Anda di halaman 1dari 41

RESUME BUKU FITNAH KUBRO BAB III (FITNAH KEDUA)

DIAJUKAN UNTUK MEMENUHI TUGAS UJIAN TENGAH SEMESTER


PROBLEMATIKA DAN METODE DA’WAH KONTEMPORER
Dosen Pengampu : Dr. Baharuddin Husin, M.Ag

DIRESUME OLEH
KELOMPOK TIGA (3)

AGUSMAN
MADENI
MUHAMMAD HANIF
ALI ABDURRAHIM
MUHAMMAD MUTTAQIN

UNIVERSITAS ISLAM AS SYAFI’IYAH


PROGRAM DOKTOR ILMU DA’WAH
1443/2021 M
DAFTAR ISI RESUME

HALAMAN JUDUL ....................................................................................................................................................


DAFTAR ISI RESUME ..............................................................................................................................................
BAB III FITNAH KEDUA ......................................................................................................................................1
PASAL 1 ......................................................................................................................................................................1
1.1. BAI’AT ALI IBN ABI THALIB .................................................................................................... 1
1.2. POLITIK ALI (RA) ..................................................................................................................... 6
1.3. DAMPAK SABA'IYAH DALAM FITNAH KEDUA ....................................................................... 8
PASAL 2 ................................................................................................................................................................... 16
2.1. SIKAP PARA SAHABAT YANG MENUNTUT PERTANGGUNGJAWABAN ATAS
KEMATIAN UTSMAN............................................................................................................... 16
2.2. SIKAP SAHABAT YANG MENANGGUHKAN SEMENTARA EKSEKUSI QISHASH
SAMPAI SUASANA REDA (ALI, ‘AMMAR, QA’QA’, DAN YANG SEPAHAM
DENGANNYA). ......................................................................................................................... 22
2.3. SIKAP ORANG-ORANG YANG MENGHINDARI FITNAH DAN MEREKA ADALAH
MAYORITAS SHAHABAT ........................................................................................................ 25
PASAL 3 ................................................................................................................................................................... 28
3.1. PARA QURRA' LELUHURNYA KAUM KHAWARIJ ................................................................. 28
3.2. MASALAH TAHKIM ANTARA ALI DAN MU AWIYAH (RA) ................................................... 31
3.3. IMPLIKASI-IMPLIKASI FITNAH ............................................................................................. 36
Resume Muhammad Hanif

BAB III
FITNAH KEDUA
PASAL 1

1.1. BAI’AT ALI IBN ABI THALIB

Setelah terbunuhnya khalifah Utsman (ra), keberadaan khalifah pengganti


merupakan hal yang sangat mendesak untuk mengisi kekosongan politik saat itu, maka
jatuhlah pilihan pada Ali (ra), tetapi banyak riwayat dan terjadi perbedaan menyangkut
bai at Ali tersebut, Al-Imam al-Thabary menunjukkan adanya perbedaan-perbedaan ini,
dengan menyatakan: "para ahli sejarah salaf berbeda pandangan dalam hal ini. 1
Ada sejumlah riwayat yang mengisyaratkan bahwa para shahabatlah yang
mengajukan dan memohon kesediaan Ali untuk menjadi khalifah. maka kaum Muhajirin
dan Ansharpun serta merta membai atnya, dan kemudian diikuti) para sahabat yang
lain. Berikut periwayatannya:
1. Dari Muhammad Ibn al-Hanafiyah berkata: Waktu itu saya bersama Ubai ketika
'Utsman terbunuh, ia berdiri dan masuk rumahnya, lalu datanglah para sahabat
Rasulullah (saw) dan mereka berkata: "Sesungguhnya Utsman telah terbunuh, dan
keharusan bagi umat memiliki seorang imam, hari ini kami tidak dapat menemukan
seseorang yang paling berhak atas urusan ini kecuali anda, tidak ada yang dapat
mengungguli dan juga orang yang sangat dekat dengan Rasulullah (saw)". "Ali
menjawab: “Jangan demikian. Bagiku lebih baik menjadi Wazir (pembantu) daripada
menjadi Amir (raja)". Mereka menyahut: "Tidak, demi Allah, kami tidak akan
mengerjakan apapun sebelum kami membai'atmu", `Ali berkata: "Kalau kalian mau,
di dalam masjid saja. Pembai'atan atas diriku, saya tidak mau secara sembunyi-
sembunyi (rahasia), dan tidak pula itu terjadi kecuali atas kerelaan umat Islam",
Salim Ibn Abi al-Ja'd berkata: Abdullah Ibn `Abbas [ra] berkata: "Aku tidak datang ke
masjid karena khawatir terjadi kekacauan, sedangkan Ali bersikeras agar acara itu
dilakukan di dalam Masjid, lalu kaum Muhajirin dan Anshar membai at 'Ali (ra) dan
kemudian diikuti orang lain membaiatnya"2
2. Dari Abu Basyir al-'Abidi3 ia berkata: waktu kejadian 'Utsman itu saya sedang
berada di Madinah, kaum Muhajirin dan Anshar berkerumun,dalam kerumunan itu
terdapat Thalhah dan al-Zubair, mereka datang menemui Ali dan berkata: "Wahai
Abu al-Hasan! (maksudnya: 'Ali) marilah anda, kami baiat", Ali menjawab: "Aku
tidak membutuhkan itu (urusan kalian), justru saya ingin bergabung dengan kalian
ikut memilih orang yang akan kalian pilih, saya senang dengan pilihan kalian itu
nanti, maka pilihlah (orang itu). Sungguh, demi Allah". Mereka menjawab: "Kami
tidak punya pilihan lain kecuali anda". Perawi berkata: mereka datang menghadap
`Ali beberapa kali sesudah terbunuhnya "Utsman, maka pada kesempatan terakhir
mereka datang dan berkata kepada 'Ali: "Umat tidak akan menjadi baik kalau tidak
ada pemerintahan, persoalan ini sudah berlarut-larut". Akhirnya 'Ali berkata kepada

1 Al-thabary, op.cit, juz 04, hal 247.


2 Ibid, juz 4, hal.327
3 Saya (penulis) tidak dapat menemukannya disebutkan dalam sumber-sumber yang mudah.

1
Resume Muhammad Hanif

mereka: "Kalian telah berulang-kali datang kepadaku untuk memintaku menjadi


khalifah. Permintaan saya sekarang hanya salu, jika kalian terima, aku akan
menerima permintaan (bai at) kalian itu, tetapi jika tidak, saya juga terpaksa
(menolak) tawaran itu". Mereka semua berkata: "Apapun yang anda minta, akan
kami penuhi, Insya Allah". 'Ali berjalan dan naik mimbar sementara umat Islam
berkumpul di sekitar mimbar itu. 'Ali berkata: "Sesungguhnya aku benar-benar tidak
menyukai (terpaksa menerima) permintaan kalian ini, tetapi kalian tetap saja
bersikeras meminta saya untuk memimpin. Ingatlah bahwa saya akan menjadi
penguasa (wali) atas kalian, tetapi kunci-kunci harta kalian ada pada saya. Ingatlah,
saya tidak akan mengambilnya sepeserpun dari kalian, apakah kalian setuju"?
Mereka menjawab ya kami ridha". "Ali berkata: "Ya Allah, saksikanlah mereka ini",
maka kemudian ia menerima bai'at mereka. Abu Basyir berkata: "Saya pada hari itu
di samping mimbar Rasulullah (saw) berdiri dan mendengarkan apa yang
dikatakannya". 4
3. Melalui Abu al-Malih5 ia berkata: Setelah 'Utsman (ra) terbunuh, Ali pergi ke pasar,
saat itu adalah hari Sabtu, tanggal 18 Zulhijjah, orang- orang banyak mengikutinya
dari belakang dan menaruh harapan padanya, rupanya Ali masuk ke kompleks Bani
'Amr ibn Mabzul dan ia meminta kepada Abu 'Amrah Ibn 'Amr Ibn Muhshan:
"Tolong tutup pintunya". Namun orang-orang yang mengikutinya juga ingin masuk
dan mengetuk pintu, dan masuk pula Thalhah dan al-Zubair dalam rombongan itu,
kata mereka: "Wahai `Ali, ulurkan tanganmu", maka berbai atlah Thalhah dan al-
Zubair kepada Ali.6
4. Riwayat keempat adalah dari al-Sya bi, ia berkata: Setelah 'Utsman [ra] terbunuh
orang banyak mendatangi Ali yang saat itu sedang berada di pasar Madinah, mereka
berkata kepadanya: Ulurkan tanganmu kami akan membai atmu. Kata `Ali:
“Janganlah kalian terburu-buru, 'Umar adalah seorang yang selalu diberkahi, beliau
berwasiat untuk bermusyawarah dalam urusan ini, tundalah dulu sampai orang-
orang berkumpul dan bermusyawarah", orang-orang itu akhirnya mundur dari
kembali ke negerinya masing-masing sehubungan dengan terbunuhnya Ali.
Kemudian sebagian mereka berkata: Jika orang banyak ini sempat "Utsman
sementara tidak ada orang yang menggantikannya untuk melaksanakan urusan
(pemerintahan) ini, kami tidak dapat menjamin jika terjadi perselisihan umat serta
kehancuran mereka. Mereka, akhirnya kembali lagi kepada Ali, kemudian al asytar
memegang tangan ali dan ali pun mengenggamnya, kata asytar “ masihkah
menghindar untuk ketiga kalinya ? ingatlah demi Allah jika sekiranya anda
meninggalkan khalifah itu, anda akan menyesalinya suatu ketika. Orang-prangpun
berbai’at kepadanya, warga khufah mengatakan: “sesungguhnya orang pertama
yang membaiat ali adalah al asytar”.7

4 At thabary, Op.cit, juz 4, hal.428.


5 Abu al Malih ibn Salamah al-Hazali, meriwayatkan hadits dari Aisyah, Ibn Abbas, Ibn ‘Umar, Jabir, Anas dan lain-lain.
Adapun yang meriwayatkan darinya adalah Salim ibn Abi al Ja’d, Abu Qalabah al Jurmi, Qatadah, dan lain-lain. Al
I’jli berkata: Bashriyyun al Zahabi: Tsiqah. Ibn Hajar: Tsiqah, termasuk al Thabaqah al Tsalisah. Wafat pada tahun
112 H. (730 M). Sejarah hidupnya ditulis oleh ibn Ma’in, al Tarikh, juz 2, hal.726 al ‘’Ijli, op.cit, hal.512, al Zahabi, al
Kasyif, juz 3, hal 336, Ibn Hajar, al Taqrib, juz 2, hal.476
6 At thabary, Op.cit, juz 4, hal.428
7 At thabary, Op.cit, juz 4, hal.433.

2
Resume Muhammad Hanif

5. Riwayat kelima dari saif ibn umar dari guru-gurunya. Pada hari kamis, 15 hari
setelah terbunuhnya 'Utsman (ra) penduduk Madinah dikumpulkan oleh Khawarij,
mereka menemukan Sa ad dan al-Zubair sedang keluar, tetapi Thalhah ada di
kompleksnya, dan mereka menemukan Bani Umayyah benar-benar telah lari kecuali
yang tak mampu lari. Al-Walid dan Sa'id adalah orang pertama yang lari ke Makkah,
kemudian disusul oleh Marwan dan setelah itu disusul oleh yang lain. Ketika
penduduk Madinah berkumpul bersama mereka, penduduk Mesir berkata: "Kalian
adalah Ahl al-Syura anggota tim musyawarah), dan kalian pula orang yang
menyelenggarakan kepemimpinan (al-Imamah), dan putusan kalian berlaku bagi
seluruh umat, lihatlah orang yang kamu angkat itu, kami akan mengikuti
kalian".Massa menyahut: “Ali Ibn Abi Thalib. Kami (ridha) menerimanya".8
6. Riwayat keenam dari "Auf9 yang mengatakan: "Saya bersaksi bahwa saya
mendengar Muhammad Ibn Sirin berkata, "Ali datang dan berkata kepada Thalhah:
"Ulurkan tanganmu wahai Thalhah, aku akan membai'atmu“, jawab Thalhah: "Anda
wahai Ali, lebih berhak, engkau adalah Amirul Mu'minin, dan ulurkan tanganmu,
maka Ali mengulurkan tangannya dan berbai atlah ia kepada 'Ali 10
7. Riwayat ketujuh dari Ismail Ibn Musa al-Fazzari'11 dengan isnadnyayang bersumber
dari al-'Urni pemilik unta yang menjadi penunjuk jalan- nya 'Ali ketika di Zi Qar
berkata, sewaktu `Ali datang ke Zi Qar, ia bertahmid dan memuji Allah lalu berkata:
"Sesungguhnya Nabi (saw) telah wafat dan saya tidak melihat orang yang paling
berhak dalam urusan ini kecuali saya, namun orang-orang berbai'at kepada Abu
Bakr, maka sayapun berbai'at kepadanya sebagaimana orang banyak berbai'at.
Kemudian Abu Bakr wafat dan saat itu kulihat tidak ada orang yang paling berhak
untuk urusan ini kecuali saya, maka orang- orang membai' at 'Umar Ibn al-
Khaththab, akupun juga membai'atnya sebagaimana orang ramai-ramai berbai'at.
Kemudian 'Umar wafat dan aku tidak melihat ada orang yang paling berhak atas hal
itu kecuali diriku, saya termasuk salah satu dari enam kandidat, lalu orang banyak
membai at 'Utsman, akupun berbai'at kepadanya sebagaimana orang-orang itu
berbaiat. Kemudian orang-orang memberontak kepada Utsman dan membunuhnya,
mereka datang kepadaku dan membai atku dengan sukarela tanpa paksaan, aku
bersama orang-orang yang mengikutiku akan memerangi orang-orang yang
memusuhiku, sehingga Allah memutuskan hukum antara aku dan mereka, dan Allah
adalah sebaik-baik hakim. 12

8 Ibid., juz 4, hal.433-434.


9 Auf ibn Jamilah al Abdi al hijri abu Shal al Bashri yang dikenal dengan al A’rabi. Abdullah berkata dari ayahanya-
Ahmad ibn Hanbal: tsiqah shahih al hadits. Abu hatim berkata: shaduq shalih. Ibn Ma’in, al Nasa’i dan ibn Sa’ad
mengtsiqahkannya. Wafat pada tahun 147 H. (764 M). sejarah hidupnya ditulis oleh Ibn Ma’in, op.cit., juz 02, hal.
460. Khalifah, op.cit. hal 219, al bukhari al tarikh, as shaghir, juz 2, hal.85, ibn Hibban Masyahir, op.cit., hal 151, al
Zahabi, al Mizan, juz 3, hal.305.
10 At thabary, Op.Cit, juz 4, hal.434.
11 Isma'il Ibn Musa al-Fazzari al-Kufi. Abu Hatim menilainya shaduq. Sedang Al-Nasa'i mengatakan: "Laisa bihi ba's"

(tidak apa-apa). Menurut Ibn 'Adi, mereka menolak dia karena fanatisme syi'ahnya sangat menonjol. Ibn Hajar
mengatakan: "la adalah shaduq, . tetapi sering tersalah, dan dituduh sebagai rafidha”, wafat tahun 245. (859 M).
Riwayat hidupnya ditulis oleh Al-Bukhari, Al-Tarikh Al-Kabir, 1/1/373. Ibri Abi Hatim, op.cit.. juz 2. hal. 196, Al-
Zahabi, Al-Mizan, juz 1, hal. 251, Ibn Hajar, Al-Taqrib, juz 1. hal.75.
12 At thabary, Op.Cit, juz 4, hal.458.

