Anda di halaman 1dari 13

MAKALAH

TAFESERE AKORANG BAHASA OGI KARYA AG. MUIN YUSUF

Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Studi Tafsir Nusantara

Dosen pengampu : Dr. Mursalim, M.Ag

Kelompok 11 :

Nur Kholifah (1842115004)

Annisa Rahmawati (1842115017)

Chintya Novita (1842115045)

PROGRAM STUDI ILMU AL-QUR’AN DAN TAFSIR

FAKULTAS USHULUDDIN ADAB DAN DAKWAH

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI

SAMARINDA

2021
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI ......................................................................................................................1

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang.........................................................................................................2
B. Rumusan Masalah....................................................................................................2

BAB II PEMBAHASAN

A. Biografi Anre Gurutta H. Abd. Muin Yusuf............................................................3


B. Latar Belakang Penulisan Kitab Tafsere Akorang Bahasa Ogi...............................4
C. Karakteristik Kitab Tafsere Akorang Bahasa Ogi...................................................5
D. Pengaruh Kitab Tafsere Akorang Bahasa Ogi di Masyarakat Bugis.......................8
E. Kelebihan dan Kekurangan dari Kitab Tafsere Akorang Bahasa Ogi.....................9
F. Contoh Tafsere Akorang Bahasa Ogi......................................................................9

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan............................................................................................................11

DAFTAR PUSTAKA.......................................................................................................12

1
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Perkembangan tafsir Al-Qur’an di Nusantara telah mengalami dinamika seiring


dengan perkembangannya studi Islam secara umum. Hal ini dikarenakan dukungan
oleh posisi strategis Al-Qur’an sebagai sumber utama ajaran Islam. Seiring dengan
perkembangan zaman, karya-karya tafsir mulai bermunculan dengan keanekaragaman
karakteristik dan khasnya masing-masing yang dipengaruhi oleh maksud dan tujuan
sang penulis. Terdapat beberapa karya tafsir yang ditulis oleh tim dan invidu yang
muncul sebagai implementasi komitmen ulama dalam melaksanakan fungsinya
sebagai khadim al-ummah (pelayan umat). Muncullah beberapa karya terjemah Al-
Qur’an dan karya tafsir dalam bahasa lokal khususnya bahasa Bugis dengan aksara
Lontara. Karya-karya terjamah Al-Qur’an berbahasa Bugis misalnya karya KH.
Hamzah Manguluang utuh 30 juz dari surah Al-Fatihah hingga surah An-Nas.
Demikian pula halnya yang ditulis oleh KH. Muhammad Djunaid Sulaiman.

Dan pada kajian ini akan mengangkat satu kitab tafsir dari Sulawesi Selatan yang
sangat akrab di kalangan para Ulama, Majelis Ulama Indonesia (MUI), dan di
kalangan pesantren-pesantren di Sulawesi Selatan yaitu tafsir Al-Qur’an Al-Karim
“Tafsere Akorang Ma’basa Ogi” sebuah karya monumental dari tim penyusun dari
Majelis Ulama Indonesia (MUI) yang diketuai oleh Anre Gurutta H. Abd Muin
Yusuf.

B. Rumusan Masalah
1. Siapakah AG. Muin Yusuf?
2. Bagaimana Latar Belakang Penulisan Kitab Tafsere Akorang Bahasa Ogi?
3. Bagaimana Karakteristik dari Kitab Tafsere Akorang Bahasa Ogi?
4. Bagaimana Pengaruh Kitab Tafsere Akorang Bahasa Ogi di Masyarakat Bugis?
5. Sebutkan Kelebihan dan Kekurangan dari Kitab Tafsere Akorang Bahasa Ogi?
6. Bagaimana Contoh dari Tafsere Akorang Bahasa Ogi?

