Disusun dan diajukan sebagai salah satu syarat melengkapi
tugas mata kuliah
DOSEN PEMBIMBING : GUFRON FATONI M,Ag
Disusun Oleh :
Nama : Hendro Sulistio
NMP : 2131030056
Kelas: IAT (1A)
PROGRAM STUDI ILMU AL-QUR'AN DAN TAFSIR
FAKULTAS USHULUDDIN DAN STUDY AGAMA
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI RADEN INTAN LAMPUNG
TAHUN AJARAN 2021/2022
BAB I
PENDAHULUAN
Penyebaran islam dari awal kemunculannya hingga saat ini, diyakini
tidak lepas dari sumber primer ajaran islam yaitu al-qur'an dan al-sunnah, sehingga sejarah islam juga merupakan sejarah al-qur'an. Sejarah al-quran dalam konteks yang paling sederhana diindonesia, dapat ditelusuri dengan melacak masuknya islam keindonesia. Awal kedatangan Islam ke Nusantara terdapat beberapa teori, di antaranya teori Gujarat yang dikembangkan atau dipopulerkan oleh Snouck Hurgronje, berawal dengan ditemukannya batu nisan Sultan Abd. Malik al-Saleh. Pendapat lain bahwa Islam datang ke Nusantara dari Makkah dengan bukti mayoritas muslim di Nusantara adalah pengikut mazhab Syafi’i yang dikembangkan oleh Hamka pada abad ke-7 M. Bahkan ada kemungkinan besar bahwa Islam sudah diperkenalkan ke dan ada di nusantara pada abad-abad pertama Hijri, sebagaimana dikemukakan Arnold dan dipegang banyak sarjana Indonesia-Malaysia, tetapi hanyalah abad ke-12 pengaruh Islam kelihatan lebih nyata. Karena itu proses Islamisasi tampaknya mengalami akselerasi antara abad ke-12 dan ke-16[1] Oleh karena itu, kajian tentang tradisi al-Qur’an dan tafsir di Indonesia telah dilakukan oleh beberapa Indonesianis seperti, R. Israeli dan A.H. Johns (Islam in the Malay world: an Explotary survey with the some refences to Quranic exegiesis, 1984), A.H. Johns (Quranic Exegiesis in the Malay world: In search of 4.3 profile, 1998). P. Riddel (Earlist Quranic Exegetical activity in the malay speaking states, 1998)[2]. Begitu juga yang dilakukan oleh cendekiawan Indonesia, khususnya yang mendalami tafsir dan sejarah. BAB II
PEMBAHASAN
1. SEJARAH DAN PERKEMBANGAN TAFSIR DI INDONESIA
a. Abad ke VII-XV (Klasik) Studi al-qur'an pada priode pertama islam di nusantara belum bisa dikatakan sebagai sebuah tafsir,meskipun pada masa ini kitab-kitab tafsir karya para ulama dunia telah bermunculan, akan tetapi untuk skala indonesia, penafsiran al- quran masih berada pada wilayah penjelasan ayat-ayat al- qur'an yang bersifat praktis dan penjelasan ayat-ayat al-qur'an berdasarkan pemahaman pembawa ajarannya. Artinya ia belum tertulis secara mandiri dalam bentuk kitab tafsir, melainkan masih terintegrasi dan bercampur dengan kitab- kitab ajaran islam pada umumnya mengenai tauhid, fiqh, tasawwuf dan lain-lain serta disajikan secara praktis untuk 'amaliyah sehari-hari. Sebagaimana diketahui bahwa para ulama dan penyebar Islam melihat kondisi nusantara pada saat itu, di mana yang dibutuhkan hanya sebatas penafisran ayat-ayat untuk kebutuhan dakwah Islamiyah. Sehingga untuk melacak karya-karya yang muncul pada periode klasik sangat susah disebabkan oleh beberap faktor diantaranya, pertama; bahwa tulisan pada masa itu belum begitu penting bagi masyarakat Indonesia, kedua; bahwa masyarakat Indonesia pada masa itu lebih memilih penjelasan-penjelasan praktis terhadap isi dan kandungan al-Qur’an ketimbang membaca karya-karya yang pernah ada di negeri Arab, ketiga; bahwa masayarakat yang telah memeluk Islam dari kalangan pribumi masih membutuhkan waktu untuk belajar membaca huruf-huruf Arab yang secara cultural huruf-huruf tersebut, masih tergolong asing dikalangan masyarakat