3
Resume Muhammad Hanif

8. Riwayat kedelapan melalui Nashr Ibn Muzahim al-'Aththar13 adalah Seorang lelaki -
Abd Khair ibn Yazid14 mengahadap kepada Abi Musa, ia berkata: "Wahai Abi Musa
adakah dua orang ini -yakni Thalhah dan al-Zubair- termasuk yang membai at 'Ali?
Jawabnya: "ya".15
Berangkat dari riwayat yang telah dipaparkan di atas, penulis berkesimpulan
bahwa penentangan terhadap `Ali bersifat politis. Kesimpulan itu diperkuat oleh
kenyataan sejarah bahwa penentangan yang ditujukan kepada 'Ali tidak menimbulkan
kecacatan pada keimaman Ali. Penentangan yang ditujukan kepadanya berorientasi
pada penegakan hukum qishash bagi pembunuh Utsman. Penentangan yang ditujukan
kepada 'Ali, disebabkan oleh beberapa sebab, di antaranya:
1. Thalhah, al-Zubair, 'Aisyah, dan Mu'awiyah tidak memberikan bai'at kepada 'Ali
bukan karena tidak menyetujuinya tetapi, penundaan memberikan bai'at terkait
langsung dengan tuntutan pelaksanaan qishash bagi pembunuh Utsman. Pendapat
mereka merujuk pada hadits nabi (saw) yang diriwayatkan oleh Imam al-Thabary
dengan sanad yang shahih dari al-Ahnaf Ibn Qais. Ia menyatakan, bahwa kami keluar
untuk melaksanakan haji kemudian datang ke Madinah. Tatkala sampai di rumah
dan menyimpan kendaraan yang baru saja digunakan, datanglah seseorang dan
berkata, bahwa orang-orang pada berdatangan dan berkumpul di Masjid. Karena itu,
sayapun datang ke Masjid. Di Masjid inilah orang-orang menyanjung perlindungan
'Utsman terhadap sahabat dan menjelaskan berbagai kebaikan amirul mu'minin. Al-
Ahnaf Ibn Qaid berkata: "Aku bertemu dengan Thalhah dan al-Zubair, kemudian
saya katakan kepadanya bahwa orang ini ("Utsman) telah terbunuh, kepada
siapakah aku memberi bai at? Keduanya mengatakan: "Kepada 'Ali!". Lalu Ahnaf
berkata: "Apakah Anda berdua menyuruhku dan meridhainya? Keduanya berkata:
"Ya". Kemudiansesudah itu, Ahnaf pergi ke Mekah dan menyampaikan berita
tentang terbunuhnya 'Utsman. Di Mekah Ahnaf menemui Aisyah dan menyatakan
kepada siapa ia memberi bai at? 'Aisyah berkata: "Kepada Ali". Aku menanyakan
kepadanya, apakah Anda menyuruhku dan meridhainya? 'Aisyah menjawab: "Ya!".
Setelah itu, aku berangkat menuju Madinah untuk menemui Ali dan membai atnya.
Setelah membai at 'Ali di Madinah, saya menuju Bashrah dan keadaan sudah stabil.
Di Bashrah, ada seorang datang kepadaku kemudian menyampaikan bahwa
Thalhah, 'Aisyah dan al-Zubair datang Khuraidah (suatu tempat di Bashrah). Apa
maksud kedatangannya? Tanya saya kepadanya, lalu ia menjawab: "Mereka
mengutus Ande untuk menuntut darah atas kematian 'Utsman yang terbunuh secara
aniaya"16 Ketika Mu'awiyah diminta untuk membai at Ali, ia menyatakan dalam

13 Dia adalah nashr Ibn Muzahim al-ë Aththar al-Kufi Abu al-Fadhl, salah seorang ahli sejarah dari tingkatan Abi
Mikhnaf. Dia sangat mengetahui sejarah, termasuk salah seorang dari Rafidhah dari kelompok Syiah ghulat. Ikut
dalam perang Shiffin, al-Jamal pembunuhan Hajar Ibn 'Adi, pembunuhan al-Husain Ibn 'Ali. Wafat di 212 (827 M),
al- Khatib, op.cit., juz 13, hal. 283, Ibn Nadim, op.cit., hal. 106. Yaqut, Mu'jam al-Udaba' juz 19, hal. 225, al-Zahabai,
Al-Mizan, juz 4, hal. 254.
14 Dia adalah Abd Khair Ibn Yazid al-Hamadani Abu elmarah al-Kufi: Tabi'i Mukhdharm la meriwayatkan dari Abi
bakr, 'Ali, Yazid Ibn Arqam, 'A'isyah, dan lain-lain. Muslim menyebutkannya dalam thabaqah pertama dari Tabi'i
penduduki KufahIbn Hibban menyebutkannya, Tsiqah al-Tabi'in. Lihat Al-Darimi, al-Tarikh, hal. 150. Al-'ljli, op.cit.
hal. 286. Ibn Hibban, op.cit., juz 5, hal. 144, Al-Khatib, op.cit., juz 11. hal. 126.
15 At thabary, op.cit, juz 4, hal.486.
16 At thabary, op.cit, juz 4, hal.427

4
Resume Muhammad Hanif

suratnya bahwa jika engkau benar, serahkanlah pembunuh 'Uisman kepadaku. Kami
akan membunuh mereka juga sebagai gishash. Sesudah itu, ketahuilah bahwa saya
orang yang pertama mendukung Anda.17
2. Kebebasan bagi masyarakat Madinah mendapat jaminan yang tiada duanya. Karena
itu, ketika bai'at dilaksnakan untuk 'Ali tidak ada sedikitpun paksaan dan tekanan
dari siapa pun. Hal ini dapat dibuktikan dari dialog antara 'Ali dengan orang-orang
setelah 'Utsman terbunuh tatkala masyarakat akan memberikan baiat kepadanya.
"Ali meminta agar bai'at dilaksanakan di masjid, sehingga pelaksanaan bai at
tersebut berlangsung secara terbuka atas ridha kaum muslimin. 18Adapun riwayat
yang menukilkan tentang bai'at yang diberikan oleh Thalhah dan al-Zubair terhadap
Ali secara terpaksa, sama sekali tidak berdasarkan dalil, karena banyak riwayat yang
shahih yang menyatakan bahwa keduanya membai'at secara suka rela.
3. Kesenioran `Ali, keutamaannya dan kepatuhannya terhadap hukum-hukum al-
Qur'an dan al-Sunnah, amalnya yang sungguh-sungguh janji-janjinya di dalam
khotbah untuk menerapkan perintah dan larangan syara', tidak membuka peluang
kepada seseorang untuk memberi kecacatan atas kepemimpinannya bagi kaum
muslimin.
Dengan demikian dapat dikatakan bahwa 'Ali merupakan calon yang paling kuat
untuk menjadi imam setelah terbunuh 'Umar. 'Umar menunjuk 6 (enam) orang yang
berhak untuk dipilih, hanya saja dari empat orang yang bermusyawarah, yaitu
Abdurrahman, Sa'ad, Thalhah dan al-Zubair mengundurkan diri dan menyerahkan
kesempatan secara terbuka kepada dua orang yaitu Ali dan 'Utsman. Ini adalah
kesepakatan orang yang mempunyai hak bermusyawarah, jika tidak ada Utsman pasti
"Ali dan setelah meninggal 'Utsman, ia diajukan dan diunggulkan penduduk Madinah
untuk menjadi Khalifah.
Begitu juga tidak ada seorangpun dari sahabat Rasul yang pada waktu itu lebih
berhak untuk menjadi khalifah selain dari menantunya dan banyak lagi keutamaan lain
yang menjadi dasar atas dirinya. Ia termasuk kaum Muhajirin terdahulu, putera paman
Rasul, pengajuannya dan pencalonnnya untuk menjadi khalifah bagi kaum muslimin
Hanya saja hubungan kekerabatan seperti kaum muhajirin terdahulu , menantu, dan
selainnya, bukanlah satu-satunya keistimewaan Ali untuk memangku jabatan yang
sensitif dan berat itu. Tetapi di samping itu, ia mempunyai kemampuan dan kecakapan
yang tidak dipertentangkan lagi, seperti keberaniannya, kegesitannya, kecerdasannya
dalam kebenaran dan pandangannya yang luas di dalam menyelesaikan masalah
sehingga khalifah Umar sering mengambil pendapatnya jika ada hal-hal yang
diperselisihkan. Semua ini merupakan faktor utama tanpa diragukan lagi yang
menjadikannya sebagai satu-satunya calon untuk menjadi pemimpin kaum muslimin
pada fase yang sensitif dalam kehidupan mereka.

17 Al Khudhari, tarikh al umam al islamiyah, juz 2, hal.51.


18 Hasan Ibrahim, tarikh al islam al siyasi, juz 2, hal.73.

5
Resume Muhammad Hanif

1.2. POLITIK ALI (RA)

Sejak awal sudah nampak prinsip yang dipegang 'Ali (ra) dalam Politiknya
menghadapi pembunuhan 'Utsman adalah sikap sabar, telaten dan cermat. 'Ali memahami
betul konsekuensi-konsekuensi sikapnya, la memahami apa yang seharusnya dilakukan dan
apa yang tak perlu dilakukan dalam kondisi seperti di atas. Jawaban `Ali kepada pihak-pihak
yang menuntut agar ditegakkan hukum qishash terhadap pembunuh Utsman menunjukkan
kecerdasan dan kepiawaiannya yang tak kalah dengan kejeniusannya di bidang hukum dan
peradilan. Pengalaman politik termasuk elemen yang sangat dibutuhkan oleh seorang
pimpinan yang sukses. Karena dengan itu ia mampu mengukur keadaan dan menempatkan
setiap persoalan pada proporsinya, apalagi dalam kondisi ketika `Ali memegang kendali
kepemimpinan umat Islam, di mana suasana kacau masih mencekam, situasi sedang goncang,
pendapat simpang siur, masyarakat dilanda ketakutan, dan gambaran permasalahan yang
sesungguhnya masih kabur, karena kaum khawarij yang terus mengintai, belum juga
meninggalkan kota Madinah setelah terbunuhnya 'Utsman, hingga setelah pengangkatan 'Ali,
apakah yang mereka inginkan lagi setelah itu? Karena hal itu semua, 'Ali sebagai Amirul
Mu'minin ingin berhati-hati mungkin memperlakukan mereka dengan cara-cara yang etis dan
lemah dalam memperlakukan para pembangkang dan berusaha semaksimal lembut sampai
tiba waktunya yang tepat untuk menegakkan hukum Allah terhadap mereka.
Akan tetapi orang-orang yang tidak dapat memahami peta politik ini, dan mereka
yang telah terjebak dalam sikap emosional terhadap pembunuh 'Utsman, ingin cepat-cepat
mengambil tindakan pembalasan Sungguh keinginan menuntut balas atas kematian 'Utsman
sejak hari pertama pengangkatan 'Ali (ra), merupakan tindakan politik yang kurang bijak.
Begitu juga desakan yang bertubi-tubi kepada khalifah baru untuk menghukum qishash para
pembunuh khalifah yang lalu sesegera mungkin bukanlah suatu kebijaksanaan, karena hal itu
dapat menyulitkan bagi khalifah yang baru, karena hal itu sama saja artinya membiarkan
suasana kacau terus berlanjut, pembunuhan dan hiruk pikuk akan lebih marak lagi dan hal itu
akan diikuti oleh dampak-dampak yang sangat membahayakan yang tidak diketahui
ujungnya, kecuali hanya Allah Ta'ala. Tetapi `Ali (ra) benar-benar telah menempuh langkah
terbaik terhadap segala kemungkinan di balik tuntutan atas darah Utsman, dan ia berusaha
memberikan penjelasan kepada segenap penuntut -yang dipelopori oleh Thalhah dan Zubair
(ra) akan pandangannya tentang penangguhan proses perkara itu. Dalam sebuah diskusi
dengan mereka, 'Ali berkata. "Wahai saudaraku, aku bukannya tidak mengetahui tuntutan
kalian itu, tetapi apa yang bisa kulakukan terhadap suatu kelompok yang menguasai kita
tetapi kita tidak menguasai mereka? (Agar kalian ketahui bahwa budak-budak kamu telah
bergabung dalam pemberontakan mereka, orang-orang badui kamu ikut mendukung
perjuangan mereka, mereka mengepung kamu dan akan memperlakukan kamu semau
mereka. Nah, dalam kondisi seperti ini, mampukah kamu melaksanakan apa yang kamu
tuntut itu? Pada saat itu barulah mereka kembali ke akal sadar mereka, sehingga mereka
semua menjawab serentak: "Tidak!" Dan pada saat itu barulah Ali (ra) melihat mereka
mengerti permasalahannya. Ali tidak pernah berbeda pendapat dengan mereka tentang
biadabnya kejahatan yang dilakukan oleh tangan-tangan yang berdosa itu, seperti
diungkapkannya berbeda dengan apa yang kamu lihat.
Memang perbuatan itu adalah tentang sikap orang yang mungkin saja berbeda
tentang persoalan ini Mereka tidak seluruhnya sependapat. Ada yang sependapat

6
Resume Muhammad Hanif

dengan pihak penuntut darah Utsman, dan ada pula yang tidak sependapat dan
sebagian mengungkap sikapnya pribadi tentang kasus ini, katanya: "(tunggu) sampai
kepada mereka: "Demi Allah, aku tidak mempunyai pandangan yang ada pula yang
abstain (tidak punya pendapat sama sekali). Akhirnya ia mengungkap sikapnya pribadi
tentang kasus ini, katanya : “(tunggu) sampai suasana tenang sejenak, agar hati orang
masing-masing kembali kepada kesadarannya, yang berhak mengambil haknya.
Perubahan juga terasa dalam hal pemikiran sebagai akibat dari fitnah. Aliran
pemikiran bertambah banyak. Setelah orang-orang menganut satu mazhab sebelum
fitnah, mereka terbagi kepada beberapa golongan dan masing-masing golongan
memihak pada suatu golongan dan menantang pendapat golongan lainnya. Akibatnya,
ialah terjadinya perpecahan di kalangan umat. Dan hal inilah yang menyebabkan
lemahnya pusat khilafah dan penguasaan terhadap berbagai urusan. Pendirian Ali tetap
pada proporsinya. Ia tegas, kendati perubahan di sekitarnya berlangsung dengan sangat
cepat dalam berbagai sektor kehidupan, antara lain pada pemikiran orang-orang di
sekeliling khalifah, masalah kekhilafahan, masalah material dan berbagai perubahan
lainnya Tetapi "Ali tidak bergeser sedikitpun dari pendapatnya. Ia menegaskan "Bahwa
lebih baik hancur berantakan daripada memilih ikut hanyut dalam perkembangan yang
dapat mengorbankan kerasyidan dan keadilannya" Jika seorang politisi dikatakan
berhasil jika mampu menjalankan aktifitas politiknya dengan mengikuti perkembangan
masa, memanfaatkan kesempatan untuk kepentingan pribadi dan kelompok untuk
mendukung penguasa dan mempertahankan kekuasaan dengan berbagai cara, Ali pasti
tidak termasuk dalam kategori seperti ini. Tetapi jika politik dipahami sebagai
pemahaman yang baik, berupaya untuk kemaslahatan umat secara umum, serta
mengambil dan mengembangkan nilai-nilai positif, seperti menegakkan keadilan,
persamaan dan kebaikan, maka `Ali termasuk dalam tingkatan yang paling tinggi dalam
kategori politik.
Berdasarkan semua ini dapat disimpulkan bahwa Ali termasuk kepada kategori
politikus dan negarawan yang terbaik, sekiranya masa kekhalifahannya tetap seperti
hari-hari awal pemerintahannya. Adapun keadaan yang terjadi pada masa itu, tidak
sesuai dengan kecenderungan politiknya. Karena itu, ada yang menilainya bukan
politikus, lantaran tidak berhasil mewujudkan cita-cita politiknya yang bersih dan jujur
penuh keadilan tanpa pandang bulu.

7
Resume Madeni

1.3. DAMPAK SABA'IYAH DALAM FITNAH KEDUA

Ketika Ali mengutus Al-Qa'qa' Ibn 'Amr untuk mengadakan ishlah


(perdamaian/perbaikan) dengan pengikut al-Jamal, ia berkata kepada Thalhah dan al-
Zubair: "Aku bertanya kepada ummul Mukminin, apa yang pertama kali saya lakukan
untuk negeri ini? Ummul mukminin menjawab: memperbaiki orang, lantas bagaimana
pendapat Anda berdua, apakah mengikuti atau menolak? Keduanya menjawab:
"Mengikuti". "Ali melanjutkan perkataannya: "Jelaskan bagaimana bentuk perbaikan
itu"? Keduanya menjawab: "Meninggalkan pembunuh berarti dalam arti tidak
menghukum dengan hukuman yang setimpal, berarti meninggalkan al-Qur'an, dan jika
hal itu dilaksanakan berarti menghidupkan al-Qur'an".159
Ketika al-Zubair ditanya tentang mengapa ia keluar ke Basrah, ia berkata:
"Orang-orang pada beranjak untuk mengetahui daerah ini agar tuntutan berdarah
Utsman tidak dibatalkan. Sebab bila dibatalkan, itu berarti mengabaikan perintah al-
Qur'an yang selanjutnya dapat ditafsirkan sebagai menghina terhadap kekuasaan Allah
di antara kita. Jika tidak memutuskan hal seperti itu, maka tidak akan tinggal seorang
pemimpinpun kecuali dibunuhnya pula seperti peristiwa lalu.
Ketika rencana Thalhah dan al-Zubair untuk berangkat ke Basrah sudah matang,
keduanya datang menemui 'Aisyah lalu berkata: "Wahai mu'minin, janganlah berangkat
ke Madinah. Sebab Anda berangkat ke sana, pendukung-pendukung kita tidak akan
berangkat menyertaimu guna bersama-sama dengan pendukung-pendukung kita yang
ada di Madinah; tetapi pergilah bersama kami ke Basrah, dan jika Allah memperbaiki
keadaan niscaya itu akan menjadi keputusanmu".Al-Baihaqi meriwayatkan bahwa al-
Zubair ketika ia bertekad untuk kembali ke Madinah, anaknya yang bernama Abdullah
datang kepadanya dan berkata: "Kenapa engkau"? la berkata: "Sebutkanlah hadits yang
aku dengar dari Rasul (saw] ketika akan pulang. Anaknya berkata kepadanya. Apakah
engkau datang untuk berperang? Aku datang untuk memperbaiki dan mendamaikan
orang-orang yang berperang dan Allah akan memperbaikimu dalam urusan itu.
Tatkala Aisyah sampai di Basrah, berita ini pun sampai kepada Gubernur yang
diangkat oleh Ali bernama Utsman Bin Hunaif. Gubernur mengirim utusannya untuk
menemui Aisyah untuk mendapatkan informasi mengenai maksud kedatangannya di
Bashrah. Aisyah menjawab: "Kegelisahan penduduk dan perselisihan di antara mereka
(antar suku) telah mengganggu tanah haram (tempat) Rasulullah, membuat keonaran,
merendahkan hadits dan mengundang datangnya laknat Rasul-Nya. Apa yang mereka
lakukan, khususnya pembunuhan terhadap Utsman tanpa alasan, menghalalkan darah
haram, merampas harta benda haram dan menghalalkan tanah haram, dan bulan
haram... kaum muslimin termasuk orang yang alim semuanya keluar akibat ulah
mereka; demikian juga orang-orang di belakang kita, tidak seharusnya mereka datang
untuk memperbaiki semua ini.
Kami akan memperbaiki sesuai dengan apa yang diperintahkan Allah dan Rasul-
Nya, baik terhadap anak kecil, orang tua, lelaki maupun perempuan, ini tugas kita,
memerintahkan yang ma'ruf, melarang yang mungkar dan mengajak untuk
merubahnya. Ibn Hibban meriwayatkan bahwa 'Aisyah menulis surat kepada Abu Musa

