MAKALAH
Diajukan untuk memenuhi tugas mata kuliah Kajian Tafsir Ulama Nusantara
Disusun Oleh:
FAKULTAS SYARIAH
2023
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kajian tafsir alquran merupakan kajian peting dalam dunia keilmuan islam
dengan berbagai corak, perkembangan tafsir nusantara ikut berkembang dimulai
pada abad ke tujuh hingga sekarang, salah satu penafsiran yang monumental
dalam perkembangannya di nusantara at Tarjuman al Mustafid karya Abdurrauf
al- Sinkili yang menggunakan corak adabi dan ijtimai, tafsir sangat di butuhkan
bukan hanya untuk memahami al quran juga berguna sebagai pedoman menjalani
kehidupan dengan baik. pada penelitian ini penulis akan memaparkan biografi
mufassir, deskripsi, metode, corak, karakteristik penafsiran dalam kitab Tarjuman
al Mustafid karya Abdurrauf al- Sinkili.
B. Rumusan Masalah
1
A. H. Johns, “Islam di Dunia Melayu: Sebuah Survei Penyelidikan dengan beberapa Referensi
kepada Tafsir al-Qur‟an,” dalam Azyumardi Azra (Penyunting dan Penerjemah), selanjutnya
disebut Azra, Perspektif Islam di Asia Tenggara, (Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 1989), hlm.
123.
2
1. Bagaimana biografi Syekh ‘Abd al-Rauf mushannif Kitab Tarjuman
al-Mustafid?
2. Bagaimana deskripsi kitab tafsir Tarjuman al-Mustafid ini?
3. Bagaimana metode, corak, karakteristik, dan contoh penafsiran dalam
kitab tafsir tersebut?
3
BAB II
PEMBAHASAN
A. Biografi Mushannif
Syiah Kuala yang melekat pada dirinya adalah nisbah kepada tempat ia
dimakamkan yaitu di Kuala (Muara) Krueng Aceh, Desa Deyah Raya Kecamatan
Kuala, jaraknya sekitar 15 km dari pusat Kota Banda Aceh. Abdurrauf seperti
yang tersebut di muqaddimah kitab Miratuth Thullab memiliki nama lengkap,
Aminuddin Abdurrauf bin Ali al Jawi Tsumal Fansuri. as Singkili adalah seorang
ulama besar era kesultanan Aceh. Ia terkenal 'alim dalam tafsir al-Quran, ilmu
fiqih dan pelopor tarekat Syattariyah di dunia Melayu. Keterangan ini dapat
diamati dari sejumlah karya yang ditinggalkannya yang membahas ketiga disiplin
ilmu tersebut.
As-Singkili lahir sekitar tahun 1024 H /1615 M dan wafat pada tahun -
1105 H/1693. Ia dimakamkan di dekat kuala atau mulut sungai Aceh. M. Masa
kecil as Singkili tidak dapat diterangkan secara sistematis karena memiliki
keterbatasan sumber Kisah, masa kecil hanya dapat diperkirakan bahwa as
Singkili berangkat dari golongan masyarakat biasa. Karena itu, maka masa
kecilnya sama ada dengan masa kecil anak- anak sebayanya. Mereka hidup dalam
kesederhanaan di desa bermain sesama anak-anak seusianya. Pendidikan pertama
Syiah Kuala didapat dari ayahnya yang juga mempunyai dayah (pesantren).
Ketika itu Fansur menjadi salah satu pusat Islam penting di nusantara serta titik
hubung antara orang Melayu dan kaum muslim dari Asia Barat serta Selatan.
Beberapa tahun kemudian Syiah Kuala berangkat ke Banda Aceh dan belajar pada
Syamsuddin Sumatrani, seorang ulama pengusung wujudiyah. Syiah Kuala
4
melanjutkan pendidikan ke Jazirah Arab pada 1642 Masehi. Tercatat sekitar 19
guru pernah mengajarinya berbagai disiplin ilmu Islam, selain 27 ulama
terkemuka lainnya.
Karya tulis Syekh Abdurrauf kini masih bisa ditemukan di Pustaka Islam,
Seulimum, Aceh Besar. Hal ini merujuk pada buku yang dikarang Teuku Ibrahim
Alfian berjudul Perjuangan Ulama Aceh di Tengah Konflik yang berdasarkan
hasil penelitian Al Yasa’ Abubakar. Disebutkan dalam tulisan itu, karya tulis As-
Singkili lebih kurang mencapai 36 buah kitab. Bahkan salah satu kitab yang
dikarangnya diabadikan oleh Profesor A. Meusingge dalam buku yang wajib
dibaca mahasiswa Koninklijke Academic Delft, Leiden. Di dalam buku tersebut
diulas isi kitab As- Singkili yang berjudul Mi'rat at-Tullab fi Tahsil Ahkam asy-
Syari'yyah li al Malik al- Wahhab. Selain sebagai penulis yang produktif, Syekh
Abdurrauf As-Singkili dipercayakan sebagai mufti kerajaan Aceh pada masanya.
