DIRESUME OLEH
KELOMPOK TIGA (3)
AGUSMAN
MADENI
MUHAMMAD HANIF
ALI ABDURRAHIM
MUHAMMAD MUTTAQIN
BAB III
FITNAH KEDUA
PASAL 1
1
Resume Muhammad Hanif
2
Resume Muhammad Hanif
5. Riwayat kelima dari saif ibn umar dari guru-gurunya. Pada hari kamis, 15 hari
setelah terbunuhnya 'Utsman (ra) penduduk Madinah dikumpulkan oleh Khawarij,
mereka menemukan Sa ad dan al-Zubair sedang keluar, tetapi Thalhah ada di
kompleksnya, dan mereka menemukan Bani Umayyah benar-benar telah lari kecuali
yang tak mampu lari. Al-Walid dan Sa'id adalah orang pertama yang lari ke Makkah,
kemudian disusul oleh Marwan dan setelah itu disusul oleh yang lain. Ketika
penduduk Madinah berkumpul bersama mereka, penduduk Mesir berkata: "Kalian
adalah Ahl al-Syura anggota tim musyawarah), dan kalian pula orang yang
menyelenggarakan kepemimpinan (al-Imamah), dan putusan kalian berlaku bagi
seluruh umat, lihatlah orang yang kamu angkat itu, kami akan mengikuti
kalian".Massa menyahut: “Ali Ibn Abi Thalib. Kami (ridha) menerimanya".8
6. Riwayat keenam dari "Auf9 yang mengatakan: "Saya bersaksi bahwa saya
mendengar Muhammad Ibn Sirin berkata, "Ali datang dan berkata kepada Thalhah:
"Ulurkan tanganmu wahai Thalhah, aku akan membai'atmu“, jawab Thalhah: "Anda
wahai Ali, lebih berhak, engkau adalah Amirul Mu'minin, dan ulurkan tanganmu,
maka Ali mengulurkan tangannya dan berbai atlah ia kepada 'Ali 10
7. Riwayat ketujuh dari Ismail Ibn Musa al-Fazzari'11 dengan isnadnyayang bersumber
dari al-'Urni pemilik unta yang menjadi penunjuk jalan- nya 'Ali ketika di Zi Qar
berkata, sewaktu `Ali datang ke Zi Qar, ia bertahmid dan memuji Allah lalu berkata:
"Sesungguhnya Nabi (saw) telah wafat dan saya tidak melihat orang yang paling
berhak dalam urusan ini kecuali saya, namun orang-orang berbai'at kepada Abu
Bakr, maka sayapun berbai'at kepadanya sebagaimana orang banyak berbai'at.
Kemudian Abu Bakr wafat dan saat itu kulihat tidak ada orang yang paling berhak
untuk urusan ini kecuali saya, maka orang- orang membai' at 'Umar Ibn al-
Khaththab, akupun juga membai'atnya sebagaimana orang ramai-ramai berbai'at.
Kemudian 'Umar wafat dan aku tidak melihat ada orang yang paling berhak atas hal
itu kecuali diriku, saya termasuk salah satu dari enam kandidat, lalu orang banyak
membai at 'Utsman, akupun berbai'at kepadanya sebagaimana orang-orang itu
berbaiat. Kemudian orang-orang memberontak kepada Utsman dan membunuhnya,
mereka datang kepadaku dan membai atku dengan sukarela tanpa paksaan, aku
bersama orang-orang yang mengikutiku akan memerangi orang-orang yang
memusuhiku, sehingga Allah memutuskan hukum antara aku dan mereka, dan Allah
adalah sebaik-baik hakim. 12
(tidak apa-apa). Menurut Ibn 'Adi, mereka menolak dia karena fanatisme syi'ahnya sangat menonjol. Ibn Hajar
mengatakan: "la adalah shaduq, . tetapi sering tersalah, dan dituduh sebagai rafidha”, wafat tahun 245. (859 M).
Riwayat hidupnya ditulis oleh Al-Bukhari, Al-Tarikh Al-Kabir, 1/1/373. Ibri Abi Hatim, op.cit.. juz 2. hal. 196, Al-
Zahabi, Al-Mizan, juz 1, hal. 251, Ibn Hajar, Al-Taqrib, juz 1. hal.75.
12 At thabary, Op.Cit, juz 4, hal.458.
3
Resume Muhammad Hanif
8. Riwayat kedelapan melalui Nashr Ibn Muzahim al-'Aththar13 adalah Seorang lelaki -
Abd Khair ibn Yazid14 mengahadap kepada Abi Musa, ia berkata: "Wahai Abi Musa
adakah dua orang ini -yakni Thalhah dan al-Zubair- termasuk yang membai at 'Ali?
Jawabnya: "ya".15
Berangkat dari riwayat yang telah dipaparkan di atas, penulis berkesimpulan
bahwa penentangan terhadap `Ali bersifat politis. Kesimpulan itu diperkuat oleh
kenyataan sejarah bahwa penentangan yang ditujukan kepada 'Ali tidak menimbulkan
kecacatan pada keimaman Ali. Penentangan yang ditujukan kepadanya berorientasi
pada penegakan hukum qishash bagi pembunuh Utsman. Penentangan yang ditujukan
kepada 'Ali, disebabkan oleh beberapa sebab, di antaranya:
1. Thalhah, al-Zubair, 'Aisyah, dan Mu'awiyah tidak memberikan bai'at kepada 'Ali
bukan karena tidak menyetujuinya tetapi, penundaan memberikan bai'at terkait
langsung dengan tuntutan pelaksanaan qishash bagi pembunuh Utsman. Pendapat
mereka merujuk pada hadits nabi (saw) yang diriwayatkan oleh Imam al-Thabary
dengan sanad yang shahih dari al-Ahnaf Ibn Qais. Ia menyatakan, bahwa kami keluar
untuk melaksanakan haji kemudian datang ke Madinah. Tatkala sampai di rumah
dan menyimpan kendaraan yang baru saja digunakan, datanglah seseorang dan
berkata, bahwa orang-orang pada berdatangan dan berkumpul di Masjid. Karena itu,
sayapun datang ke Masjid. Di Masjid inilah orang-orang menyanjung perlindungan
'Utsman terhadap sahabat dan menjelaskan berbagai kebaikan amirul mu'minin. Al-
Ahnaf Ibn Qaid berkata: "Aku bertemu dengan Thalhah dan al-Zubair, kemudian
saya katakan kepadanya bahwa orang ini ("Utsman) telah terbunuh, kepada
siapakah aku memberi bai at? Keduanya mengatakan: "Kepada 'Ali!". Lalu Ahnaf
berkata: "Apakah Anda berdua menyuruhku dan meridhainya? Keduanya berkata:
"Ya". Kemudiansesudah itu, Ahnaf pergi ke Mekah dan menyampaikan berita
tentang terbunuhnya 'Utsman. Di Mekah Ahnaf menemui Aisyah dan menyatakan
kepada siapa ia memberi bai at? 'Aisyah berkata: "Kepada Ali". Aku menanyakan
kepadanya, apakah Anda menyuruhku dan meridhainya? 'Aisyah menjawab: "Ya!".
Setelah itu, aku berangkat menuju Madinah untuk menemui Ali dan membai atnya.
Setelah membai at 'Ali di Madinah, saya menuju Bashrah dan keadaan sudah stabil.
Di Bashrah, ada seorang datang kepadaku kemudian menyampaikan bahwa
Thalhah, 'Aisyah dan al-Zubair datang Khuraidah (suatu tempat di Bashrah). Apa
maksud kedatangannya? Tanya saya kepadanya, lalu ia menjawab: "Mereka
mengutus Ande untuk menuntut darah atas kematian 'Utsman yang terbunuh secara
aniaya"16 Ketika Mu'awiyah diminta untuk membai at Ali, ia menyatakan dalam
13 Dia adalah nashr Ibn Muzahim al-ë Aththar al-Kufi Abu al-Fadhl, salah seorang ahli sejarah dari tingkatan Abi
Mikhnaf. Dia sangat mengetahui sejarah, termasuk salah seorang dari Rafidhah dari kelompok Syiah ghulat. Ikut
dalam perang Shiffin, al-Jamal pembunuhan Hajar Ibn 'Adi, pembunuhan al-Husain Ibn 'Ali. Wafat di 212 (827 M),
al- Khatib, op.cit., juz 13, hal. 283, Ibn Nadim, op.cit., hal. 106. Yaqut, Mu'jam al-Udaba' juz 19, hal. 225, al-Zahabai,
Al-Mizan, juz 4, hal. 254.
14 Dia adalah Abd Khair Ibn Yazid al-Hamadani Abu elmarah al-Kufi: Tabi'i Mukhdharm la meriwayatkan dari Abi
bakr, 'Ali, Yazid Ibn Arqam, 'A'isyah, dan lain-lain. Muslim menyebutkannya dalam thabaqah pertama dari Tabi'i
penduduki KufahIbn Hibban menyebutkannya, Tsiqah al-Tabi'in. Lihat Al-Darimi, al-Tarikh, hal. 150. Al-'ljli, op.cit.
hal. 286. Ibn Hibban, op.cit., juz 5, hal. 144, Al-Khatib, op.cit., juz 11. hal. 126.
15 At thabary, op.cit, juz 4, hal.486.
16 At thabary, op.cit, juz 4, hal.427
4
Resume Muhammad Hanif
suratnya bahwa jika engkau benar, serahkanlah pembunuh 'Uisman kepadaku. Kami
akan membunuh mereka juga sebagai gishash. Sesudah itu, ketahuilah bahwa saya
orang yang pertama mendukung Anda.17
2. Kebebasan bagi masyarakat Madinah mendapat jaminan yang tiada duanya. Karena
itu, ketika bai'at dilaksnakan untuk 'Ali tidak ada sedikitpun paksaan dan tekanan
dari siapa pun. Hal ini dapat dibuktikan dari dialog antara 'Ali dengan orang-orang
setelah 'Utsman terbunuh tatkala masyarakat akan memberikan baiat kepadanya.
"Ali meminta agar bai'at dilaksanakan di masjid, sehingga pelaksanaan bai at
tersebut berlangsung secara terbuka atas ridha kaum muslimin. 18Adapun riwayat
yang menukilkan tentang bai'at yang diberikan oleh Thalhah dan al-Zubair terhadap
Ali secara terpaksa, sama sekali tidak berdasarkan dalil, karena banyak riwayat yang
shahih yang menyatakan bahwa keduanya membai'at secara suka rela.
3. Kesenioran `Ali, keutamaannya dan kepatuhannya terhadap hukum-hukum al-
Qur'an dan al-Sunnah, amalnya yang sungguh-sungguh janji-janjinya di dalam
khotbah untuk menerapkan perintah dan larangan syara', tidak membuka peluang
kepada seseorang untuk memberi kecacatan atas kepemimpinannya bagi kaum
muslimin.