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. Biografi Anre Gurutta H. Abd Muin Yusuf

Nama lengkap beliau adalah Anre Gurutta H. Abd. Muin Yusuf juga biasa
dipanggil dengan sebutan Pung Tommeng, beliau lahir di Rappang Sidrap, 21 Mei
1920 dan wafat pada tanggal 23 Juni 2004 di Benteng Sidrap pada usia 84 tahun.
Beliau merupakan anak ketiga dari pasangan H. Muh. Yusuf (Pammana Wajo)
dengan A. Khatijah (Hj. Siti Khadijah) Rappang Sidrap. Menurut catatan istilahnya,
beliau ini masih memiliki turunun dari seorang ulama besar di Wajo yaitu KH. Muh.
Nur dari garis keturunan ibu.1

Ketika berusia 10 tahun, Anre Gurutta memperoleh pendidikan dasar di


Inlandsche School (Sekolah Dasar zaman Belanda) pada pagi harinya, kemudian
lanjut belajar di Madrasah Ainur Rafie pimpinan Syekh Ali Mathar pada sore
harinya. Pendidikan beliau tersebut selesai pada tahun 1933. Kemudian Anre Gurutta
melanjutkan studi ke Madrasah Arabiyah Islamiyah (MAI) Sengkang pimpinan AGH
Muhammad As’ad, dan selesai pada tahun 1973. Melanjutkan lagi studinya ke
Normal Islam Majene, Sulawesi Barat, kemudian pindah ke Pinrang mengikuti
kepindahan Normal Islam (berubah nama menjadi Mu’allimat Ulya) ke Kab. Pinrang.

Selanjutnya pada tahun 1942 Anre Gurutta diangkat menjadi Qadhi Sidendreng,
menggantikan mertuanya yaitu Syekh Ahmad Jamaluddin sebagai patner Addatuang
(gelar kebangsawanan raja Sidenreng) dalam urusan keagamaan. Namun pada tahun
ke lima yaitu tahun 1947, Anre Gurutta melepas jabatannya dikarenakan berniat
menunaikan ibadah haji ke Tanah Suci kemudian di lanjut dengan menetap disana
untuk menuntut ilmu di Darul Falah Makkah. Disana beliau mengambil jurusan
perbandingan madzhab. Setelah menuntut ilmu selama dua tahun, tepatnya pada tahun
1949, beliau kembali ke Indonesia.

Andre Gurutta sangat berperan dalam memajukan pendidikan di Sulawesi Selatan.


Adapun tempat-tempat penyaluran ilmunya antara lain, Madrasah Ibtida’iyyah
Nashrul Haq (1942-1945), Madrasah Tarbiyah Islamiyah (MTI) (1949-1954). Pada
awal Orde Baru beliau juga mendirikan Yayasan Pendidikan Islam (YMPI), dan
1
Awwaliyah, Neny Muthi`atul. 2018. “Studi Tafsir Nusantara: Kajian Kitab Tafsir AG. H. ABD. Muin
Yusuf (Tafsere Akorang Ma`basa Ugi) (tpeeser akor mbs agui)” Jurnal Nun Vol. 4 No. 2.

3
Sekolah Menengah Islam (SMI) yang kemudian berubah menjadi Sekolah Guru Islam
Atas (SGIA), kemudian berubah lagi menjadi Pendidikan Guru Agama (PGA),
selanjutnya menjadi Sekolah Persiapan IAIN (SP-IAIN). Dan terakhir, beliau
mendirikan pesantren Al-Urwatul Wutsqâ (1974) di Kelurahan Benteng, Kecamatan
Baranti. Di lembaga inilah Anre Gurutta mengabdi sampai akhir hayatnya. Anre
Gurutta juga pernah menjadi salah satu pencetus berdirinya lembaga pendidikan Islam
Dâr Ad-Da’wah Wa Al-Irsyâd (DDI, 1946).