Indonesia. Oleh karena itu, tidak dapat dipungkiri, bahwa pengaruh bahasa Arab terhadap huruf-huruf di Indonesia sangat besar, sehingga huruf-huruf yang digunakan dalam bahasa melayu pada awalnya adalah huruf-huruf Arab. Meskipun demikian, sejarah perkembangan kajian tafsir al- Qur’an di nusantara ini sangat sulit karena langkanya kajian- kajian dalam sejarah dan dinamika tafsir al-Qur’an di Indonesia, baik dalam bahasa Arab, bahasa Indonesia, apalagi dalam bahasa daerah. Sejarah kajian tafsir al-Qur’an hanya mampu dibuktikan paling awal sejak masa abad ke-17 sampai ke masa-masa kontemporer. b. Abad ke-15 hingga abad ke-17 (abad pertengahan) Sebenarnya sebelum Abd Rauf al-Singkily menulis tafsirnya yang berjudul Tarjuman al-Mustafid, sudah ada ulama yang menulis dalam bidang tafsir meskipun tidak dalam bentuk yang sempurna 30 juz. Seorang penulis yang bernama Hamzah al-Fansuri yang hidup antara tahun 1550-1599 melakukan penerjemahan sejumlah ayat al-Qur’an yang terkait dengan tasawuf dalam bahasa Melayu yang indah. Salah satu contohnya ketika menafsirkan surah al-Ikhlash dengan mengatakan: Laut itu indah bernama Ahad Terlalu lengkap pada asy’us-samad Olehnya itulah lam yalid wa lam yulad Wa lam yakun lahu kufu’an Ahad Bukti lain yang menunjukkan bahwa sudah ada tafsir yang ditulis sebelum Abd Rauf al-Singkily adalah sebuah penggalan karya tafsir berupa manuskrip tertanggal sebelum tahun 1620 M. dibawa ke Belanda yaitu tafsir surah al-Kahfi : 9 berupa manuskrip dalam bahasa melayu tertanggal abad ke-16 M yang dibawa dari aceh ke belanda oleh seseorang ahli, Erpinus (W. 1624 M ) Pada masa abad ke-17 Namun sayangnya tidak tercantum nama pengarangnya. Dilihat dari corak atau nuansa tafsirnya, tafsir surah al-kahfi ini sangat kental dengan nuansa sufisyiknya. Hal ini mengisyaratkan penulisnya adalah seorang praktisi atau pengikut tarekat yang berada di aceh saat itu yang memiliki pandangan spiritualitas yang cukup mumpuni. Diantara pengikut hamzah al-fansuri atau bahkan konon dia adalah teman hamzah al-fasuri adalah Syamsuddin al-Samatrani yang muncul sebagai ulama terkemuka di istana sultan iskandar muda, penguasa aceh pada tahun 1603-1636 juga menulis beberapa karya dalam berbagai bidang ilmu, termasuk tafsir al- qur'an. Pada masa sultanah safiyat al-din, penerus sultan iskandar II, Abd Rauf Al-singkily menulis karya tafsirnya dalam bentuk lengkap 30 juz pada tahun 1661 denganjudul tarjuman al-mustafid kitab tafsir karya Abd al-Rauf al-singkilyi ini menurut sementara pengamat merupakan terjemahan dari tafsir al-baydawiy. Ilmuwan yang berpendapat semacam ini adalah snouck hurgronje, Namun peter Riddel mempunyai pendapat bahwa kitab ini layaknya terjemahan dari Tafsir al- Jalalayn, meskipun banyak merujuk pula pada Tafsir al- Baydawly. Tafsir Khazin dan beberapa tafsir yang lain. Sebab Tafsir al Baydawiy merupakan karya tafsir yang ekstensif dan umit, sedangkan Tarjuman al-Mustafid sebagaimana Tafsir al Jală layn, modelnya singkat, jelas, dan elementer. c. Abad ke-18 dan 19 (abad pra modern) Pada abad ke-18 muncul beberapa ulama-ulama yang menulis dalam berbagai disiplin ilmu termasuk tafsir meskipun yang paling menonjol adalah karya yang terkait mistik atau tasawaf. Di antara ulama tersebut adalah Abd Shamad al-Palimbani, Muhammad Arsyad al-Banjari, Abd Wahhab Bugis, Abd Rahman al-Batawi dan Daud al-Fatani yang bergabung dalam komunitas Jawa. Karya-karya mereka tidak berkontribusi langsung kepada bidang tafsir, akan tetap. banyak kutipan ayat al-Qur'an yang dijadikan