Dengan demikian dapat dikatakan bahwa 'Ali merupakan calon yang paling kuat
untuk menjadi imam setelah terbunuh 'Umar. 'Umar menunjuk 6 (enam) orang yang
berhak untuk dipilih, hanya saja dari empat orang yang bermusyawarah, yaitu
Abdurrahman, Sa'ad, Thalhah dan al-Zubair mengundurkan diri dan menyerahkan
kesempatan secara terbuka kepada dua orang yaitu Ali dan 'Utsman. Ini adalah
kesepakatan orang yang mempunyai hak bermusyawarah, jika tidak ada Utsman pasti
"Ali dan setelah meninggal 'Utsman, ia diajukan dan diunggulkan penduduk Madinah
untuk menjadi Khalifah.
Begitu juga tidak ada seorangpun dari sahabat Rasul yang pada waktu itu lebih
berhak untuk menjadi khalifah selain dari menantunya dan banyak lagi keutamaan lain
yang menjadi dasar atas dirinya. Ia termasuk kaum Muhajirin terdahulu, putera paman
Rasul, pengajuannya dan pencalonnnya untuk menjadi khalifah bagi kaum muslimin
Hanya saja hubungan kekerabatan seperti kaum muhajirin terdahulu , menantu, dan
selainnya, bukanlah satu-satunya keistimewaan Ali untuk memangku jabatan yang
sensitif dan berat itu. Tetapi di samping itu, ia mempunyai kemampuan dan kecakapan
yang tidak dipertentangkan lagi, seperti keberaniannya, kegesitannya, kecerdasannya
dalam kebenaran dan pandangannya yang luas di dalam menyelesaikan masalah
sehingga khalifah Umar sering mengambil pendapatnya jika ada hal-hal yang
diperselisihkan. Semua ini merupakan faktor utama tanpa diragukan lagi yang
menjadikannya sebagai satu-satunya calon untuk menjadi pemimpin kaum muslimin
pada fase yang sensitif dalam kehidupan mereka.
5
Resume Muhammad Hanif
Sejak awal sudah nampak prinsip yang dipegang 'Ali (ra) dalam Politiknya
menghadapi pembunuhan 'Utsman adalah sikap sabar, telaten dan cermat. 'Ali memahami
betul konsekuensi-konsekuensi sikapnya, la memahami apa yang seharusnya dilakukan dan
apa yang tak perlu dilakukan dalam kondisi seperti di atas. Jawaban `Ali kepada pihak-pihak
yang menuntut agar ditegakkan hukum qishash terhadap pembunuh Utsman menunjukkan
kecerdasan dan kepiawaiannya yang tak kalah dengan kejeniusannya di bidang hukum dan
peradilan. Pengalaman politik termasuk elemen yang sangat dibutuhkan oleh seorang
pimpinan yang sukses. Karena dengan itu ia mampu mengukur keadaan dan menempatkan
setiap persoalan pada proporsinya, apalagi dalam kondisi ketika `Ali memegang kendali
kepemimpinan umat Islam, di mana suasana kacau masih mencekam, situasi sedang goncang,
pendapat simpang siur, masyarakat dilanda ketakutan, dan gambaran permasalahan yang
sesungguhnya masih kabur, karena kaum khawarij yang terus mengintai, belum juga
meninggalkan kota Madinah setelah terbunuhnya 'Utsman, hingga setelah pengangkatan 'Ali,
apakah yang mereka inginkan lagi setelah itu? Karena hal itu semua, 'Ali sebagai Amirul
Mu'minin ingin berhati-hati mungkin memperlakukan mereka dengan cara-cara yang etis dan
lemah dalam memperlakukan para pembangkang dan berusaha semaksimal lembut sampai
tiba waktunya yang tepat untuk menegakkan hukum Allah terhadap mereka.
Akan tetapi orang-orang yang tidak dapat memahami peta politik ini, dan mereka
yang telah terjebak dalam sikap emosional terhadap pembunuh 'Utsman, ingin cepat-cepat
mengambil tindakan pembalasan Sungguh keinginan menuntut balas atas kematian 'Utsman
sejak hari pertama pengangkatan 'Ali (ra), merupakan tindakan politik yang kurang bijak.
Begitu juga desakan yang bertubi-tubi kepada khalifah baru untuk menghukum qishash para
pembunuh khalifah yang lalu sesegera mungkin bukanlah suatu kebijaksanaan, karena hal itu
dapat menyulitkan bagi khalifah yang baru, karena hal itu sama saja artinya membiarkan
suasana kacau terus berlanjut, pembunuhan dan hiruk pikuk akan lebih marak lagi dan hal itu
akan diikuti oleh dampak-dampak yang sangat membahayakan yang tidak diketahui
ujungnya, kecuali hanya Allah Ta'ala. Tetapi `Ali (ra) benar-benar telah menempuh langkah
terbaik terhadap segala kemungkinan di balik tuntutan atas darah Utsman, dan ia berusaha
memberikan penjelasan kepada segenap penuntut -yang dipelopori oleh Thalhah dan Zubair
(ra) akan pandangannya tentang penangguhan proses perkara itu. Dalam sebuah diskusi
dengan mereka, 'Ali berkata. "Wahai saudaraku, aku bukannya tidak mengetahui tuntutan
kalian itu, tetapi apa yang bisa kulakukan terhadap suatu kelompok yang menguasai kita
tetapi kita tidak menguasai mereka? (Agar kalian ketahui bahwa budak-budak kamu telah
bergabung dalam pemberontakan mereka, orang-orang badui kamu ikut mendukung
perjuangan mereka, mereka mengepung kamu dan akan memperlakukan kamu semau
mereka. Nah, dalam kondisi seperti ini, mampukah kamu melaksanakan apa yang kamu
tuntut itu? Pada saat itu barulah mereka kembali ke akal sadar mereka, sehingga mereka
semua menjawab serentak: "Tidak!" Dan pada saat itu barulah Ali (ra) melihat mereka
mengerti permasalahannya. Ali tidak pernah berbeda pendapat dengan mereka tentang
biadabnya kejahatan yang dilakukan oleh tangan-tangan yang berdosa itu, seperti
diungkapkannya berbeda dengan apa yang kamu lihat.
Memang perbuatan itu adalah tentang sikap orang yang mungkin saja berbeda
tentang persoalan ini Mereka tidak seluruhnya sependapat. Ada yang sependapat
6
Resume Muhammad Hanif
dengan pihak penuntut darah Utsman, dan ada pula yang tidak sependapat dan
sebagian mengungkap sikapnya pribadi tentang kasus ini, katanya: "(tunggu) sampai
kepada mereka: "Demi Allah, aku tidak mempunyai pandangan yang ada pula yang
abstain (tidak punya pendapat sama sekali). Akhirnya ia mengungkap sikapnya pribadi
tentang kasus ini, katanya : “(tunggu) sampai suasana tenang sejenak, agar hati orang
masing-masing kembali kepada kesadarannya, yang berhak mengambil haknya.
Perubahan juga terasa dalam hal pemikiran sebagai akibat dari fitnah. Aliran
pemikiran bertambah banyak. Setelah orang-orang menganut satu mazhab sebelum
fitnah, mereka terbagi kepada beberapa golongan dan masing-masing golongan
memihak pada suatu golongan dan menantang pendapat golongan lainnya. Akibatnya,
ialah terjadinya perpecahan di kalangan umat. Dan hal inilah yang menyebabkan
lemahnya pusat khilafah dan penguasaan terhadap berbagai urusan. Pendirian Ali tetap
pada proporsinya. Ia tegas, kendati perubahan di sekitarnya berlangsung dengan sangat
cepat dalam berbagai sektor kehidupan, antara lain pada pemikiran orang-orang di
sekeliling khalifah, masalah kekhilafahan, masalah material dan berbagai perubahan
lainnya Tetapi "Ali tidak bergeser sedikitpun dari pendapatnya. Ia menegaskan "Bahwa
lebih baik hancur berantakan daripada memilih ikut hanyut dalam perkembangan yang
dapat mengorbankan kerasyidan dan keadilannya" Jika seorang politisi dikatakan
berhasil jika mampu menjalankan aktifitas politiknya dengan mengikuti perkembangan
masa, memanfaatkan kesempatan untuk kepentingan pribadi dan kelompok untuk
mendukung penguasa dan mempertahankan kekuasaan dengan berbagai cara, Ali pasti
tidak termasuk dalam kategori seperti ini. Tetapi jika politik dipahami sebagai
pemahaman yang baik, berupaya untuk kemaslahatan umat secara umum, serta
mengambil dan mengembangkan nilai-nilai positif, seperti menegakkan keadilan,
persamaan dan kebaikan, maka `Ali termasuk dalam tingkatan yang paling tinggi dalam
kategori politik.
Berdasarkan semua ini dapat disimpulkan bahwa Ali termasuk kepada kategori
politikus dan negarawan yang terbaik, sekiranya masa kekhalifahannya tetap seperti
hari-hari awal pemerintahannya. Adapun keadaan yang terjadi pada masa itu, tidak
sesuai dengan kecenderungan politiknya. Karena itu, ada yang menilainya bukan
politikus, lantaran tidak berhasil mewujudkan cita-cita politiknya yang bersih dan jujur
penuh keadilan tanpa pandang bulu.
7
Resume Madeni
8
Resume Madeni
al-Asy'ari gubernur Kufah dari pihak 'Ali. Dalam surat itu Aisyah menjelaskan bahwa
masalah Utsman telah terjadi sebagaimana engkau ketahui dan kemaslahatan manusia
sudah tiada. Perintahkanlah kepada mereka agar tinggal dirumah dan ridha afiah
sampai datang kepada mereka perbaikan urusan kaum muslimin yang mereka inginkan.
Ketika Ali sampai di Bashrah, ia datang menemui Aisyah dan menyatakan:
"Semoga Allah mengampuni engkau". Aisyah menjawab: "Dan kepadamu juga", lalu
'Aisyah menyambung pernyataannya bahwa aku tidak menginginkan sesuatu kecuali
perbaikan. Ketika Ali memerintahkan al-Qa`qa untuk mendamaikan orang-orang yang
terlibat dalam perang Jamal, ia memulai dengan Aisyah. Al-Qa qa mengajukan
pertanyaan kepada Ummul Mukminin sekitar masalah yang menjadi sebab sehingga
keluar berperang. 'Aisyah menjawab. "Untuk mendamaikan orang" Al-Zuhri
meriwayatkan ucapan 'Aisyah sebagai berikut: "Yang aku inginkan ialah orang-orang
mempertahankan tempatku, dan aku tidak mengira akan terjadi peperangan di antara
orang-orang tersebut. Seandainya aku tahu hal tersebut, aku tidak akan berpendirian
seperti itu sama sekali.