8
Resume Madeni

al-Asy'ari gubernur Kufah dari pihak 'Ali. Dalam surat itu Aisyah menjelaskan bahwa
masalah Utsman telah terjadi sebagaimana engkau ketahui dan kemaslahatan manusia
sudah tiada. Perintahkanlah kepada mereka agar tinggal dirumah dan ridha afiah
sampai datang kepada mereka perbaikan urusan kaum muslimin yang mereka inginkan.
Ketika Ali sampai di Bashrah, ia datang menemui Aisyah dan menyatakan:
"Semoga Allah mengampuni engkau". Aisyah menjawab: "Dan kepadamu juga", lalu
'Aisyah menyambung pernyataannya bahwa aku tidak menginginkan sesuatu kecuali
perbaikan. Ketika Ali memerintahkan al-Qa`qa untuk mendamaikan orang-orang yang
terlibat dalam perang Jamal, ia memulai dengan Aisyah. Al-Qa qa mengajukan
pertanyaan kepada Ummul Mukminin sekitar masalah yang menjadi sebab sehingga
keluar berperang. 'Aisyah menjawab. "Untuk mendamaikan orang" Al-Zuhri
meriwayatkan ucapan 'Aisyah sebagai berikut: "Yang aku inginkan ialah orang-orang
mempertahankan tempatku, dan aku tidak mengira akan terjadi peperangan di antara
orang-orang tersebut. Seandainya aku tahu hal tersebut, aku tidak akan berpendirian
seperti itu sama sekali.
Ibn al-Arabi menguatkan pendapat di atas dengan mengatakan: "Adapun
keluarnya 'Aisyah ke perang Jamal, bukan bermaksud untuk berperang, tetapi karena
orang-orang pada berharap kepadanya dan mereka mengadu kepadanya tentang fitnah
yang terjadi serta mengharapkan keberkahan agar mampu mewujudkan perdamaian,
maka ia pun keluar. Aisyah mengira bahwa hal itu semua sebagai jalan keluar untuk
mewujudkan perdamaian dengan berpijak pada firman Allah swt Berdasarkan riwayat-
riwayat yang dikemukakan di atas, keseluruhan dapat dikatakan bahwa maka secara
Thalhah dan al-Zubair keluar dan rumah mereka bukan untuk berperang, tetapi untuk
tujuan mendamaikan dan untuk menyatukan orang-orang yang saling berselisih dalam
hal menuntut bela atas kematian 'Utsman.
Adapun dampak saba'iyah dalam Fitnah Kedua adalah
1. Terjadinya peperangan merupakan hasutan dari Kaum Saba'iyah
Para pengikut Aisyah, berusaha untuk melakukan perbaikan dan perdamaian itu
bukan hanya milik Thalhah, al Zubair dan Aisyah saja, tetapi juga Ali. Di dalam Tarikh
Imam al-Thabari dikatakan bahwa Ali ketika mau keluar menuju Bashrah, Ibn Rifa'ah
Ibn Rafi menghadap kepadanya dan berkata: "Wahai amirul mu'minin, apa yang engkau
inginkan? Dan kemana engkau akan membawa kami"? Ali menjawab: "Yang kami
inginkan adalah memperbaiki dan mendamaikan, mereka menerima dan mengabulkan
keinginan kita".
Dari jalur Saif diriwayatkan bahwa ada seorang lagi yang menghadap kepada Ali
dan bertanya: "Wahai amirul mu'minin, jika sekiranya Anda bertemu mereka? Ali
menjawab: "Telah jelas bagi kita dengan mereka. bahwa perdamaian dan menjaga agar
perang tidak terjadi adalah hal yang lebih utama. Jika mereka mengikuti hal itu, maka
itulah hal yang terbaik.. Jika mereka menolak, maka perang tidak bisa dielakkan lagi"."
Tatkala Amir Bin Mathar al-Syaibani datang kepada Ali dari Kufah, Ali bertanya
sekitar situasi Kufah. Amir menjelaskan keadaan tersebut. Lalu 'Ali bertanya lagi
tentang Abu Musa al-Asy'ari, Amir menjawab: "Jika amirul mu'minin menginginkan

9
Resume Madeni

damai, maka Abu Musa mendukungnya dan jika menginginkan perang, Abu Musa adalah
orang yang tidak setuju. Ali berkata: "Demi Allah aku tidak menginginkan perang,
kecuali berdamai"."
Ketika datang utusan datang dari Kufah di Zi Qar, Ali mengatakan kepada utusan
itu: "Wahai warga Kufah, Anda sekalian telah bertemu dengan penguasa ajam (asing)
maka engkau telah memelihara kesatuan mereka, dan aku mengundang kalian untuk
menyaksikan saudara-saudara kita di Bashrah jika mereka kembali maka itu yang kami
inginkan. Tetapi pa mereka menentang kita obati mereka dengan perlahan-lahan
sehingga mereka memulainya kepada kita dengan kezaliman. Kita akan mengutamakan
dan memilih damai daripada kehancuran, Insya Allah, Al-Hasan, putra All meriwayatkan
bahwa amirul mu'minin bersumpah: Demi Allah, kami tidak menginginkan kecuali
damai
Secara umum, dapat dikatakan bahwa Ali, Thalhah, dan al-Zubair serta Aisyah
tidak melihat sesuatu yang terbaik kecuali damai dan meninggalkan perang dan mereka
telah melakukannya. Tampak betapa puasnya Thalhah, dan al-Zubair dengan alasan
bahwa Ali memperlambat pelaksanaan qishash terhadap pembunuh Utsman sampai
keadaan tenang dan pusat kekhalifahan kuat, maka keadilan akan berjalan sebagaimana
mestinya.
Sebagian pendukung Thalhah dan al-Zubair mempergunakan kesempatan yang
diberikan oleh Ali dengan mengomentari keputusan Ali la berkata: "Sekiranya masalah
qishash terjadi sebelum hari ini, maka akan turun ayat Qur'an tentang peristiwa
tersebut. Di samping itu, juga akan ada penjelasan dari hadits Rasul". Sebagian orang
mengira bahwa tidak diperbolehkan menggerakkannya, yaitu 'Ali dan para
pendukungnya dan kami mengatakan tidak mesti kita melakukannya qishash tersebut.
Tentang hal ini Ali berkata: Meninggalkan mereka itu suatu perbuatan jelek. dan itu
lebih baik dari pada yang lebih jelek dari itu. Hampir saja jelas kepada kita. bahwa telah
ada hukum bagi kaum muslimin untuk lebih memilih yang lebih penting manfaatnya.
Sikap yang diambil Thalhah dan Zubair Pun tergolong mulia, tak kalah dengan
sikap Amirul Mukminin `Ali [ra]. Masing-masing menyongsong perdamaian dan
menyetujuinya, mereka enggan menumpahkan darah atau membunuh seorang muslim.
Orang cerdas tidak mungkin memahami bahwa tokoh-tokoh dari kedua kelompok inilah
sebenarnya yang menggerakkan pertempuran dan menyalakan api peperangan.
2. Para pembunuh Utsman, rekan-rekan Ibn Saba' -[mereka berhak menerima azab
dari Allah inilah yang menghidupkan sumbu peperangan Ketika para penduduk
memasuki rumahnya masing-masing dalam apinya agar mereka lepas dari kejaran
hukum Qishash. keadaan tenang.
Ali keluar demikian pula Thalhah dan Zubair. Mereka menyalakan bermufakat
dan membicarakan perselisihan. Mereka tidak menemukan jalan yang terbaik selain
perdamaian serta menghindari peperangan saat melihat situasinya mulai memburuk,
dan ketika berpisah, mereka tetap dalam kesepakatan itu. Ali kembali ke markasnya
demikian pula Thalhah dan Zubair Ali mengirim utusan ke para komandan regunya,
kecuali kepada para pengepung Utsman [ra].

10
Resume Madeni

Mereka semua sudah merasa mantap dengan tekad damai dan saling
memaafkan. Mereka tidak meragukan sedikitpun perdamaian itu. Masing-masing saling
berhadapan dan mengunjungi. Tidak ada pembicaraan dan niat mereka kecuali
perdamaian.
3. Sementara orang-orang yang menginginkan kerusuhan, menghabiskan malam
mereka dengan niat buruk, karena mereka bakal celaka. Sehingga mereka
bermusyawarah sepanjang malam. Salah seorang di antara mereka berkata,
"Masalah Thalhah dan Zubair sudah kita ketahui, sedang sikap Ali belum kita
ketahui hingga sekarang, sebab ia meminta masa bergerak pulang bersamanya
besok hari, dan ia tidak memperbolehkan ikut bersamanya orang-orang yang
terlibat dalam penganiayaan Utsman.
Nah sekarang, pandangan orang seluruhnya terhadap kita adalah sama. Jika
mereka sukses berdamai bersama Ali, konsekuensinya adalah nyawa kita Ibn Sauda,
julukan Abdullah Ibn Saba' yang menjadi jenderal mereka, memberikan arahan,
katanya: "Sesungguhnya kesuksesan kamu tergantung pada kemampuan kamu dalam
memobilisasi massa, maka ambillah muka mereka".
Apabila massa besok bertemu, maka provokasilah mereka untuk berperang.
Jangan beri kesempatan mereka berfikir jernih. Jika di antara orang-orang yang kamu
susupi itu, ada yang menolak - sementara Ali, Thalhah dan Zubair sibuk dengan hal lain
yang bukan perdamaian-, maka yakinkan dia dengan visi kita dan berpencarlah kamu
dalam kedua kubu itu tanpa disadari oleh massa.
Mereka akhirnya sepakat dengan pendapat ini dengan menyulut peperangan
secara rahasia. Mereka keluar di kegelapan malam, tanpa disadari oleh tetangga
mereka. Orang-orang mereka yang berasal dari suku Mudhar menyusup ke kelompok
Mudhar. Yang berasal dari suku Rabi'ah memprovokasi kelompok Rabi'ah. Mereka
membagi-bagikan pedang selanjutnya memberontaklah penduduk Bashrah.
Tiap-tiap kelompok menyerang orang-orang yang datang dengan tiba-tiba.
Thalhah dan Zubair lewat di hadapan orang dari Mudhar. Mereka memanggil sayap
kanan, yakni Rabi'ah yang dikomandani oleh Abdurrahman Ibn al-Harits bin Hisyam,
dan sayap kiri yang dipimpin oleh Abdurrahman ibn Attab ibn Usaid. Thalhah dan
Zubair tetap berada di tengah-tengah barisan sambil berkata, "Ada apa ini? Mereka
mengatakan: "Kami diserang penduduk Kufah pada malam hari", Kedua orang ini
berkata, "Kami tidak mengetahui. apakah Ali merubah niatnya, sehingga mengakibatkan
pertumpahan darah dan menghalalkan yang haram, dan dia tidak akan mena Kemudian
keduanya kembali ke penduduk Bashrah Penduduk menyerang kekuatan mereka
hingga berhasil memaksa mereka mund ké pos mereka.
Ali dan penduduk Kufah mendengar keributan itu Kelompok bn Saba sudah
menempatkan orang-orangnya dekat dengan A untuk menyampaikan kepada Ali apa
yang mereka inginkan. Maka ketika A berkata Ada apa ini?. Orang itu menjawab, "Kami
dikejutkan oleh sekelompok orang dari mereka menyerang kami, lalu kami terpaksa
memukul mundur mereka. Lantas Ali memerintahkan barisan sayap kanannya menuju
sayap kanan dan yang kiri menuju sayap kiri. Kelompok Ibn Saba' tak berhenti

11
Resume Madeni

memprovokasi, Riwayat tersebut juga dikuatkan oleh Ibnu 'Asakir dalam kitab Tarikh
nya, bahwasanya Aisyah [ra] meminta Ka'ab Ibn Saur menyodorkan Al Qur'an untuk
menyeru mereka kembali kepadanya. Lantas ia sodorkan mushaf.
Kelompok yang berada di dalam laskar 'Ali menerimanya, sedangkan di hadapan
mereka kelompok Ibn Saba' takut terwujudnya perdamaian. Ka'ab menyambut mereka
dengan mushaf. Sementara Ali [ra] berada di belakang mereka untuk mencegah mereka.
Namun mereka tetap maju menyerang. Mereka memanahnya Ka'ab dengan anak panah,
ia pun tersungkur ke tanah. Di sisi lain, Thalhah menyeru dari atas kendaraannya,
sementara massa sudah mengerumuninya, lalu ia menyeru: "Hai manusia, apakah kamu
bisa mendengar sejenak"? Tapi, massa justru semakin beringas dan tidak
menghiraukannya. Ia hanya bisa berkata: "Berhenti, berhentilah wahai laron laron api.
Pada saat pertempuran sedang berkecamuk, yang sesungguhnya tidak
dikehendaki oleh kedua belah pihak dari sahabat, Ali [ra] merasa sangat pilu melihat
korban-korban bergelimpangan dari kedua belah pihak. Beliau berkata, "Seandainya
aku mati dua puluh tahun sebelum peristiwa ini Habib Ibn Abi Tsabit mengutip
perkataan 'Ali yang berujar pada peristiwa Jamal, "Ya Allah bukanlah ini kemauanku, Ya
Allah bukanlah ini kemauanku Bahkan kala 'Ali melintas di dekat mayat Thalhah yang
terbunuh, sambil menghapuskan debu di wajahnya, beliau berkata, "Berat rasaku
menahan kesedihan ini hai Abu Muhamad, sesungguhnya aku melihatmu gemerlapan di
bawah gugusan bintang di langit". la melanjutkan, "Hanya kepada Allah adukan
kesusahan dan kegundahan ku", Beliau dan sahabat menangisi Thalhah. Ketika
pembunuh Zubair [mudah-mudahan Zubair memperoleh kehormatan] menemui 'Ali
dengan membawa pedang yang direbutnya dari tangan Zubair untuk dihadiahkan
kepada 'Ali.
Ali sangat sedih sambil memegang pedang itu dan berkata, "Begitu lama pedang
ini menghapus kesusahan dari muka Rasulullah. Bergembiralah wahai pembunuh Ibn
Shafiyah (maksudnya Zubair) dengan api neraka". Ali tak mengizinkan pembunuh
Zubair menemuinya." Ali menshalatkan para syuhada kedua pihak; baik penduduk
Bashrah maupun Kufah, demikian pula beliau menshalatkan orang-orang Quraisy dari
kedua pihak, mereka ada yang penduduk Madinah dan Mekkah Beliau menguburkan
mereka di pemakaman yang luas, Jika Aisyah [ra] membaca ayat " "Diamlah kamu wahai
para istri Nabi- di rumahmu", beliau menangis sampai cadarnya basah. Ketika beliau
mengingat peristiwa Jamal, ia berkata, "Sekiranya aku tetap di rumah sebagaimana
teman-temanku" Dalam riwayat Ibn Abi Syaibah, "Seandainya aku sekuntum mawar
yang tidak menelusuri jalan.
Pengaruh kelompok Ibn Saba' dalam perang Jamal dan dalam menyalakan
sumbu peperangan sudah hampir menjadi kesepakatan para ahli sejarah dan ulama.
Terkadang mereka menyebutnya dengan gelar pengacau, perusuh, atau pengumbar
hawa nafsu (ashhab al-ahwa). Sebagian menyebut mereka pembunuh Utsman atau
menyebut dengan tegas kelompok Sab'iyah. Di dalam "Akhbar al-Basrah" karya Ibn
Syu'bah disebutkan, bahwa orang yang terlibat dalam pembunuhan Utsman [ra] merasa
takut terciptanya perdamaian dalam dua kelompok -Ali dan Thalhah -untuk memerangi

12
Resume Madeni

mereka. Maka mereka memprovokasikan perang diantaranya sehingga terjadilah


peperangan itu.
Ya'qub Ibn Sufyan al-Fasawi dari 'Amr Ibn Ja'wan meriwayatkan, "Ketika dua
pasukan itu bertemu, Ka'ab Ibn Saur membawa mushaf yang ia dengungkan kepada
mereka dengan nama Allah dan Islam, namun ia tetap terbunuh. Dalam riwayat al-
Tabari dan Ibn Asakir disebutkan bahwa kelompok Ibn Saba' yang memanahnya dengan
anak panah sehingga ia tewas, Imam Thahawi berkata, "..terjadinya perang Jamal bukan
atas usaha dari kelompok Ali dan Thalhah serta Zubair. Yang mengobarkannya adalah
para perusak, tanpa ikut serta para sahabat" Al-Baqillani menegaskan: "Sebagian besar
ahli ilmu berpendapat, bahwa perang di Bashrah di antara mereka, bukanlah dimulai
dengan niat untuk perang, tetapi spontanitas.
Dasarnya adalah pembelaan diri masing masing pihak dari serangan pihak
lawan, karena mereka kedua belah pihak mengira bahwa lawannya telah menyalahi
kesepakatan mereka. Tadinya persoalan mereka telah selesai dengan lancar,
perdamaian terwujud dan mereka berpisah dengan kerelaan. Tapi pembunuh Utsman
takut kalau mereka akan tertangkap, karena kedua belah pihak sudah bersatu. Lalu
mereka berkumpul, bermusyawarah dan berbeda pendapat. Akhirnya mereka sepakat
untuk berpecah ke dalam dua golongan, dan mereka memulai perang dinihari dalam
dua laskar dan menyusup di dalamnya. Mereka yang berada di laskar Ali berteriak,
"Bahwa Thalhah dan Zubair telah berkhianat", sementara temannya yang berada di
laskar Thalhah dan Zubair berteriak bahwa, "Ali telah berkhianat. Mereka lakukan itu
seperti Apa yang mereka rencanakan, lalu perang pun pecah. Masing-masing kelompok
membela diri dan mencegah darah mereka tumpah. Hal ini adalah sikap yang benar dari
kedua golongan, dan merupakan ketaatan kepada Allah ketika itu. Cerita inilah yang
benar dan masyhur, versi inilah yang kami benarkan dan kami yakini, Qadhi Abdul
Jabbar mengutip pendapat ulama tentang adanya kesepakatan Ali, Thalhah, Zubair, dan
Aisyah [ra] untuk damai, meninggalkan perang dan menerima pandangan terhadap
persoalan ini. Sementara orang-orang yang berada dalam laskar dari pihak pembunuh
Utsman tidak menyukai permufakatan itu. Mereka takut akan bersatunya umat Islam
memerangi mereka. Lalu mereka rancanglah cara-cara kotor di atas dan mereka
berhasil.
Sementara Qadhi Abu Bakr Ibn al- Arabi menegaskan, 'Ali tiba di Bashrah, orang-
orang mendekati dan melihatnya. Tapi orang-orang yang punya kepentingan (ash-hab
al-ahwa') tidak membiarkan mereka. Mereka segera menumpahkan darah. Perangpun
berkecamuk. Banyak perusuh bersama-sama dengan pembangkang. Sehingga
penerangan dan dalil dalil tak Pembunuh Utsman bersembunyi. Satu pengkhianat saja
bisa merusak barisan laskar, bagaimana kalau seribu pengkhianat.
Ibn Hazm mengatakan, "..keterangan tentang masalah tersebut adalah bahwa
mereka sepakat untuk tidak perang dan tidak saling menyerang. Ketika malam tiba,
pembunuh Utsman tahu bahwa ada rencana menyerang mereka. Lantas mereka
mengatur barisan Thalhah dan Zubair serta membagi-bagi pedang. Kelompok ini
berusaha membela diri dari tuntutan, sehingga mereka bersatu dengan laskar Ali.
Laskar ini membela dirinya pula. Masing-masing berprasangka bahwa yang lain telah