dalil untuk mendukung argumentasi atau aliran yang mereka ajarkan, seperti dalam kitab Sayr al-Salikin, yang ditulis oleh al- Palinibani dari ringkasan kitab Ihya' 'Ulum al-Din karya al- Ghazali. Namun memasuki abad ke-19, perkembangan tafsir di Indonesia tidak lagi ditemukan seperti pada mass masa sebelumnya. Hal itu terjadi karena beberapa faktor, diantaranya pengkajian tafsir al-Qur'an selama berabad abad lamanya hanya sebatas membaca dan memahami kitab yang ada, sehingga merasa cukup dengan kitab-kitab Arab atau melayu yang sudah ada. Di samping itu, adanya tekanan dan penjajahan Belanda yang mencapai puncaknya pada abad tersebut, sehingga mayoritas ulama mengungsi ke pelosok desa dan mendirikan pesantren-pesantren sebagai tempat pembinaan generasi sekaligus tempat konsentrasi perjuangan. Ulama tidak lagi fokus untuk menulis karya akan tetapi lebih cenderung mengajarkan karya-karya yang telah ditulis sebelumnya. Sebenarnya ada karya tafsir lengkap 30 juz yang ditulis oleh seorang ulama asal Banten, al-imam al-Nawawi al Bantani (1813-1879 M) pada abad ke-19 dalam bahasa Arab yaitu Marah Labid li Kasyfi Ma'na al-Qur'an al-Majid atau dikenal juga dengan Tafsir al-Munir li Ma'ā lim al Tanzil. Namun demikian karya tafsir ini ditulis dan dicetak di luar Nusantara, yaitu di Makkah. Ada juga beberapa tulisan surah-surah dalam bahasa Arab yang dimuat di jurnal al-Manar pada edisi-edisi tahun pertama (1898) dari pulau Jawa, Sumatera dan Kalimancan." d. Abad ke-20 dan 21 M (abad modern-kontemporer) Sejak akhir tahun 1920-an dan seterusnya, sejumlah terjemahan al-Qur'an dalam bentuk juz per juz, bahkan seluruh isi al-Qur'an mulai bermunculan. Sebut saja misalnya AlQocranoel Hakim Beserta Toedjoean don Maksoednja karya H. Iljas dan Abdul Jalil (Padang Panjang 1925). Meskipun kar ya ini hanya menafsirkan juz pertama saja, akan tetapi setidaknya saat ini telah muncul model penafsiran kolektif (disusun oleh beberapa ahli tafsir). Selain itu, pada masa ini kondisi penerjemahan al-Qur'an semakin kondusi, setelah terjadinya sumpah pemuda pada tahun 1928 yang menyatakan bahwa bahasa persatuan adalah bahasa Indonesia. Tafsir Al-Furqâ n misalnya enurut sementara ahli adalah tafsir pertama yang diterbitkan pada tahun 1928. Selanjutnya, atas bantuan seorang pengusaha, yaitu Sa'ad Nabhan, pada tahun 1953 barulah proses penulisannya dilanjutkan kembali hingga akhirnya tulisan Tafsir Al-Furqan secara keseluruhan (30 juz) dapat diterbitkan pada tahun 1956, Pada tahun 1932. Syarikat Kweek School Muhammadiyah bagian Karang Mengarang menerbitkan karya tafsir dengan judul Qoer'an Indonesia. Kemudian selang dua tahun kemudian, pada tahun 1934, muncul Tafsir Hibarna oleh Iskandar Idris. Setahun kemudian secara berturut-turut, 1935, al-Ittihad al-Islamiyyah pimpinan KH. Sanusi Sukabumi menerbitkan Tafsir al Syamsiyah dan Tafsir Hidayah al- Rahman karya Munawwar Khalil. Selain itu, juga terdapat tafsir al-Qur'an yang ditulis dan terbit dalam bahasa Indonesia adalah Tisir Qur'an Karim yang ditulis oleh Mahmud Yunus pada awal abad ke-20. Tafsir ini mulai ditulis pada bulan November 1922 dan selesai pada tahun 1938. Penulisannya terjadi menjadi empat tahap, tahap pertama, juz 1-3 ditulis oleh Mahmud Yunus sendiri, tahap kedua penulisannya dilakukan oleh H. Ilyas Muhammad Ali dibawah bimbingan Mahmud Yunus dan merampungkan juz 4, tahap ketiga dimulai tahun 1935 hingga menyelesaikan juz 18, dalam tahap ini dia dibantu oleh H. M. Kasim Bakry, tahap keempat diselesaikannya sendiri pada tahun 1938.