Ibn al-Arabi menguatkan pendapat di atas dengan mengatakan: "Adapun
keluarnya 'Aisyah ke perang Jamal, bukan bermaksud untuk berperang, tetapi karena
orang-orang pada berharap kepadanya dan mereka mengadu kepadanya tentang fitnah
yang terjadi serta mengharapkan keberkahan agar mampu mewujudkan perdamaian,
maka ia pun keluar. Aisyah mengira bahwa hal itu semua sebagai jalan keluar untuk
mewujudkan perdamaian dengan berpijak pada firman Allah swt Berdasarkan riwayat-
riwayat yang dikemukakan di atas, keseluruhan dapat dikatakan bahwa maka secara
Thalhah dan al-Zubair keluar dan rumah mereka bukan untuk berperang, tetapi untuk
tujuan mendamaikan dan untuk menyatukan orang-orang yang saling berselisih dalam
hal menuntut bela atas kematian 'Utsman.
Adapun dampak saba'iyah dalam Fitnah Kedua adalah
1. Terjadinya peperangan merupakan hasutan dari Kaum Saba'iyah
Para pengikut Aisyah, berusaha untuk melakukan perbaikan dan perdamaian itu
bukan hanya milik Thalhah, al Zubair dan Aisyah saja, tetapi juga Ali. Di dalam Tarikh
Imam al-Thabari dikatakan bahwa Ali ketika mau keluar menuju Bashrah, Ibn Rifa'ah
Ibn Rafi menghadap kepadanya dan berkata: "Wahai amirul mu'minin, apa yang engkau
inginkan? Dan kemana engkau akan membawa kami"? Ali menjawab: "Yang kami
inginkan adalah memperbaiki dan mendamaikan, mereka menerima dan mengabulkan
keinginan kita".
Dari jalur Saif diriwayatkan bahwa ada seorang lagi yang menghadap kepada Ali
dan bertanya: "Wahai amirul mu'minin, jika sekiranya Anda bertemu mereka? Ali
menjawab: "Telah jelas bagi kita dengan mereka. bahwa perdamaian dan menjaga agar
perang tidak terjadi adalah hal yang lebih utama. Jika mereka mengikuti hal itu, maka
itulah hal yang terbaik.. Jika mereka menolak, maka perang tidak bisa dielakkan lagi"."
Tatkala Amir Bin Mathar al-Syaibani datang kepada Ali dari Kufah, Ali bertanya
sekitar situasi Kufah. Amir menjelaskan keadaan tersebut. Lalu 'Ali bertanya lagi
tentang Abu Musa al-Asy'ari, Amir menjawab: "Jika amirul mu'minin menginginkan
9
Resume Madeni
damai, maka Abu Musa mendukungnya dan jika menginginkan perang, Abu Musa adalah
orang yang tidak setuju. Ali berkata: "Demi Allah aku tidak menginginkan perang,
kecuali berdamai"."
Ketika datang utusan datang dari Kufah di Zi Qar, Ali mengatakan kepada utusan
itu: "Wahai warga Kufah, Anda sekalian telah bertemu dengan penguasa ajam (asing)
maka engkau telah memelihara kesatuan mereka, dan aku mengundang kalian untuk
menyaksikan saudara-saudara kita di Bashrah jika mereka kembali maka itu yang kami
inginkan. Tetapi pa mereka menentang kita obati mereka dengan perlahan-lahan
sehingga mereka memulainya kepada kita dengan kezaliman. Kita akan mengutamakan
dan memilih damai daripada kehancuran, Insya Allah, Al-Hasan, putra All meriwayatkan
bahwa amirul mu'minin bersumpah: Demi Allah, kami tidak menginginkan kecuali
damai
Secara umum, dapat dikatakan bahwa Ali, Thalhah, dan al-Zubair serta Aisyah
tidak melihat sesuatu yang terbaik kecuali damai dan meninggalkan perang dan mereka
telah melakukannya. Tampak betapa puasnya Thalhah, dan al-Zubair dengan alasan
bahwa Ali memperlambat pelaksanaan qishash terhadap pembunuh Utsman sampai
keadaan tenang dan pusat kekhalifahan kuat, maka keadilan akan berjalan sebagaimana
mestinya.
Sebagian pendukung Thalhah dan al-Zubair mempergunakan kesempatan yang
diberikan oleh Ali dengan mengomentari keputusan Ali la berkata: "Sekiranya masalah
qishash terjadi sebelum hari ini, maka akan turun ayat Qur'an tentang peristiwa
tersebut. Di samping itu, juga akan ada penjelasan dari hadits Rasul". Sebagian orang
mengira bahwa tidak diperbolehkan menggerakkannya, yaitu 'Ali dan para
pendukungnya dan kami mengatakan tidak mesti kita melakukannya qishash tersebut.
Tentang hal ini Ali berkata: Meninggalkan mereka itu suatu perbuatan jelek. dan itu
lebih baik dari pada yang lebih jelek dari itu. Hampir saja jelas kepada kita. bahwa telah
ada hukum bagi kaum muslimin untuk lebih memilih yang lebih penting manfaatnya.
Sikap yang diambil Thalhah dan Zubair Pun tergolong mulia, tak kalah dengan
sikap Amirul Mukminin `Ali [ra]. Masing-masing menyongsong perdamaian dan
menyetujuinya, mereka enggan menumpahkan darah atau membunuh seorang muslim.
Orang cerdas tidak mungkin memahami bahwa tokoh-tokoh dari kedua kelompok inilah
sebenarnya yang menggerakkan pertempuran dan menyalakan api peperangan.
2. Para pembunuh Utsman, rekan-rekan Ibn Saba' -[mereka berhak menerima azab
dari Allah inilah yang menghidupkan sumbu peperangan Ketika para penduduk
memasuki rumahnya masing-masing dalam apinya agar mereka lepas dari kejaran
hukum Qishash. keadaan tenang.
Ali keluar demikian pula Thalhah dan Zubair. Mereka menyalakan bermufakat
dan membicarakan perselisihan. Mereka tidak menemukan jalan yang terbaik selain
perdamaian serta menghindari peperangan saat melihat situasinya mulai memburuk,
dan ketika berpisah, mereka tetap dalam kesepakatan itu. Ali kembali ke markasnya
demikian pula Thalhah dan Zubair Ali mengirim utusan ke para komandan regunya,
kecuali kepada para pengepung Utsman [ra].
10
Resume Madeni
Mereka semua sudah merasa mantap dengan tekad damai dan saling
memaafkan. Mereka tidak meragukan sedikitpun perdamaian itu. Masing-masing saling
berhadapan dan mengunjungi. Tidak ada pembicaraan dan niat mereka kecuali
perdamaian.
3. Sementara orang-orang yang menginginkan kerusuhan, menghabiskan malam
mereka dengan niat buruk, karena mereka bakal celaka. Sehingga mereka
bermusyawarah sepanjang malam. Salah seorang di antara mereka berkata,
"Masalah Thalhah dan Zubair sudah kita ketahui, sedang sikap Ali belum kita
ketahui hingga sekarang, sebab ia meminta masa bergerak pulang bersamanya
besok hari, dan ia tidak memperbolehkan ikut bersamanya orang-orang yang
terlibat dalam penganiayaan Utsman.
Nah sekarang, pandangan orang seluruhnya terhadap kita adalah sama. Jika
mereka sukses berdamai bersama Ali, konsekuensinya adalah nyawa kita Ibn Sauda,
julukan Abdullah Ibn Saba' yang menjadi jenderal mereka, memberikan arahan,
katanya: "Sesungguhnya kesuksesan kamu tergantung pada kemampuan kamu dalam
memobilisasi massa, maka ambillah muka mereka".
Apabila massa besok bertemu, maka provokasilah mereka untuk berperang.
Jangan beri kesempatan mereka berfikir jernih. Jika di antara orang-orang yang kamu
susupi itu, ada yang menolak - sementara Ali, Thalhah dan Zubair sibuk dengan hal lain
yang bukan perdamaian-, maka yakinkan dia dengan visi kita dan berpencarlah kamu
dalam kedua kubu itu tanpa disadari oleh massa.
Mereka akhirnya sepakat dengan pendapat ini dengan menyulut peperangan
secara rahasia. Mereka keluar di kegelapan malam, tanpa disadari oleh tetangga
mereka. Orang-orang mereka yang berasal dari suku Mudhar menyusup ke kelompok
Mudhar. Yang berasal dari suku Rabi'ah memprovokasi kelompok Rabi'ah. Mereka
membagi-bagikan pedang selanjutnya memberontaklah penduduk Bashrah.
Tiap-tiap kelompok menyerang orang-orang yang datang dengan tiba-tiba.
Thalhah dan Zubair lewat di hadapan orang dari Mudhar. Mereka memanggil sayap
kanan, yakni Rabi'ah yang dikomandani oleh Abdurrahman Ibn al-Harits bin Hisyam,
dan sayap kiri yang dipimpin oleh Abdurrahman ibn Attab ibn Usaid. Thalhah dan
Zubair tetap berada di tengah-tengah barisan sambil berkata, "Ada apa ini? Mereka
mengatakan: "Kami diserang penduduk Kufah pada malam hari", Kedua orang ini
berkata, "Kami tidak mengetahui. apakah Ali merubah niatnya, sehingga mengakibatkan
pertumpahan darah dan menghalalkan yang haram, dan dia tidak akan mena Kemudian
keduanya kembali ke penduduk Bashrah Penduduk menyerang kekuatan mereka
hingga berhasil memaksa mereka mund ké pos mereka.
Ali dan penduduk Kufah mendengar keributan itu Kelompok bn Saba sudah
menempatkan orang-orangnya dekat dengan A untuk menyampaikan kepada Ali apa
yang mereka inginkan. Maka ketika A berkata Ada apa ini?. Orang itu menjawab, "Kami
dikejutkan oleh sekelompok orang dari mereka menyerang kami, lalu kami terpaksa
memukul mundur mereka. Lantas Ali memerintahkan barisan sayap kanannya menuju
sayap kanan dan yang kiri menuju sayap kiri. Kelompok Ibn Saba' tak berhenti
11
Resume Madeni
memprovokasi, Riwayat tersebut juga dikuatkan oleh Ibnu 'Asakir dalam kitab Tarikh
nya, bahwasanya Aisyah [ra] meminta Ka'ab Ibn Saur menyodorkan Al Qur'an untuk
menyeru mereka kembali kepadanya. Lantas ia sodorkan mushaf.
