Anda di halaman 1dari 9

KAJIAN KITAB TAFSIR AL-IBRIZ DSN. KRAJAN 1, DS.

BETAK, KEC. KALIDAWIR

Lulu Rista Azizah, Zunita Lutfi ana Pangesti, Mariatul Qibtiyah


Mahasiswa Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir
Institut Agama Islam Negeri Tulungagung

Abstrak
Semakin berkembangannya zaman, beriringan juga dengan
semakin banyaknya populasi manusianya. Hal ini menyebabkan
semakin banyak juga problem-problem yang harus dihadapi
oleh masyarakat. Walaupun begitu, Al-Qur’an tetap dapat
menjawab segala permasalah manusia, yang semakin diperjelas
juga dengan adanya tafsiran-tafsiran Al-Qur’an yang dilakukan
oleh para Mufassir, salah satunya yaitu KH. Bisri Mustofa.
Beliau adalah salah satu Mufassir yang juga berkontribusi besar
dalam mensyiarkan agama islam di Nusantara. Dalam tulisan
ini, akan membahas bagaimana kitab tafsir Al-Ibriz ini dikaji
dalam sekelompok masyarakat di Dsn. Krajan 1, Ds. Betak,
Kec, Kalidawir, Kab. Tulungagung. Penelitian ini
menggunakan metode deskriptif-analitis dengan tehnik
pengumpulan data dengan metode wawancara dan library
research.
Kata Kunci: Manusia, Masyarakat, Al-Quran, Mufassir

Pendahuluan
Bagi umat islam, al-Quran adalah kalam Allah yang diwahyukan kepada Nabi
Muhammad SAW melalui perantaranya malaikat Jibril selama kurang lebih dalam
kurun waktu dua puluh tiga tahun. Kitab ini memuat ajaran-ajaran yang selalu relevan
dalam kehidupan manusia. Kitab suci ini merupakan petunjuk bagi kaum muslimin
yang mana dapat digunakan dalam bentuk kebaktian secara umum maupun pribadi
kaum muslimin yang dapat dilakukan dengan berbagai cara baik secara formal atau non
formal sebab dengan membacanya sebagai bentuk tindakan keshalehan dan
melaksanakan ajaran-Nya.1

1
Abu Rokhmad, “Telaah Karakteristik Tafsir Pegon al-Ibriz”, Jurnal: Analisa Vol. XVIII, No. 01,
Januari – Juni 2011, hlm. 27-28

1
Al-Quran adalah kumpulan ayat yang berbentuk tanda dan symbol yang
tampak yang mana tanda dan symbol tersebut akan diam saja apabila tidak ada pembaca
yang membacanya. Oleh karena itu, al-Quran akan bermakna apabila diposisikan secara
rasional terhadap pembaca yang mengimaninya, sebab ia memiliki kaitan dengan
budaya dan penganut yang meresponnya.2
Sehingga apabila seseorang sering membaca berbagai macam kitab tafsir, maka
akan ditemukan tafsir al-Quran dengan berbagai jenis salah satunya Tafsir Jawa al-Ibriz
oleh KH. Bisri Mustofa. Sebelumnya, pengertian tafsir berasal dari kata al-fasr yang
berarti membuka kandungan yang masih tertutup atau menjelaskan, sedangkan secara
istilah tafsir ialah ilmu yang membahas tentang cara mengucapkan lafadz-lafadz al-
Quran dengan makna-makna yang ditunjuknya dan hukum-hukumnya. Untuk
mengoperasionalkan kandungan al-Quran dibutuhkan sebuah upaya dan proses
penafsiran yang mana setiap mufassir sendiri memiliki bahasa penyampaian yang
berbeda-beda baik menggunakan bahasa nasional (Indonesia) atau bahasa daerah
dimana mufassir tinggal.3
Tafsir al-Ibriz adalah tafsir al-Quran yang menggunakan bahasa Jawa, yang
ditulis oleh KH. Bisri Mustofa. Penggunaan bahasa Jawa bertujuan agar masyarakat
maksud al-Quran mudah dipahami oleh masyarakat sehingga akan memberikan
manfaat baik di dunia dan di akhirat dan adanya tafsir ini untuk memberikan
kemaslahatan dan kebaikan umat islam dalam segala situasi.4
Pengkajian tafsir al-Ibriz pada masa kini, sudah banyak orang yang melakukan
pengkajian al-Ibriz di kehidupan sehari-harinya. Salah satunya di Mushola al-Amin
Dsn. Krajan 1, Ds. Betak, Kec. Kalidawir. Adapun penyampaian menggunakan system
dimana sang guru atau pemabaca menyampaiakan kepada para pendengar. Setelah
melihat dari bebrapa penulusuran peneliti, jumlah yang mengkaji kitab al-Ibriz ternyata
masih sedikit disekitar daerah Kalidawir. Teteapi setelah peneliti melakukan
penulusuran ditemukannya salah satu pengkajian kitab al-Ibriz di daerah Dsn. Krajan
1, Ds. Betak, Kec. Kalidawir. Adanya rutinan pengkajian al-Ibriz yang baru diadakan
di daerah tersebut, maka penulis ingin meneliti lebih mendalam tentang kegiatan kajian