Selain berperan aktif dalam memajukan pendidikan di Sulawesi Selatan, Anre


Gurutta juga merupakan seorang aktivis dalam pergerakan masyarakat. Beliau
dipercaya untuk memimpin sebuah organisasi MUI Sulawesi Selatan. Pada massa
kepemimpinannya,, beliau banyak melakukan hal-hal baru, salah satunya yaitu
penyusunan tafsir Al-Qur’an berbahasa Bugis. Sebenarnya dalam penyusunan tafsir
ini telah dibentuk suatu panitia secara khusus yang juga melibatkan sebagian ulama
untuk melakukan penafsiran, namun terjadi kendala sehingga tidak sesuai dengan
target yang diharapkan. Disinilah peran luar biasa dari Anre Gurutta dalam
pembentukan penafsiran Al-Qur’an ini, beliau mengambil alih tugas tersebut. Bahkan
hampir sebagian besar penyusunan tafsir tersebut merupakan hasil dari pemikiran
beliau sendiri. Akhirnya penafsiran Al-Qur’an berbahasa Bugis tersebut selesai secara
lengkap 30 juz pada tahun 1996. Dan tafsir tersebut diberi nama Tafsere Akorang
Ma’basa Ogi.

B. Latar Belakang Penulisan Kitab Tafsere Akorang Ma’basa Ogi

Yang melatarbelakangi terjadinya penafsiran Al-Qur’an dengan menggunakan


bahasa Bugis yaitu kesadaran dari para ulama untuk membantu masyarakat muslim
khususnya suku Bugis dalam memahami kandungan Al-Qur’an dengan baik. Dan tak
lupa dari seorang penulisnya yaitu Anre Gurutta, dimana beliau termotivasi untuk
melakukan penafsiran ini disebabkan bebebarapa hal; Pertama, kesadaran dari dirinya
sebagai seorang ulama untuk menjelaskan dan menyebarkan makna dari Al-Qur`an
yang berbahasa Arab ke masyarakat muslim Bugis dengan menafsirkannya ke dalam
bahasa Bugis. Kedua, Meringankan dan melepaskan beban tanggung jawab sebagai
ulama Bugis dari tuntutan agama yang bersifat fardhu kifayah. Anre Gurutta
mengatakan; (Itulah sebabanya Majelis Ulama Indonesia tingkat satu Sulawesi-
Selatan mengambil tindakan menyusun tafsir berbahasa Bugis, agar dapat

4
meringankan (sekaligus) melepaskan (beban) tanggung jawab ulama Bugis dari
kewajiban fardhu kifâyah).2

Dan didalam kata pengantar kitabnya Anre Gurutta juga menyebutkan


bahwasannya ia juga termotivasi dari QS. Al-Hajj ayat 40 yang berbunyi:
“Sesungguhnya Allah pasti menolong orang yang menolong agama-Nya.
Sesungguhnya Allah benar-benar Maha Kuat lagi Maha Perkasa.”. Ayat inilah yang
merupakan pendorong beliau untuk melakukan kegiatan penafsiran Al-Qur`an ini.
Ayat ini dijadikan dasar ideologi untuk melakukan pekerjaan yang sulit, yaitu
kegiatan tafsir Al-Qur’an.

Dalam perjalanannya, tafsir ini ternyata tidak digunakan dalam pembelajaran


akademik, karena terbukti bahwasannya tafsir ini tidak menjadi referensi atau bacaan
wajib di Pondok Pesantren Al-Urwatul Al-Wutsqa, justru yang digunakan adalah
tafsir Al-Jalalain. Menurut informasi yang didapatkan dari alumni PonPes Al-Urwatul
Al-Wutsqa bahwasannya kitab tafsir ini tidak pernah diajarkan secara khusus di
Pesantren, bahkan tidak ada dalam kurikulum pembelajaran, hanya saja kitab ini
digunakan sebagai bahan dakwah di masyarakat. Dengan demikian adanya kitab tafsir
ini sangat diharapkan untuk bisa membantu masyarakat dalam memahami makna-
makna dari setiap ayat dalam Al-Qur’an dan dapat menerapkannya dalam kehidupan
sehari-harinya.