Kelompok yang berada di dalam laskar 'Ali menerimanya, sedangkan di hadapan
mereka kelompok Ibn Saba' takut terwujudnya perdamaian. Ka'ab menyambut mereka
dengan mushaf. Sementara Ali [ra] berada di belakang mereka untuk mencegah mereka.
Namun mereka tetap maju menyerang. Mereka memanahnya Ka'ab dengan anak panah,
ia pun tersungkur ke tanah. Di sisi lain, Thalhah menyeru dari atas kendaraannya,
sementara massa sudah mengerumuninya, lalu ia menyeru: "Hai manusia, apakah kamu
bisa mendengar sejenak"? Tapi, massa justru semakin beringas dan tidak
menghiraukannya. Ia hanya bisa berkata: "Berhenti, berhentilah wahai laron laron api.
Pada saat pertempuran sedang berkecamuk, yang sesungguhnya tidak
dikehendaki oleh kedua belah pihak dari sahabat, Ali [ra] merasa sangat pilu melihat
korban-korban bergelimpangan dari kedua belah pihak. Beliau berkata, "Seandainya
aku mati dua puluh tahun sebelum peristiwa ini Habib Ibn Abi Tsabit mengutip
perkataan 'Ali yang berujar pada peristiwa Jamal, "Ya Allah bukanlah ini kemauanku, Ya
Allah bukanlah ini kemauanku Bahkan kala 'Ali melintas di dekat mayat Thalhah yang
terbunuh, sambil menghapuskan debu di wajahnya, beliau berkata, "Berat rasaku
menahan kesedihan ini hai Abu Muhamad, sesungguhnya aku melihatmu gemerlapan di
bawah gugusan bintang di langit". la melanjutkan, "Hanya kepada Allah adukan
kesusahan dan kegundahan ku", Beliau dan sahabat menangisi Thalhah. Ketika
pembunuh Zubair [mudah-mudahan Zubair memperoleh kehormatan] menemui 'Ali
dengan membawa pedang yang direbutnya dari tangan Zubair untuk dihadiahkan
kepada 'Ali.
Ali sangat sedih sambil memegang pedang itu dan berkata, "Begitu lama pedang
ini menghapus kesusahan dari muka Rasulullah. Bergembiralah wahai pembunuh Ibn
Shafiyah (maksudnya Zubair) dengan api neraka". Ali tak mengizinkan pembunuh
Zubair menemuinya." Ali menshalatkan para syuhada kedua pihak; baik penduduk
Bashrah maupun Kufah, demikian pula beliau menshalatkan orang-orang Quraisy dari
kedua pihak, mereka ada yang penduduk Madinah dan Mekkah Beliau menguburkan
mereka di pemakaman yang luas, Jika Aisyah [ra] membaca ayat " "Diamlah kamu wahai
para istri Nabi- di rumahmu", beliau menangis sampai cadarnya basah. Ketika beliau
mengingat peristiwa Jamal, ia berkata, "Sekiranya aku tetap di rumah sebagaimana
teman-temanku" Dalam riwayat Ibn Abi Syaibah, "Seandainya aku sekuntum mawar
yang tidak menelusuri jalan.
Pengaruh kelompok Ibn Saba' dalam perang Jamal dan dalam menyalakan
sumbu peperangan sudah hampir menjadi kesepakatan para ahli sejarah dan ulama.
Terkadang mereka menyebutnya dengan gelar pengacau, perusuh, atau pengumbar
hawa nafsu (ashhab al-ahwa). Sebagian menyebut mereka pembunuh Utsman atau
menyebut dengan tegas kelompok Sab'iyah. Di dalam "Akhbar al-Basrah" karya Ibn
Syu'bah disebutkan, bahwa orang yang terlibat dalam pembunuhan Utsman [ra] merasa
takut terciptanya perdamaian dalam dua kelompok -Ali dan Thalhah -untuk memerangi
12
Resume Madeni
13
Resume Madeni
memulai peperangan. Jadi, persoalan menjadi bercampur baur. Tak satupun dapat
membela yang lain kecuali dirinya sendiri. Kelompok fasik dari pembunuh Utsman tidak
henti-hentinya melakukan penyerbuan dan menyalakan api peperangan. Masing-
masing golongan dalam posisi benar pada sasaran, tujuannya yaitu membela dirinya.
Zubair meninggalkan peperangan berkecamuk. Thalhah diterjang anak panah yang
nyasar, ketika ia berdiri karena tidak tahu penyusupan itu, lalu ia terluka. Luka yang
mengenainya adalah luka yang pernah dialaminya dalam perang Uhud bersama
Rasulullah. Ketika mau pergi, ia pun wafat saat itu. Ibn Asakir mengutip, bahwa
kelompok Ibn Saba' berada di barisan terdepan. Mereka bersikukuh untuk maju
bertempur dan memprovokasi. Oleh karena mereka takut terjadinya perdamaian.
Beginilah peran aktif Saba'iyah (kelompok Ibn Saba') dalam peperangan itu.
Peranannya adalah menyalakan api peperangan ketika menemukan momentumnya.
Mereka senantiasa tampil ke depan membakar semangat bila melihat suasana mulai
redup di medan perang, lalu mereka menyerang. Ketika api peperangan telah bernyala,
mereka girang dan tetap berkukuh untuk melakukan peperangan. Hal inilah yang
mereka lakukan hingga akhir perang Jamal. Yang membantu kelompok konspirator ini
adalah kemampuannya menyusup dalam barisan umat dengan satu keyakinan bahwa
jika umat ini bersatu, akibatnya adalah kehancuran pimpinan pimpinan mereka,
Pengaruh Saba'iyah bukan hanya di perang Jamal, tetapi terus langsung peranan
mereka dalam merusak di masa berikutnya. Ketika All selesai dari peristiwa Jamal,
beliau meninjau baitulmal (kas negara) di Rashrah Di sana terdapat lebih dari enam
ratus ribu (dirham).
Uang itu bagi-bagikannya kepada orang yang ikut dan bersamanya pada perang
Jamal Masing-masing mendapat lima ratus dirham. Beliau mengatakan, kalian nanti
dapat berhasil di Syam, kalian akan mendapat imbalan sejumlah itu lagi. Saat itu
Saba'iyah menyelinap, kemudian menikam Ali dari belakang. Beginilah tampak dari
luar, Saba'iyah ikut bersama-sama dengan Ali, tetapi pada hakikatnya Saba'iyah tidak
akan berpihak kepada Ali kalau bukan karena keyakinan mereka dapat memanfaatkan
Ali dan mengeksploitasinya untuk kepentingan paham mereka yang sudah masyhur.
Namun akhirnya 'Ali menolak pendapat mereka, mempertanyakan kebenaran faham
yang mereka anut dan tidak menyetujuinya. Sehingga membuat mereka tersinggung
dan marah, Hanya saja mereka tak berani menggulingkan 'Ali secara terang-terangan.
Mereka hanya diam sambil menyimpan dendam dan bekerja terus melawan Ali secara
diam-diam dengan cara menyebarkan fitnah dan isu di tengah-tengah kelompok dan
pendukung 'Ali serta mengisukan perpecahan di tubuh partainya.
Saba'iyah memandang tak perlu tinggal lama di Bashrah setelah berakhirnya
peperangan. Mereka mendesak Ali agar berangkat, sebagaimana diceritakan al-Thabari.
Mereka pergi tanpa seizinnya. Akhirnya Ali mencium juga target mereka dan
perselisihan mereka dengannya. Lalu Ali berangkat menelusuri jejak mereka untuk
memotong rencana mereka, jika mereka menginginkan sesuatu yang buruk atas
dirinya.Dari penyajian di atas, kiranya tampak jelas, tanpa mengandung keraguan
sedikitpun, akan peranan Sab'iyah dan kamerad-kameradnya dalam peristiwa Jamal.
14
Resume Madeni
Peran mereka tidak hanya terbatas dalam memicu kekacauan pertama sehingga
menyebabkan terbunuhnya Utsman [ra]. Tetapi juga mereka memainkan peran yang
sangat penting pada fitnah kedua sebagai ekses dari terbunuhnya 'Utsman, yang
berakibat buruk terhadap persatuan kaum Muslimin dan menimbulkan perpecahan
mereka.
15
Resume Madeni
PASAL 2
16
Resume Madeni
Imam al-Qurthubi berkata dalam kitab tafsir surat al-Hujurat yang redaksinya
sebagai berikut: "Tidak pantas untuk menisbatkan kesalahan kepada salah seorang
sahabat secara pasti karena mereka semua berijtihad dalam tindakan mereka, dan
mereka sepenuhnya mengharap ridha Allah". Sesungguhnya Amirul mukminin [ra]
mengakui hak Thalhah, Zubair dan Aisyah [ra] dalam menuntut kematian 'Utsman,
karena mereka semua memiliki hujjah dan alasan dari pendapat mereka itu yang
disampaikan semata-mata karena Allah. Dan ketika Abu Salamah al-Dalani berdiri dan
berkata: "Apakah bagi mereka yang menuntut kematian 'Utsman itu ada hujjahnya, jika
mereka hanya menghendaki ridha Allah semata? "Ali menjawab: Ya!
Hanya saja kekeliruan dalam sikap mereka adalah pada tuntutan mereka yang
keras untuk segera melakukan pembalasan terhadap pembunuh Utsman sementara
situasi dan kondisi belum memungkinkan untuk melaksanakan itu, karena menghindari
kerusakan itu lebih utama daripada mengambil kemaslahatan. Ali mengisyaratkan hal
itu dalam penegasannya: "Kami mengajak kalian untuk mengakui mereka, -para
pembunuh 'Utsman- adalah salah, tetapi itu lebih baik dan mudharat yang lebih parah
yakni timbulnya peperangan dan perpecahan.
Secara ringkas dapat dikatakan bahwa yang nampak dalam teks bahwa Zubair
dan Thalhah [ra] hampir saja mundur dari sikap mereka yang menuntut ditegakkan
hukum syari'at terhadap para pembunuh Utsman, dan beralih kepada sikap Ali [ra]
tatkala delegasi al-Qa qa' Ibn 'Amr yang dipercaya untuk melobi mereka bersama
dengan Aisyah [ra] berhasil menyakinkan mereka untuk menerima pandangan 'Ali.
Sebagai bukti adanya perubahan sikap itu adalah apa yang diucapkan oleh
Thalhah dan Zubair kepada Shabrah Ibn Syaiman salah seorang pemimpin Bashrah
tatkala ia menemui keduanya, yang sedang menunggu putusan perdamaian seraya
berkata kepada keduanya: "Wahai Thalhah, wahai Zubair! Marilah segera kita
selesaikan orang ini. Mengambil sikap dalam perang jauh lebih baik ketimbang berdiam
menunggu". Mereka menjawab: "Wahai Shabrah sesungguhnya kita dan mereka itu
sama-sama muslim, dan masalah ini tidak pernah terjadi sebelumnya, sehingga tidak
ada ayat Qur'an yang turun menerangkannya dan juga tidak terdapat pada sunnah
Rasul (saw]".