Mahmud memulai karyanya dengan
menggunakan Arab Melayu bukan dengan huruf latin, barang kali sebagai jalan tengah yang ditempuhnya agar tidak terlalu konfrontatif, Bagi Mahmud Yunus upaya menafsirkan al-Qur'an ke dalam bahasa setempat merupakan sebuah upaya teramat penting, sebab tanpa penafsiran kedalam bahasa setempat, banyak orang Islam bangsa ini yang tidak mengetahui isi al- Qur'an, padahal al-Qur'an diturunkan oleh Allah supaya isinya diperhatikan, sebagai petunjuk dan pengajar an bukan semata- mata untuk dilagukan. Selanjutnya la mengatakan bahwa al- Qur'an sudah diterjemahkan orang kedalam bahasa Belanda, Inggris, Jerman, dan lain-lain, sehingga mereka mengerti al- qur'an tetapi banyak orang islam indonesia yang tidak mengetahuinya. Kemudian pada tahun 1942, Mahmud Aziz menyusun sebuah tafsir dengan judul Tafsir Qur'an Bahasa Indonesia. Proses terjemahar. semakin maju pasca kemerdekaan RI pada tahun 1945 yaitu munculnya beberapa terjemahan seperti al-Qur'an dan Terjemahnya yang didukung oleh Menteri Agama pada saat itu. Pada tahun 1955 di Medan dan dicetak ulang di Kuala Lumpur pada tahun 1969, diterbitkan sebuah tafsir dengan judul Tafsir al-Qur'an al Karim yang disusun oleh tiga orang yaitu A. Halim Hasan, Zainal Arifin Abbas dan Abd Rahim Haitami. Pada tahun 1963, perkembangan terjemahan mulai tampak dengan muncuirya Tafsir Qur'an karya Zainudin Hamidi dan Fachruddin HS. Tafsir al-Azhar yang ditulis oleh Hamka pada saat dalam tahanan di era pemerintahan Soekarno dan diterbitkan untuk pertama kalinya pada tahun 1966. Kemudian pada tahun 1971." Tafsir al-Boyan dan pada tahun 1973." Tajsir al-Qur'an al-Madjied al-Nur, dicetak juz per juz yang keduanya disusun oleh Hasbi al-Shiddiqy disamping menterjemahkan secara harfiah dengan mengelompokkan ayat-ayatnya juga menjelaskan fungsi surah atau ayat tersebut, menulis munasabah dan diakhiri dengan kesimpular, Bentuk karya Hamka lebih kepada ensiklopedis karena dia seorang novelis dan orator sedangkan al-Shiddiqy menggunakan bahasa prosa." Setelah itu, satu persatu karya-karya tafsir mulai bermunculan seperti "Keajaiban Ayat-ayat Suci al-Qur'an karya Joesoef Sou'yb pada tahun 1975. Q.A. Dahlan Shaleh dan M.D. Dahlan menyusun buku dengan judul Ayat-ayat Hukum: Tafsir dan Uraian Perintah-perintah Dalam al Qur'an Pada tahun 1976. Pada tahun itu juga muncul al Qur'an Dasar Tanya Jawab Ilmiah yang disusun oleh Nazwar Syamsu. Dilanjutkan pada tahun 1977, seorang kritikus sastra H.B. Jassin menulis al- Qur'an al-Karim B.caan Mulia tanpa disertai catatan kaki. Masih pada tahun yang sama, Muhammad Ali Usman menulis dengan judul Makhluk makhluk Halus Menurut al-Qur'an. Bachtiar Surin juga menulis sebuah terjemahan yang disisipi tafsir dengan judul "Terjemah dan Tafsir al-Qur'an: Huruf Arab dan Latin" pada tahun 1978, kemudian Zainal Abidin Ahmad juga menulis Tafsir Surah Yaa-sien pada tahun yang sama. Pada tahun itu juga (1968) Bey Arifin menyusun tafsir dengan judul Samudera al-Fatihah, bahkan sebelumnya, dia juga menyusun buku dengan judul Rangkaian Cerita dalam al Qur'an yang diterbitkan dua kali yaitu pada tahun 1971an 1983. Masih pada tahun