C. Karakteristik Kitab Tafsere Akorang Ma’basa Ogi


 Ciri-ciri Umum

Kitab Tapeséré Akorang Mabbasa Ogi ini mulai ditulis pada tahun 1988 dan
selesai ditulis pada hari kamis tanggal 20 Oktober 1996 bertepatan dengan tanggal
1 Jumadil Akhir 1416 H di Makassar. Nama kitab tafsir ini dapat dilihat pada
sampul depan kitab yang berwarna biru gelap. Bagian paling atas ditulis dalam
bahasa Bugis yaitu Tapeséré Akorang Mabbasa Ogi (dalam huruf Lontara’
Bugis). Bagian tengahnya terdapat bundaran yang bertuliskan Tafsîr Al-Qur’an
Al-Karîm dalam bahasa Arab, kemudian menyebutkan jilid dan lembaga MUI Sul-
Sel dalam bahasa Bugis. Pemberian nama tersebut kemungkinan sebagai
pertimbangan praktis untuk memudahkan para pembacanya mengetahui dan

2
Arafah, Teguh. 2018. “Tapesere Akorang Mabbasa Ogi Tafsir Al-Qur’an Berbahasa Bugis Karya
Agh. Abd. Muin Yusuf” Jurnal Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir Vol. 1 No. 1.

5
mengingat nama tafsirnya, yang mana sasaran pembacanya adalah masyarakat
Bugis.

 Metode Penulisan

Secara umum, ada tiga jenis sistematika dalam penulisan kitab tafsir. Pertama,
sistematika Mushafi, yaitu penulisan kitab tafsir dengan berpedoman pada urutan
susunan surah-surah dan ayat-ayat sebagaimana tertera dalam mushaf yang
dimulai dari surah Al-Fatihah, Al-Baqarah dan seterusnya sampai surah An-Nas.
Kedua, sistematika Nuzuli, yaitu penulisan kitab tafsir dengan berpedoman pada
kronologi turunnya ayat-ayat Al-Qur’an. Ketiga, sistematika Maudhu’I, yaitu
menafsirkan Al-Qur’an berdasarkan topik-topik tertentu dengan cara
mengumpulkan ayat-ayat yang relevan dengan topik tertentu kemudian ditafsirkan
. Bila dilihat dari sistematikanya, maka tafsir yang sedang dikaji ini termasuk
dalam kategori sistematika Mushafi, yang memulai tafsirnya dari surah Al-
Fatihah, Al-Baqarah dan seterusnya sampai surah An-Nas sesuai dengan urutan
surah dan ayat yang ada dalam mushaf Al-Qur’an.

Adapun sistematika penulisannya dilakukan dengan metode sebagai berikut:

1) Ayat seperti yang disusun oleh Dr. Muhammad Mahmud Hijazi dalam Tafsir
al-Wadih.
2) Terjemahan ayat perayat.
3) Munasabah ayat (hubungan ayat dengan ayat sebelumnya).
4) Asbabun Nuzul ayat (sebab-sebab ayat tersebut diturunkan).
5) Penjelasan tentang maksud semua ayat.

Langkah-langkah penulisan tafsir ini pada kenyataannya tidak persis sama,


langkah-langkah yang ditulis dalam mukaddimah tafsirnya hanyalah sebagian dari
langkah-langkah yang dikemukakan di atas hanyalah secara garis besar. Hal-hal
yang bersifat teknis misalnya penulisan bismillahhirohmanirrohim di awal setiap
sebuah surat. Penjelasan tentang hal-hal yang berkaitan dengan surah itu juga di
lakukan tetapi tidak di kemukakan dalam pola teknik penulisan.

Dalam tafsir ini pula terkadang melakukan inkonsistensi pada hal-hal tertentu,
Tafsir al-Wadih yang ditulis Muhammad Mahmud Hijazi yang menjadi rujukan
dalam pola penulisannya, tetapi dalam hal tertentu termasuk pengelompokan ayat,

6
jumlahnya berbeda dengan pengelompokan ayat dalam Tafsir al-Wadih . Dari segi
tata letaknya, tafsir ini ditulis dengan cara mengelompokkan ayat-ayat yang sesuai
dengan tema-tema yang dibicarakan dalam ayat tersebut, kemudian di
terjemahkan dalam bahasa bugis.