2
Ibid, hlm. 28.
3
Muchlina Arie Amri, “Metode Penafsiran al-Quran”, (Yogyakarta, 2014), hlm. 2.
4
Munawwir Aziz, “Produksi Wacana Syiar islam dalam Kitab Pegon Kyai Shaleh Darat Semarang
dan Kyai Bisri Mustofa Rembang”, (Yogyakarta: CRCS, 2013), hlm. 9.

2
kitab al-Ibriz yakni bagaimana sejarah berdirinya kegiatan tersebut dan implikasi yang
diberikan dari kegiatan tersebut kepada masyarakat.
Maka, penulis ingin meneliti lebih mendalam tentang kegiatan kajian kitab al-
Ibriz di daerah tersebut dengan menggunakan metode penelitian deskriptif-analitis
dengan tehnik pengumpulan data dengan metode wawancara dan library research.
Biografi KH. Bisri Mustofa
Bisri Mustofa lahir di Kampung Sawahan, Rembang, Jawa Tengah tahun 1923
Masehi atau 1344 Hijriyah. Beliau merupakan putra dari pasangan suami istri, ayah H.
Zaenal Mustofa dan ibu Chodijah. ayahnya adalah anak dari Podjojo atau H. Yahya.
Nama ayah Mbah Bisri sebelum naik Haji ialah Djaja Ratiban. Beliau bukan seorang
ulama atau kyai, beliau adalah seorang pedagang yang kaya raya. Namun beliau sangat
menaruh hati pada ulama atau kyai. Sedang Chodijah adalah anak dari pasangan suami
istri E. Zajjadi dan Aminah. Chodijah mempunyai darah keturunan orang makasar dari
ayahnya, ayahnya adalah anak dari pasangan E. Sjamsuddin dan Datuk Djijah.5
Sejak kecil mbah Bisri telah memperlihatkan kecerdasannya yang sangat luar
biasa. Di masa kecilnya, beliau dibimbing oleh orang tuanya mengenai dasar-dasar
pendidikan islam. Setelah ayahnya wafat, mbah Bisri mengembara untuk mencari ilmu
dari pesantren satu ke pesantren lain. Sebelum mengenal pesantren, pasca sepeninggal
ayahnya, tanggungjawab keluaga Mbah Bisri, berganti kepada kakak tirinya yaitu, H.
Zuhdi.
Pada saat itu, di Rembang terdapat beberapa sekolah. Pertama, Eropese School,
kedua, Hollands Inlands School (HIS), ketiga, Sekolah Ongko 2. Mulanya, Mbah Bisri
hendak di daftarkan H. Zuhdi di Hollands Inlands School. Namun, karena di datangi
KH. Cholil Kasingan, kemudian Mbah Bisri tidak jadi sokolah di HIS dengan alasan
sekolah tersebut adalah milik Belanda. Akhirnya, Mbah Bisri menempuh sekolahnya
di Sekolah Ongko 2 kurang lebih selama tiga tahun. Kemudian pada tahun 1925, mbah
Bisri diminta untuk mengaji di pondok milik KH. Chasbullah yang pada saat itu pada
bulan Ramadhan. Namun selang beberapa hari kembali, lantaran tidak betah untuk
mengaji disana. Sekitar tahun 1930, mbah Bisri diperintahkan untuk kembali mondok
di Kasingan, ditempat KH. Cholil.