Sungguh ini adalah hal yang baru. Sebagian orang berpendapat agar masalah ini
(qishash) jangan dulu disanjung sekarang. Pendapat ini adalah pendapat 'Ali dan orang-
orang yang ada di sekitarnya. Lalu kami sampaikan kepadanya, seyogianya masalah ini
jangan kita biarkan berlarut-larut. Ali memberi jawaban: "Yang kami ajak kalian adalah
mengakui mereka itu, adalah buruk, tetapi itu jauh lebih baik ketimbang hal yang lebih
parah lagi, yaitu masalah yang tidak ada ujungnya. Hampir saja
18
Resume Madeni
Adalah keliru jika ada yang mengatakan bahwa kepergian Thalhah dan Zubair itu
adalah karena ambisi kekhilafahan dan menghasut orang orang untuk hal itu. Ibn
Syu'bah membantah hal itu dalam kitabnya Akhbar Al-Basrah dengan sebuah
pernyataan: "Tak seorangpun yang mengatakan bahwa Aisyah beserta para
pengikutnya menentang Ali lantaran masalah khilafah. Dan tidak mengkampanyekan
seseorang di antara mereka untuk merebut kekhalifahan darinya, akan tetapi yang
mereka tentang dari Ali adalah sikapnya yang mempertahankan pembunuh Utsman dan
tidak melakukan qishash terhadap mereka."
Sungguh sangat menyakitkan hati mereka, peristiwa yang berakhir dengan
terbunuhnya 'Utsman, ia gugur di tangan mereka, dan mereka merasa bersalah karena
tidak menunaikan tanggungjawab yang seharusnya di pundak mereka, karena itu
mereka keluar untuk menuntut darah kematian Utsman. Tatkala Zubair berjalan
menuju ke Bashrah ia berpapasan dengan Malih Ibn Auf al-Sulami yang mengucapkan
salam kepada Zubair, seraya berkata: "Wahai Abu Abdillah! Ada apa yang terjadi"? la
menjawab: "Pikiranku bertumpu pada Amirul Mu'minin. Dia terbunuh tanpa alasan
yang benar". la bertanya: "Di tangan siapa"? katanya: "Di tangan perusuh, la bertanya
lagi: "Jadi sekarang apa yang anda inginkan"? jawabnya: "Ingin mengajak orang untuk
mengetahui darahnya itu, agar tidak sia-sia. Mengabaikannya berarti mengabaikan
kekuasaan Allah selamanya di depan kita. Bila orang-orang semacam itu dibiarkan,
niscaya tak seorang imam pun yang akan hidup lagi di tangan mereka"." Thalhah
berkata tatkala panah menancap padanya pada perang Jamal: "Ya Allah ambillah dari
saya untuk 'Utsman sehingga Engkau ridha"."
Tatkala berita terbunuhnya 'Utsman Ibn 'Affan sampai kepada Aisyah. yang
waktu itu sedang berada di Sarf," la berkata: "Demi Allah Utsman mati teraniaya. Demi
Allah saya akan menuntut darahnya." Menurut Ibn Hazm, "Adalah suatu kebenaran yang
tidak diragukan bahwa mereka ke Basrah bukanlah untuk memerangi Ali, bukan untuk
berselisih dengannya, dan bukan pula untuk mencabut baiat kepada Ali. Bila mereka
menginginkan hal itu pasti terjadi baiat kepada selain Ali. Bai'at mereka pada Ali adalah
suatu hal yang tidak diragukan dan diingkari oleh seorangpun. Dengan demikian
benarlah bahwa kedatangan mereka ke Basrah untuk mencegah perpecahan yang
terjadi dalam tubuh umat Islam.
Dalam kitabnya Waq'at Shiffin, Ibn Muzahim meriwayatkan bahwa Abu Muslim
al-Khaulani berkata kepada Mu'awiyah: "Hai Mu'awiyah! Berita yang sampai kepada
kami bahwa anda hendak memerangi Ali Ibn Abi Thalib. Bagaimana anda bisa
mengunggulinya, sedangkan anda tidak punya keutamaan seperti yang dimilikinya?
Muawiyah menjawab: "Saya tidak mengatakan bahwa saya mempunyai kelebihan
seperti 'Ali, tapi apakah kalian tidak mengetahui bahwa 'Utsman itu dibunuh dalam
keadaan teraniaya"? Mereka menjawab: "Benar". Kemudian Mu'awiyah berkata,
"Serahkan kepada kami pembunuh Utsman, niscaya kami akan menyerahkan masalah
ini (bai'ah) kepada Ali",
Al-Qadhi Ibn al- Arabi, mengatakan bahwa penyebab peperangan penduduk
Syam dengan penduduk Irak adalah perbedaan sikap antara kedua belah pihak.
Penduduk Irak mengajak untuk membaiat 'Ali demi satu kata dalam masalah
19
Resume Madeni
20
Resume Madeni
kekuasaan yang sangat rendah. Perlu diketahui bahwa seseorang yang menuntut
pembalasan atas darah tidak boleh ia sendiri yang menghakimi, tapi ia harus tunduk
lebih dahulu kepada khalifah. Tuntutannya hendaklah ia sampaikan kepada penguasa,
dan meminta haknya dan penguasa itu. Mungkin dapat dikatakan bahwa Muawiyah [ra]
adalah seorang mujtahid yang melakukan takwil yang berasumsi bahwa ia adalah
benar. Dia menyampaikan pidato di depan masyarakat Syam, yang dikumpulkannya, ia
mengingatkan mereka bahwa ia adalah wali (ahli waris) Utsman, anak pamannya, yang
telah terbunuh secara zalim. Oleh sebab itu ia membacakan ayat Allah surat al-Isra' ayat
33:
ومن قتل مظلوما فقد جعلنا لوليه سلطانا فال يسرف في القتل إنه كان منصورا
"Barangsiapa dibunuh secara zalim, maka sesungguhnya Kami memberikan kekuasaan
kepada wali (ahli warisnya). Tapi janganlah ahli waris mendapat pertolongan"
Kemudian Mu'awiyah berkata: "Saya ingin kamu sekalian memahami saya dari
lubuk hatimu sendiri tentang terbunuhnya Utsman". Lantas semua masyarakat Syam
yang berkumpul itu berdiri dan mendukung tuntutan Muawiyah untuk meminta
pertanggungjawaban terbunuhnya 'Utsman. Mereka berbai'at kepada Mu'awiyah untuk
itu dan berjanji untuk berjuang dengan jiwa dan harta sampai tuntutan mereka tercapai
atau mereka mati. "
Kekeliruan dalam pentakwilan ini dapat dibuktikan dengan ungkapan Ammar
Bin Yasir [ra] dalam perang Shiffin. Zayyad Ibn al-Harits, seorang sahabat Nabi, berkata:
Saya berada di samping Ammar Bin Yasir dalam perang Shiffin. Lutut saya menyentuh
lututnya. Di sampingnya ada seorang lelaki berkata, "Warga Syam ini telah kafir".
Ammar langsung menjawab: Jangan kamu katakan begitu. Sebenarnya Nabi kita dan
Nabi mereka adalah sama, kiblat kita dan kiblat mereka pun satu, tapi mereka adalah
kaum yang sedang mendapat cobaan sehingga menzalimi kebenaran (al-haq).
Kewajiban kita adalah memaksa mereka agar kembali kepada kebenaran.
21
Resume Agusman
22
Resume Agusman
penduduk Bashrah dan mereka menyerang kalian dan menguasai kalian. Semangat
kalian yang sensitif ini akan memancing kemarahan dan menguntungkan pihak
pembunuh dan dapat menyerang kalian seperti penyerangan kepada Utsman. Lalu
berkata Ummul Mu'minin (ra): Jadi apa maksud perkataanmu in ? la menjawab: Aku
katakan bahwa solusi masalah ini adalah penenangan. Jika sudah tenang mereka akan
terlena, maka jika kalian bersepakat dengan kami maka ini pertanda kebaikan dan
keselamatan umat. Dan jika kalian menolak maka akan memperbesar masalah berarti
pertanda keburukan, niscaya Allah akan menurunkan malapetaka pada Umat ini. Maka
jadilah kalian kunci kebaikan, jangan justru menciptakan petaka untuk umat ini. Karena
perkara ini berbeda dengan perkara yang biasa terjadi. Kasus ini tidak seperti kasus
pidana biasa, pembunuhan Seseorang atau penyerang suatu kaum terhadap seseorang,
dan lain-lain.
Diriwayatkan oleh Ibn Dahiyah21 dengan sanad sampai ke Yahya Ibn Hani22
bahwa seseorang pernah bertanya kepada Abdullan Ibn Amru: Siapakah yang lebih
utama Ali atau Mu'awiyah? la menjawab: Ali. Lalu aku bertanya: Bagaimana solusi yang
kamu ambil dalam kasus ini? la menjawab: Aku tidak akan mengayunkan pedang atau
menikam dengan panah, akan tetapi aku akan seperti yang disabdakan Rasul “Taatilah
ayahmu". Sanad ini tsabit. Yahya Ibn Hani Ibn Urwah adalah tsiqah. Sofyan lbn Sa'id al-
Tsauri juga meriwayatkan darinya, begitupun Muslim pernah mentakhrij haditsnya. 23
Bahwasanya Ali menunda qishash atas darah Utsman sampai kondisi stabil
barulah ia akan menghadirkan penuntut dan terdakwa atas tuduhannya sehingga
masalah dapat diselesaikan lewat majlis hakim yang hak.24 Tidak ada perbedaan
pendapat di antara umat bahwa diperbolehkannya seorang imam menunda
pelaksanaan qishash jika pelaksanaannya akan menimbulkan petaka. 25
Adapun isu mengenai adanya sekelompok pembunuh Utsman yang berada di
pasukan Ali dan bagaimana Ali dapat menerima hal ini, Imam At-Thohawi menjawab
tuduhan ini. “Sungguhpun di pihak laskar Ali terdapat orang Khawarij yang membunuh
Utsman tetapi tidak diketahui kepastian identitasnya sampai ada bukti yang nyata,
begitupun sulit mengetahui siapa yang ada di hatinya kemunafikan kecuali jelas nampak
sikapnya tersebut melalui perbuatannya”.