Pengaruhnya sangat besar dalam mengembangkan Islam di Aceh dan meredam
gejolak politik di kerajaan tersebut. Salah satu kebijakan populis pada abad
pertengahan adalah restunya terhadap kepemerintahan ratu-ratu di Aceh.
5
B. Deskripsi Kitab Tafsir Tarjuman al-Mustafid
Tarjuman Al-Mustafid diasumsikan kuat sebagai kitab tafsir pertama di
Nusantara yang lengkap menafsirkan 30 juz Al-Qur’an. Penulis tafsir ini
merupakan seorang ulama besar Aceh bernama Syaikh Abdul Rauf bin Ali al-
Fanshuri al-Jawi. Kitab tafsir Tarjuman Al-Mustafid tersebar luas di kepulauan
Nusantara, bahkan hingga ke mancanegara seperti Afrika Selatan. Tafsir ini
berkali-kali pula telah berhasil dicetak di Singapura, Penang, Jakarta, Bombay,
dan Timur-Tengah.2
Fakta ini menunjukkan bahwa banyak masyarakat pada saat itu yang
tertarik mengaji tafsir Melayu. Salah satu penyebabnya tidak lain karena bahasa
Melayu merupakan lingua franca (bahasa pengantar) khususnya di wilayah Asia
Tenggara. Maka, wajar bila tafsir ini diminati hingga beberapa abad lamanya.
Tafsir Tarjuman Al-Mustafid diperkirakan selesai ditulis pada tahun 1675 M, atau
sewaktu Syaikh Abdul Rauf masih menjabat sebagai seorang qâdhî (hakim) di
kerajaan Aceh.3
1. Teknik
Pengarang menerjemahkan ayat demi ayat tetapi tidak secara harfi.
Terdapat banyak ayat yang digabungkan secara separuh atau penuh.
Secara umum beliau menerjemahkan berdasarkan qiraat Hafs. Tetapi
terdapat juga terjemahan berdasarkan qiraat lain khususnya Abu 'Amr,
Qalun, dan Warsh. Bahkan kecenderungan beliau memilih selain qiraat
Hafs dalam banyak tempat menunjukkan penguasaannya yang luas
dalam banyak qiraat.
2. Bahasa dan Istilah
Bahasa yang digunakan ialah bahasa Melayu lama atau klasik. lstilah-
istilah lokal yang terdapat di dalamnya bukan hanya terhenti kepada
Aceh saja bahkan menjangkau hingga kepada istilah Patani. Namun
begitu, pengaruh bahasa Arab juga tidak dapat dihindari. Sebagian
daripada istilah Arab ini memang sudah biasa dalam masyarakat
2
Azra, A. (1999). Jaringan Ulama Timur Tengah dan Nusantara Abad XVII dan XVIII. Bandung:
Mizan.
3
Azra, A. (2004). Jaringan Ulama Timur Tengah dan Kepulauan Nusantara Abad XVII dan XVIII:
Akar Pembaharuan Islam Indonesia. Jakarta: Kencana.
6
Melayu. Tetapi sebagian lagi merupakan istilah yang jarang atau
memang tidak dipakai dalam masyarakat Melayu.
lstilah-istilah berbagai bidang ilmu juga terdapat dalam kitab ini. Di
antaranya ialah istilah tajwid dan qiraat seperti tashdid, tashil, ikhtilas,
tahqiq, ishba', istilah fiqh seperti harus, zihar, khiyar, sunat, dan
sebagainya.
3. Gaya Bahasa
Terjemahan ayat dibuat dengan gaya bahasa Melayu klasik. Ia juga
terikat dengan kaedah bahasa Arab. Terjemahan banyak menggunakan
struktur ayat songsang yaitu struktur ayat yang tidak terikat dengan
kaedah subjek-predikat. Ia juga banyak menggunakan struktur ayat
pasif yang diwakili oleh imbuhan "di" dan kalimah "oleh".
C. Metode
Sebuah penafsiran ayat-ayat Alquran sangat membutuhkan alat untuk
memaparkan pesan-pesan yang ada dalam Alquran, dengan latar belakang
pengetahuan dan intelektual mufassir menjadi faktor yang mempengaruh sebuah
produk tafsir, begitu juga kitab-kitab tafsir yang telah ada sebelum karangan
mufassir tersebut menjadi sebuah kitab tafsir, dan menjadikan kitab tafsir
terdahulu sebagai gambaran terlebih dahulu, maka terdapat kemungkinan yang
besar jika sebuah kitab tafsir menjadi referensi atau rujukan, maka kitab tafsir
yang akan dihasilkan oleh mufassir akan sama dengan kitab-kitab yang telah
menjadi rujukanya.