13
Resume Madeni

memulai peperangan. Jadi, persoalan menjadi bercampur baur. Tak satupun dapat
membela yang lain kecuali dirinya sendiri. Kelompok fasik dari pembunuh Utsman tidak
henti-hentinya melakukan penyerbuan dan menyalakan api peperangan. Masing-
masing golongan dalam posisi benar pada sasaran, tujuannya yaitu membela dirinya.
Zubair meninggalkan peperangan berkecamuk. Thalhah diterjang anak panah yang
nyasar, ketika ia berdiri karena tidak tahu penyusupan itu, lalu ia terluka. Luka yang
mengenainya adalah luka yang pernah dialaminya dalam perang Uhud bersama
Rasulullah. Ketika mau pergi, ia pun wafat saat itu. Ibn Asakir mengutip, bahwa
kelompok Ibn Saba' berada di barisan terdepan. Mereka bersikukuh untuk maju
bertempur dan memprovokasi. Oleh karena mereka takut terjadinya perdamaian.
Beginilah peran aktif Saba'iyah (kelompok Ibn Saba') dalam peperangan itu.
Peranannya adalah menyalakan api peperangan ketika menemukan momentumnya.
Mereka senantiasa tampil ke depan membakar semangat bila melihat suasana mulai
redup di medan perang, lalu mereka menyerang. Ketika api peperangan telah bernyala,
mereka girang dan tetap berkukuh untuk melakukan peperangan. Hal inilah yang
mereka lakukan hingga akhir perang Jamal. Yang membantu kelompok konspirator ini
adalah kemampuannya menyusup dalam barisan umat dengan satu keyakinan bahwa
jika umat ini bersatu, akibatnya adalah kehancuran pimpinan pimpinan mereka,
Pengaruh Saba'iyah bukan hanya di perang Jamal, tetapi terus langsung peranan
mereka dalam merusak di masa berikutnya. Ketika All selesai dari peristiwa Jamal,
beliau meninjau baitulmal (kas negara) di Rashrah Di sana terdapat lebih dari enam
ratus ribu (dirham).
Uang itu bagi-bagikannya kepada orang yang ikut dan bersamanya pada perang
Jamal Masing-masing mendapat lima ratus dirham. Beliau mengatakan, kalian nanti
dapat berhasil di Syam, kalian akan mendapat imbalan sejumlah itu lagi. Saat itu
Saba'iyah menyelinap, kemudian menikam Ali dari belakang. Beginilah tampak dari
luar, Saba'iyah ikut bersama-sama dengan Ali, tetapi pada hakikatnya Saba'iyah tidak
akan berpihak kepada Ali kalau bukan karena keyakinan mereka dapat memanfaatkan
Ali dan mengeksploitasinya untuk kepentingan paham mereka yang sudah masyhur.
Namun akhirnya 'Ali menolak pendapat mereka, mempertanyakan kebenaran faham
yang mereka anut dan tidak menyetujuinya. Sehingga membuat mereka tersinggung
dan marah, Hanya saja mereka tak berani menggulingkan 'Ali secara terang-terangan.
Mereka hanya diam sambil menyimpan dendam dan bekerja terus melawan Ali secara
diam-diam dengan cara menyebarkan fitnah dan isu di tengah-tengah kelompok dan
pendukung 'Ali serta mengisukan perpecahan di tubuh partainya.
Saba'iyah memandang tak perlu tinggal lama di Bashrah setelah berakhirnya
peperangan. Mereka mendesak Ali agar berangkat, sebagaimana diceritakan al-Thabari.
Mereka pergi tanpa seizinnya. Akhirnya Ali mencium juga target mereka dan
perselisihan mereka dengannya. Lalu Ali berangkat menelusuri jejak mereka untuk
memotong rencana mereka, jika mereka menginginkan sesuatu yang buruk atas
dirinya.Dari penyajian di atas, kiranya tampak jelas, tanpa mengandung keraguan
sedikitpun, akan peranan Sab'iyah dan kamerad-kameradnya dalam peristiwa Jamal.

14
Resume Madeni

Peran mereka tidak hanya terbatas dalam memicu kekacauan pertama sehingga
menyebabkan terbunuhnya Utsman [ra]. Tetapi juga mereka memainkan peran yang
sangat penting pada fitnah kedua sebagai ekses dari terbunuhnya 'Utsman, yang
berakibat buruk terhadap persatuan kaum Muslimin dan menimbulkan perpecahan
mereka.

15
Resume Madeni

PASAL 2

2.1. SIKAP PARA SAHABAT YANG MENUNTUT PERTANGGUNGJAWABAN ATAS


KEMATIAN UTSMAN

Terbunuhnya 'Utsman [ra] merupakan sebab langsung terjadinya krisis dan


timbulnya fitnah kedua, di mana terjadi silang pendapat dan perbedaan ad dalam cara
menghukum kalangan Khawarij yang telah membunuh man [ra].
1. Sebagian sahabat berpendapat bahwa kewajiban yang pertama bagi umat adalah
mengisi kekhalifahannya dan melakukan hash terhadap orang yang membunuh
Utsman.
2. Sedangkan yang lain berpendapat bahwa langkah pertama yang harus ditempuh
adalah mempersatukan kata dan mewujudkan stabilitas keamanan serta bersabar
sampai keadaan kembali normal saat itu akan terbuka kedok komplotan dan
mengupayakan untuk sampai pada terwujudnya kestabilan kembali.
3. Kelompok yang ketiga berpendapat bahwa khalifah yang teraniaya itu, dak berusaha
menghindar dari pengepungan orang-orang yang berdosa dan mencegah para
pengikutnya (orang-orang yang beriman) terlibat dalam pengepungan. Maka
prioritas yang harus dilakukan orang yang sesudahnya adalah menjaga kedamaian
menghindari persengketaan.
mereka terpecah menjadi tiga kelompok:
1. Kelompok yang berijtihad bahwa kebenaran pada sisi ini sedangkan yang
berseberangan dengan mereka adalah pembangkang. dan wajib diperangi.
2. Dengan ijtihad mereka mengatakan bahwa kebenaran berada di pihak sisi yang lain
maka wajib mereka membantunya, dan memerangi pembangkang adalah
merupakan keharusan.
3. Kelompok yang terdapat kesamaran pola pikir mereka dan mereka bingung. dan
menampakkan pilihan salah satu di antara dua sisi tersebut. Maka mereka
menghindar dari dua kelompok di atas, dan penghindaran ini merupakan kewajiban
dalam hak mereka karena tidak sah melangkah untuk memerangi seorang muslim
sehingga jelas bahwa mereka berhak untuk diperangi".
Sikap sahabat Yang Menuntut Eksekusi Atas Kematian 'Utsman
1. Aisyah [ra] tatkala sampai di Bashrah menuntut masyarakat dengan dua perkara,
yang pertama menuntut qishash atas terbunuhnya 'Utsman [ra]. yang kedua
menuntut tegaknya kitab Allah Azza wa Jalla.
2. Tampaknya para sahabat [ra] sepakat atas ditegakkannya hukum qishash terhadap
para pembunuh Utsman.
3. Perbedaan pendapat mereka hanya soal waktu pelaksanaannya saja. Thalhah,
Zubair, Aisyah, dan Muawiyah berpendapat untuk menyegerakan qishash atas
mereka yang mengepung Utsman sampai beliau terbunuh dan memerangi mereka
lebih awal itu lebih utama.

16
Resume Madeni

4. Sementara pendapat `Ali [ra] beserta para pengikutnya adalah menangguhkan


pelaksanaan qishash sampai kokohnya posisi kekhalifahan, lalu ahli waris 'Utsman
mengajukan tuntutan kepada Ali atas orang-orang yang telah ditentukan.
5. Setelah diajukan bukti-bukti kuat yang menjerat mereka, khalifah menjatuhkan
hukuman atas mereka-mereka yang telah terbukti terlibat. Karena orang-orang yang
mengepung 'Utsman itu tidak hanya dari satu suku saja, akan tetapi dari beberapa
kabilah (suku). Hanya saja yang perlu dipikirkan lebih matang bahwa melaksanakan
eksekusi (qishash) atas sejumlah orang tanpa didahului oleh pengajuan tuntutan
dari pihak keluarga korban kepada imam, dan imam menjatuhkan hukumannya,
dipastikan akan menimbulkan pecahnya perang secara meluas di mana banyak
orang yang tidak bersalah akan ikut menjadi korban. Karena pertimbangan inilah,
maka pendapat Ali (ra) dinilai lebih bijaksana dan lebih matang, daripada pendapat
Thalhah, Zubair, Aisyah dan Muawiyah seperti yang terdapat dalam teks-teks
syariah.
6. Para ahli fatwa,sepakat, bahwa seseorang tidak berhak untuk melakukan qishash
terhadap orang lain sendirian dan mengambil dan menolong tanpa adanya campur
tangan sulthan, atau orang yang diangkat oleh sultan sebagai wakilnya, karena hal
itu dapat menimbulkan bencana dan keadaan yang tidak menentu. Oleh karena itu
Allah memberikan wewenang kepada sulthan itu untuk menangkap orang yang
dinilainya bersalah."
7. Tampak secara lahiriah Thalhah, Zubair, Aisyah dan Mu'awiyah berkeyakinan
bahwa terbunuhnya Utsman adalah suatu kejahatan yang terbesar, sedangkan
menghilangkan kemungkaran itu sendiri secara substansi adalah merupakan wajib
kifayah bagi setiap orang yang mampu, yang tidak hanya dibebankan pada imam
saja. Sedangkan peran mereka dalam Islam dan kaum muslimin menuntut agar hal
itu mereka lakukan. Inilah alasan kenapa mereka keluar ke Bashrah. Akan tetapi,
mereka melakukan interpretasi dalam memahami ketentuan agama, ketika mereka
tergesa-gesa menghilangkan kemungkaran ini.
8. Di mana luput dari ingatan mereka dan juga Mu'awiyah, bahwa menghilangkan
kemungkaran di sini terkait dengan qishash terhadap orang-orang yang telah
melakukannya. Dan melaksanakan qishash atas mereka akan tergantung pada imam,
dan pengajuan bukti oleh kerabat korban terhadap si pembunuh.
9. Kemudian imam menjatuhkan hukuman sesuai dengan mekanisme itu. Akan tetapi
ijtihad mereka membuat mereka untuk tidak bertindak menuntut prosedur itu. Oleh
karena itu yang dapat dikatakan untuk mereka ialah bahwa mereka melakukan
ijtihad tetapi ijtihadnya keliru, mereka mendapatkan satu pahala dari ijtihad
mereka.
10. Sementara Thalhah dan Zubair [ra] lebih mendekati kebenaran dari pada Mu'awiyah
[ra] pada empat hal.
a. Pertama, Bai'at mereka berdua kepada Ali [ra) dengan sukarela samping
pengakuan mereka atas keutamaan 'Ali, Sedangkan Mu'awiyah tidak
membaiatnya sekalipun dia mengakui keutamaan Ali."
b. Kedua, Posisi keduanya dalam Islam dan kaum muslimin, sedangkan Mu'awiyah
tidak diragukan berada di bawah keduanya."
c. Ketiga, Keduanya menghendaki memerangi kaum Khawarij memusuhi 'Utsman
saja dan tidak menghendaki berperang dengan Ali dan orang-orang yang
17
Resume Madeni

bersamanya pada waktu perang Jamal." Sedangkan Mu'awiyah berkeras untuk


melakukan peperangan dengan Ali dan para pengikutnya pada perang Shiffin."
d. Keempat, Keduanya tidak menuduh Ali lamban dan berlaku lunak dalam
menegakkan qishash terhadap para pembunuh Utsman, sedangkan Mu'awiyah
dan para pengikutnya menuduh 'Ali seperti itu.

Imam al-Qurthubi berkata dalam kitab tafsir surat al-Hujurat yang redaksinya
sebagai berikut: "Tidak pantas untuk menisbatkan kesalahan kepada salah seorang
sahabat secara pasti karena mereka semua berijtihad dalam tindakan mereka, dan
mereka sepenuhnya mengharap ridha Allah". Sesungguhnya Amirul mukminin [ra]
mengakui hak Thalhah, Zubair dan Aisyah [ra] dalam menuntut kematian 'Utsman,
karena mereka semua memiliki hujjah dan alasan dari pendapat mereka itu yang
disampaikan semata-mata karena Allah. Dan ketika Abu Salamah al-Dalani berdiri dan
berkata: "Apakah bagi mereka yang menuntut kematian 'Utsman itu ada hujjahnya, jika
mereka hanya menghendaki ridha Allah semata? "Ali menjawab: Ya!
Hanya saja kekeliruan dalam sikap mereka adalah pada tuntutan mereka yang
keras untuk segera melakukan pembalasan terhadap pembunuh Utsman sementara
situasi dan kondisi belum memungkinkan untuk melaksanakan itu, karena menghindari
kerusakan itu lebih utama daripada mengambil kemaslahatan. Ali mengisyaratkan hal
itu dalam penegasannya: "Kami mengajak kalian untuk mengakui mereka, -para
pembunuh 'Utsman- adalah salah, tetapi itu lebih baik dan mudharat yang lebih parah
yakni timbulnya peperangan dan perpecahan.
Secara ringkas dapat dikatakan bahwa yang nampak dalam teks bahwa Zubair
dan Thalhah [ra] hampir saja mundur dari sikap mereka yang menuntut ditegakkan
hukum syari'at terhadap para pembunuh Utsman, dan beralih kepada sikap Ali [ra]
tatkala delegasi al-Qa qa' Ibn 'Amr yang dipercaya untuk melobi mereka bersama
dengan Aisyah [ra] berhasil menyakinkan mereka untuk menerima pandangan 'Ali.
Sebagai bukti adanya perubahan sikap itu adalah apa yang diucapkan oleh
Thalhah dan Zubair kepada Shabrah Ibn Syaiman salah seorang pemimpin Bashrah
tatkala ia menemui keduanya, yang sedang menunggu putusan perdamaian seraya
berkata kepada keduanya: "Wahai Thalhah, wahai Zubair! Marilah segera kita
selesaikan orang ini. Mengambil sikap dalam perang jauh lebih baik ketimbang berdiam
menunggu". Mereka menjawab: "Wahai Shabrah sesungguhnya kita dan mereka itu
sama-sama muslim, dan masalah ini tidak pernah terjadi sebelumnya, sehingga tidak
ada ayat Qur'an yang turun menerangkannya dan juga tidak terdapat pada sunnah
Rasul (saw]".
Sungguh ini adalah hal yang baru. Sebagian orang berpendapat agar masalah ini
(qishash) jangan dulu disanjung sekarang. Pendapat ini adalah pendapat 'Ali dan orang-
orang yang ada di sekitarnya. Lalu kami sampaikan kepadanya, seyogianya masalah ini
jangan kita biarkan berlarut-larut. Ali memberi jawaban: "Yang kami ajak kalian adalah
mengakui mereka itu, adalah buruk, tetapi itu jauh lebih baik ketimbang hal yang lebih
parah lagi, yaitu masalah yang tidak ada ujungnya. Hampir saja