5
Achmad Zaenal Huda, Mutiara Pesantren perjalanan Khidmah KH. Bisri Mustofa, (Yogyakarta,
LKiS Yogyakarta 2003), hlm.9

3
Karena merasa masih kurang, Mbah Bisri bersikeras untuk keluar dari Rembang
untuk belajar lagi. Sebelumnya pada bulan Ramadhan Mbah Bisri pernah nyantri di
Pondok Pesantren Tebuireng, Jombang di bawah asuha KH. Hasyim Asyari. Karena
rasa ingin tahu yang sangat besar, kemudian Mbah Bisri berangkat ke Makkah. Di sana
Mbah Bisri berguru kepada Syaikh Chamdan al-Magribi, Syaikh Maliki, Syayyid
Amin, Syaikh Hasan Masysyath, Sayyid Alwi, dan KH. Abdul Muhaimin. Setelah
setahun di sana, kemudian Mbah Bisri kembali ke Rembang lagi.
Pada saat awal masuknya ajaran islam, peran Ulama’ sangatlah penting. Islam di
Nusantara lahir tidak melalui perang seperti pada masa islam awal yang dibawa oleh
Nabi Muhammad saw, namun melalui semangat penyatuan antar kebudayaan dan yang
beragama. Dalam hal ini salah satu Ulama’ yang berperan penting dalam mensyiarkan
ajaran islam dengan ramah adalah Kyai Bisri Mustofa. Selain itu juga, Bisri Mustofa
mendapat sorotan dalam keberhasilannya dalam bidang politik, dakwah, pendidikan,
seni budaya, ekonomi, dan perdagangan. Beliau juga dikenal sebagai Ulama’ yang
memperjuangkan bangsa Indonesia.
Pemikiran KH. Bisri Mustofa
Pandangan mbah Bisri tentang masalah-masalah sosial keagamaan harus selalu
disesuaikan dengan situasi serta kondisi suatu masyarakat tertentu. Bagi beliau hukum
tidak harus diterapkan secara kaku dan dimaknai mutlak, semua harus bergantung pada
apa yang melatar belakanginya. Beliau menggunakan pendekatan fiqih serta ushul fiqih
dalam melihat hukum sesuatu. Pada zamannya, pemikiran keislaman mbah Bisri sangat
konseptual, moderat dan berada dalam kerangka kebangsaan. Bukti bahwa pemikiran
beliau sangat konseptual yaitu dengan melihat bagaimana respon beliau terhadap
permasalahan keluarga berencana (KB). Ide-ide yang erat kaitannya dengan menerima
KB beliau tuangkan dalam tulisan. Dan akhirnya dibukukan ulang kemudian dijadikan
menjadi buku. Buku tersebut berjudul Islam dan Keluarga Berencana, yang di
dalamnya membahas hal ikhwal tentang usaha manusia merupakan sesuatu yang
dominan dibanding dengan kehendak dan kekuasaan mutlak Tuhan. Beliau
menambahkan, jika jatah makan keluarga hanya mampu untuk empat piring saja, maka
jangan menambah lagi jumlah anggota keluarga. Penambahan anggota keluarga tanpa
dilandasi perencanaan berarti mengurangi jatah anggota keluarga lain.
Beliau memiliki obsesi dalam menerapkan konsep ahlu Sunnah wal jama’ah
dalam setiap aspek kehidupannya. Untuk mewujudkannya beliau melakukan dakwah
bil hal (dengan tindakan) dan bil lisan (dengan ucapan), serta menulis buku tentang