yang sama (1978) Mafudli ahli juga ikut menulis dengan judul Kandungan Surat Yasin. Kemudian pada tahun 1979, M. Munir Faurunnama menulis buku dengan judul al-Qur'an dan Perkembangan Alam Raya. Dan pada tahun 1980, Perguruan Tinggi Ilmu ilmu al-Qur'an menyusun Pancaran al-Qur'an Terhadap Pola kehidupan Bangsa Indonesia. Disamping tafsir-tafsir sudah mulai marak dilakukan oleh para ulama, terjemahan al-Qur'an masih sangat dibutuhkan pada saat itu. Terbukti dengan masih terbitnya terjemahan-terjemahan al-Qur'an seperti al-Qur'an dan Terjemahnya yang ditulis oleh Yayasan Penyelenggara Penterjemah/Fentafsir al-Qur'an pada tahun 1967 dan 1971 dan pada tahun 1975, Yayasan tersebut menerbickan tafsir dengan judul al-Qur'an dan Tafsirnya". Yayasan Pembinaan Masyarakat juga ut berpartisipasi design menyusun sebuah buku yang berjudul Terjemah al-Qur'an Secara Lafdhiyah Penuntun Bagi yang Belajar pada tahun 1980. Di samping tafsir al-Qur'an, muncul juga berbagai ilmu yang terkait dengan al-Qur'an, baik itu sejarah, al Qur'an/tafsi ulum al-Qur'an maupun ilmu yang tidak secara langsung terkait dengan al-Qur'an dan tafsirnya. Pada awal abad ke-20 muncullah berbagai karya, seperti karya Munawwar Khalil dengan judul "al-Qur'an dari Masa ke Masa" yang ditulis pada tahun 1952, Aboebakar Atjeh dengan bukunya "Sejarah al-Qur'an" pada tahun 1952, Hasbi Ash- Shiddieqi dengan bukunya Sejarah dan pengantar ilmu al- Qur'an, pada tahun 1954, Hadi Permono, Ilmu Tafsir al-Qur'an Sebagai Pengetahuan Pokck Agama Islam yang diterbitkan pada tahun 1975, Badaruthanan Akasah dengan menulis Index al-Qur'an: Index Tafsir, pada tahun 1976, Bahrum Rangkuti, al- Qur'an: Sejarah dan Pengantar Ilmu al-Qur'an/Tafsir, pada tahun 1977, dan Dja'far Amir dengan judul al-Qur'an dan al- Hadis: Madrasah Tsanawiyah terbit pada tahun 1978. H. A. Djohan Syah menulis buku yang berjudul Kursus Cepat Dapat Membaca al-Qur'an pada tahun 1978. Masjtuk Zauhdi ikut juga menulis ilmu tafsir dengan judul "Pengantar Ulumul Qur'an" pada tahun 1979. Muslich Maruzi dengan bukunya al-Qur'an: al-Fadis Untuk Madrasah Aliyah pada tahun 1980. Ahd Aziz Masyhuri dengan bukunya Mitiara Qur'an dan Hajis pada tahun 1980. dan H. Datuk Tombak Alam juga menyusun sebuah ilmu tafsir dengan judul al-Qur'an al-Hakim 100 Kali Pandai tapi tidak diketahui kapan diterbitkan. Begitu juga mulai muncul terjemahan ilmu tafsir seperti terjemah karya Manna al-Qattan, Adanan Lubis Tarikh. al-Qur'an, pada tahun 1941. Tidak kalah pentingnya adalah tafsir yang menggunakan bahasa daerah. Di antara tafsir dalam bahasa daerah adalah seperti upaya yang dilakukan KH. Muhammad Ramli al-Kitab al-Mubin, yang diterbitkan pada tahun 1974 dalam bahasa Sunda. Sedangkan dalam bahasa Jawa antara lain Kemajuan Islam Yogyakarta dengan tafsirnya Qur'an kejawen dan Qur'an Sandawiyah, Bisyri Mustafa Rembang al-Ibriz, pada tahun 1950, R. Muhammad Adnan al-Qur'an suci basa jawi, pada tahun 1969 dan Bakry Syahid Al Huda, pada tahun 1972. Sebelumnya pada 1310 H, Kiyai Mohammed Saleh Darat Semarang menulis sebuah tafsir dalam bahasa jawa huruf Arab. AG. Daud Ismail menulis tafsir dalam bahasa bugis Tafsire al- Qur'an bahasa Ugi. Bahkan pada 1924, perkumpulan Mardikintoko Kauman Sala menerbitkan terjemah al-Qur'an 30 juz basa Jawi huruf Arab Pegon. 