misbah, dari
latar belakang penulisannya hingga kelebihan serta kekurangan yang ada pada tafsir ini.

1
PEMBAHASAN

1. Biografi Singkat M. Quraish Shihab

Nama lengkap beliau adalah Muhammad Quraish Shihab, lahir di Rappang, Sulawesi
Selatan pada tanggal 16 Februari 19441. Beliau berasal dari keluarga sederhana dan sangat
kuat berpegang kepada agama, meskipun beliau dilahirkan di luar Pulau Jawa, namun tradisi
Quraish Shihab sekeluarga adalah Nahdiyyin. Ayahnya Habib Abdurrahman Shihab (1905-
1986) seorang ulama Tafsir, mantan Rektor Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Alaudin
Ujung Pandang Provinsi Sulawesi Selatan (1972-1977), dan ikut serta dalam mendirikan
UMI (Universitas Muslimin Indonesia) di Ujung Pandang dan menjadi ketua (1959-1965)2.

Setelah menyelesaikan pendidikan dasar di Ujung Pandang, M. Quraish Shihab


melanjutkan pendidikan menengahnya di Malang sambil nyantri di pesantren Dar al-Hadits
al-Fiqhiyah pada 1958. Dia berangkat ke Kairo-Mesir dan diterima di kelas II Tsanawiyah al-
Azhar pada 1967, dia meraih gelar Lc (S1) pada Fakultas Ushuluddin jurusan Tafsir Hadits
Universitas al-Azhar. Kemudian melanjutkan pendidikan Strata 2 (S2) di Fakultas yang sama
dan pada tahun 1969 meraih gelar M.A. untuk spesialisasi bidang tafsir al-Qur’an dengan
Tesis berjudul “al-I’jaz at-Tasryri’i al-Qur'an al-Karim” (Kemukjizatan al-Qur'an al-Karim
dari Segi Hukum). Sekembalinya ke Ujung Pandang, M. Quraish Shihab dipercaya untuk
menjabat sebagia wakil Rektor bidang Akademik Kemahasiswaan di IAIN Alauddin. Selain
itu, ia juga diserahi jabatan-jabatan lain baik di dalam maupun di luar kampus3.

Tahun 1984 merupakan babak baru karir M. Quraish Shihab, dimulai, saat pindah
tugas dari Ujung Pandang ke IAIN Jakarta. Di sini ia aktif mengajar bidang tafsir dan ‘Ulum
al-Qur’an di program S1, S2, dan S3 sampai tahun 1998. Dia juga mengajar matakuliah lain
seperti hadits, hanya di program S2 dan S3 saja. Selain menjadi Rektor di IAIN Jakarta
selama dua periode (1992-1996 dan 1997-1998), ia juga dipercayai menjadi menteri agama
kurang lebih dua bulan di awal tahun 1998 pada kabinet terakhir pemerintahan Soeharto.

1
M. Quraish Shihab, Membumikan al-Qur’an, (Bandung: Mizan, 2007), Hlm. 6.
2
Afrizal Nur, “M.Quraish Shihab dan Rasionalisasi Tafsir”, dalam Jurnal Ushuluddin, Vol. XVIII No.
1, Januari 2012), Hlm. 22.
3
Fauzul Iman dkk, al-Qalam Jurnal Keagamaan dan Kemasyarakatan (Serang: Pusat Penelitian dan
Pengabdian Kepada Masyarakat Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri Sultan Maulana Hasanuddin Banten,
2004), Vol. 21, Hlm. 56-57.

2
Sejak tahun 1999 ia diangkat menjadi Duta Besar Luar Biasa dan berkuasa penuh di Republik
Indonesia untuk negara Republik Arab Mesir dan merangkap negara Djibauti berkedudukan
di Kairo sampai tahun 2002. Sejak itu ia kembali ke tanah air dan konsen menyelesaikan
karya tafsirnya dengan judul Tafsir al-Misbah4.