4
Ahlus Sunnah Wal Jamaah. Sifatnya yang moderat tidak hanya diterapak dalam aspek
sosial-keagaman, namun juga dalam bidang politik, dengan mempertimbangkan
kemaslahatan umat.
Beliau menggunakan kesenian dan kebudayaan sebagai media untuk
berdakwah. Seperti syair-syair dalam Bahasa arab dan Bahasa jawa. Dalam syair-syair
tersebut berisikan nasihat-nasihat beragama dan petunjuk-petunjuk untuk
bermasyarakat. Syair-syair beliau antara lain: syair Ngudi Susilo dan Tombo ati.
Karya-Karya KH. Bisri Mustofa
Sepanjang perjalanannya, mbah Bisri menghasilkan kurang lebih 176 karya.
Karya beliau yang berkaitan dengan problem keagamaan seperti: Ilmu Tafsir dan
Tafsir, Ilmu Hadis dan hadis, Ilmu Nahwu, Ilmu Sharaf, Syariah atau fiqih, Akhlak dan
masih banyak lagi. Dalam menulis karyanya, beliau menggunakan Bahasa latin dan
juga Bahasa arab. Karya-karya Mbah Bisri pada umumya di kelompokkan kedalam
dua sasaran. Pertama, bagi kalangan santri, yang meliputi ilmu nahwu, ilmu sharaf, ilmu
mantiq, dan ilmu balaghah. Kedua, untuk masyarakat pada umumnya dimana mereka
giat mengikuti pengajian di surau atau langgar.6
Kitab Tafsir Al-Ibriz
Sistematika penulisan kitab tafsir al-Ibriz ini adalah sistem mushafi, yaitu yang
berpedoman pada susunan ayat dan surat dalam mushaf. Dalam menafsirkan ayat-ayat
al-Qur’an, pertama-tama beliau menulis redaksi ayat secara sempurna, kemudian
diterjemahkan kata per kata ke dalam Bahasa jawa dengan huruf arab pegon atau yang
sering disebut dengan makna gandul. Selanjutnya pada bagian bawah kolom atau kanan
kiri diberikan keterangan dan penjelasan secara luas dan kadang-kadang juga diberikan
contoh kisah yang ada kaitannya dengan pokok pembahasan serta persoalan-persoalan
yang ada di kalangan muslim pada saat itu, serta menyantumkan kesimpulan meskipun
tidak seluruhnya. Untuk meyakinkan kepada pembaca KH Bisri Mustofa memberi
tanda dengan kata tanbihun, muhimmahtun, faidahtun, qissatun, dan lain sebagainya
serta keterangan gambar yang terdapat dalam surat Yasin. Nomor ayat ditulis pada
akhir, sedang nomor terjemah ditulis pada awal syarah yang disertai dengan keterangan
dan penjelasan ayat.