2. BENTUK-BENTUK PENULISAN TAFSIR DI INDONESIA Dengan melihat tafsir-tafsir yang muncul dari abad ke-17 hingga abad ke-21, bentuk-bentuk penulisan tafsir di Indonesia dapat dikategorikan dalam beberapa kategori berdasarkan tinjauan yang digunakan. Penulisan tafsir di Indonesia bila ditinjau dari segi sistematika penulisan dapat dibagi dalam dua bagian yaitu sistematika runtut (tahili) dan sistematika tematik (maudhu'i). a. Tahlili Sistematika tahlili/runtut adalah penulisan tafsir yang mengacu pada urutan surah yang ada dalam mushaf atau mengacu pada turunnya wahyu. Kebanyakan tafsir Indonesia menggunakan metode ini, di antaranya; Tarjuman al-Mustafid karya Abd Rauf al-Singkily, Tarjamat al-Qur'an al-Karim karya Mahmud Yunus, al-Furqan karya A. Hassan, Al-Qur'an al-Karim 3acaan Mulia karya H.B. Jassin, Hasbi Al-Shiddiqy dengan tafsir al-Nur dan Tafsir al-Bayannya, Quraish Shihab dengan Tafsir al-Mishbahnya. Disamping itu, banyak juga tafsir-tafsir dalam bahasa daerah, baik menggunakan bahasa Jawa, Sumatera maupun bahasa yang ada di Sulawesi menggunakan metode tahlili/ runtut. b. Tematik Sistematika penulisan dengan cara tematik adalah penulisan yang dilakukan dengan menulis ayat-ayat al-Qur'an sesuai dengan topik yang telah ditentukan. Penulisan tafsir yang menggunakan metode tematik itu baru muncul pada akhir abad ke-20, yaitu pada saat dibukanya pascasarjana pada perguruan tinggi oleh Harun Nassution pada tahun 1982. Penulisan temati dapat dibagi dalam dua kategori yaitu: tematik klasik dan tematik modern sebagaimana yang diungkapkan oleh Islah Gusmian. Istilah tematik klasik digunakan untuk tafsir yang mengambil ayat-vata tertentu atau surah-surah tertentu untuk ditulis, sedangkan tematik modern digunakan untuk penulisan tafsir yang membahas satu topik saja. Di antara tematik klasik adalah: Tafsir bil-Ma'tsur, Pese. Moral al-Qur'an karya Jalaluddin Rakhmat, Hidangan Ilahi, Ayat-ayat Tahlil karya M. Quraish Shihab, Tafsir al-Hijri, Kajian Tafsir al- Qur'ar Surah al-Nisa' karya Didin Hafidhuddin, Memahami Surah Yasiin, karya Radiks Purba, Tafsir Sufi al-Fatihah, Mukaddimah karya Jalaluddin Rakhmat dan Rafi'uddin dan Edham Syafi'i dengan karya Tafsir Juz Amma. c. Di antara tematik modern, Wawasan al-Qur'an karya M. Quraish Shihab, Dalam Cahaya al-Qur'an Tafsir Ayat ayat Sosial Politik karya Syu'bah Asa, Ensiklopedi al Qur'an karya M. Dawam Rahardjo, Ahl al-Kitab Makna dan Cakupannya karya Muhammad Galib, M., Konsep Kufr Dalam al-Qur'an karya Harifuddin Cawidu, Konsep Perbuatan Manusia Menurut al- Qur'an karya Jalaluddin Raklimat, Argumen Kesataraan Gender, Persfektif al Qur'an karya Nasaruddin Umar dan lain- lain. 3. GAYA PENULISAN TAFSIR DI INDONESIA Sementara penulisan al-Qur'an ditinjau dari segi gaya bahasa penulisan yang digunakan oleh para penafsir juga dapat dibagi dalam dua bagian yaitu gaya ilmiah dan non ilmiah : Gaya ilmiah Penulisan gaya Ilmiah adalah penulisan dengan memperlakukan mekanisme tafsir penyusunan redaksionalnya, seperti