Dalam kitab tafsir tarjuman al-Mustafid tidak disertai dengan kalimat
pembuka (Mukaddimah) pada awal kitab tidak seperti kebanyakan kitab tafsir
yang sebelum pembahasan tafsir Alquran didahului oleh mukaddimah, melainkan
Abdurrauf as- Singkili secara langsung membahas penafsiran surah al-Fatihah.
Untuk mengetahui sebuah karya tafsir menggunakan metode apa dalam proses
menafsirkan ayat-ayat Alquran dapat dilihat sesuai dengan kitab tafsir yang
menjadi rujukan. Seperti yang telah dipaparkan pada pembahasan sebelumnya,
maka dengan pendekatan melalui referensi yang digunakan terdapat dua sudut
pandang dalam penggunaan metode penafsiran. Jika dilihat dari urutan ayat dan
7
penjelesan aspek-aspek serta isi dari kandungan ayat, tarjuman al-mustafid
menggunakan metode tahlili, ketika dilihat dari sudut pandang makna yang
dijelaskan dari tafsir tersebut menggunakan metode Ijmali, karena penjelasan
yang digunakan dinilai singkat, padat, dan mudah dimengerti seta sangat sesuai
untuk dipelajari bagi pengkaji tafsir pemula.4
D. Corak Penafsiran
Dalam menjelaskan ayat-ayat Al-quran Abdurrauf As-Singkili tidak
terpaku hanya pada satu corak penafsiran. Abdurrauf menggunakan corak umum.
Artinya, penafsiran yang diberikan tidak mengacu pada satu corak tertentu, seperti
fiqih, filsafat, dan adab bil-ijtima’i. Namun tafsirnya mencakup berbagai corak
sesuai dengan kandungan ayat yang ditafsirkan. Jika sampai pada ayat yang
membicarakan hukum fiqih, beliau akan mengungkapkan hukum-hukum fiqih,
dan jika sampai pada ayat tentang teologi, pembahasan keyakinan tentang akidah
mendapat porsi yang cukup.dan jika sampai pada ayat yang menyebutkan tentang
qishah, beliau akan membahasnya dengan porsi yang cukup pula. 5 Hal ini
disebabkan Abdurrauf adalah seorang yang memiliki keahlian dalam berbagai
bidang baik ilmu fikih, filsafat, mantiq, tauhid, sejarah, ilmu falak dan politik.
Dengan keluasan ilmu yang dimilikinya tidak aneh jika corak penafsiran yang di
berikan bersifat umum, walaupun Abdurrauf juga terkenal sebagai penyebar dan
mursyid tarekat syattariah namun corak penafsiran yang diberikan tidak
terpengaruh pada satu bidang tertentu.6
E. Karakteristik Penafsiran
Pembahasan tentang karakteristik sebuah tafsir, menurut Yunan Yusuf,
dapat dilakukan dengan mengidentifikasi metode penafsiran, teknik penafsiran
dan corak tafsir. Pada metode penafsiran, telaah ditekankan pada penggalian
mengenai cara seorang mufasir memberikan tafsirnya; apakah ia menafsirkan al-
Qur’an dengan al-Qur’an, dengan hadis, dengan riwayat sahabat, dan dengan
kisah-kisah israiliyat atau dengan ra’yu (pendapat personal).7
4
Arivaie Rahman, “Tafsir Tarjuman al-Mustafid: Diskursus Biografi, Kontestasi Politis, dan
Metodologi Tafsir”, MIQAT, Vol. XLII, No. I, (Januari-Juni, 2018), 162.
5
Nashruddin Baidan, Perkembangan Tafsir di Indonesia (Solo: Tiga Serangkai, 2003), hal.68.
6
H.A. Mukti Ali, Ensiklopedi Islam, (Jakarta: Depag R.I.1992/1993), hal.26.
8
Salah satu kelebihan kitab-kitab karangan Syeik Abdurrauf adalah
kontekstualitasnya. Menurut Hamka, Kitab-kitab yang ditulisnya selalu
menyesuaikan dengan masalah- masalah yang dihadapi oleh masyarakat Islam di
Nusantara pada waktu itu, khususnya di wilayah Aceh Darussalam. Ia
mengadaptasikan ilmu-ilmu agama yang dibawanya ke dalam bahasa-bahasa yang
ringan, mudah dimengerti oleh masyarakat, dan langsung menjawab ke pokok
persoalan. Hal yang sama juga terjadi pada Tafsir Tarjuman al- Mustafid, dimana
beliau menulis ini dengan Bahasa Melayu lengkap 30 Juz, dengan penjelasan yang
singkat, dan tidak panjang lebar. Sehingga mudah dibaca dan dipahami oleh para
pembaca yang awam sekalipun.