18
Resume Madeni

Adalah keliru jika ada yang mengatakan bahwa kepergian Thalhah dan Zubair itu
adalah karena ambisi kekhilafahan dan menghasut orang orang untuk hal itu. Ibn
Syu'bah membantah hal itu dalam kitabnya Akhbar Al-Basrah dengan sebuah
pernyataan: "Tak seorangpun yang mengatakan bahwa Aisyah beserta para
pengikutnya menentang Ali lantaran masalah khilafah. Dan tidak mengkampanyekan
seseorang di antara mereka untuk merebut kekhalifahan darinya, akan tetapi yang
mereka tentang dari Ali adalah sikapnya yang mempertahankan pembunuh Utsman dan
tidak melakukan qishash terhadap mereka."
Sungguh sangat menyakitkan hati mereka, peristiwa yang berakhir dengan
terbunuhnya 'Utsman, ia gugur di tangan mereka, dan mereka merasa bersalah karena
tidak menunaikan tanggungjawab yang seharusnya di pundak mereka, karena itu
mereka keluar untuk menuntut darah kematian Utsman. Tatkala Zubair berjalan
menuju ke Bashrah ia berpapasan dengan Malih Ibn Auf al-Sulami yang mengucapkan
salam kepada Zubair, seraya berkata: "Wahai Abu Abdillah! Ada apa yang terjadi"? la
menjawab: "Pikiranku bertumpu pada Amirul Mu'minin. Dia terbunuh tanpa alasan
yang benar". la bertanya: "Di tangan siapa"? katanya: "Di tangan perusuh, la bertanya
lagi: "Jadi sekarang apa yang anda inginkan"? jawabnya: "Ingin mengajak orang untuk
mengetahui darahnya itu, agar tidak sia-sia. Mengabaikannya berarti mengabaikan
kekuasaan Allah selamanya di depan kita. Bila orang-orang semacam itu dibiarkan,
niscaya tak seorang imam pun yang akan hidup lagi di tangan mereka"." Thalhah
berkata tatkala panah menancap padanya pada perang Jamal: "Ya Allah ambillah dari
saya untuk 'Utsman sehingga Engkau ridha"."
Tatkala berita terbunuhnya 'Utsman Ibn 'Affan sampai kepada Aisyah. yang
waktu itu sedang berada di Sarf," la berkata: "Demi Allah Utsman mati teraniaya. Demi
Allah saya akan menuntut darahnya." Menurut Ibn Hazm, "Adalah suatu kebenaran yang
tidak diragukan bahwa mereka ke Basrah bukanlah untuk memerangi Ali, bukan untuk
berselisih dengannya, dan bukan pula untuk mencabut baiat kepada Ali. Bila mereka
menginginkan hal itu pasti terjadi baiat kepada selain Ali. Bai'at mereka pada Ali adalah
suatu hal yang tidak diragukan dan diingkari oleh seorangpun. Dengan demikian
benarlah bahwa kedatangan mereka ke Basrah untuk mencegah perpecahan yang
terjadi dalam tubuh umat Islam.
Dalam kitabnya Waq'at Shiffin, Ibn Muzahim meriwayatkan bahwa Abu Muslim
al-Khaulani berkata kepada Mu'awiyah: "Hai Mu'awiyah! Berita yang sampai kepada
kami bahwa anda hendak memerangi Ali Ibn Abi Thalib. Bagaimana anda bisa
mengunggulinya, sedangkan anda tidak punya keutamaan seperti yang dimilikinya?
Muawiyah menjawab: "Saya tidak mengatakan bahwa saya mempunyai kelebihan
seperti 'Ali, tapi apakah kalian tidak mengetahui bahwa 'Utsman itu dibunuh dalam
keadaan teraniaya"? Mereka menjawab: "Benar". Kemudian Mu'awiyah berkata,
"Serahkan kepada kami pembunuh Utsman, niscaya kami akan menyerahkan masalah
ini (bai'ah) kepada Ali",
Al-Qadhi Ibn al- Arabi, mengatakan bahwa penyebab peperangan penduduk
Syam dengan penduduk Irak adalah perbedaan sikap antara kedua belah pihak.
Penduduk Irak mengajak untuk membaiat 'Ali demi satu kata dalam masalah

19
Resume Madeni

kepemimpinan, sedangkan penduduk Syam mengajak untuk menangkap pembunuh


'Utsman, dan mereka mengatakan, kami tidak akan membaiat orang yang melindungi
pembunuh.
Imam al-Haramain al-Juwaini mengatakan bahwa walaupun Muawiyah
memerangi 'Ali namun ia tidak mengingkari kepemimpinan 'Ali dan tidak mengaku
sebagai pemegang kepemimpinan itu. Sesungguhnya ia menuntut pembunuhan Utsman,
dengan asumsi bahwa dia adalah benar.
Sementara itu al-Hafizh Al-Zahabi melaporkan dari Ya'la Ibn 'Ubaid dari
bapaknya,” dia berkata: Abu Muslim al-Khaulani dan sejumlah orang datang kepada
Mu'awiyah dan menanyakan, "Apakah anda ingin menyaingi Ali? Apakah anda selevel
dengan dia"? Mu'awiyah menjawab: "Tidak Demi Allah saya sadar bahwa Ali lebih
afdhal dari saya dan lebih berhak daripada saya dalam persoalan ini. Tapi apakah kamu
tidak tahu bahwa Utsman itu terbunuh secara zalim, sedangkan saya adalah anak
pamannya. Saya menuntut kematian 'Utsman itu. Datangilah 'Ali dan katakan padanya,
serahkan kepada saya pembunuh 'Utsman dan saya akan menyerah kepadanya".
Ibn Hajar dalam Al-Ishabah mengatakan: Kemudian Mu'awiyah menetap
bersama penduduk Syam, dan ia adalah gubernurnya pada masa Utsman dan sebelum
masa 'Umar. Kemudian ia mengajak untuk menuntut atas terbunuhnya 'Utsman. Di
antara keyakinan Ahlussunnah wal al-Jama'ah bahwa yang terjadi antara Muawiyah dan
Ali bukan karena perebutan kekuasaan karena telah ada ijma' (konsensus) bahwa hal
itu adalah hak Ali, Demikian pula kasus tragedi itu bukanlah disebabkan hal tersebut.
Peperangan terjadi karena Mu'awiyah dan orang-orang yang bersamanya meminta
diserahkannya pembunuh Utsman kepada mereka, karena Muawiyah adalah anak
pamannya 'Utsman. Namun Ali tidak mengabulkan permintaan itu.
Demikianlah banyaknya riwayat yang menunjukkan bahwa Muawiyah
sebenarnya menuntut pembalasan atas terbunuhnya 'Utsman. Dia sendiri sebenarnya
sudah menegaskan akan tunduk kepada 'Ali bila ia melakukan qishash terhadap
pembunuh 'Utsman. Kalau diasumsikan bahwa ia mengangkat masalah qishash dan
pembalasan terhadap terbunuhnya Utsman sebagai alasan untuk membunuh Ali dan
mengambil kekuasaan, maka apakah yang akan terjadi seandainya 'Ali dapat melakukan
qishash terhadap pembunuh Utsman? Pasti hasilnya adalah Muawiyah tetap tunduk
kepada Ali dan akan membaiatnya, karena dia mempunyai komitmen mengenai itu
dalam sikapnya terhadap fitnah tersebut.
Sebagaimana juga bahwa semua yang berperang bersama Mu'awiyah
berdasarkan kepada keinginan untuk melaksanakan qishash terhadap pembunuh
Utsman. Sebaliknya bila di dalam hati Muawiyah terdapat maksud-maksud tertentu
yang tidak dia kemukakan, maka sikap itu selanjutnya akan menjadi sebuah tindakan
yang beresiko tinggi. Hal ini tidak akan ia lakukan bila dia mempunyai ambisi untuk
kekhalifahan itu.
Mu'awiyah [ra] adalah salah seorang penulis wahyu dan salah seorang sahabat
terkemuka yang ucapannya paling tepat, dan paling pengasih. Bagaimana dapat diyakini
bahwa ia membunuh khalifah yang sah dan menumpahkan darah umat Islam demi

20
Resume Madeni

kekuasaan yang sangat rendah. Perlu diketahui bahwa seseorang yang menuntut
pembalasan atas darah tidak boleh ia sendiri yang menghakimi, tapi ia harus tunduk
lebih dahulu kepada khalifah. Tuntutannya hendaklah ia sampaikan kepada penguasa,
dan meminta haknya dan penguasa itu. Mungkin dapat dikatakan bahwa Muawiyah [ra]
adalah seorang mujtahid yang melakukan takwil yang berasumsi bahwa ia adalah
benar. Dia menyampaikan pidato di depan masyarakat Syam, yang dikumpulkannya, ia
mengingatkan mereka bahwa ia adalah wali (ahli waris) Utsman, anak pamannya, yang
telah terbunuh secara zalim. Oleh sebab itu ia membacakan ayat Allah surat al-Isra' ayat
33:

‫ومن قتل مظلوما فقد جعلنا لوليه سلطانا فال يسرف في القتل إنه كان منصورا‬
"Barangsiapa dibunuh secara zalim, maka sesungguhnya Kami memberikan kekuasaan
kepada wali (ahli warisnya). Tapi janganlah ahli waris mendapat pertolongan"
Kemudian Mu'awiyah berkata: "Saya ingin kamu sekalian memahami saya dari
lubuk hatimu sendiri tentang terbunuhnya Utsman". Lantas semua masyarakat Syam
yang berkumpul itu berdiri dan mendukung tuntutan Muawiyah untuk meminta
pertanggungjawaban terbunuhnya 'Utsman. Mereka berbai'at kepada Mu'awiyah untuk
itu dan berjanji untuk berjuang dengan jiwa dan harta sampai tuntutan mereka tercapai
atau mereka mati. "
Kekeliruan dalam pentakwilan ini dapat dibuktikan dengan ungkapan Ammar
Bin Yasir [ra] dalam perang Shiffin. Zayyad Ibn al-Harits, seorang sahabat Nabi, berkata:
Saya berada di samping Ammar Bin Yasir dalam perang Shiffin. Lutut saya menyentuh
lututnya. Di sampingnya ada seorang lelaki berkata, "Warga Syam ini telah kafir".
Ammar langsung menjawab: Jangan kamu katakan begitu. Sebenarnya Nabi kita dan
Nabi mereka adalah sama, kiblat kita dan kiblat mereka pun satu, tapi mereka adalah
kaum yang sedang mendapat cobaan sehingga menzalimi kebenaran (al-haq).
Kewajiban kita adalah memaksa mereka agar kembali kepada kebenaran.

21
Resume Agusman

2.2. SIKAP SAHABAT YANG MENANGGUHKAN SEMENTARA EKSEKUSI QISHASH


SAMPAI SUASANA REDA (ALI, ‘AMMAR, QA’QA’, DAN YANG SEPAHAM
DENGANNYA).

Imam al-Thabary meriwayatkan dalam kitab Tarikh-nya, sebab perselisihan para


sahabat tentang pelaksanaan (eksekusi) qishash bagi para pembunuh Utsman, berikut
sikap ‘Ali (ra) dalam kasus tersebut. Berikut ini petikannya: “Para sahabat termasuk
Thalhah dan Zubair berkumpul di kedaman Ali, mereka berkata: Hai Ali, kita telah
mensyaratkan harus terlaksananya hukum (qishash) dan mereka (kelompok Saba'isme
dan pengikutnya dari orang badui dan budak) terlibat dalam pembunuhan 'Utsman. Ali
menjawab: “Wahai saudaraku, aku bukan tidak mengetahui! tuntutan kalian itu, tetapi
apa yang bisa kulakukan terhadap suatu kelompok yang menguasai kita tetapi kita tidak
menguasai mereka? Bahkan budak-budak kamu ikut memberontak bersama mereka dan
orang-orang badul kamu bergabung dengan mereka. Mereka mengepung kamu dan akan
memperlakukan kamu semau mereka. Nah, dalam kondisi seperti ini, mampukah kamu
melaksanakan apa yang kamu tuntut itu? Mereka semua menjawab: “Tidak!”
'Alipun melanjutkan ucapannya: “Demi Allah, aku tidak punya pandangan yang
berbeda dengan pandangan kalian. Tapi sungguh ini adalah perbuatan Jahiliyah, setiap
kaum memiliki kepentingan sendiri, begitu pula syetan. Dalam hal qishash Utsman, orang-
orang akan berbeda pandangan dan sikapnya, sebagian ada yang bersikap seperti
pandangan kalian, kelompok lain bersikap berbeda dengan pandangan kalian, sedang
kelompok lain bersikap netral. Untuk itu tunggulah sampai suasana menjadi reda, massa
tenang dan kondisi kembali stabil barulah kita ungkap soal qishash tersebut.
Percayakanlah padaku dan pulanglah kalian".19
Dari sini jelaslah bahwa Ali menunggu situasi dan kondisi stabil untuk
melaksanakan qishash atas pembunuh Utsman. Ali menjelaskan kepada Thalhah dan
Zubair bahwa kelompok pembunuh Utsman jauh lebih besar dan kuat. Untuk itu mereka
diminta bersabar sampai situasi memungkinkan. Adapun penduduk Syam menuntut
qishash dulu sebagai persyaratan bai'at kepada 'Ali, lalu 'Ali mengatakan kepada
mereka: “Bai'at dulu aku, baru tuntutiah darah 'Utsman, mereka menjawab: Kami tidak
berhak membai'atmu sedang pembunuh Utsman ada di sisimu sepanjang siang dan
malam”.20
Jelaslah bahwa sikap Ali berdasarkan pemikiran yang cermat dan benar, kalau
sekiranya tetap dilaksanakan qishash secara tergesa-gesa, maka suku-suku pinggiran
akan bersimpati kepada mereka dan kemungkinan pecahnya perang saudara tidak bisa
dihindari, seperti kasus yang menimpa Thalhah dan Zubair saat mereka mengeksekusi
pembunuh Utsman di Bashrah. Akibatnya saat itu ribuan masyarakat Bashrah
bersimpati kepada pembunuh Utsman dan marah serta menyerang kelompok Thaihah
dan Zubair Sebagaimana perkatan Qa'Qa' Ibn Amru kepada mereka berdua: “Kalian
mengeksekusi (qishash) pembunuh Utsman dan penduduk Bashrah. Kamu lebih
istiqomah pada waktu sebelum mengeksekusi dan pada sesudahnya. Kamu telah
membunuh 600 orang kurang satu. sehingga kalian memancing kemarahan 600 ribu

19 Al-Thabari, op.cit., juz 4, hal. 437


20 Ibn al-Arabi, Ahkam Al-Quran, juz 2, hal. 1718

22
Resume Agusman

penduduk Bashrah dan mereka menyerang kalian dan menguasai kalian. Semangat
kalian yang sensitif ini akan memancing kemarahan dan menguntungkan pihak
pembunuh dan dapat menyerang kalian seperti penyerangan kepada Utsman. Lalu
berkata Ummul Mu'minin (ra): Jadi apa maksud perkataanmu in ? la menjawab: Aku
katakan bahwa solusi masalah ini adalah penenangan. Jika sudah tenang mereka akan
terlena, maka jika kalian bersepakat dengan kami maka ini pertanda kebaikan dan
keselamatan umat. Dan jika kalian menolak maka akan memperbesar masalah berarti
pertanda keburukan, niscaya Allah akan menurunkan malapetaka pada Umat ini. Maka
jadilah kalian kunci kebaikan, jangan justru menciptakan petaka untuk umat ini. Karena
perkara ini berbeda dengan perkara yang biasa terjadi. Kasus ini tidak seperti kasus
pidana biasa, pembunuhan Seseorang atau penyerang suatu kaum terhadap seseorang,
dan lain-lain.
Diriwayatkan oleh Ibn Dahiyah21 dengan sanad sampai ke Yahya Ibn Hani22
bahwa seseorang pernah bertanya kepada Abdullan Ibn Amru: Siapakah yang lebih
utama Ali atau Mu'awiyah? la menjawab: Ali. Lalu aku bertanya: Bagaimana solusi yang
kamu ambil dalam kasus ini? la menjawab: Aku tidak akan mengayunkan pedang atau
menikam dengan panah, akan tetapi aku akan seperti yang disabdakan Rasul “Taatilah
ayahmu". Sanad ini tsabit. Yahya Ibn Hani Ibn Urwah adalah tsiqah. Sofyan lbn Sa'id al-
Tsauri juga meriwayatkan darinya, begitupun Muslim pernah mentakhrij haditsnya. 23
Bahwasanya Ali menunda qishash atas darah Utsman sampai kondisi stabil
barulah ia akan menghadirkan penuntut dan terdakwa atas tuduhannya sehingga
masalah dapat diselesaikan lewat majlis hakim yang hak.24 Tidak ada perbedaan
pendapat di antara umat bahwa diperbolehkannya seorang imam menunda
pelaksanaan qishash jika pelaksanaannya akan menimbulkan petaka. 25
Adapun isu mengenai adanya sekelompok pembunuh Utsman yang berada di
pasukan Ali dan bagaimana Ali dapat menerima hal ini, Imam At-Thohawi menjawab
tuduhan ini. “Sungguhpun di pihak laskar Ali terdapat orang Khawarij yang membunuh
Utsman tetapi tidak diketahui kepastian identitasnya sampai ada bukti yang nyata,
begitupun sulit mengetahui siapa yang ada di hatinya kemunafikan kecuali jelas nampak
sikapnya tersebut melalui perbuatannya”.
Dengan demikian sikap Ali adalah sikap waspada, beliau berlepas diri dengan
apa yang mereka lakukan. Tatkala terlaksana perdamaian antara Ali dengan pihak

21 Umar Ibn Hasan Ibn 'Ali Abu al-Khatab Ibn Dahiyah, terkenal dengan nama eZu al Nasabain'. Seorang muarikh dan
hafizh. Beliau qadhi di Andalus. Melakukan perjalanan RM ke Marocco, Syam, Irak dan Khurasan dan menetap di
Mesir. Komentar Ibn Khailikan: Abu al-Khatab adalah termasuk ulama yang terkenal, luas ilmu haditsnya, begitu
pula ilmu nahwu, bahasa dan syair Arab. Karyanya: A’lam al-Nasr al-Mubin Fi al-Mufadhalah Baina Ahli Shiffin, Al-
Nibras Fi Tarikh Khulafa Bani Abbas. dll. Watat tahun 633 H.M (1236 M). Biografinya ditulis oleh Ibn Khallikan,
Wafiyat al-A’yan, juz 3, hal. 448. Juga dalam al-Mizan, karya al-Zahabi, juz 3, hal. 186, al-Maqqari, Nafh al-Thayyib.
Juz 1, hal. 368.
22 Yahya Ibn Hani Ibn 'Urwah al-Muradi al-Kufi Abu Daud, beliau banyak merwayatkan dari ayahnya, Anas Ibn Malik,

Abi Hudzaifah dan lain-laim. Adapun periwayatannya kemudian diterima oleh Syu'bah, Tsauri dan Syarik. Abu
Hatim berkata. Ia shalih termasuk pembesar Kufah. Daroquthni mengatakan haditsnya dapat dijadikan hujjah.
Beliau dianggap tsiqah oleh Ibn Ma'in dan Nasa'i. Ibn Hibban menganggapnya bagi tabi'in. Biografinya ditulis oleh
Bukhari, Tarikh al-Kabir, 3/2/309. Ibn Abi Hatim, op.cit.,juz 9, hal. 195, dan Ibn Hajar, al-Tahzib, juz 11, hal. 293.
23 Ibn Dahiyah, A’lam al-Nashr al-Mubin, lauhat: 7
24 Ibn al-arabi, al-Awashim, op.cit, hal.146
25 Ibn al-arabi, Ahkam Alquran, juz 2, hal.1718