 Sumber Rujukan

Sumber yang bisa kita lihat dalam kitab Tapesere Akorang Mabbasa Ogi
yaitu; Pertama, disebut tafsîr bi al-ma’tsûr (bi an-naql), yaitu tafsir yang
berdasarkan pada Al-Qur’an atau riwayat yang shahih sesuai urutan yang telah
disebutkan dalam syarat-syarat mufasir; Kedua, disebut tafsîr bi al-Ma’qûl (bi al-
Ra’yi), yaitu penafsiran Al-Qur’an yang memberikan keleluasaan terhadap
penggunaan subjektivitas penafsir dengan menggunakan akal untuk memahami
Al-Qur’an. Dan ketiga, ada juga yang menambahkan dengan tafsîr bi al-isyârî
yakni penakwilan berdasarkan isyarat-isyarat tersembunyi yang berasal dari suluk
seorang sufi.

Adapun kitab tafsir yang dijadikan sumber primer rujukan dalam penulisan
tafsir tersebut antara lain:

1) Al - Maragi yang disusun oleh Ahmad Mustafa Al-Maragi (w.1952).


2) Tafsir Al-Qasimi Al-Musamma Maha’sin Al-Ta’wil yang disusun oleh
Muhammad Jamaluddin al Qasimi (w.1914).
3) Tafsir Al-Qur’an Al - ‘Azim yang disusun oleh Abu Al-Fida Ismail ibn ‘Umar
ibn Kasir Al-Qurasyi Al-Dimasqi (w.700).
4) Anwar Al - Tanzil Wa Asrar Al-Ta’wil yang disusun oleh Imam Nasiruddin
Abu Al-Khair ‘Abdullah ibn ‘Umar ibn Muhammd Al-Baidawi (w.1292).
 Metode Penafsiran
Adapun dari segi metode yang digunakan Anre Gurutta dalam menyampaikan
tafsirnya, beliau menggunakan metode Tahlili. Dalam kaitan tafsir ini, mufassir
tidak menjelaskan makna kosa kata atau mufradat secara spesifik. Tetapi semua
ayat perayat diuraikan dan ditafsirkan secara mendetail. Pengertian mufradat
dilakukan hanya ada bagian penjelasan umum, jika terdapat kata atau kalimat
tertentu yang memerlukan penafsiran sendiri. Dengan demikian, secara garis
besarnya menggunakan metode Tahlili karena ciri yang paling menonjol adalah
pembahasannya mengikuti urutan mushaf ‘Usmani yang setiap ayat diurai dari

7
segala aspeknya yang dianggap perlu oleh mufassir dan pembahasannya sangat
panjang. Namun menurut hasil kerja penelitian Abd Kadir M, menyatakan bahwa
tafsir ini adalah metode gabungan antara Tahlili dan Ijmali.
Sedangkan menurut penulis, cenderung mengikuti pandangan yang yang
menyatakan bahwa tafsir ini menggunakan metode Tahlili, meski dapat juga
dikatakan Ijmali, karena beberapa syarat dari metode Ijmali terpenuhi dalam kitab
tersebut. Adapun langkah-langkah yang ditempuh oleh mufassir dalam
menafsirkan ayat-ayat Al-Qur’an umumnya dimulai dengan menjelaskan nama-
nama surah yang akan ditafsirkan, nama lain dari surah, dari segi Makkiyah dan
Madaniyahnya, riwayat-riwayat yang menjelaskan sejarah turunnya surah
tersebut, jumlah ayat serta keutamaannya. Dalam tafsir ini jika dilihat dari
pemaparan tafsirnya, penafsir berusaha memadukan antara penafsiran riwayat dan
penalaran (ra’yu) seperti halnya tafsir-tafsir sebelumnya, seperti tafsir Al-Jalalain,
Al-Maragi, dan tafsir Departemen Agama RI. Meski unsur ra’yunya masih lebih
dominan, bentuk penafsiran menggunakan riwayat, tetapi pada saat yang sama
juga banyak menggunakan rasio.
Dalam penafsirannya, tafsir ini menggunakan pendekatan tekstual karena
tafsir ini ditulis di Sulawesi Selatan yang belum menampilkan problematika ke
Indonesiaan, khususnya wacana pemikiran Islam. Demikian juga secara khusus
dalam konteks budaya Bugis belum tampak jelas. Demikian pula dalam wacana
lokal secara eksplisit kurang tampak di dalamnya, meski demikian tidaklah berarti
bahwa tafsir ini sama sekali tekstual tetapi dalam tafsir ini juga beberapa
penafsirannya juga memuat penafsiran rasional, seperti mengutip penafsirannya
dari Al-Tafsir Al-Kabir karya Fakhruddin Al-Razi dan Tafsir Al-Kasysyaf karya
Imam Al-Zamakhsyari.
D. Pengaruh Kitab Tafsere Akorang Bahasa Ogi di Masyarakat Bugis