Dari segi metode dan teknik penafsiran, Syaikh Abdul Rauf tampaknya
hanya menerjemahkan secara harfiah ayat-ayat al-Qur’an. Tidak ada usahanya
untuk menjelaskan kandungan ayat yang sedang diterjemahkan dengan memakai
ayat-ayat lain yang memiliki makna yang sama dan tidak juga dengan memakai
hadis Nabi, riwayat sahabat, apalagi dengan kisah israiliyyat.
Ada tiga variabel lain yang secara rutin disertakan dalam tafsir ini di luar
penjelasan terjemah harfiah. Pertama, keterangan tentang asbab al-nuzul (sebab-
sebab turunnya) ayat. Jika memang ada, biasanya dimasukkan dalam bagian “kata
mufasir” atau “kisah”. Untuk surat al-Ikhlas istilah yang dipakai adalah “kata
mufasir”. Kedua, penjelasan tentang ragam bacaan (qiraah) yang biasanya
dimasukkan dalam bagian “bayan” atau “faidah”. Ketiga, penjelasan terakhir
tentang guna atau manfaat atau fadhilah ayat atau surat jika di baca. Bagian ini
biasanya diletakkan pada pembuka surat, menyertai penjelasan mengenai status
surat (Makkiyah atau Madaniyah).
Dapat diambil kesimpulan bahwa Syaikh Abdul Rauf Singkel mempunyai
pengaruh yang amat besar terhadap perkembangan Islam di Nusantara. Terutama
dalam bidang Tafsir Al-Qur’an dan Teologi melalui kitab Tarjuman Al-Mustafid.
Dalam konteks ini, ia merupakan orang Nusantara pertama yang berhasil
membukukan tafsir Al-Qur’an secara lengkap hingga 30 juz.
F. Contoh Penafsiran
7
Yusuf, Y. (1992). “Karakteristik Tafsir al-Qur’an di Indonesia Abad ke-XX”. Dalam Ulum al-
Qur’an, Vol. 01, No 4.
9
1. QS. al-Baqarah ayat 173
اِخْلْنِز يِر ا ُأِه َّل ِبِه ِلَغِرْي الَّل ِهۖ َف ِن اْض ُطَّر َغ اٍغ اَل اٍد ِإ
ْيَر َب َو َع َم َو َم َمَّنا َح َّر َم َعَلْيُك ُم اْلَم ْيَتَة َو الَّد َم َو ْحَلَم
ِح ِإ ِه ِإ
َفاَل َمْث َعَلْي ۚ َّن الَّلَه َغُف وٌر َر يٌم
10
Dari penafsiran ayat 173 surat al-Baqarah tersebut, tampak jelas
orientasi Al- Singkili dalam menyajikan tafsirnya yang ingin
menjelaskan kemudahan ajaran Qur’ani di saat kondisi darurat dan
kesulitan. Hal itu diimbangi dengan kepeduliannya terhadap
permasalahan yang kemungkinan terjadi pada wilayah basis sosial
kemasyarakatan. Sumbangsih pemikiran yang tertuang dalam karya
tafsirnya ini ingin meninggalkan kesan mendalam dan elementer
walaupun penjelasan yang disampaikan cukup dengan uraian yang
ringkas, dengan kata lainteknik penafsirannya ini menjadi kelebihan
tersendiri dalam mentransmisikan pengetahuan pokok ajaran Islam
pada level masyarakat awam.8
8
Sahlan Muhammad Faqih, Dadan Rusmana, dan Yayan Rahtikawati, "Orientasi Tafsir Turjuman
Al- Mustafid karya Abdur Rauf Al-Singkili", Jurnal Studi Keislaman, Vol. 9, No. 1, Tahun 2022, 11.
9
Al-Sinkili, Abdurrouf, Tarjuman al-Mustafid. hal 28.
11
Gambar 2. Tafsir Al Baqarah 184
12
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
13
DAFTAR RUJUKAN
Azra, A. (2004). Jaringan Ulama Timur Tengah dan Kepulauan Nusantara Abad
XVII dan XVIII: Akar Pembaharuan Islam Indonesia. Jakarta: Kencana.
Muliadi kurdi , Abdurrauf as singkil Mufti besar aceh pelopor tarekat sattariyah
di dunia melayu, Lembaga naskah aceh (NASA), 2017.
1
2