23
Resume Agusman

Thalhah, Zubair dan Aisyah, maka Ali berpidato di depan rakyat pada sore hari itu. Ia
menceritakan kehidupan jahiliyah, praktek-prakteknya dan penderitaan yang
disebabkan oleh Jahiliyah. Kemudian ia menerangkan datangnya Islam, rahmat yang
dibawanya dan kebahagiaan umat karena persatuan dan hidup berjama'ah. Allah
kembali menyatukan kaum muslimin setelah periode Nabi-Nya, Abu Bakr, Umar dan
Utsman: Kemudian terjadilah peristiwa yang dipaksakan oleh segolongan orang
(pembunuh Utsman) terhadap umat, mereka mencari kesenangan dunia dan dengki
pada orang yang diberi Allah nikmat padanya. Mereka ingin menjungkir balikkan Islam,
tetapi Allah menangani persoalannya.
Lanjutnya ia berkata: “Ketahuilah aku akan pergi besok maka pergilah kalian, dan
janganlah ada yang berangkat seorangpun dari mereka yang terlibat dalam pembunuhan
Utsman, Orang-orang bodoh tidak perlu ikut dengan aku".
Tatkala Ali mendengar teriakan doa penduduk Bashrah saat terjadi perang
Jamal, Ia bertanya: teriakan apa ini? Mereka menjawab Aisyah dan penduduk Bashrah
berdo'a agar Allah melaknat pembunuh Utsman dan pengikut mereka, lalu Ali pun
membalas do'a: Ya Allah turunkanian laknat pada pembunuh Utsman dan para
pengikutnya".
Diriwayatkan Ibn Abi Syaibah, bahwasanya 'Ali pada saat perang Jamal
mendengar suara dari pihak 'Aisyah, lalu ia memerintahkan: “Dengarlah apa yang
mereka ucapkan. Setelah mereka kembali dan mengabarkan bahwa pihak 'Aisyah
melaknat pembunuh "Utsman, lalu “Ali pun berdo'a: Ya Allah halalkan kesengsaraan
atas pihak pembunuh 'Utsman”.26

26 Ibn Abi Syaibah, op.cit., juz 15, hal. 277

24
Resume Agusman

2.3. SIKAP ORANG-ORANG YANG MENGHINDARI FITNAH DAN MEREKA ADALAH


MAYORITAS SHAHABAT

Sesungguhnya para shahabat yang mengasingkan diri dari fitnah berpegangan


pada dasar syar'i yang ditetapkan dengan teks-teks yang jelas dan Nabi (saw), dan
sebagian dari teks-teks Itu merupakan perintah. perintah yang tetap pada hak orang
orang yang di tuju, dan dasarnya adalah meninggalkan perang pada saat terjadi fitnah.
Imam al-Bukhari meriwayatkan dari Abu Hurairah (ra), ia berkata: Rasulullah
(saw) bersabda: "Akan ada fitnah-fitnah orang yang duduk di situ lebih baik dari orang
yang berdiri, orang yang berdiri lebih baik dari orang yang berjalan, dan orang yang
berjalan lebih baik dari orang yang berlari. Siapa yang mendekati fitnah maka fitnah itu
akan dekat dengannya, dan siapa yang mendapatkan tempat berlindung dari fitnah itu
maka berindunglah dengan tempat tersebut".27
Al-Hafizh Ibn Hajar berkata: "Di dalam hadits ada peringatan terhadap fitnah ada
anjuran untuk tidak masuk ke dalamnya, dan bahwa kejelekan fitnah sesuai dengan
keterkaitan dengannya".28
Imam Muslim dan Abu Daud meriwayatkan dari Abu Bakr (ra), ia berkata,
Rasulullah (saw) bersabda: “Sesungguhnya akan ada fitnah di mana orang yang
berbaring pada masa fitnah itu lebih baik dari orang yang duduk, yang duduk lebih baik
dari yang berdiri, yang berdiri lebih baik dari yang berjalan, yang berjalan lebih baik dari
yang berlari", para shahabat bertanya: Ya Rasulullah, apa yang kau perintahkan untuk
kami? Rasulullah menjawab: “Barang siapa yang memiliki unta maka berikanlah
untanya, Siapa yang memiliki kambing maka berikanlah kambingnya, dan barang Siapa
yang memiliki tanah maka berikanlah tanahnya”, mereka bertanya: Bagi yang tidak
memiliki sesuatu? Rasul menjawab: “Dia mengambil pedangnya lalu memukulkan dengan
mata pedang itu, lalu hendaknya dia mencari selamat semampunya”.29
Al-Tirmizi meriwayatkan dari Ummu Malik al-Bahziyyat (ra), ia berkata:
Rasulullah (saw) menyebutkan suatu fitnah maka dekatilah, Ummu Malik berkata: Saya
mengatakan: Ya Rasulullah! Siapa manusia yang paling baik dalam fitnah? Rasul
menjawab: "Orang yang memiliki binatang dan memberikan haknya serta beribadah
kepada Rabbnya, dan orang yang mengendarai kudanya menakuti musuh (orang-orang
kafir) sehingga mereka menjadi takut".30
Imam al-Bukhari, Imam Malik, dan al-Nasa' meriwayatkan dari Abu Sa'id al-
Khudriy (ra), ia berkata: Rasulullah (saw) bersabda: “Hampir hampir harta seorang
Muslim yang terbaik itu dalah kambing yang mengikuti sampai ke puncak gunung dan
tempat-tempat di suatu daerah di mana dia melarikan agamanya dari fitnah".

27 Al-Bukhari meriwayatkan hadits ini, al-Jami' al-Shahih, Kitab al-Fitan, Bab Fitnah orang yang duduk lebih baik dari
fitnah orang yang berdiri, juz 8, hal. 92
28 Ibn Hajar, al-Fat-h, juz 13, hal. 31.
29 Muslim, al-Jami' al-Shahih, Kitab al-Fitan wa Asyrath al-Sa’ah. Bab Nuzul al-Fitan ka Mawaqi al-Qithr, juz 18, hal. 9.

Abu Daud, al-Sunan, Kitab al-Fitan, Bab juz 4. hal 99


30 Al-Tirmizi meriwayatkan hadits ini dalam Sunan-nya, Kitab al-fitan Bab Maa Ja’a Kaifa Yakun al-Rajul fi al-Fitnah,

juz 3, hal. 320.

25
Resume Agusman

Al-Tirmizi dan Abu Daud meriwayatkan dari Abu Musa al-Asy'ari (ra), bahwa
Rasulullah saw) bersabda tentang fitnah: “Pecahkanlah olehmu sekalian kekerasan
hatimu dalam masalah fitnah, potong-potonglah olehmu sekalian tali-talimu dalam
masalah fitnah, tetaplah kamu semua dalam rumahmu, dan jadilah kamu semua seperti
putera Adam (Habil)”.
Di antara kesempurnaan fiqih para sahabat (ra) terdapat pemisahan antara
sahnya Imamah Ali (ra) dan wajibnya perang bersamanya, bahkan Sahnya peperangan
orang Islam karena ketiadaan wajibnya imam sacara Syar'i menjadikan peperangan Ali
melawan Ahlul Jamal dan Shiffin benar dan berhak secara mutlak.
Sudah selayaknya diisyaratkan bahwa kebanyakan shahabat (ra) Menghindari
fitnah, yang dipimpin oleh Sa'ad ibn Abi-Waqqash (ra), karena keberadaan dia di muka
bumi pada perang Shiffin tidak lebih baik darinya Selain Ali (ra), dan Sa'id ibn Zaid -
salah seorang dari sepuluh yang dijamin masuk surga-Zaid Ibn Sabit, Abdullah ibn
Maghfal, Abu Barzat, al-Aslamiy, Abu Bakrah, Abu Musa al-Asy'ari, Usamah Ibn Zaid,
Abdullah ibn Umar. dan lain-lainnya.
Abd al-Razzaq dan Imam Ahmad meriwayatkan dengan sanad yang Shahih dari
Muhammad Ibn Shirin, ia berkata: “Fitnah berkobar dan para shahabat Rasulullah (saw)
berpuluh-puluh ribu, maka tidak ada seratug Orang dari mereka yang hadir dalam fitnah
itu, bahkan tidak sampai tiga puluh orang".
Ibn Baththah meriwayatkan dengan isnadnya dari Bukair Ibn al-Asyj, bahwa dia
berkata: “Adapun orang-orang dari ahlu Badar berada di rumah. rumah mereka setelah
terbunuhnya 'Utsman lalu mereka tidak keluar rumah kecuali pergi ke kuburan mereka”.
Ibn Taimiyah berkata, orang-orang yang enggan terlibat dalam perang adalah
mayoritas sahabat senior, seperti Sa'ad, Zaid, Ibn Umar, Muhammad ibn Maslamah, Abu
Bakrah, karena mereka mengerti dalil-dalil dari Nabi (saw) tentang keengganan terlibat
dalam intrik fitnah. Sahabat-sahabat lain juga tidak perbeda pendapat karena tidak
terlibat dalam perang itu lebih utama, kejelasan ini tampak dalam kecaman keterlibatan
Ali dalam peperangan, dan Hasan mengajak mundur dan ungkapan Hasan kepada 'Ali
adalah: bukankah aku telah melarangmu wahai ayahku?"31
Para sahabat mengakses kepada nash-nash ini dan mereka sepakat bahwa
meninggalkan berperang itu adalah lebih utama, karena nash-nash itu telah
menjelaskan bahwa orang yang duduk itu lebih baik daripada orang yang berdiri, dan
menjauhi peperangan itu lebih utama daripada terlibat aktif didalamnya. Keunggulan
perbuatan itu dapat dilihat pada implikasinya. Mudah dipahami bahwa andaikata
mereka tidak terlibat aktif dalam peperangan dan tidak saling membunuh, niscaya tidak
akan terjadi penyimpangan dalam ketaatan, tapi dengan timbulnya peperangan maka
bermunculaniah malapetaka dan darah banyak tertumpah dan saling bercerai berat.
Lalu golongan Khawarij menjadi kaum oposan dan timbulnya kelompok Khawarij itu
lantaran akibat arbitrase Mu'awiyah dan Ali. Dengan demikian, bermunculanlah

31 Ibn Taimiyah, Majmu al-Fatawa, juz 4, hal. 440

26
Resume Agusman

malapetaka yang belum pemah terjadi sebelum peperangan dan tidak pernah
berimplikasi kepada maslahat.32
Perintah bolehnya memerangi kelompok pembangkang itu dengan syarat adanya
kekuasaan dan kekuatan, karena memerangi pembangkang itu tidak lebih baik
ketimbang memerangi orang kufar dan musyrik. Dimaklumi bahwa Syarat memerangi
pembangkang adalah adanya kekuatan dan kekuasaan, sementara itu anjuran syariat
untuk berdamai dan berkasih sayang sebagai yang dilakukan oleh Nabi (saw) bukan
sekali saja. Bila seorang tokah itu yakin adanya kekuasaan tetapi kekuasaan itu tidak
berdampak, maka tidak memerangi mereka itu jauh lebih utama.33
Syaikh Islam Ibn Taimiyah berpendapat bahwa tidak terlibat dalam beperangan
itu jauh lebih utama. Di sisi lain, berperang di antara dua golongan dari orang muslim,
berdamai itu senantiasa merupakan alternatit yang terpuji sebagaimana dijelaskan oleh
Nabi (saw) dalam hadits shahih riwayat Hasan Ibn Ali: “Sesungguhnya anakku ini
adalah orang terhormat, lewat Hasan ini mudah-mudahan dapat mendamaikan antara
dua kelompok yang saling bertikai, dan pujian Nabi (saw) terhadap Hasan:
sesungguhnya damai itu adalah perbuatan yang dicintai Allah dan Rasui-Nya. Dalam
berdamai itu terdapat penjagaan darah orang muslim, andaikata berperang antara dua
kubu muslim itu merupakan perintah Aliah dan Rasul-Nya, maka Rasul tidak akan
bersabda sedemikian itu. Akan tetapi, Hasan meninggalkan kewajiban atau sesuatu
yang disukai oleh Allah, sedangkan nash Shahih dan jelas menerangkan sesungguhnya
apa yang dikerjakan oleh Hasan itu terpuji dan diridhai oleh Allah dan Rasul-Nya.”34

32 Ibn Taimiyah, Majmu al-Fatawa, juz 4, hal. 442


33 Ibn Taimiyah, Majmu al-Fatawa, juz 4, hal. 442
34 Ibn Taimiyah, Majmu al-Fatawa, juz 35, hal. 70-77

27
Resume Ali Abdurrahim

PASAL 3

3.1. PARA QURRA' LELUHURNYA KAUM KHAWARIJ

Penyebutan kata Qurra' pertama kali muncul sebagai sifat istimewa bagi sesuatu
kaum adalah pada akhir tahun ketiga hijrah dalam hadits tentang perang Bi'r Ma'unah.
Imam Bukhari meriwayatkan dari Anas Malik ra, ia berkata: Nabi Muhammad (saw)
mengutus tujuh puluh orang untuk mengajarkan Al-Qur'an, mereka itu adalah para
Qurra', kemudian mereka dihadang oleh Hayyan dari Bani Sulaim, Ri'ldan Zakwan di
suatu sumur namanya Bi'r Ma'unah, kata mereka: “Demi Allah, bukan kalian yang kami
Inginkan, kami hanya melaksanakan suatu keperluan Nabi Muhammad saw, lalu mereka
membunuh para Qurra' itu, lalu Nabi mendoakan kecelakaan untuk mereka selama satu
bulan pada shalat subuh dan itulah permulaan qunut".
Tetapi kemudian pengertian Qurra' keluar dari maknanya yang asli menjadi sifat
orang yang dangkal pemahaman agamanya, memegang nash secara tekstual saja,
bersikeras dan ketat dalam pendapat serta radikal dan cenderung berlebihan dalam
beragama. Jadi tidak mengagetkan kita jika disebutkan dalam sumber-sumber sejarah
dan hadits tempo dulu, bahwa yang dimaksud dengan Qurra' itu adalah orang-orang
yang ikut serta dalam memobilisasi massa di Kufah untuk menggulingkan Utsman dan
ikut serta dalam perang Shiffin. Mereka menolak tahkim (arbitrase) dan kemudian
menjadi Khawarij yang merusak, membunuh dan merampas harta kepunyaan kaum
Muslimin dan menganggapnya halal dengan anggapan bahwa orang yang tidak
sependapat dengan mereka adalah bukan muslim.
Imam Bukhari meriwayatkan di dalam Shahih-nya dari Sahal Ibn Hanif bahwa
Rasulullah bersabda sambil menunjuk ke arah Irak: “Akan keluar dari sana suatu kaum
yang membaca Al-Qur'an, tidak sampai melewati tenggorokannya. Mereka keluar dari
Islam seperti lepasnya panah dari busurnya." Imam Muslim meriwayatkan dari Abi
Sa'id al-Khudri bahwa ketika ia berada dekat Rasulullah (saw), datanglah Zul
Khuwaisharah salah seorang dari Bani Tamim, berkata: Wahai Rasulullah bertindak
adillah! Rasul menjawab: “Celaka engkau, siapa lagi orang yang adil jika aku tidak adil,
kau akan merugi jika aku tidak berlaku adil". "Umar Ibn al-Khattab berkata: “Wahai
Rasulullah! Izinkanlah aku menebas lehernya”. Rasul menjawab biarkanlah dia,
mempunyai sahabat-sahabat, engkau akan menghinakan shalatnya dan shalat mereka,
puasanya dan puasa mereka, mereka pada membaca Al-Qur'an tapi tidak sampai
melewati tenggorokannya, mereka lepas dan Islam seperti lepasnya panah dari
busurnya."
Dalam riwayat lain dari Muslim: Yang mengacaukan kaum ini adalah orang-
orang yang membaca Al-Qur'an tidak sampai melewati tenggorokannya, mereka
membunuh orang Islam tetapi membiarkan penyembah berhala. Mereka lepas dari
Islam seperti lepasnya panah dan busurnya, jika aku menjumpainya, aku akan bunuh
mereka seperti membunuh kaum Ad,". Pada masa khilafah "Utsman karena banyaknya
jumlah Qurra dan dialeknya yang beraneka-macam, menyebabkan timbulnya
perbedaan bacaan Al-Qur'an antara satu daerah dengan daerah yang lainnya, bahkan