6
Syaiful Amin Ghofur, Profil Para Mufassir Al-Qur’an, (Yogyakarta: Pustaka Insan Madani, 2008).
Hlm. 216

5
Metode penafsiran dari tafsir Al-Ibriz ini adalah metode tahlili yang memulai
uraiannya dengan menggunakan arti kosa kata diikuti dengan penjelasan mengenai arti
global ayat yang disertai dengan membahas munasabah ayat-ayat serta menjelaskan
hubungan maksud ayat-ayat tersebut satu sama lain, disamping itu juga mengemukakan
asbab nuzul dan dalil-dalil yang berdasarkan dari Rasul, sahabat, dan para tabi’in yang
kadang bercampur baur dengan pendapat para penafsir itu sendiri yang diwarnai dengan
latar belakang pendidikannya dan kondisi sosial masyarakat pada saat itu. Tafsir ini
cenderung bercorak kombinasi antara fiqih, sosial-kemasyarakatan, dan sufisme.
Tafsir Al-Ibriz termaksud dalam kategori tafsir dengan bentuk bi al-Ma’sur,
sedangkan dalam penggunaan ra’yun dalam tafsir ini presentasenya relative kecil,
hanya sebagai pelengkap dan penyelaras riwayat. Dalam penafsiran kitab tafsir ini,
mbah Bisri menggunakan beberapa sumber penafsiran, seperti: tafsir al-Qur’an dengan
al-Qur’an, tafsir al-Qur’an dengan hadist, dan kisah-kisah israiliyat.
Kajian Kitab Tafsir Al-Ibriz di Musholla Al-Amin Betak,Tulungagung
a. Sejarah Terbentuknya Pengajian Kitab Tafsir Al-Ibriz
Sebelum pengajian ini terbentuk, pada awalnya ada kegiatan mingguan yang
dilaksanakan setiap minggu sekali pada hari kamis malam jumat di Musholla Al-
Amin Dsn. Krajan 1, Ds. Betak, Kec. Kalidawir, Kab. Tulungagung, kegiatan
tersebut adalah pembacaan shalawat Nabi yang dilaksanakan setelah shalat ‘Isya
setiap malam jumat. Karena tidak ada kegiatan di waktu antara ba’da maghrib
hingga masuk waktu ‘Isya, para jamaah musholla berunding dan berinisiatif untuk
mengadakan kegiatan guna mengisi kekosongan di waktu tersebut.
Setelah bermusyawarah, para jamaah sepakat mengisi waktu kosong itu
dengan pengajian kitab kuning. Pada awalnya, kitab yang dikaji dikegiatan ini
adalah kitab al-Barzanji, setelah kitab tersebut khatam, dilanjutkan dengan
pembacaan kitab Nashoihul ‘Ibad. Dan setelah Nashaihul Ibad khatam, yang
terakhir dan masih berlangsung hingga kini adalah pengajian kitab tafsir Al-Ibriz.
Pengajian kitab tafsir Al-Ibriz sudah berlangsung kurang lebih selama satu tahun
dan tidak diketahui secara pasti kapan kajian Al-Ibriz ini dimulai.
b. Waktu Pelaksanaan Kajian Kitab Tafsir Al-Ibriz
Kajian kitab tafsir Al-Ibriz dilaksanakan seminggu sekali setiap malam jumat
mulai dari ba’da maghrib hingga masuk waktu shalat ‘Isya. Durasi pelaksanaan
kajian kitab tafsir al-Ibriz berlangsung ± 45 menit namun bisa berubah sesuai
dengan perubahan waktu sholat.

6
c. Peserta Pengajian Kitab Tafsir Al-Ibriz
Kajian kitab tafsir yang dilaksanakan di Musholla Al-Amin Dsn. Krajan 1, Ds.
Betak, Kec. Kalidawir, Kab. Tulungagung ini diikuti oleh jamaah putra dan putri
Musholla Al-Amin Dsn. Krajan 1, Ds. Betak, Kec. Kalidawir, Kab. Tulungagung
dengan anggota 10 orang.
d. Prosesi Pelaksanaan Kajian Kitab Tafsir Al-Ibriz
Kajian kitab tafsir ini dilaksanakan setelah shalat maghrib. Pembacaan kitab
dipimpin oleh seorang Imam. Sebelum membacakan kitab tafsir, Imam
membacakan hidyah fatihah untuk Nabi Muhammad SAW. Imam membacakan
kitab tafsir Al-Ibriz kepada para jamaahnya. Imam tersebut juga menyampaikan
kandungan ayat-ayat Al-Qur’an yang dibacakannya kepada para jamaah dengan
menggunakan bahasa Jawa. Pembacaan kitab berlangsung kurang lebih selama 45
menit mulai dari ba’da maghrib hingga masuk waktu sholat ‘Isya. Selama
pengajian berlangsung Imam bisa membacakan kitab sebanyak 3 lembar. Selesai
membacakan kitab tafsir, imam mebaca doa sebagai penutup kajian.
e. Implikasi Kegiatan Kajian Kitab Tafsir Al-Ibriz
Dalam pengkajian ini peneliti menggunakan teori social milik Karl Manheeim
dimana perilaku masyarakat terbentuk dari dua dimensi yakni perilaku dan makna.
Dimana makna ini memiliki tiga bagian yakni makna obyektif, makna ekspresif,
dan makna documenter. Pertama, makna obyektif dimana para masyarakat yang
mengkaji kitab tafsir ini memberikan makna yang sama yaitu memandang praktik
pembacaan kitab al-Ibriz sebagai suatu kewajiban atau rutinitas yang harus
dilaksanakan. Adanya praktik ini menjadi suatu kebiasaan yang pada akhirnya
menjadi suatu amalan wajib bagi semua komponen didalamnya sehingga
menciptakan karakter atau pribadi yang baik bagi mereka yang mengikuti kegiatan
ini. Kedua, makna ekspresif yang mana menunjukkan makna terhadap individual
sehingga makna yang lahir-pun juga beragam diantaranya dengan kegiatan ini
beberapa orang yang semula tidak rajin membaca al-Quran menjadi lebih rajin,
mereka merasa lebih religious, mereka tersadar bahwa masih banyak ilmu yang
terdapat dalam al-Quran yang mereka belum mengerti. Ketiga, makna dokumenter
ialah makna yang tersirat atau tersembunyi, sehingga pelaku tindakan tidak
menyadari bahwa apa yang dilakukannya merupakan sutau ekspresi yang
menunjukkan suatu kebudayaan secara keseluruhan. Maka, para pelaku tindakan
tidak menyadari bahwa apa yang mereka lakukan dengan mengikuti kajian kitab