menggunakan catatan kaki, bak footnote, endrote atau catatan perut. Di antara tafsir yang menggunakan footnote sepeerti Konsep Kufr dalam al-Qur'an karya Harifuddin Cawidu, Ahl al-Kitab Makna dan Cakupannya oleh Muhammad Galib, M., Tafsir Sufi al Fatihah, Mukaddimah karya Jalaluddin Rakhmat, dan lain lain, sementara gaya penulisan endnote seperti Konsep Perbuatan Manusia Menurut al- Qur'an karya Jalaluddin Rahman, Tafsir bil Ra'yi, Upaya Penggalian Konsep Wanita Dalam al-Qur'an karya Machasin, dan lain-lain. Sedangkan gaya catatan perut seperti tafsir Dalam Cahaya al-Qur'an, Tafsir Ayat-ayat Sosial Politik karya Syu'bah Asa, Ensiklopedi al-Qur'an, Tafsir Sosial Berdasarkan Konsep konsep Kunci karya M/ Dawam Rahardjo, dan lain-lain. Gaya non Ilmiah Gaya penulisan yang tidak menggunakan kaidah penulisan ilmiah, seperti tidak mencantumkan footnote dan sejenisnya. Tafsir yang menggunakan gaya sangat dominan, khususnya yang terbit sebelum pertengahan abad ke-20, mulai dari Abd Rauf al-Singkily, Tarjuman al Mustafid, al-Furqan oleh A. Hassan, al-Nur dan al-bayan oleh Hasbi al-Shiddiqy. Disamping itu, masih ada gaya penulisan lain semisal gaya per ulisan dalam bentuk kolom seperti Dalam Cahaya al-Qur'an, Tafsir Ayat-ayat Sosial Folitik karya Syu'bah Asa, gaya reportas seperti Tafsir bil Ma'tsur Pesan Moral al Qur'an, karya lalaluddin Rakhmat, gaya populer seperti Tafsir al Mishbah karya Quraish Shihab, dan lain-lain. 4. FAKTOR-FAKTOR YANG MENDORONG PENULISAN TAFSIR Sebuah tulisan tidak terlahir begitu saja tanpa ada dorongan atau faktor yang menyebabkan atau mempengaruhi penafsir dalam menuangkan tafsirnya dalam bentuk tulisan. D antara faktor yang mendorong penulisan tafsir adalah: a. Permintaan pemerintah sebagaimana yang dilakukan olel. llamzah al-Fanshuri dan Syamsuddin al Samatrani pada saat menduduki jabatan penting dalam Kesultanan Aceh. Begitu juga yang dilakukan oleh Abd Rauf al-Sing'cily dengan kitab Tarjuman al-Mustafid pada masa pemerintahan Sultan Iskandar II. b. Kebutuhan dakwah adalah salah satu faktor yang dominan seorang ulama menulis kitab tafsir seperti yang dilakukan oleh syekh-syekh/ulama yang bergabung dalam komunitas al- Jawwin (Jawa) seperti Abd Shamad al-Palimbani, Muhammad Arsyad al Banjari, Abd Wahhab Bugis, Abd Rahman al-Batawi dan Daud al-Fatani yang bergabung dalam komunitas Jawa. bahkan ulama-lama berikutnya di samping berdakwah juga bertujuan mengajar. c. Kebutuhan pembelajaran, karya ulum al-Tafsir dan kajian- kajian tematik di Indonesia cenderung hanya untuk memenuhi kebutuhan pembelajaran, khususnya bagi para pelajar, baik ditingkat madrasah maupun pada tingkat perguruan tinggi. Sedangkan karya karya tafsir diperuntukkan untuk pembelajaran bagi kalangan masyarakat umum. d. Kebutuhan penelitian dan pengkajian, karya-karya yang bertujuan untuk ini dilakukan oleh para falar tafsir seperti yang dilakukan oleh Quraish Shihab, Abd Muin Salim, kajian- kajian kontemporer, baik terkait tafsir maupun metodologinya. e. Penyelesaian studi, dilakukan oleh para mahasiswa yang menempuh pendidikan di bidang tafsir, baik itu mahasiswa S1 maupun pascasarjana S2 dan S3