28
Resume Ali Abdurrahim

perbedaan itu masih dalam satu daerah tertentu. Ibn Abi Daud al-Sijistani menceritakan
kisah tentang perbedaan dalam bacaan Al-Qur'an di Kufah dari Yazid Ibn Mu'awiyah al-
Nakha'i ia berkata: “Suatu hari aku berada di Masjid Kufah pada masa al-Walid Ibn
Uqbah dalam sebuah halagah (majlis yang dihadiri Huzaifah. Tiba-tiba ada orang yang
berteriak, siapa yang membaca dengan qira'ah Abu Musa al-Asy ari, hendaknya datang
ke sudut pada pintu Kindah, dan siapa yang membaca dengan qira'ah Abdullah bin
Mas'ud hendaknya datang ke sudut yang terdapat pada rumah Abdullah".
Perbedaan antara para Qurra' dalam bacaan ini hampir saja menimbulkan
ketegangan, karena penduduk suatu daerah menganggap bahwa mushaf dan bacaan
mereka yang diambil dari gurunya itu adalah yang paling benar, Perbedaan ini tampak
jelas dalam perang 'al-Bab' tahun 30 hijrah, di mana pada fase ini berkumpul para
Qurra' dari Kufah, Bashrah Himsh dan Damaskus. Ketika Huzaifah Ibn al-Yaman melihat
tajamnya perbedaan di antara mereka dan ancaman konflik yang timbul akibat
perbedaan tersebut, ia segera datang ke Khalifah "Utsman dan menyarankan untuk
mempersatukan kaum muslimin dengan satu mushaf sebagai standar, kemudian
dikirimkan ke daerah-daerah dan menarik mushaf-mushaf lain yang pernah beredar.“
"Utsman menerima saran ini dan melaksanakannya, serta mengirimnya satu
eksemplar ke masing-masing daerah, hanya saja ia mendapat tantangan dari sebagian
Qurra', khususnya sahabat-sahabat Abdullah Ibn Mas'ud dan para pengikutnya. Ibn
Mas'ud sendiri sebenarnya sudah memperingatkan mereka potensi konflik akibat
perbedaan ini, tetapi mereka justru melecehkannya. Lalu ia menulis kepada 'Utsman,
meminta izin untuk pulang ke Madinah, dan menyatakan dirinya tidak tertarik untuk
tinggal di Kufah karena khawatir terjadi sesuatu akibat berita yang simpang siur dan Isu
yang tak terkendali di negeri itu.
Fase ini dapat dianggap sebagai cikal bakal munculnya oposisi terhadap khalifah
"Utsman dan para pembantunya di Kufah. Ibn Syubbah meriwayatkan dari Kumail Ibn
Ziad al-Nakha'i, ia berkata: Orang yang pertama mengajak untuk mencopot Utsman
adalah "Umar bin Zurarah dan ia adalah salah seorang Qurra'. Ibn Abi Syaibah
meriwayatkan dari Bisyr Ibn Syaghaf, ia berkata: Abdullah Ibn Salam bertanya
kepadaku tentang Khawarij, aku jawab: Mereka adalah orang yang paling lama
shalatnya, banyak puasanya hanya saja jika mereka melintasi jembatan mereka
mencucurkan darah dan merampas harta.
Contoh yang paling jelas dari yang tersebut tadi Harqush Ibn Zuhair, ia termasuk
salah seorang Qurra' yang mengepung “Utsman, dan tatkala “Aisyah, Thalhah dan al-
Zubair datang ke Bashrah menuntut “Utsman, dengan berkata: “Siapa saja yang terlibat
membunuh Utsman serahkanlah mereka kepada kami, kemudian mereka serahkan lalu
dibunuh, tak satupun orang Bashrah yang tertinggal kecuali Harqush Ibn Zuhair, lalu
Bani Sa'ad mencegahnya dan ia menghilang," kemudian setelah Arbitrase ia bersatu
dengan Khawarij Nahrawan, dan tatkala diperangi “Ali, tentara Ibn Rabi'ah al-Kamani
pendukung Ali mampu membunuh Harqush Ibn Zuhair .
Perlu ditegaskan di sini bahwa mereka para Qurra' yang kemudian Menjadi
kelompok Khawarij memainkan peran strategis dalam kekhalifahan Ali karena peran
mereka yang sangat besar dalam memicu timbulnya perselisihan dan perpecahan

29
Resume Ali Abdurrahim

ditubuh pasukan “Ali (ra). Walaupun mereka itu orang-orang yang banyak ibadahnya di
tubuh militer "Ali, dan paling sering membaca kitab Allah, hanya saja timbulnya
perpecahan bersumber dari mereka, seolah-olah itu sudah merupakan tabi'at dan
kebiasaan mereka. Setiap yang dilakukan oleh Amirul Mu'minin pasti mereka protes,
tampaknya mereka sengaja bersikap kontroversi untuk memecah-belah persatuan
kaum muslimin saja, bukan untuk mencari kebenaran dan tunduk mengikuti sesuatu
yang mesti diikuti.
Tidak diragukan, bahwa militer yang telah diselubungi perpecahan seperti itu,
sampai-sampai ke tingkat mengkafirkan sesamanya, tidak layak menerima
kemenangan. Seandainya militer semacam ini meraih kemenangan, dan khalifah
dikelilingi oleh orang-orang semacam mereka itu -dengan persepsi mereka terhadap
“Ali, mengkafirkan beliau dan kaum Muslimin secara umum apakah keadaannya bakal
menjadi tenang atau justru yang terjadi adalah peperangan baru dalam medan yang
baru pula.
Barangkali di sinilah rahasianya kemenangan penduduk Syam, yang kondisi
mereka relatif lebih aman, sehingga Mu'awiyah dengan mudah dapat menyatukan
barisan umat Islam. Tak diragukan bahwa sikap negatif yang ditempuh oleh para Qurra'
dari "Ali merupakan faktor kuat berpindahnya kekuasaan dari alrasyidin kepada
Umawiyyin setelah terbunuhnya “Ali di tangan Ibn Muljam al-Khariji. Namun harus
diakui bahwa perpindahan kekhalifahan kepada Umawiyyin ini belum menuntaskan
persoalan, karena semangat oposisi masih terus bergelora di hati kaum Khawarij
dengan suhu yang sangat tinggi, dan radikal. Keberadaan mereka menimbulkan
kerugian yang besar bagi kaum Muslimin, baik dalam bentuk pertumpahan darah, harta
serta (terkoyaknya) persatuan .

30
Resume Ali Abdurrahim

3.2. MASALAH TAHKIM ANTARA ALI DAN MU AWIYAH (RA)

A. Peranan Ahl al-Qurra' dalam Tahkim


Dari “drama” historis perang Shiffin itu tampak bahwa Ahl al-Qurra' turut
berperan pada peristiwa tersebut. Mereka berada di pihak “Ali. Riwayat al-Thabary
menyebutkan bahwa 'Ali mengutus al-Asytar alNakha'i -seorang Ahl al-Qurra untuk
memimpin pasukan berkuda Kufah dan Mis'ar Ibn Fadk al Tamimi untuk memimpin Ahl
al-Qurra' yang berasa dari Bashrah, kemudian kepemimpinan Ahl al-Qurra' Kufah
dialihkan ke tangan “Abdillah Ibn al-Budail dan 'Ammar Ibn Yasir.“
Dalam riwayat lain tentang detik-detik akhir peperangan menyebutkan bahwa
“Ali mengangkat “Abdullah Ibn Budail untuk memimpin pasukan sayap kanan,
sedangkan untuk memimpin pasukan kirinya ia percayakan kepada Abdullah Ibn Abbas.
Adapun Ahl al-Qurra' dari Irak dipimpin oeh tiga orang: "Ammar Ibn Yasir, Qais Ibn
Sa'ad dan “Abdullah Ibn Budail Dan “Ali sendiri memimpin pasukan Madinah, Kufah,
dan Bashrah secara bergantian.“
Posisi yang sebenarnya menurut sejarah adalah bahwa “Ali (ra) menerima
tahkim atas kehendaknya sendiri bukan karena paksaan dari pihak luar Keputusannya
Itu sesuai dengan ketentuan-ketentuan Islam yang menyuruh mendamaikan antara dua
pihak yang bermusuhan serta kembali kepada al Kitab dan Sunnah ketika terjadi
pertentangan dan perselisihan. “Apabila kalian berselisih dalam satu hal, kembalikanlah
(urusannya) kepada Allah dan Rasul".
Disebutkan juga dalam riwayat yang shahih bahwa sikap Ahl al Qurra' dalam
perang Shiffin sejak semula tidak pernah berubah, yakni bersikeras tetap melanjutkan
memerangi penduduk Syam dan menolak tahkim mentah-mentah. Sikap seperti itulah
yang sesuai dengan pola pikir/ logika Khawarij yang ekstrim, mengkafirkan dan
menghalalkan darah dan harta orang Islam yang dianggapnya kafir. Dalam
perkembangannya, kaum Khawarij tampil sebagai penggerak gerakan yang
menghancurkan bangunan pemerintahan Islam. Khawarij juga telah banyak
melenyapkan cadangan kekuatan orang-orang Islam.
Imam Ahmad dan Ibn Abi Syaibah telah menyampaikan sebuah riwayat shahih
dari Hubaib Ibn Abi Tsabit. Hubaib berkata: "Aku menemui Abi Wa'il di mesjid
keluarganya untuk menanyakan perihal orang-orang yang dibunuh “Ali di Nahrawan.
Faktor apa yang mendorong mereka bergabung dengan 'Ali kemudian memisahkan diri
darinya. Apa alasan yang dikemukakan 'Ali untuk memerangi mereka. Wa'il menjawab,
pada waktu itu kami berada di Shiffin. Ketika perang berkecamuk dan pasukan Syam
terdesak, mereka berlindung di sebuah perbukitan. Saat itu "Amr Ibn alAsh berkata
kepada Mu 'awiyah, “Utuslah seseorang kepada "Ali dengan membawa mushaf dan
ajaklah kembali kepada kitab Allah, pasti ia akan mengabulkannya”. Maka, datanglah
utusan Mu'awiyah menemui 'Ali dan berkata, “Antara kami dan kalian terdapat
kitabullah (tidakkah kamu memperhatikan orang-orang yang telah diberi bagian , yaitu
al-kitab (Taurat). Mereka diseru kepada kitab Allah agar kitab itu menetapkan hukum di
antara mereka, kemudian sebagian dari mereka berpaling, dan mereka selalu
membelakangi kebenaran)”. 'Ali menjawab, Ya, aku lebih mengetahuinya". Pada saat itu,

31
Resume Ali Abdurrahim

datanglah orang-orang Khawarij -saat itu kami menyebutnya Ahl al-Qurra'dengan


pedang terhunus di pundak mereka dan berkata, “Wahai Amirul Mukminin! Kami sudah
tidak sabar lagi untuk menyerang pasukan Mu'awiyah yang berlindung di balik bukit.
Kenapa tidak kita serang saja mereka agar Allah memberi keputusan antara kita dengan
mereka”? Mendengar ucapan mereka, Sahl Ibn Hunaif berteriak, "Wahai manusia
dengarkanlah! Kita sama-sama pernah menyaksikan Hudaibiyah (yakni perdamaian
yang terjadi antara Rasulullah (saw) dengan kaum musyrikin). Kalau saja Rasul
memerintahkan, pasti kami berperang. Saat itu "Umar datang menemui Rasul dan
berkata, “Wahai Rasulullah! Bukankah kita berada di pihak yang benar dan mereka di
pihak yang salah? Ya, jawab Rasul. Lalu kenapa kita memberi kelonggaran dan kembali
padahal Allah belum memberi keputusan antara kita dengan mereka”. Rasul menjawab
lagi, “Wahai Ibn al-Khaththab! Saya adalah utusan Allah dan Ia tidak akan menyia-
nyiakanku selamanya”. 'Umar kemudian pulang dalam keadaan tidak puas dan datang
menemui Abu Bakar. la berkata, “Wahai Abu Bakar! Bukankah kita berada di pihak yang
benar dan mereka berada di pihak yang salah? Bukankah tempat kita nanti surga dan
tempat mereka neraka? 'Ya', jawab Abu Bakar. Lalu kenapa kita membuat perjanjian
dengan mereka dan Allah tidak memberi keputusan antara kita dengan mereka? tanya
“Umar kembali. Abu Bakar menjawab lagi. “Wahai Ibn alKhaththab! Ia adalah Rasulullah
dan Allah tidak akan menyia-nyiakannya selamanya”. Maka turunlah surat al Fath. Nabi
langsung membacakannya dihadapan "Umar. Mendengar ayat itu "Umar berkata,
“Wahai Rasulullah! Apakah itu pertanda datangnya pertolongan dari Allah”? 'Ya', jawab
Rasul. Umar pun pulang dalam keadaan puas hatinya”.
Ibn Abi Syaibah menambahkan bahwa 'Ali berkata pada perang Shiffin setelah
keputusan tahkim dibacakan, “Wahai pasukanku! Ini merupakan kemenangan”. "Ali pun
kemudian menerima keputusan itu dan pu ang. Tindakan serupa dilakukan oleh
pasukan-pasukannya. Namun, di antara mereka ada yang terus berkumpul di Harura.
Merekalah yang belakangan disebut Khawarij”. Riwayat Ahmad di atas memiliki syahid
(bukti) yang terdapat dalam kitab al-Shahih. Di dalam kitab itu al-Bukhari
meriwayatkan sebuah al-hadits yang diterimanya dari Hubaib Ibn Abi Tsabit. Hubaib
berkata, “Aku mendatangi Abi Wa'il untuk mempertanyakan persoalan itu Wa'il
menjawab, “(redaksinya sama dengan riwayat yang dikemukakan Ahmad).
Sahl Ibn Hunaif, dalam riwayat di atas, sengaja mengutip hadits hudaibiyyah
karena al-Qurra' bersikeras untuk meneruskan peperangan dan menolak tahkim.
Dengan hadits itu, Sahl mengarahkan mereka agar mentaati 'Ali dan tidak
membangkang apa-apa yang telah digariskannya karena ia lebih mengetahui mana yang
lebih maslahat dari pada mereka. Sahl menuturkan bahwa dalam peristiwa Hudaibiyyah
para sahabat pun berpandangan seperti mereka, yaitu berperang dan menentang ajakan
kaum musyrikin untuk berdamai. Akhirnya, tampaklah bahwa yang paling maslahat
adalah yang ditetapkan oleh Nabi, yakni berdamai.
Al-Kirmani berkata, “Seolah-olah mereka Ahl al-Qurra' berpikiran pendek saat
itu. 'Ali berkata kepada mereka, kalian tidak menggunakan pikiran. Aku tidak gegabah
bertindak sebagaimana aku pun tidak gegabah bertindak datam peristiwa Hudaibiyyah
ketika Itu aku tidak membangkang keputusan Rasulullah. Pada hari inipun aku
bertindak demi kemaslahatan kaum muslimin”?

32
Resume Ali Abdurrahim

B. Perdebatan Antara Dua Juru Tahkim


Imam at thabary telah meriwayatkan Dari Abu Mikhnaf tentang perdebatan
antara dua juru runding. Ia menceritakan. Telah menceritakan kepadaku Abu Jannab al-
Kalbi bahwa Abu Musa ketika bertemu di Dumah al-Jandal, 'Amr melalui pembicaraan
“Wahai Abu Musa! Engkau adalah sahabat Rasulullah dan engkau tua dariku. Bicaralah
engkau terlebih dahulu nanti aku menyusul Sebelumnya "Amr memang biasa
mempersilahkan Abu Musa bertindak lebih dahulu dalam setiap persoalan yang mereka
hadapi. Dengan tindakannya itu, "Amr bermaksud agar Abu Musa bertindak lebih
dahulu dalam mencopot kekhilafahan “Ali. Keduanya kemudian terlibat dalam diskusi,
tetapi tidak pernah sepakat. 'Amr berkehendak mengangkat Mu awiyah sebagai
Khalifah, tetapi Abu Musa menolaknya. lalu mengajukan anak Mu awiyah, Yazid, tetapi
sekali lagi -Abu Musa menolaknya. Abu Musa sendiri mengajukan “Abdullah Ibn "Umar,
tetapi pilihannya itu ditolak “Amr. “Amr akhirnya berkata kepada Abu Musa,
“Katakanlah apa pendapatmu”? “Pendapatku, adalah menurunkan kedua pemimpin ini
dari kursi kekhalifahan. Persoalan selanjutnya kita serankan pada musyawarah kaum
muslimin. Biarkan mereka memilih pemimpin yang dikehendakinya”, demikian Abu
Musa menjawab. "Amr menimpa Pendapat itulah yang ingin aku sampaikan juga”.
Kedua orang itu akhirnya menemui kaum muslimin yang sudah berkumpul,
"Amr berkata kepada Abu Musa, “Umumkanlah kepada mereka tentang persoalan yang
telah kita sepakati dan setujui!” Abu Musa kemudian berkata, “Aku dan "Amr telah
sepakat terhadap satu persoalan yang mudah-mudahan Allah menjadikannya sebagai
kemaslahatan bagi umat ini”. Engkau benar wahai Abu Musa, silahkan engkau dahulu
untuk mengumumkan”, 'Amr menimpali. Ketika Abu Musa maju ke depan hendak
bicara, Ibn "Abbas berkata, “Celakalah engkau Abu Musa! Demi Allah saya yakin ia telah
menipumu. Apabila kalian telah sepakat, biarkanlah ia berbicara terlebih dahulu baru
menyusul engkau karena ia seorang pengkhianat. Saya tidak percaya ia telah memberi
kerelaan terhadap apa yang engkau katakan telah disepakati. Apabila engkau berbicara
di hadapan mereka, pasti Ia nanti akan mengingkari pembicaraanmu" Abu Musa
nampaknya tidak sadar akan peringatan Ibn "Abbas dan ia berkata, “Benar kami telah
sepakat”.
Abu Musa kemudian maju. Setelah memanjatkan pujian bagi Allah ia berkata,
“Wahai manusia! Kami telah memikirkan umat ini dan kamu tidak melihat hal yang
lebih maslahat dari umat ini. Dan tidak ada yang paling menyakitkan umat ini kecuali
apa yang telah menjadi kesepakatan Amr yaitu kami mencopot kepemimpinan "Ali dan
Mu'awiyah. Umat inilah yang selanjutnya menangani persoalan ini sehingga nanti
mereka memilih pemimpin yang disukainya. Saya sendiri telah mencopot “Ali dan
Muawiyah. Aku serahkan urusannya kepada kalian. Pilihlah siapa yang paling pantas
menjadi khalifah”. Setelah selesai berbicara ia turun dari mimbar disusul oleh “Amr
yang maju untuk berbicara. Setelah memanjatkan puji kepada Allah, ia berkata, "Kalian
sudah mendengar ucapannya. Ia mencopot karibnya dan aku pun setuju mencopotnya
seperti yang telah dilakukannya Dan sekarang saya menetapkan karibku, Mu'awiyah
sebagai Khalifah. ia adalah wali Utsman Ibn 'Affan dan orang yang menuntut atas
kematiannya. Dialah di antara manusia yang paling berhak menggantikan posisinya".