Di tengah-tengah berbagai aktivitas sosial keagamaan tersebut, M. Quraish Shihab


juga tercata sebagai penulisyang sangat produktif . Buku-buku ataupun kitab yang ia tulis
yang berisi tentang epistimologi al-Qur’an sehingga banyak dari karya beliau menyentuh
permasalahan hidup dan kehidupan dalam konteks masyarakat Indonesia yang kontemporer.
Beberapa karya tulis yang beliau hasilkan antara lain :

a. Karya Umum
1) Tafsir Al Misbah,Pesan,Kesan,dan Keserasian al Qur’an (15 volume,Jakarta:
Lentera Hati,2003);
2) Wawasan al Qur’an;Tafsir Maudhui atas Berbagai Persoalan
Umat(Bandung:Mizan,1996).
3) Tafsir Al Manar,Keistimewaan dan kelemahannya (Ujung Pandang,IAIN
alauddin,1984);
4) Tafsir al Qur’an (Bandung,Pustaka Hidayah,1997);
5) Lentera hati;Kisah dan Hikmah kehidupan (Bandung:Mizan,1994);
6) Membumikan al Qur’an;fungsi dan Kedudukkan Wahyu Dalam Kehidupan
Masyarakat (Bandung:Mizan,1994);
7) Tafsir Al Lubab;Makna,Tujuan dan Pelajaran dari Surah-surah Al-Qur’an
(Boxsed terdiri dari 4 buku) (Jakarta:Lentera Haati,juli 2012)
8) Fatwa-fatwa M.Quraish Shihab seputar al Quran dan Hadits
(Bandung:Mizan,1999);
9) Filsafat Hukum Islam (Jakarta: Departemen Agama, 1987);
10) Wawasan Al Qura’an Tentang dzikir dan Doa (Jakarta: Lentera Hati,2006); dll.
b. Karya Khusus Tentang Perempuan
1) Jilbab Pakaian Wanita Muslima; dalam Pandangan Ulama dan Cendekiawan
Kontemporer (Jakarta:Lentera Hati,2004)
2) Perempuan (Jakarta:Lentera Hati,2005)

4
Fauzul Iman dkk, al-Qalam Jurnal Keagamaan dan Kemasyarakatan..., Hlm. 57.

3
3) Muhammad Quraish Shihab Menjawab; 101 Soal Perempuan Yang Patut Anda
Ketahui (Jakarta: Lentera hati,2010);
4) Kedudukkan Wanita Dalam Islam (Departemen Agama)

2. Latar Belakang Penulisan

Tafsir al-Misbah adalah sebuah karya tafsir Al-Qur‟an yang berisikan lengkap 30 juz,
tercakup dalam 15 volume atau jilid, penafsirannya dengan menggunakan penulisan bahasa
Indonesia, dan diterbitkan oleh “Lentera Hati”. Adapun perihal penamaan Al-Misbah pada
kitab Tafsir karya M. Quraish Shihab ini, menurut keterangan dalam “sekapur sirih” Quraish
Shihab, dituliskan bahwa penulisan Tafsir Al-Misbah dimulai pada hari Jumat, 04 Rabiul
Awwal 1420 H, atau bertepatan dengan tanggal 18 Juni 1999 M, bertempat di Kairo, Mesir.
Tafsir Al-Misbah diselesaikan kurang lebih selama empat tahun, yaitu pada hari Jumat, 08
Rajab 1423 H atau bertepatan pada tanggal 05 September 2003.

Dari segi bahasa, al-Mishbah berarti “lampu, pelita, atau lentera”. Hal itu
mengindikasikan bahwa makna kehidupan dan berbagai persoalan yang dihadapi oleh
manusia semuanya diterangi oleh cahaya Al-Qur`an. Penulisannya mencita-citakan agar al-
Qur`an semakin membumi dan kandungannya dapat dipahami oleh pembacanya5.

Ada beberapa alasan kenapa Tafsir Al-Mishbah ditulis, yaitu sebagai berikut:
Pertama, memberikan langkah mudah bagi umat Islam dalam memahami isi kandungan ayat-
ayat al-Qur`an dengan jalan menjelaskan secara rinci tentang pesan apa yang dijelaskan oleh
Al-Qur`an, serta menjelaskan tema-tema yang berkaitan dengan perkembangan kehidupan
manusia. Karena menurutnya, walaupun banyak orang yang berminat memahami pesan-
pesan al-Qur`an, namun ada kendala baik dalam waktu, keilmuan, dan referensi.

Kedua, kekeliruan umat Islam dalam memaknai fungsi al-Qur`an. Misalnya, tradisi
membaca Surah Yasin yang dibaca berkali-kali, tetapi tidak memahami apa yang mereka
baca berkali-kali itu. Indikasi tersebut semakin menguat dengan banyaknya buku-buku
tentang fadilah-fadilah ayat-ayat tertentu dalam buku-buku bahsa Indonesia. Dari kenyataan
tersebut perlunya menjelaskan pesan-pesan al-Qur`an lebih rinci dan mendalam.