7
al-Ibriz merupakan bagian dari makna menghidupkan al-Quran dalam lingkungan
masyarakat yang menjadi suatu rutinitas yang menunjukkan suatu kebudayaan
secara keseluruhan.
Kesimpulan
Tafsir al-Ibriz adalah tafsir al-Quran yang menggunakan bahasa Jawa, yang
ditulis oleh KH. Bisri Mustofa dengan tujuan untuk memudahkan masyarakat dalam
memahami al-Quran. Seperti halnya kajian ini dilakukan di Dsn. Krajan 1, Ds. Betak,
Kec. Kalidawir dimana kajian ini rutin dilaksanakan setiap satu minggu sekali setiap
malam Jumat setelah shalat maghrib hingga menjelang shalat Isya’ di Mushola al-Amin
yang di pimpin oleh bapak Samroni.
Kajian tersebut, merupakan kajian lanjutan dari pengkajian kitab al-Barzanji
yang pertama, kedua kitab Nasho’ihul ‘Ibad, yang kemudian dilanjutkan pengkajian
kitab al-Al-Ibriz yang sebelumnya kegiatan ini untuk mengisi kekosongan sebelum
melaksanakan kegiatan pembacaan shalawat Nabi setelah shalat Isya’ dan kegiatan ini
berjalan kurang lebih satu tahun sampai sekarang.
Implikasi dari kegiatan ini memberikan tiga makna yakni makna obyektif yang
mana para pelaku tindakan memiliki makna yang sama yakni suatu rutinitas yang harus
dilakukan, makna ekspresif yang mana setiap individu memiliki makna masing-masing
dalam kegiatan tersebut, makna documenter yang mana makna .yang tersirat atau
tersembunyi, sehingga pelaku tindakan tidak menyadari bahwa apa yang dilakukannya
merupakan sutau ekspresi yang menunjukkan suatu kebudayaan secara keseluruhan
Saran
Dengan adanya artikel ini, diharapkan menambahkan wawasan keislaman bagi
pembaca maupun penulis sendiri, diharapkan juga untuk terus mengkaji kitab-kitab
tafsir khususnya kitab tafsir Al-Ibriz. Selain mudah dipahami, juga sebagai bentuk rasa
bangga kita terhadap para mufassir Nusantara yang telah sangat berjasa bagi umat islam
dalam memberikan penjelasan lebih terkait ayat-ayat al-Qur’an, sehingga al-Qur’an
dapat menjawab persoalan masyarakat.

8
Daftar Pustaka
Abu Rokhmad, (2011) “Telaah Karakteristik Tafsir Pegon al-Ibriz”, Jurnal: Analisa
Vol. XVIII, No. 01, Januari – Juni.
Achmad Zaenal Huda, (2003), Mutiara Pesantren perjalanan Khidmah KH. Bisri
Mustofa, Yogyakarta, LKiS Yogyakarta.
Muchlina Arie Amri, (2014), “Metode Penafsiran al-Quran”,Yogyakarta.
Munawwir Aziz, (2013) “Produksi Wacana Syiar islam dalam Kitab Pegon Kyai
Shaleh Darat Semarang dan Kyai Bisri Mustofa Rembang”, Yogyakarta:
CRCS.
Syaiful Amin Ghofur, (2008), Profil Para Mufassir Al-Qur’an, Yogyakarta: Pustaka
Insan Madani.

Anda mungkin juga menyukai