Dengan demikian sikap Ali adalah sikap waspada, beliau berlepas diri dengan
apa yang mereka lakukan. Tatkala terlaksana perdamaian antara Ali dengan pihak
21 Umar Ibn Hasan Ibn 'Ali Abu al-Khatab Ibn Dahiyah, terkenal dengan nama eZu al Nasabain'. Seorang muarikh dan
hafizh. Beliau qadhi di Andalus. Melakukan perjalanan RM ke Marocco, Syam, Irak dan Khurasan dan menetap di
Mesir. Komentar Ibn Khailikan: Abu al-Khatab adalah termasuk ulama yang terkenal, luas ilmu haditsnya, begitu
pula ilmu nahwu, bahasa dan syair Arab. Karyanya: A’lam al-Nasr al-Mubin Fi al-Mufadhalah Baina Ahli Shiffin, Al-
Nibras Fi Tarikh Khulafa Bani Abbas. dll. Watat tahun 633 H.M (1236 M). Biografinya ditulis oleh Ibn Khallikan,
Wafiyat al-A’yan, juz 3, hal. 448. Juga dalam al-Mizan, karya al-Zahabi, juz 3, hal. 186, al-Maqqari, Nafh al-Thayyib.
Juz 1, hal. 368.
22 Yahya Ibn Hani Ibn 'Urwah al-Muradi al-Kufi Abu Daud, beliau banyak merwayatkan dari ayahnya, Anas Ibn Malik,
Abi Hudzaifah dan lain-laim. Adapun periwayatannya kemudian diterima oleh Syu'bah, Tsauri dan Syarik. Abu
Hatim berkata. Ia shalih termasuk pembesar Kufah. Daroquthni mengatakan haditsnya dapat dijadikan hujjah.
Beliau dianggap tsiqah oleh Ibn Ma'in dan Nasa'i. Ibn Hibban menganggapnya bagi tabi'in. Biografinya ditulis oleh
Bukhari, Tarikh al-Kabir, 3/2/309. Ibn Abi Hatim, op.cit.,juz 9, hal. 195, dan Ibn Hajar, al-Tahzib, juz 11, hal. 293.
23 Ibn Dahiyah, A’lam al-Nashr al-Mubin, lauhat: 7
24 Ibn al-arabi, al-Awashim, op.cit, hal.146
25 Ibn al-arabi, Ahkam Alquran, juz 2, hal.1718
23
Resume Agusman
Thalhah, Zubair dan Aisyah, maka Ali berpidato di depan rakyat pada sore hari itu. Ia
menceritakan kehidupan jahiliyah, praktek-prakteknya dan penderitaan yang
disebabkan oleh Jahiliyah. Kemudian ia menerangkan datangnya Islam, rahmat yang
dibawanya dan kebahagiaan umat karena persatuan dan hidup berjama'ah. Allah
kembali menyatukan kaum muslimin setelah periode Nabi-Nya, Abu Bakr, Umar dan
Utsman: Kemudian terjadilah peristiwa yang dipaksakan oleh segolongan orang
(pembunuh Utsman) terhadap umat, mereka mencari kesenangan dunia dan dengki
pada orang yang diberi Allah nikmat padanya. Mereka ingin menjungkir balikkan Islam,
tetapi Allah menangani persoalannya.
Lanjutnya ia berkata: “Ketahuilah aku akan pergi besok maka pergilah kalian, dan
janganlah ada yang berangkat seorangpun dari mereka yang terlibat dalam pembunuhan
Utsman, Orang-orang bodoh tidak perlu ikut dengan aku".
Tatkala Ali mendengar teriakan doa penduduk Bashrah saat terjadi perang
Jamal, Ia bertanya: teriakan apa ini? Mereka menjawab Aisyah dan penduduk Bashrah
berdo'a agar Allah melaknat pembunuh Utsman dan pengikut mereka, lalu Ali pun
membalas do'a: Ya Allah turunkanian laknat pada pembunuh Utsman dan para
pengikutnya".
Diriwayatkan Ibn Abi Syaibah, bahwasanya 'Ali pada saat perang Jamal
mendengar suara dari pihak 'Aisyah, lalu ia memerintahkan: “Dengarlah apa yang
mereka ucapkan. Setelah mereka kembali dan mengabarkan bahwa pihak 'Aisyah
melaknat pembunuh "Utsman, lalu “Ali pun berdo'a: Ya Allah halalkan kesengsaraan
atas pihak pembunuh 'Utsman”.26
24
Resume Agusman
27 Al-Bukhari meriwayatkan hadits ini, al-Jami' al-Shahih, Kitab al-Fitan, Bab Fitnah orang yang duduk lebih baik dari
fitnah orang yang berdiri, juz 8, hal. 92
28 Ibn Hajar, al-Fat-h, juz 13, hal. 31.
29 Muslim, al-Jami' al-Shahih, Kitab al-Fitan wa Asyrath al-Sa’ah. Bab Nuzul al-Fitan ka Mawaqi al-Qithr, juz 18, hal. 9.
25
Resume Agusman
Al-Tirmizi dan Abu Daud meriwayatkan dari Abu Musa al-Asy'ari (ra), bahwa
Rasulullah saw) bersabda tentang fitnah: “Pecahkanlah olehmu sekalian kekerasan
hatimu dalam masalah fitnah, potong-potonglah olehmu sekalian tali-talimu dalam
masalah fitnah, tetaplah kamu semua dalam rumahmu, dan jadilah kamu semua seperti
putera Adam (Habil)”.
Di antara kesempurnaan fiqih para sahabat (ra) terdapat pemisahan antara
sahnya Imamah Ali (ra) dan wajibnya perang bersamanya, bahkan Sahnya peperangan
orang Islam karena ketiadaan wajibnya imam sacara Syar'i menjadikan peperangan Ali
melawan Ahlul Jamal dan Shiffin benar dan berhak secara mutlak.
Sudah selayaknya diisyaratkan bahwa kebanyakan shahabat (ra) Menghindari
fitnah, yang dipimpin oleh Sa'ad ibn Abi-Waqqash (ra), karena keberadaan dia di muka
bumi pada perang Shiffin tidak lebih baik darinya Selain Ali (ra), dan Sa'id ibn Zaid -
salah seorang dari sepuluh yang dijamin masuk surga-Zaid Ibn Sabit, Abdullah ibn
Maghfal, Abu Barzat, al-Aslamiy, Abu Bakrah, Abu Musa al-Asy'ari, Usamah Ibn Zaid,
Abdullah ibn Umar. dan lain-lainnya.
Abd al-Razzaq dan Imam Ahmad meriwayatkan dengan sanad yang Shahih dari
Muhammad Ibn Shirin, ia berkata: “Fitnah berkobar dan para shahabat Rasulullah (saw)
berpuluh-puluh ribu, maka tidak ada seratug Orang dari mereka yang hadir dalam fitnah
itu, bahkan tidak sampai tiga puluh orang".
Ibn Baththah meriwayatkan dengan isnadnya dari Bukair Ibn al-Asyj, bahwa dia
berkata: “Adapun orang-orang dari ahlu Badar berada di rumah. rumah mereka setelah
terbunuhnya 'Utsman lalu mereka tidak keluar rumah kecuali pergi ke kuburan mereka”.
Ibn Taimiyah berkata, orang-orang yang enggan terlibat dalam perang adalah
mayoritas sahabat senior, seperti Sa'ad, Zaid, Ibn Umar, Muhammad ibn Maslamah, Abu
Bakrah, karena mereka mengerti dalil-dalil dari Nabi (saw) tentang keengganan terlibat
dalam intrik fitnah. Sahabat-sahabat lain juga tidak perbeda pendapat karena tidak
terlibat dalam perang itu lebih utama, kejelasan ini tampak dalam kecaman keterlibatan
Ali dalam peperangan, dan Hasan mengajak mundur dan ungkapan Hasan kepada 'Ali
adalah: bukankah aku telah melarangmu wahai ayahku?"31
Para sahabat mengakses kepada nash-nash ini dan mereka sepakat bahwa
meninggalkan berperang itu adalah lebih utama, karena nash-nash itu telah
menjelaskan bahwa orang yang duduk itu lebih baik daripada orang yang berdiri, dan
menjauhi peperangan itu lebih utama daripada terlibat aktif didalamnya. Keunggulan
perbuatan itu dapat dilihat pada implikasinya. Mudah dipahami bahwa andaikata
mereka tidak terlibat aktif dalam peperangan dan tidak saling membunuh, niscaya tidak
akan terjadi penyimpangan dalam ketaatan, tapi dengan timbulnya peperangan maka
bermunculaniah malapetaka dan darah banyak tertumpah dan saling bercerai berat.
Lalu golongan Khawarij menjadi kaum oposan dan timbulnya kelompok Khawarij itu
lantaran akibat arbitrase Mu'awiyah dan Ali. Dengan demikian, bermunculanlah
26
Resume Agusman
malapetaka yang belum pemah terjadi sebelum peperangan dan tidak pernah
berimplikasi kepada maslahat.32
Perintah bolehnya memerangi kelompok pembangkang itu dengan syarat adanya
kekuasaan dan kekuatan, karena memerangi pembangkang itu tidak lebih baik
ketimbang memerangi orang kufar dan musyrik. Dimaklumi bahwa Syarat memerangi
pembangkang adalah adanya kekuatan dan kekuasaan, sementara itu anjuran syariat
untuk berdamai dan berkasih sayang sebagai yang dilakukan oleh Nabi (saw) bukan
sekali saja. Bila seorang tokah itu yakin adanya kekuasaan tetapi kekuasaan itu tidak
berdampak, maka tidak memerangi mereka itu jauh lebih utama.33
Syaikh Islam Ibn Taimiyah berpendapat bahwa tidak terlibat dalam beperangan
itu jauh lebih utama. Di sisi lain, berperang di antara dua golongan dari orang muslim,
berdamai itu senantiasa merupakan alternatit yang terpuji sebagaimana dijelaskan oleh
Nabi (saw) dalam hadits shahih riwayat Hasan Ibn Ali: “Sesungguhnya anakku ini
adalah orang terhormat, lewat Hasan ini mudah-mudahan dapat mendamaikan antara
dua kelompok yang saling bertikai, dan pujian Nabi (saw) terhadap Hasan:
sesungguhnya damai itu adalah perbuatan yang dicintai Allah dan Rasui-Nya. Dalam
berdamai itu terdapat penjagaan darah orang muslim, andaikata berperang antara dua
kubu muslim itu merupakan perintah Aliah dan Rasul-Nya, maka Rasul tidak akan
bersabda sedemikian itu. Akan tetapi, Hasan meninggalkan kewajiban atau sesuatu
yang disukai oleh Allah, sedangkan nash Shahih dan jelas menerangkan sesungguhnya
apa yang dikerjakan oleh Hasan itu terpuji dan diridhai oleh Allah dan Rasul-Nya.”34
27
Resume Ali Abdurrahim
PASAL 3
Penyebutan kata Qurra' pertama kali muncul sebagai sifat istimewa bagi sesuatu
kaum adalah pada akhir tahun ketiga hijrah dalam hadits tentang perang Bi'r Ma'unah.