5
Mafri Amin dan Lilik Umi Katsum, Literatur Tafsir Indonesia , (Ciputat: LP. UIN. Jakarta, 2011),
Hlm .251.

4
Ketiga, kekeliruan akademisi yang kurang memahami hal-hal ilmiyah seputar ilmu al-
Qur`an, sistematika penulisan al-Qur`an yang sebenarnya memiliki aspek pendidikan yang
sangat menyentuh.

Keempat, adanya dorongan dari umat Islam Indonesia yang menggugah hati dan
membulatkan Quraish Shihab untuk menuliskan tafsirnya6.

Hal-hal demikianlah yang mendorong beliau untuk menuliskan karya tafsir yang
fenomenal tersebut. Suatu hal yang menarik dari tafsir al-Mishbah, yang tidak banyak
ditemukam dalamTafsir al-Qur`an, lebih khusus lagi tafsir-tafsir nusantara, adalah keragaman
referensi yang digunakan. Quraish Shihab dalam tafsirnya tidak saja menjadikan tafsir
sebelumnya untuk dijadikan pembahasan-pembahsan yang menarik, namun berbagai bentuk
rujukan ia gunakan, seperti tafsir madzhab sunni , ilmuan, filsuf, bahkan orientalis barat.

3. Sistematika, Metodologi, dan Corak Penafsiran

Dalam menuliskan karya tafsirnya, metode yang digunakan adalah metode tahlili,
yaitu metode analisis, dengan cara menafsirkan ayat-ayat al-Qur`an berdasarkan ayat demi
ayat, surah demi surah, sesuai dengan urutan mushaf utsmani. Metodologi tafsir ini
mencakup variabel yang banyak , yaitu: a). Sistematika penyajian tafsir. b). Bentuk penyajian
tafsir c). Metode tafsir dan analisisnya d). Nuansa (laun) tafsir dan pendekatan tafsir. Untuk
mengetahui metodologi penafsiran Quraish Shihab, dapat ditelusuri 4 aspek tersebut:

a. Sistematika Penyajian Tafsir

Sistematika (rangkaian) penyajia tafsir dapat dikelompokkan kepada sistematika


penyajian runtut dan penyajian tematik biasa disebut dengan tahlili dan maudhu`i.

b. Metode dan analisisnya

Metode adalah suatu perangkat atau tata kerjayang digunakan dalam proses
penafsiran, ada dua arah penting yang digunakan dalam penafsiran al-Qur`an yaitu tafsir
bil al-ma`tsur dan tafsir bil ar-ra`yi.

6
Lufaefi, Tafsir Al-Mishbah: Tekstualitas, Rasionalitas Dan Lokalitas Tafsir Nusantara, (Institut PTIQ
Jakarta), dalam Jurnal Substansia, Volume 21 Nomor 1. April 2019, Hlm. 31.

5
c. Nuansa Tafsir (Laun)

Nuansa tafsir adalah ruang dominan sebagai sudut pandang dari suatu karya tafsir.
Tafsir al-Mishbah ini tampak menggunakan nuansa sosial kemasyarakatan (at-tafsir al-
ijtima`i). Tafsir sosial kemasyarakatan adalah tafsir yang menitikberatkan penjelasan al-
Qur`an pada 1). Segi ketelitian redaksinya, 2). Menyusun kandungan ayatdalam suatu
redaksi dengan tujuan utama memaparkan tujuan-tujuan al-Qur`an, 3). Penafsiran ayat
dikaitkan dengan sunnatullahyang berlaku dalam masyarakat.

d. Pendekatan Tafsir

Pendekatan tafsir adalah titik pijak keberangkatan dari proses tafsir. berkaitan
dengan pendekatan tafsir al-Mishbah dapat dilihat dari tulisan Quraish Shihab yang
mengatakan bahwa al-Qur`an merupaka sumber akidah dan hukum, bahkan sumber dari
segala sumber sehingga teks al-Qur`an harus diterima apa adanya. Pandangan Quraish
Shihab ini menunjukkan bahwa secara umum, cenderung menggunakan pendekatan
tekstual7.