Tafsir ini cukup dikenal di kalangan masyarakat bawah di daerah Bugis seperti
Sidrap. Popularitas tafsir ini bukan semata-mata disebabkan oleh perkenalan mereka
dengan tafsir ini, tetapi lebih disebabbkan oleh popularitas Gurutta Pung Tommeng
(Mu’in Yusuf) di masyarakat muslim Bugis Rappang. Selain itu, Pesantren al-Urawtul
Wutsqa yang dibangun oleh Gurutta menjadi agen paling efektif dalam
memperkenalkan Tafsir ini kepada khalayak luas.3
3
Awwaliyah, Neny Muthi`atul. 2018. “Studi Tafsir Nusantara: Kajian Kitab Tafsir AG. H. ABD. Muin
Yusuf (Tafsere Akorang Ma`basa Ugi) (tpeeser akor mbs agui)” Jurnal Nun Vol. 4 No. 2.

8
E. Kelebihan dan Kekurangan Kitab Tafsere Akorang Bahasa Ogi
1) Kelebihan Kitab Tafsere Akorang Bahasa Ogi
 Agar orang Bugis dapat mempelajari kitab suci Al-Qur’an yang merupakan
besar-Nya Allah ta‘ ala serta dapat memahaminya.
 Agar mudah mencapai tujuannya, baik dalam aktivitas keberagamaan maupun
kehidupan kesehariannya.
 Menemukan tujuan Allah swt menurunkan Al-Qur’an, yaitu dapat menjadi
petunjuk maupun rahmat bagi seluruh alam semesta.
2) Kekurangan Kitab Tafsere Akorang Bahasa Ogi
 Tafsir ini ditulis dalam bahasa Bugis sehingga segmen pembacanya juga
terkesan terbatas pada orang-orang yang pandai membaca huruf Lontara’
Bugis. Sementara yang kita ketahui bahwa tidak semua orang Bugis mampu
membaca Lontara’, kalangan intelektual sekalipun. Mungkin karena itu, tafsir
ini kurang meledak di pasaran padahal dari segi isi, tafsir ini sangat kaya
dengan sumber yang berkualitas dan otoritatif.
 Tafsir ini lahir dari lembaga MUI yang reputasinya, terutama di era Orde
Baru, dipandang sangat tergantung kepada ‛belaskasihan’ pemerintah, baik
dari segi ekonomi maupun politik. Akibatnya, tafsir yang mestinya sampai
kepada rakyat yang membutuhkan pencerahan religius, akhirnya hanya
bertumpuk di kantor MUI Sulsel lantaran biaya untuk penyebarannya
menunggu uluran tangan proyek.
F. Contoh Tafsere Akorang Bahasa Ogi
 QS. Al-Baqarah [2]: 37.

Allah Subhanahu Wa Ta'ala berfirman:

ِ ‫َاب َعلَ ْي ِه  ۚ إِنَّهۥُ هُ َو التَّوَّابُ الر‬


‫َّحي ُم‬ ٍ ٰ‫فَتَلَ ٰقّ ٓى َءا َد ُم ِم ْن َّربِِّۦه َكلِم‬
َ ‫ت فَت‬

"Kemudian, Adam menerima beberapa kalimat dari Tuhannya, lalu Dia pun
menerima tobatnya. Sungguh, Allah Maha Penerima Tobat, Maha Penyayang."
(QS. Al-Baqarah 2: Ayat 37)