Imam Bukhari meriwayatkan dari Anas Malik ra, ia berkata: Nabi Muhammad (saw)
mengutus tujuh puluh orang untuk mengajarkan Al-Qur'an, mereka itu adalah para
Qurra', kemudian mereka dihadang oleh Hayyan dari Bani Sulaim, Ri'ldan Zakwan di
suatu sumur namanya Bi'r Ma'unah, kata mereka: “Demi Allah, bukan kalian yang kami
Inginkan, kami hanya melaksanakan suatu keperluan Nabi Muhammad saw, lalu mereka
membunuh para Qurra' itu, lalu Nabi mendoakan kecelakaan untuk mereka selama satu
bulan pada shalat subuh dan itulah permulaan qunut".
Tetapi kemudian pengertian Qurra' keluar dari maknanya yang asli menjadi sifat
orang yang dangkal pemahaman agamanya, memegang nash secara tekstual saja,
bersikeras dan ketat dalam pendapat serta radikal dan cenderung berlebihan dalam
beragama. Jadi tidak mengagetkan kita jika disebutkan dalam sumber-sumber sejarah
dan hadits tempo dulu, bahwa yang dimaksud dengan Qurra' itu adalah orang-orang
yang ikut serta dalam memobilisasi massa di Kufah untuk menggulingkan Utsman dan
ikut serta dalam perang Shiffin. Mereka menolak tahkim (arbitrase) dan kemudian
menjadi Khawarij yang merusak, membunuh dan merampas harta kepunyaan kaum
Muslimin dan menganggapnya halal dengan anggapan bahwa orang yang tidak
sependapat dengan mereka adalah bukan muslim.
Imam Bukhari meriwayatkan di dalam Shahih-nya dari Sahal Ibn Hanif bahwa
Rasulullah bersabda sambil menunjuk ke arah Irak: “Akan keluar dari sana suatu kaum
yang membaca Al-Qur'an, tidak sampai melewati tenggorokannya. Mereka keluar dari
Islam seperti lepasnya panah dari busurnya." Imam Muslim meriwayatkan dari Abi
Sa'id al-Khudri bahwa ketika ia berada dekat Rasulullah (saw), datanglah Zul
Khuwaisharah salah seorang dari Bani Tamim, berkata: Wahai Rasulullah bertindak
adillah! Rasul menjawab: “Celaka engkau, siapa lagi orang yang adil jika aku tidak adil,
kau akan merugi jika aku tidak berlaku adil". "Umar Ibn al-Khattab berkata: “Wahai
Rasulullah! Izinkanlah aku menebas lehernya”. Rasul menjawab biarkanlah dia,
mempunyai sahabat-sahabat, engkau akan menghinakan shalatnya dan shalat mereka,
puasanya dan puasa mereka, mereka pada membaca Al-Qur'an tapi tidak sampai
melewati tenggorokannya, mereka lepas dan Islam seperti lepasnya panah dari
busurnya."
Dalam riwayat lain dari Muslim: Yang mengacaukan kaum ini adalah orang-
orang yang membaca Al-Qur'an tidak sampai melewati tenggorokannya, mereka
membunuh orang Islam tetapi membiarkan penyembah berhala. Mereka lepas dari
Islam seperti lepasnya panah dan busurnya, jika aku menjumpainya, aku akan bunuh
mereka seperti membunuh kaum Ad,". Pada masa khilafah "Utsman karena banyaknya
jumlah Qurra dan dialeknya yang beraneka-macam, menyebabkan timbulnya
perbedaan bacaan Al-Qur'an antara satu daerah dengan daerah yang lainnya, bahkan
28
Resume Ali Abdurrahim
perbedaan itu masih dalam satu daerah tertentu. Ibn Abi Daud al-Sijistani menceritakan
kisah tentang perbedaan dalam bacaan Al-Qur'an di Kufah dari Yazid Ibn Mu'awiyah al-
Nakha'i ia berkata: “Suatu hari aku berada di Masjid Kufah pada masa al-Walid Ibn
Uqbah dalam sebuah halagah (majlis yang dihadiri Huzaifah. Tiba-tiba ada orang yang
berteriak, siapa yang membaca dengan qira'ah Abu Musa al-Asy ari, hendaknya datang
ke sudut pada pintu Kindah, dan siapa yang membaca dengan qira'ah Abdullah bin
Mas'ud hendaknya datang ke sudut yang terdapat pada rumah Abdullah".
Perbedaan antara para Qurra' dalam bacaan ini hampir saja menimbulkan
ketegangan, karena penduduk suatu daerah menganggap bahwa mushaf dan bacaan
mereka yang diambil dari gurunya itu adalah yang paling benar, Perbedaan ini tampak
jelas dalam perang 'al-Bab' tahun 30 hijrah, di mana pada fase ini berkumpul para
Qurra' dari Kufah, Bashrah Himsh dan Damaskus. Ketika Huzaifah Ibn al-Yaman melihat
tajamnya perbedaan di antara mereka dan ancaman konflik yang timbul akibat
perbedaan tersebut, ia segera datang ke Khalifah "Utsman dan menyarankan untuk
mempersatukan kaum muslimin dengan satu mushaf sebagai standar, kemudian
dikirimkan ke daerah-daerah dan menarik mushaf-mushaf lain yang pernah beredar.“
"Utsman menerima saran ini dan melaksanakannya, serta mengirimnya satu
eksemplar ke masing-masing daerah, hanya saja ia mendapat tantangan dari sebagian
Qurra', khususnya sahabat-sahabat Abdullah Ibn Mas'ud dan para pengikutnya. Ibn
Mas'ud sendiri sebenarnya sudah memperingatkan mereka potensi konflik akibat
perbedaan ini, tetapi mereka justru melecehkannya. Lalu ia menulis kepada 'Utsman,
meminta izin untuk pulang ke Madinah, dan menyatakan dirinya tidak tertarik untuk
tinggal di Kufah karena khawatir terjadi sesuatu akibat berita yang simpang siur dan Isu
yang tak terkendali di negeri itu.
Fase ini dapat dianggap sebagai cikal bakal munculnya oposisi terhadap khalifah
"Utsman dan para pembantunya di Kufah. Ibn Syubbah meriwayatkan dari Kumail Ibn
Ziad al-Nakha'i, ia berkata: Orang yang pertama mengajak untuk mencopot Utsman
adalah "Umar bin Zurarah dan ia adalah salah seorang Qurra'. Ibn Abi Syaibah
meriwayatkan dari Bisyr Ibn Syaghaf, ia berkata: Abdullah Ibn Salam bertanya
kepadaku tentang Khawarij, aku jawab: Mereka adalah orang yang paling lama
shalatnya, banyak puasanya hanya saja jika mereka melintasi jembatan mereka
mencucurkan darah dan merampas harta.
Contoh yang paling jelas dari yang tersebut tadi Harqush Ibn Zuhair, ia termasuk
salah seorang Qurra' yang mengepung “Utsman, dan tatkala “Aisyah, Thalhah dan al-
Zubair datang ke Bashrah menuntut “Utsman, dengan berkata: “Siapa saja yang terlibat
membunuh Utsman serahkanlah mereka kepada kami, kemudian mereka serahkan lalu
dibunuh, tak satupun orang Bashrah yang tertinggal kecuali Harqush Ibn Zuhair, lalu
Bani Sa'ad mencegahnya dan ia menghilang," kemudian setelah Arbitrase ia bersatu
dengan Khawarij Nahrawan, dan tatkala diperangi “Ali, tentara Ibn Rabi'ah al-Kamani
pendukung Ali mampu membunuh Harqush Ibn Zuhair .
Perlu ditegaskan di sini bahwa mereka para Qurra' yang kemudian Menjadi
kelompok Khawarij memainkan peran strategis dalam kekhalifahan Ali karena peran
mereka yang sangat besar dalam memicu timbulnya perselisihan dan perpecahan
29
Resume Ali Abdurrahim
ditubuh pasukan “Ali (ra). Walaupun mereka itu orang-orang yang banyak ibadahnya di
tubuh militer "Ali, dan paling sering membaca kitab Allah, hanya saja timbulnya
perpecahan bersumber dari mereka, seolah-olah itu sudah merupakan tabi'at dan
kebiasaan mereka. Setiap yang dilakukan oleh Amirul Mu'minin pasti mereka protes,
tampaknya mereka sengaja bersikap kontroversi untuk memecah-belah persatuan
kaum muslimin saja, bukan untuk mencari kebenaran dan tunduk mengikuti sesuatu
yang mesti diikuti.
Tidak diragukan, bahwa militer yang telah diselubungi perpecahan seperti itu,
sampai-sampai ke tingkat mengkafirkan sesamanya, tidak layak menerima
kemenangan. Seandainya militer semacam ini meraih kemenangan, dan khalifah
dikelilingi oleh orang-orang semacam mereka itu -dengan persepsi mereka terhadap
“Ali, mengkafirkan beliau dan kaum Muslimin secara umum apakah keadaannya bakal
menjadi tenang atau justru yang terjadi adalah peperangan baru dalam medan yang
baru pula.
Barangkali di sinilah rahasianya kemenangan penduduk Syam, yang kondisi
mereka relatif lebih aman, sehingga Mu'awiyah dengan mudah dapat menyatukan
barisan umat Islam. Tak diragukan bahwa sikap negatif yang ditempuh oleh para Qurra'
dari "Ali merupakan faktor kuat berpindahnya kekuasaan dari alrasyidin kepada
Umawiyyin setelah terbunuhnya “Ali di tangan Ibn Muljam al-Khariji. Namun harus
diakui bahwa perpindahan kekhalifahan kepada Umawiyyin ini belum menuntaskan
persoalan, karena semangat oposisi masih terus bergelora di hati kaum Khawarij
dengan suhu yang sangat tinggi, dan radikal. Keberadaan mereka menimbulkan
kerugian yang besar bagi kaum Muslimin, baik dalam bentuk pertumpahan darah, harta
serta (terkoyaknya) persatuan .
30
Resume Ali Abdurrahim
31
Resume Ali Abdurrahim
32
Resume Ali Abdurrahim
33
Resume Ali Abdurrahim
Mendengar ucapannya, Abu Musa berdiri dan menghardik, “Apa yang engkau
lakukan, Allah tidak akan memberkatimu. Engkau telah berkhianat dan berdusta.