Dalam penyusunan tafsirnya M. Quraish Shihab menggunakan urutan Mushaf


Utsmani yaitu dimulai dari Surah al-Fatihah sampai dengan surah an-Nas, pembahasan
dimulai dengan memberikan pengantar dalam ayat-ayat yang akan ditafsirkannya. Dalam
uraian tersebut meliputi:

- Penyebutan nama-nama surah (jika ada) serta alasan-alasan penamaanya, juga disertai
dengan keterangan tentang ayatayat diambil untuk dijadiakan nama surah
- Jumlah ayat dan tempat turunnya, misalnya, apakah ini dalam katagori sūrah
makkiyyah atau dalam katagori sūrah Madaniyyah, dan ada pengecualian ayat-ayat
tertentu jika ada
- Penomoran surah berdasarkan penurunan dan penulisan mushaf, kadang juga disertai
dengan nama surah sebelum atau sesudahnya surah tersebut
- Menyebutkan tema pokok dan tujuan serta menyertakan pendapat para ulama-ulama
tentang tema yang dibahas
- Menjelaskan hubungan antara ayat sebelum dan sesudahnya

7
K. Karman, Metodologi Tafsir al-Mishbah karya M. Quraish Shihab, diakses dari
http://digilib.uinsgd.ac.id/19942/5/4-METODO.pdf pada tanggal 12 April 2020 pukul 15.54.

6
- Menjelaskan tentang sebab-sebab turunya surah atau ayat, jika ada8

Cara demikian yang telah dijelaskan diatas adalah upaya M. Quraish Shihab dalam
memberikan kemudahan pembaca Tafsir al-Misbah yang pada akhirnya pembaca dapat
diberikan gamabaran secara menyeluruh tentang surah yang akan dibaca, dan setelah itu M.
Quraish Shihab membuat kelompok-kelompok kecil untuk menjelaskan tafsirnya.

Dalam Tafsir al-Misbah, beliau tidak pernah luput dari pembahasan ilmu munāsabah
yang tercermin dalam enam hal, pertama, keserasian kata demi kata dalam setiap surah,
kedua, keserasian antara kandungan ayat dengan penutup ayat, ketiga, keserasian hubungan
ayat dengan ayat sebelumnya atau sesudahnya, keempat, keserasian uraian muqaddimah satu
surah dengan penutupnya, kelima, keseraian dalam penutup surah dengan muqaddimah surah
sesudahnya dan keenam, keseraian tema surah dengan nama surah. Ia lebih mendahulukan
riwayat, yang kemudian menafsirkan ayat demi ayat setelah sampai pada kelompok akhir
ayat tersebut dan memberikan kesimpulan. Quraish Shihab menyetujui pendapat minoritas
ulama yang berpaham al-Ibrah bi Khuṣūṣ al-Sabab yang menekankan perlunya analogi qiyas
untuk menarik makna dari ayat-ayat yang memiliki latar belakang asbāb an-Nuzūl, tetapi
dengan catatan bahwa qiyas tersebut memenuhi persyaratannya. Pandangan ini dapat
diterapkan apabila melihat faktor waktu, karena kalau tidak ia tidak menjadi relevan untuk
dianologikan. Dengan demikian, menurut Quraish, pengertian asbāb an-Nuzūl dapat
diperluas mencakup kondisi sosial pada masa turunnya Alquran dan pemahamannya pun
dapat dikembangkan melalui yang pernah dicetuskan oleh ulama terdahulu, dengan
mengembangkan pengertian qiyas dengan prinsip al-Maṣlaḥah al-Mursalah dan yang
mengantar kepada kemudahan pemahaman agama, sebagaimana halnya pada masa rasul dan
para sahabat. Proses ini adalah upaya Quraish Shihab untuk mengembangkan uraian
penafsiran sehingga pesan Alquran membumi dan dekat dengan masyarakat yang menjadi
sasarannya9.

Dalam menentukan corak tafsir dari suatu kitab tafsir, yang perlu diperhatikan adalah
hal yang lebih dominan dalam tafsir tersebut. Setidaknya ada enam corak tafsir, yaitu : tafsir
bi al-ma’tsur, tafsir bi ar-rayi, tafsir al-fiqhi/al-ahkam, tafsir as-shufi, tafsir al-falsafi, tafsir
al-‘ilmi, dan tafsir al-adabi al-ijtima’i. Tafsir al-Misbah ini lebih cenderung ke dalam corak

8
Atik Wartini, “Corak Penafsiran M. Quraish Shihab dalam Tafsir Al-Misbah”, dalam Jurnal Hunafa,
Vol. 11 No. 1, September 2014, Hlm. 119-120.
9
Atik Wartini, “Corak Penafsiran M. Quraish Shihab dalam Tafsir Al-Misbah”..., Hlm. 121.