33
Resume Ali Abdurrahim

Mendengar ucapannya, Abu Musa berdiri dan menghardik, “Apa yang engkau
lakukan, Allah tidak akan memberkatimu. Engkau telah berkhianat dan berdusta.
Engkau bagaikan anjing. Bila diperhatikan , ia menjulurkan lidahnya. Bila tidak
diperhatikan, ia pun menjulurkan lidahnya”. “Amr menjawab, “Engkau bagaikan himar
yang membawa setumpuk buku" Syuraih Ibn Hani mendatangi 'Amr dan memukulnya
dengan cambuk, dan anak 'Amr membalas mencambuknya. Kaum muslimin pun
berdiam untuk melerai pertikaian. Setelah peristiwa itu, Syuraih berkata, “Saya tidak
menyesal memukul "Amr, dan saya akan melakukannya kembali nanti Penduduk Syam
kemudian memohon Abu Musa pulang. la lalu mengendarai kudanya menuju Mekkah".
C. Studi Kritik Terhadap Riwayat Tahkim
Karena peristiwa tahkim menempati posisi yang sangat penting dalam sejarah
politik pemerintahan Islam, maka suatu keharusan mengklarifikasi kejadian yang
sebenarnya. Sebab, konsepsi sebuah fakta sejarah sangat bergantung kepada
interpretasi terhadap peristiwa tahkim di atas telah mencemari kedudukan dan nama
baik para sahabat, yakni kisah-kisah masyhur di kalangan umat Islam yang
menggambarkan para sahabat yang terlibat dalam peristiwa tahkim sebagai penipu,
kurang hati-hati, dan berambisi merebut kekuasaan.
Studi kritis terhadap riwayat-riwayat tahkim di atas memperlihatkan dua cacat:
Sanadnya dhaif dan matannya kacau (mudhtharib). Di lihat dari segi sanadnya, tenyata
di sana terdapat dua perawi yang diragukan keadilannya. Kedua orang itu adalah Abu
Mikhnaf (Luth Ibn Yahya) dan Abu Janab al-Kalbi. Yang disebutkan pertama bukanlah
orang terpercaya (tsiqat) sebagaimana telah dijelaskan terdahulu, sedangkan yang
kedua adalah sebagaimana dikatakan oleh Ibn Sa'ad seorang yang dhaif." alBukhari dan
Abu Hatim pun berkata bahwa Yahya al-qaththan telah mendha'ifkannya.? Penilaian
yang sama diberikan oleh al-Darimi dan alNasa'i
Tinjauan terhadap matannya memperlihatkan tiga persoalan: Pertama,
persoalan yang berkaitan dengan perselisihan antara “Ali dan Mu'awiyah radhiyallahu
anhuma dan faktor-faktor yang menyebabkan timbulnya peperangan antara keduanya.
Kedua, persoalan yang berkaitan dengan posisi 'Ali dan Mu'awiyah. Ketiga, persoalan.
yang berkaitan dengan kepribadian Abu Musa dan "Amr Ibn al-'Ash.
D. Perselisihan Antara Ali Dan Muawiyah
Telah menjadi konsensus semua sejarahwan bahwa p perselisihan antara “Ali
dan Mu'awiyah adalah tuntutan gishas pembunuh “Utsman. Mu'awiyah mengira bahwa
'Ali senga a melaksanakan kewajibannya menghukum gishash para pemb "Utsman. Itu
sebabnya, ia menolak membai' at dan mentaati Ali.lame n pelaksanaan gishash sebelum
membai at sebab ia merasa sebagai orang yang berhak atas tuntutan itu karena
kekerabatannya dengan 'Utsman.
Atas sikap Muawiyah di atas juga dengan tidak dilaksanakan kebijakan-kebijakan
politis “Ali di Syam, Mu'awiyah dan pengikutnya nilai oleh “Ali sebagai pemberontak.
Penilaiannya itu bertolak da pendapatnya bahwa bai at Mu awiyah sebenarnya sah
dengan kehad an kelompok Muhajirin dan Anshar di Madinah. Dengan bai' at dua
kelompok itu, kaum muslimin yang tersisa seharusnya mengakui kekhilafahannya Itu

34
Resume Ali Abdurrahim

sebabnya, “Ali menetapkan untuk menundukkan mereka agar kembali kepada


persatuan umat walaupun dengan cara kekerasan.

35
Resume Muhammad Muttaqin

3.3. IMPLIKASI-IMPLIKASI FITNAH

A. Implikasi Politik
Perang Jamal dan disusul perang Shiffin meletus, sementara pasukan Islam yang
bertikai itu tetap bernaung di bawah satu mazhab i'tikad dan kepentingan politik, yaitu
mazhab Ahlusunnah wal jama'ah, mazhab yang ditempuh oleh Nabi (saw) dan para
sahabatnya -para pengikut petunjuk dan kebenaran serta tidak pernah merubah
kandungan kitab Allah.
Namun demikian, perang Shiffin dipandang sebagai akar sejarah bagi timbulnya
aliran-aliran yang memiliki visi politik. Ada dua aliran bahkan dua kecenderungan yang
masing-masing melahirkan banyak aliran yang lahir sebagai implikasi dari peperangan
itu, yaitu Syiah dan Khawarij. Keduanya muncul diakibatkan oleh satu faktor yaitu
ekstrimitas yang kontradiktif.
Pergumulan antara dua aliran itu memunculkan sebuah orientasi akomodatif
yang bertujuan menengahi dua sisi yang kontradiktif itu. Sudah merupakan kebiasaan
yang terjadi dalam sebuah masyarakat apabila terdapat dua fihak yang bertentangan,
maka akan muncul fihak ketiga yang mengklaim berada di antara kedua pihak itu.
Dalam konteks di atas, pihak ketiga itu adalah aliran Murji'ah, sebuah aliran yang tidak
berani memunculkan visinya sendiri yang akhirnya juga mengikuti visi salah satu dua
firgah di atas.
Perlu disebutkan di sini bahwa mereka yang menyempal dari barisan mayoritas,
atau sunnah wal jama'ah, hanyalah sekelompok kecil dan terbatas. Di antara mereka
tidak terdapat seorang pun yang memiliki keutamaan dan senioritas dalam beragama.
Mereka semuanya berasal dari suku Arab Badui dan keturunan-keturunan yang baru
saja negaranya ditaklukkan Islam sehingga kelslamannya masih dini. Dan sepanjang tiga
kurun yang cemerlang'" keberadaan para pembid'ah telah tenggelam ke dalam sungai
Islam yang sangat dalam. Di kalangan Khawarij -alhamdulillahtidak terdapat salah
seorangpun imam-imam yang cukup dikenal dalam sejarah Islam.
1. Sikap Aliran Khawarij
Peristiwa tahkim antara Ali dan Mu'awiyah ra. pada ahun 38 H. (658 M.)
menyebabkan lahirnya aliran-aliran Islam yang perdimensi politik, termasuk aliran
Khawarij yang menolak prinsip tahkim. ketika terjadi perdebatan di kalangan pasukan
“Ali. Mereka berkata, “Tidak sda hukum kecuali hukum Allah. Tidak boleh menggantikan
hukum Allah dengan hukum manusia. Demi Allah! Allah telah menghukum penzalim
dengan jalan diperangi sehingga kembali ke jalan Allah”.
Ali sebenarnya pernah meluruskan pemahaman Khawarij di atas. Diriwayatkan
bahwa pada suatu hari Khawarij menentang “Ali di Mesjid yang diekspresikan dalam
ungkapan mereka: “Tiada hukum kecuali hukum Allah”. “Ali menjawab mereka,
“Ungkapan benar, tetapi disalahpahami” Kesalahpahaman itu terlihat ketika mereka
mengatakan bahwa tiada hakim kecuali Allah. Oleh karena itu “Ali pun menjawabnya,
“Betul, tiada hukum kecuali hukum Allah. Tetapi mereka pun mengatakan bahwa tiada

36
Resume Muhammad Muttaqin

amir kecuali Allah, sedangkan manusia memerlukan adanya pemimpin politik (amir)”.
Dengan ungkapannya di atas, “Ali sebenarnya hendak memperlihatkan kedangkalan
pemikiran dan akal mereka sebagaimana diungkapkan dalam sebuah hadits sebagai
“manusia-manusia bodoh”.
Mereka menyalahkan “Ali yang telah mengirim surat perdamaian kepada Mu
awiyah padahal Rasulullah (saw) pun pernah melakukannya kepada Suhail Ibn "Amr,
“Sungguh pada diri Rasulullah terdapat suri tauladan bagimu". Ungkapan “Tiada hukum
kecuali hukum Allah" selanjutnya menjadi jargon mazhab Khawarij dan cabang-
cabangnya. Interpretasi terhadap ungkapan di ataspun ternyata berbeda-beda sesuai
dengan jumlah cabangcabang Khawarij. Bertolak dari pemahaman yang keliru terhadap
ungkapan di atas dan penakwilan yang keliru terhadap nash-nash Al-Qur'an, mereka
banyak melakukan kemunkaran-kemunkaran dan kerusakan.
Aliran Khawarij telah terpecah ke dalam aliran-aliran yang Semuanya tidak
sepakat (mempunyai titik temu) kecuali terhadap dua prinsip: Prinsip pertama: Mereka
mengakui kekhilafahan “Ali dan Khalifah sebelumnya. Mereka membenarkan
pengangkatan Abu Bakar, "Umar, Utsman -pada separo waktu tahkim, sementara
setelah tahkim mereka tidak mengakuinya. Dengan demikian, mazhab mereka -
berdasarkan prinsip di atasmenghukum kafir "Utsman, “Ali. Mereka mengumumkan
sebutan kafir bagi seluruh masyarakat Muslim yang berada di luar barisannya. Mereka
pun murka terhadap kelompok yang bertentangan dengannya.
Prinsip kedua: Memberontak kepada penguasa yang zalim merupakan kewajiban
yang tidak boleh ditinggalkan. Setiap orang yang mampu wajib melakukannya
walaupun seorang diri, baik tindakannya itu akan mengantarkannya kepada keputusan
yang diharapkan atau tidak." Mereka tidak mensyaratkan jumlah orang atau kekuatan
untuk merubah kemungkaran. Itu sebabnya, sejarah mereka -dalam gambaran umum
diwarnai oleh pemberontakan-pemberontakan dan peperanganpeperangan yang
sporadis.
Peneliti lain menempatkan Khawarij pada konteks politik saja," sebagaimana ada
pula yang menempatkannya pada konteks agama saja.'“ Pendapat itu sebenarnya
merujuk kepada teori pemisahan antara agama dan politik. Para peneliti itu
menempatkan agama dan politik sebagai dua hal yang bertentangan. Tentu saja
teorinya itu membuat mereka keliru dalam menginterpretasi aliran-aliran dalam Islam
ketika mereka berdebat atau kelompok politisi.
Mereka yang menempatkan Khawarij dalam kontkes politik menjadikan -
fanatisme qabilah (kesukuan) dan diktator dalam pemerintahan sebagai faktor pemicu
existensi Khawarij dan aktivitasnya. Sedangkan mereka yang menempatkannya dalam
konteks agama menjadikan kekerasan dalam beragama dan zuhud yang berlebih-
lebihan sebagai faktor munculnya Khawarj. Mereka lupa bahwa politik merupakan sisi
terpenting yang tidak dapat dipisahkan dari orientasi-orientasi akidah umat Islam.

37
Resume Muhammad Muttaqin

2. Posisi Aliran Murji'ah


Latar belakang penyebutan Murji'ah menurut Ibn "Uyainah adalah sebagaimana
diriwayatkan oleh Abdullah Ibn “Umair al-Razi'" dari Ibrahim Ibn Musa," bahwa Ibn
'Uyainah ditanya tentang maksud kata “Irja' ”. la menjawab, "Kata itu mangandung dua
makna. Pertama, kelompok yang menangguhkan untuk “Ali dan "Utsman (sebagaimana
dilakukan oleh Khawarij, penj.). Kelompok itu sudah tiada lagi. Kedua, “Murji'ah
sekarang, kelompok yang mengatakan bahwa iman itu berupa ucapan tanpa amal.
Karena itu, janganlah kalian berkawan, duduk, makan, minum, dan shalat bersama
mereka”.
Tokoh yang pertama kali memunculkan konsep ija adalah Al-Hasan Ibn
Muhammad Ibn al-Hanafiyyah yan9 wafat tahun 99 H. (717 M) Mengenai biografinya,
Ibn Sa ad telah mengatakan bahwa ia orang yang pertama kali memunculkan konsep
irja'. Diceritakan bahwa Zadan'” dan Maisarah'” datang menemuinya lalu me konsep
irja' yang ditulisnya. Ia lalu berkata kepada Zadan. "Wahai Abu Umar! Sebenarnya saya
menginginkan meninggal sebelum Menulis kitab itu".
Murji ah merupakan kelompok yang tidak mampu mendeskripsikan fakta yang
sebenarnya. Mereka tidak mampu pula mentarjih dua kecenderungan yang kontradiktif.
Karenanya mereka mengambil sikap -dalam klaim merekamoderasi di antara dua
pendapat di atas. Padahal sikapnya itu tidak dapat menghalangi munculnya perselisihan
di antara orang-orang Islam sendiri. Dalam penilaian Murji' ah, sikapnya itu dianggap
telah berhasil mengeluarkannya dari kesulitan. Mereka tidak mendukung atau
mengecam salah seorang dari mereka yang jiperselisihkan status ke-Isiamannya, tetapi
mengembalikannya kepada Allah. Dengan demikian, mereka termasuk aliran yang
mendukung konsep kehendak Allah (masyi'ah).
Bagaimana pun proses lahirnya Murji'ah, baik merupakan aliran independen
yang lahir sesudah fitnah ataupun aliran yang memisahkan diri dari aliran Khawarij,
yang jelas sikap irja' (sikap yang diklaim oleh pencetusnya sebagai sikap pertengahan)
pasti dengan sendirinya akan muncul sebagai ekses dari peristiwa fitnah, sebagimana
pula hal itu pun akan muncul pada setiap persoalan kehidupan manusia, yakni keluar
dari arus utama.
Hal itu sudah merupakan hukum kemasyarakatan, yakni perselisihan apapun
yang mengimplikasikan munculnya dua kubu diametral, pasti akan memunculkan kubu
ketiga dengan alasan apa pun. Hukum itu pun terjadi pada masyarakat Islam sewaktu
terjadi fitnah pertama, yakni dengan munculnya sekelompok manusia yang mengambil
sikap pertengahan yang tiada lain kecuali posisi negatif yang muncul dari keraguan
untuk memihak kepada para sahabat yang diperselisihkan statusnya.
3. Sikap Syi'ah
Aliran lain yang muncul pasca tragedi pertama adalah Syi'ah yang. memiliki
konsep dan ajaran tersendiri dalam bidang politik. Aliran Syi'ah memiliki mainstream
berupa kecintaan kepada Ahlul Bait. Mainstream itu kemudian berkembang setahap
demi setahap yang pada akhirnya menjadikan Syi'ah sebagai sebuah mazhab atau aliran
yang memiliki ajaran-ajaran tersendiri dalam bidang teologi, figih, dan bidang lainnya.

38
Resume Muhammad Muttaqin

Kata “Syi'ah” menurut pengertian bahasa adalah pengikut dan pendukung


seseorang. Apabila dikatakan Fulan min Syi'ah fulan , maksudnya adalah orang yang
membantu meringankan urusan seseorang. Setiap kelompok yang bersatu dalam satu
perkara, mereka adalah Syi'ah. Setiap orang yang menolong orang lain dan masuk ke
dalam golongannya ia merupakan Syi'ah baginya. Kata “Syi'ah" berasal dari kata
“musyaya ah" yang artinya adalah ketaatan dan keikutsertaan."
Perlu digarisbawahi bahwa faktor yang mendukung perkembangan aliran Syi'ah
adalah sebagai berikut:
a. Peristiwa-peristiwa sejarah yang mengimplikasikan pengakaran dan
keberlangsungan aliran-aliran serta melahirkan situasi buruk yang berakhir dengan
terbunuhnya “Ali oleh "Abd al-Rahman Ibn Muljam. Setelah itu, puteranya, al-Hasan,
kemudian menyerahkan kehilafahan kepada Mu'awiyah -radhiya Allah 'anhuma.'"
Peristiwa selanjutnya adalah pemberontakan yang dilakukan oleh al-Husein pada
masa pemerintahan Yazid Ibn Mu'awiyah. Kejadian-kejadian itu serta yang lainnya
seungguh sangat membekas dalam jiwa orang-orang Syi 'ah yang tidak akan pernah
dilupakan oleh sejarah. Peristiwa-peristiwa itu pun semakin menambah perasaan
simpati dan cinta kepada “Ali dan keluarganya yang pada akhirnya memberikan
kontribusi besar bagi kemunculan Syi'ah yang memiliki orientasi politik dan
karakteristik-karakteristik tersendiri yang tidak dimiliki oleh aliranaliran lainnya.
b. Pengaruh sosial budaya yang menyebabkan kelompok Mawali (non Arab) Persia
masuk ke dalam penataan masyarakat Islam. Di samping ikut memperkaya konsep-
konsep Syi'ah, mayoritas Mawali, (golongan hamba sahaya) mendukung Syi'ah
dikarenakan beberapa sebab, baik sebab esensial atau historis. Di antaranya adalah
penaklukan Iran melalui tangan al-Faruq (Umar) dan Zu al-Nurain (Utsman) yang
meruntuhkan dan menceraiberaikan bangunan Persia.
Dalam sebagian jiwa orang-orang Persia terbersit niat untuk membalas
kepahitannya itu kepada para penguasa Islam. Mereka kemudian masuk Islam secara
terang-terangan dengan menyembunyikan niat kemajusiannya yang buruk.
Terbunuhnya 'Umar radhiya Allah 'anh di tangan Abi Lu'lu'ah al-Majusi sebenarnya
merupakan salah satu realisasi niat jelek mereka. "Ali dan anak-anaknya kemudian
dijadikan alat untuk merealisasikan niat jeleknya. Mereka melansir kecintannya kepada
Ahlul bait dan menyerahkan hak kewilayahan dan kekhilafahan secara khusus kepada
ahlul bait.

39

Anda mungkin juga menyukai