Engkau bagaikan anjing. Bila diperhatikan , ia menjulurkan lidahnya. Bila tidak
diperhatikan, ia pun menjulurkan lidahnya”. “Amr menjawab, “Engkau bagaikan himar
yang membawa setumpuk buku" Syuraih Ibn Hani mendatangi 'Amr dan memukulnya
dengan cambuk, dan anak 'Amr membalas mencambuknya. Kaum muslimin pun
berdiam untuk melerai pertikaian. Setelah peristiwa itu, Syuraih berkata, “Saya tidak
menyesal memukul "Amr, dan saya akan melakukannya kembali nanti Penduduk Syam
kemudian memohon Abu Musa pulang. la lalu mengendarai kudanya menuju Mekkah".
C. Studi Kritik Terhadap Riwayat Tahkim
Karena peristiwa tahkim menempati posisi yang sangat penting dalam sejarah
politik pemerintahan Islam, maka suatu keharusan mengklarifikasi kejadian yang
sebenarnya. Sebab, konsepsi sebuah fakta sejarah sangat bergantung kepada
interpretasi terhadap peristiwa tahkim di atas telah mencemari kedudukan dan nama
baik para sahabat, yakni kisah-kisah masyhur di kalangan umat Islam yang
menggambarkan para sahabat yang terlibat dalam peristiwa tahkim sebagai penipu,
kurang hati-hati, dan berambisi merebut kekuasaan.
Studi kritis terhadap riwayat-riwayat tahkim di atas memperlihatkan dua cacat:
Sanadnya dhaif dan matannya kacau (mudhtharib). Di lihat dari segi sanadnya, tenyata
di sana terdapat dua perawi yang diragukan keadilannya. Kedua orang itu adalah Abu
Mikhnaf (Luth Ibn Yahya) dan Abu Janab al-Kalbi. Yang disebutkan pertama bukanlah
orang terpercaya (tsiqat) sebagaimana telah dijelaskan terdahulu, sedangkan yang
kedua adalah sebagaimana dikatakan oleh Ibn Sa'ad seorang yang dhaif." alBukhari dan
Abu Hatim pun berkata bahwa Yahya al-qaththan telah mendha'ifkannya.? Penilaian
yang sama diberikan oleh al-Darimi dan alNasa'i
Tinjauan terhadap matannya memperlihatkan tiga persoalan: Pertama,
persoalan yang berkaitan dengan perselisihan antara “Ali dan Mu'awiyah radhiyallahu
anhuma dan faktor-faktor yang menyebabkan timbulnya peperangan antara keduanya.
Kedua, persoalan yang berkaitan dengan posisi 'Ali dan Mu'awiyah. Ketiga, persoalan.
yang berkaitan dengan kepribadian Abu Musa dan "Amr Ibn al-'Ash.
D. Perselisihan Antara Ali Dan Muawiyah
Telah menjadi konsensus semua sejarahwan bahwa p perselisihan antara “Ali
dan Mu'awiyah adalah tuntutan gishas pembunuh “Utsman. Mu'awiyah mengira bahwa
'Ali senga a melaksanakan kewajibannya menghukum gishash para pemb "Utsman. Itu
sebabnya, ia menolak membai' at dan mentaati Ali.lame n pelaksanaan gishash sebelum
membai at sebab ia merasa sebagai orang yang berhak atas tuntutan itu karena
kekerabatannya dengan 'Utsman.
Atas sikap Muawiyah di atas juga dengan tidak dilaksanakan kebijakan-kebijakan
politis “Ali di Syam, Mu'awiyah dan pengikutnya nilai oleh “Ali sebagai pemberontak.
Penilaiannya itu bertolak da pendapatnya bahwa bai at Mu awiyah sebenarnya sah
dengan kehad an kelompok Muhajirin dan Anshar di Madinah. Dengan bai' at dua
kelompok itu, kaum muslimin yang tersisa seharusnya mengakui kekhilafahannya Itu
34
Resume Ali Abdurrahim
35
Resume Muhammad Muttaqin
A. Implikasi Politik
Perang Jamal dan disusul perang Shiffin meletus, sementara pasukan Islam yang
bertikai itu tetap bernaung di bawah satu mazhab i'tikad dan kepentingan politik, yaitu
mazhab Ahlusunnah wal jama'ah, mazhab yang ditempuh oleh Nabi (saw) dan para
sahabatnya -para pengikut petunjuk dan kebenaran serta tidak pernah merubah
kandungan kitab Allah.
Namun demikian, perang Shiffin dipandang sebagai akar sejarah bagi timbulnya
aliran-aliran yang memiliki visi politik. Ada dua aliran bahkan dua kecenderungan yang
masing-masing melahirkan banyak aliran yang lahir sebagai implikasi dari peperangan
itu, yaitu Syiah dan Khawarij. Keduanya muncul diakibatkan oleh satu faktor yaitu
ekstrimitas yang kontradiktif.
Pergumulan antara dua aliran itu memunculkan sebuah orientasi akomodatif
yang bertujuan menengahi dua sisi yang kontradiktif itu. Sudah merupakan kebiasaan
yang terjadi dalam sebuah masyarakat apabila terdapat dua fihak yang bertentangan,
maka akan muncul fihak ketiga yang mengklaim berada di antara kedua pihak itu.
Dalam konteks di atas, pihak ketiga itu adalah aliran Murji'ah, sebuah aliran yang tidak
berani memunculkan visinya sendiri yang akhirnya juga mengikuti visi salah satu dua
firgah di atas.
Perlu disebutkan di sini bahwa mereka yang menyempal dari barisan mayoritas,
atau sunnah wal jama'ah, hanyalah sekelompok kecil dan terbatas. Di antara mereka
tidak terdapat seorang pun yang memiliki keutamaan dan senioritas dalam beragama.
Mereka semuanya berasal dari suku Arab Badui dan keturunan-keturunan yang baru
saja negaranya ditaklukkan Islam sehingga kelslamannya masih dini. Dan sepanjang tiga
kurun yang cemerlang'" keberadaan para pembid'ah telah tenggelam ke dalam sungai
Islam yang sangat dalam. Di kalangan Khawarij -alhamdulillahtidak terdapat salah
seorangpun imam-imam yang cukup dikenal dalam sejarah Islam.
1. Sikap Aliran Khawarij
Peristiwa tahkim antara Ali dan Mu'awiyah ra. pada ahun 38 H. (658 M.)
menyebabkan lahirnya aliran-aliran Islam yang perdimensi politik, termasuk aliran
Khawarij yang menolak prinsip tahkim. ketika terjadi perdebatan di kalangan pasukan
“Ali. Mereka berkata, “Tidak sda hukum kecuali hukum Allah. Tidak boleh menggantikan
hukum Allah dengan hukum manusia. Demi Allah! Allah telah menghukum penzalim
dengan jalan diperangi sehingga kembali ke jalan Allah”.
Ali sebenarnya pernah meluruskan pemahaman Khawarij di atas. Diriwayatkan
bahwa pada suatu hari Khawarij menentang “Ali di Mesjid yang diekspresikan dalam
ungkapan mereka: “Tiada hukum kecuali hukum Allah”. “Ali menjawab mereka,
“Ungkapan benar, tetapi disalahpahami” Kesalahpahaman itu terlihat ketika mereka
mengatakan bahwa tiada hakim kecuali Allah. Oleh karena itu “Ali pun menjawabnya,
“Betul, tiada hukum kecuali hukum Allah. Tetapi mereka pun mengatakan bahwa tiada
36
Resume Muhammad Muttaqin
amir kecuali Allah, sedangkan manusia memerlukan adanya pemimpin politik (amir)”.
Dengan ungkapannya di atas, “Ali sebenarnya hendak memperlihatkan kedangkalan
pemikiran dan akal mereka sebagaimana diungkapkan dalam sebuah hadits sebagai
“manusia-manusia bodoh”.
Mereka menyalahkan “Ali yang telah mengirim surat perdamaian kepada Mu
awiyah padahal Rasulullah (saw) pun pernah melakukannya kepada Suhail Ibn "Amr,
“Sungguh pada diri Rasulullah terdapat suri tauladan bagimu". Ungkapan “Tiada hukum
kecuali hukum Allah" selanjutnya menjadi jargon mazhab Khawarij dan cabang-
cabangnya. Interpretasi terhadap ungkapan di ataspun ternyata berbeda-beda sesuai
dengan jumlah cabangcabang Khawarij. Bertolak dari pemahaman yang keliru terhadap
ungkapan di atas dan penakwilan yang keliru terhadap nash-nash Al-Qur'an, mereka
banyak melakukan kemunkaran-kemunkaran dan kerusakan.
Aliran Khawarij telah terpecah ke dalam aliran-aliran yang Semuanya tidak
sepakat (mempunyai titik temu) kecuali terhadap dua prinsip: Prinsip pertama: Mereka
mengakui kekhilafahan “Ali dan Khalifah sebelumnya. Mereka membenarkan
pengangkatan Abu Bakar, "Umar, Utsman -pada separo waktu tahkim, sementara
setelah tahkim mereka tidak mengakuinya. Dengan demikian, mazhab mereka -
berdasarkan prinsip di atasmenghukum kafir "Utsman, “Ali. Mereka mengumumkan
sebutan kafir bagi seluruh masyarakat Muslim yang berada di luar barisannya. Mereka
pun murka terhadap kelompok yang bertentangan dengannya.
Prinsip kedua: Memberontak kepada penguasa yang zalim merupakan kewajiban
yang tidak boleh ditinggalkan. Setiap orang yang mampu wajib melakukannya
walaupun seorang diri, baik tindakannya itu akan mengantarkannya kepada keputusan
yang diharapkan atau tidak." Mereka tidak mensyaratkan jumlah orang atau kekuatan
untuk merubah kemungkaran. Itu sebabnya, sejarah mereka -dalam gambaran umum
diwarnai oleh pemberontakan-pemberontakan dan peperanganpeperangan yang
sporadis.
Peneliti lain menempatkan Khawarij pada konteks politik saja," sebagaimana ada
pula yang menempatkannya pada konteks agama saja.'“ Pendapat itu sebenarnya
merujuk kepada teori pemisahan antara agama dan politik. Para peneliti itu
menempatkan agama dan politik sebagai dua hal yang bertentangan. Tentu saja
teorinya itu membuat mereka keliru dalam menginterpretasi aliran-aliran dalam Islam
ketika mereka berdebat atau kelompok politisi.
Mereka yang menempatkan Khawarij dalam kontkes politik menjadikan -
fanatisme qabilah (kesukuan) dan diktator dalam pemerintahan sebagai faktor pemicu
existensi Khawarij dan aktivitasnya. Sedangkan mereka yang menempatkannya dalam
konteks agama menjadikan kekerasan dalam beragama dan zuhud yang berlebih-
lebihan sebagai faktor munculnya Khawarj. Mereka lupa bahwa politik merupakan sisi
terpenting yang tidak dapat dipisahkan dari orientasi-orientasi akidah umat Islam.
37
Resume Muhammad Muttaqin
38
Resume Muhammad Muttaqin
39