7
al-adabi al-ijtima’i, yaitu corak tafsir yang menjelaskan ayat-ayat al-Qur’an berdasarkan
ketelitian ungkapan yang memiliki tiga karakter, pertama, disusun dengan bahasa yang lugas,
kedua, dengan menekankan tujuan pokok diturunkannya al-Qur’an yaitu shalih likulli zaman
wal makan, dan ketiga, pengaplikasikannya dalam tatanan sosial, seperti pemecahan masalah-
masalah umat islam dan bangsa pada umumnya10. Di samping itu, jika kita membaca corak
penafsiran M. Quraish Shihab, dalam Tafsir al-Misbah Quraish Shihab disertakan kosa kata,
munāsabah ayat dan asbāb an-nuzūl, walaupun dalam melakukan penafsiran ayat demi ayat
beliau selalu mendahulukan riwayat bukan ra’yu, tetapi pendekatan kajian sains menjadi
salah satu pertimbangan dalam beberapa penafsirannya, ini indikator bahwa corak penafsiran
M. Quraish Shihab menggunakan corak al-adabi al-ijtima’i atau disebut juga quasi obyektifis
modern, yang mana ciri dari corak karya ini adalah penafsiran yang nuansanya adalah
masyarakat dan sosial11. Singkatnya, tafsir al-adabi al-ijtima’i adalah corak tafsir yang
berusaha memahami nash-nash al-Qur'an dengan cara pertama dan utama mengemukakan
ungkapan-ungkapan al-Qur'an secara teliti, selanjutnya menjelaskan makna-makna yang
dimaksud oleh al-Qur'an tersebut dengan bahasa yang indah dan menarik, kemudian seorang
mufasir berusaha menghuhungkan nash-nash al-Qur'an yang dikaji dengan kenyataan social
dan sistem budaya yang ada.

Sehubungan dengan karakter/ciri yang disebut pertama, misalnya didalam tafsirnya


surah al-Furqon ayat 63 Quraish Shihab menjelaskan, “Kata (َ‫“ )هونا‬haunan” berarti lemah
lembut dan halus. Pola kata ini adalah bentuk mashdar yang mengandung makna
“kesempuraan”, dengan demikian maknanya adalah penuh dengan kelemah lembutan. Lafazh
“yamsyuna ala al-ardhi haunan” dipahami oleh jumhur ulama dalam arti cara berjalan
mereka tidak angkuh atau kasar. Kini, pada masa kesibukan dan kesemerawutan lalu lintas,
kita dapat memasukkan dalam pengertian kata (َ‫“ )هونا‬haunan”, disiplin lalu lintas dan
penghormatan terhadap rambu-rambunya. Tidak ada yang melanggar dengan sengaja
peraturan lalu lintas kecuali orang yang angkuh atau ingin menang sendiri hingga dengan
cepat dan melecehkan kiri dan kanannya. Penggalan ayat ini bukan berarti anjuran untuk
berjalan perlahan atau larangan tergesa-gesa. Karena Nabi Muhammad saw, dilukiskan
sebagai yang berjalan dengan gesit penuh semangat, bagaikan turun dari dataran tinggi.
Orientasi kemasyarakatan dalam tafsir ini nampak jelas pada sorotannya atas masalah-
masalah yang terjadi di masyarakat. Penjelasan-penjelasan yang dihidangkan hampir selalu

10
Mahfudz Masduki, Tafsir al-Misbah, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2012), Hlm. 31.
11
Atik Wartini, “Corak Penafsiran M. Quraish Shihab dalam Tafsir Al-Misbah”..., Hlm. 123.

8
relevan dengan persoalan-persoalan yang berkembang di tengah kehidupan masyarakat. Pada
akhirnya, penjelasan-penjelasan tersebut dimaksudkan sebagai upaya menangani atau sebagai
jalan keluar dari masalah-masalah tersebut12.