Kata “kalimât” dalam ayat tersebut diartikan doa sebagaimana disebutkan


dalam QS. Al-‘A’râf [7]: 23. Berikut kutipannya:

9
Transliterasinya:

Nasaba appakalontoq-lontoqna sétangngé natarimana Adam polé ripuwanna


paddoangeng iya naddowangengngé nabi Adam dapatoha engkaé narampé
poang-Allahtaala rilalenna sura Al-A’raf aya 23. (Karena godaan setan, Adam
menerima sebuah doa dari Tuhannya yang dipakai oleh Nabi Adam, seperti yang
difrmankan Allah ta’ala dalam surah Al-A’râf ayat 23).4

 QS. Al-Ma’un [107]; 2.

Allah Subhanahu Wa Ta'ala berfirman:

َ ِ‫فَ ٰذل‬
‫ك الَّ ِذى يَ ُد ُّع ْاليَتِي َم‬

"Maka itulah orang yang menghardik anak yatim," (QS. Al-Ma'un 107: Ayat 2)

Ayat ini membahas tentang ciri orang yang mendustakan agamanya. Anre
gurutta mengartikan kata ‫ ُد ُّع ْاليَتِي َم‬ƒƒَ‫ ي‬sebagai sikap acuh tak acuh, tidak peduli
terhadap anak yatim dengan tidak ingin memeliharanya, dan dengan tega tidak
memberikan apapun padanya.

Transliterasinya:

“Nayi sipana tau pabbellé’éngngi agamaé yinaritu tau sampeangengngi natea


malai sara piarawi ana biu-biue. Namelle’perrû tennawéréng appunnanna
koritu.” (Adapun sifat orang yang mendustakan agama yaitu orang yang menolak
serta tidak mau peduli untuk memelihara anak yatim. Dan tega tidak memberikan
apapun padanya).5

4
Arafah, Teguh. 2018. “Tapesere Akorang Mabbasa Ogi Tafsir Al-Qur’an Berbahasa Bugis Karya
Agh. Abd. Muin Yusuf” Jurnal Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir Vol. 1 No.1.
5
Arafah, Teguh. 2018. “Tapesere Akorang Mabbasa Ogi Tafsir Al-Qur’an Berbahasa Bugis Karya
Agh. Abd. Muin Yusuf” Jurnal Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir Vol. 1 No.1.

10
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Nama lengkap beliau adalah Anre Gurutta H. Abd. Muin Yusuf juga biasa
dipanggil dengan sebutan Pung Tommeng, beliau lahir di Rappang Sidrap, 21 Mei
1920 dan wafat pada tanggal 23 Juni 2004 di Benteng Sidrap pada usia 84 tahun.

Dari segi bentuk, kitab Tapeséré Akorang Mabbasa Ogi dikategorikan sebagai
tafsîr bi ar-Ra’yi, dari segi metode ia termasuk Tafsir Tahlîlî dengan sistematika
penyajian runtut, dari aspek analisisnya menggunakan metode Ijmâli, dari segi gaya
bahasa penulisan ia menggunakan gaya penulisan populer, dan dari segi corak, tidak
didominasi oleh kecenderungan corak tertentu.

11
DAFTAR PUSTAKA

Awwaliyah, Neny Muthi`atul dan Idham Hamid. 2018. “Studi Tafsir Nusantara:
Kajian Kitab Tafsir AG. H. ABD. Muin Yusuf (Tafsere Akorang Ma`basa Ugi) (tpeeser akor
mbs agui)” Jurnal Nun Vol. 4 No. 2.

Maulina, Dina. 2019. "Netralitas Kitab Tafesere Akorang Mabbasa Ogi Karya MUI
Sulawesi Selatan Terhadap Hukum dan Teologi". Skripsi. Surabaya: Universitas Islam
Negeri Sunan Ampel.

Arafah, Teguh. 2018. “Tapesere Akorang Mabbasa Ogi Tafsir Al-Qur’an Berbahasa
Bugis Karya Agh. Abd. Muin Yusuf” Jurnal Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir Vol. 1 No. 1.

12

Anda mungkin juga menyukai