4. Kelebihan dan Kekurangan

Sebagai sebuah karya manusia biasa, Tafsir Al-Misbah tentu saja memiliki kelebihan-
kelebihan, sekaligus juga terdapat kekurangan-kekurangan di dalamnya. Kelebihan tafsir al-
Misbah adalah:

- Pertama, tafsir Al-Misbah kontekstual dengan kondisi keindonesiaan. Di dalamnya


banyak merespon hal-hal yang aktual di dunia Islam Indonesia, bahkan dunia
internasional.
- Kedua, tafsir Al-Misbah kaya akan referensi dari berbagai latar belakang referensi,
yang disuguhkan dengan ringan dan dapat dimengerti oleh seluruh pembacanya.
- Ketiga, tafsir Al-Misbah sangat kental dalam mengedepankan korelasi antar surah,
antar ayat, dan antar akhir ayat dan awal surah. Hal ini membantah anggapan tak
mendasar para orientalis, seperti W Mongontwery Watt, yang menyatakan bahwa al-
Quran antar satu ayat dengan ayat yang lainnya kacau balau, tidak berkesinambungan.

Sedangkan kekurangannya adalah:

- Pertama, dalam berbagai riwayat dan kisah-kisah yang dituliskan Quraish Shihab
dalam tafsirnya, terkadang tidak menyebutkan perawinya. Hal ini membuat sulit bagi
pembaca, terutama para pengkaji ilmu, untuk merujuk dan berhujjah dengan kisah-
kisah tersebut. Sebagai contoh misalnya sebuah riwayat dan kisah Nabi Saleh dalam
menafsirkan QS. Al-A’raf: 78.
- Kedua, beberapa penafsirannya yang tergolong berbeda dengan mayoritas mufasir,
seperti tentang ketidakwajiban berhijab, membuatnya dicap liberal.
- Ketiga, penjelasan penafsiran Quraish Shihab dalam al-Misbah tidak dibubuhi dengan
penjelasan dalam footnote/catatan kaki. Sehingga tafsirannya terkesan semuanya
merupakan pendapat pribadi. Hal ini tentu bisa saja menimbulkan klaim bahwa tafsir
Al-Misbah tidak ilmiah13.

12
M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah Pesan, Kesan, dan keserasian Al-Qur’an, ((Jakarta: Lentera
Hati, 2005), Vol.9, Hlm. 157.
13
Lufaefi, “Tafsir Al-Mishbah: Tekstualitas, Rasionalitas dan Lokalitas Tafsir Nusantara”..., Hlm. 39.

9
10
PENUTUP

M. Quraish Shihab adalah seorang mufassir terkenal di Indonesia, bahkan hingga ke


luar negeri dengan karyanya tafsir al-Misbah. Tak hanya membantu para pengkaji dari
kalangan ulama dan cendekiawan, namun juga memudahkan orang awam untuk memahami
isi kandungan al-Qur’an melalui penafsirannya.

Tafsir al-Misbah ini tentunya memiliki kelebihan maupun kelemahan yang mana
tafsir ini disampingkan dengan penafsiran yang konstekstual dan juga didasarkan pada
pendekatan sosiologis-antropologis yang memberikan kemudian kepada kita sebagai
pembaca karyanya sendiri untuk memahami makna yang tersirat di dalam al-Qur’an.

Dalam tafsir Al-Misbah ini, metode yang digunakan Quraish Shihab yaitu
menggunakan metode tahlili (analitik), yaitu metode yang menjelaskan kandungan ayat-ayat
al-Qur’an dari berbagai seginya, sesuai dengan pandangan, kecenderungan, dan keinginan
musafirnya yang dihidangkannya secara runtut sesuai dengan peruntutan ayat-ayat dalm
mushaf.

Sedangkan dari segi corak, tafsir al-Misbah ini lebih cenderung kepada corak sastra
budaya dan kemasyarakatan (al-adabi al-ijtima'i), yaitu corak tafsir yang berusaha
memahami nash-nash al-Qur'an dengan cara pertama dan utama mengemukakan ungkapan-
ungkapan al-Qur'an secara teliti, selanjutnya menjelaskan makna-makna yang dimaksud oleh
al-Qur'an tersebut dengan bahasa yang indah dan menarik, kemudian seorang mufasir
berusaha menghuhungkan nash-nash al-Qur'an yang dikaji dengan kenyataan sosial dan
sistem budaya yang ada.

11

Anda mungkin juga menyukai