Anda di halaman 1dari 6

3.3.

1 Beberapa Tudingan Yang Fundamental

Tudingan Abraham Geiger yang mengatakan bahwa Muatan hukum al-Qur’an merupakan
imitasi dari kitab-kitab terdahulu, ini bisa dibenarkan namun dalam masalah aqidah, terdapat
perbedaan yang sangat mendasar, yaitu dalam al-Qur’an Allah suci dari punya anak, sedangkan
dalam bible berbicara lain, seperti pengalan ayatnya yang berbunyi,

“Ketika manusia itu mulai bertambah banyak jumlahnya di muka bumi, dan bagi mereka lahir
anak-anak perempuan, maka anak-anak Allah melihat, bahwa anak-anak perempuan manusia itu
cantik-cantik, lalu mereka mengambil isteri dari antara perempuan-perempuan itu, siapa saja
yang disukai mereka.” (Kejadian 6:1-2)

Sedangkan tudingan Arthur Jeffery, yang mengatakan bahwa muatan hukum al-Qur’an tidak
humanis dan menyeleweng dari moral, seperti hukum rajam, qishas, dan praktik poligami. Ini
tidak benar, sebab masalah seperti poligami sudah ada sebelum Islam datang. kedatangan Islam
hanya membatasi dan mengatur hukum perkawinan, sebab sebelum Islam datang terdapat variasi
pernikahan yang pernikahan itu jauh dari nilai moral. Pembenaran hukum qishas, rajam dan
lainya, dalam al-Qur’an menurut Tafsir Jalalain terdapat kehidupan dan sangat humanis, sebab
ketika dia tahu bahwa kalau dia melakukan pembunuhan atau pidana dia akan dibunuh juga atau
dibalas dengan balsan yang setimpal, maka dia enggan untuk melakukkanya.[48]

Tentang tudingan orientalis yang mengatakan bahwa al-Qur’an hasil dari buatan Muhamad
bukan termasuk wahyu, ini dapat dipatahkan dengan ayat yang berbunyi,

“Jika kalian tetap ragu terhadap apa yang telah kami turunkan kepada hambaku, maka
datanglanlah satu surat yang semisalnya. Dan ajaklah penolong kalian selain Allah, jika kalian
termasuk orang yang benar”[49]

Tidak hanya itu al-Qur’an juga menetang dengan beberapa pengagalan ayat lain, yang lebih
ringan dari kandungan ayat tersebut. Sedangkan bukti sejarah tidak pernah ada orang maupun
makhluk yang lain yang bisa menandingi al-Qur’an.

Sedangkan tudingan bahwa Muhammad adalah orang berbahaya yang menyebarkan angin
permusuhan diantara sukunya sendiri dan keluarganya, semisal permusuhan nabi dengan
pamanya sendiri (Abu Lahab), ini dapat dipatahkan dengan piagam Madianah. Dimana nabi
Muhammad dapat mempersatukan umat disana.[50]

3.3.2 Beberapa Tudingan Orientalis Terhadapa Al Qur’an Beserta Jawabannya

3.3.2.1 Kritikan Orientalis Terhadap Kompilasi AI Qur’an

Tampaknya terdapat beberapa cara yang digunakan sebagai alat penyerang terhadap teks AI-
Qur’an, salah satunya adalah menghujat tentang penulisan serta kompilasinya.[51]
Dengan semangat ini pihak Orientalis mempertanyakan mengapa, jika Al-Qur’an sudah ditulis
sejak zaman Nabi Muhammad `Umar merasa khawatir dengan kematian para huffaz pada
peperangan Yamamah, memberi tahu Abu Bakr akan kemungkinan lenyapnya Kitab Suci ini
lantaran kematian mereka.[52] Lebih jauh lagi, mengapa bahan¬bahan yang telah ditulis tidak
disimpan di bawah pemeliharaan Nabi Muhammad sendiri? Jika demikian halnya, mengapa pula
Zaid bin Thabit tidak dapat memanfaatkan dalam menyiapkan Suhuf itu? Meskipun berita itu
diriwayatkan oleh al-Bukhari dan dianggap sah oleh semua kaum Muslimin, penjelasan itu tetap
dianggap oleh kalangan Orientalis bahwa apa yang didiktekan sejak awal dan penulisannya
dianggap palsu.

Mungkin karena kedangkalan ilmu, berlaga tolol (tajahul), atau pengingkaran terhadap kebijakan
pendidikan kaum Muslimin merupakan permasalahan sentral yang melingkari pendirian mereka.
Katakanlah terdapat satu naskah Al-Qur’an milik Nabi Muhammad mengapa beliau lalai
menyerahkannya pada para Sahabat untuk disimak dan dimanfaatkan? Besar kemungkinan, di
luar perhatian, tiap nasikh-mansukh, munculnya wahyu baru, ataupun perpindahan urutan ayat-
ayat tidak akan tecermin dalam naskah di kemudian hari. Dalam masa[ah ini, beliau akan
membuat informasi keliru dan melakukan sesuatu yang merugikan umatnya; kerugian yang ada
dirasa lebih besar dari manfaatnya. Jika naskah itu terdapat, mengapa Zaid bin Thabit tidak
memakainya sebagai narasumber di zaman pemerintahan Abu Bakr? Sebelumnya, telah saya
kemukakan bahwa guna mendapat legitimasi sebuah dokumen, seorang murid mesli bertindak
sebagai saksi mata dan menerima secara langsung dari guru pribadinya. Jika unsur kesaksian
tidak pernah terwujud, adanya buku seorang ilmuwan yang telah meninggal dunia, misalnya,
akan menyebabkan kehilangan nilai teks itu. Demikianlah apa yang dilakukan oleh Zaid bin
Thabit. Dalam mendikte ayat-ayat Al Qur’an kepada para Sahabat, Nabi Muhamtnad ,
melembagakan sistem jaringan jalur riwayat yang lebih tepercaya didasarkan pada hubungan
antara guru dengan murid; sebaliknya, karena beliau tidak pernah menyerahkan bahan-bahan
tertulis, maka tidak ada unsur kesaksian yang terjadi pada naskah kertas kulit yang dapat
digunakan sebagai sumber utama untuk tujuan perbandingan, baik oleh Zaid maupun orang lain.
[53]

Tetapi jika keseluruhan Al Qur’an telah direkam melalui tulisan semasa kehidupan Nabi
Muhammad dan disimpan baik dalam pengawasan beliau maupun para Sahabat, mengapa pula
`Umar takut kehilangan Al Qur’an karena syahidnya para huffaz? Hal ini, sekali lagi,
menyangkut tentang hukum persaksian.[54]

Dengan jumlah yang ribuan, para huffaz memperoleh ilmu pengetahuan Al-Qur’an mela]ui satu-
satunya otoritas yang saling beruntun di muka bumi ini yang, akhirnya, sampai pada Nabi
Muhammad SAW. Setelah beliau wafat, mereka (para sahabat) menjadi sumber otoritas yang
juga saling beruntun; kematian mereka hampir-hampir telah mengancam terputusnya kesaksian
yang berakhir pada Nabi Muhammad, yang mengakibatkan untuk mendapat ilmu yang diberi
otoritas kurang memungkinkan. [55]
Demikian juga apabila mereka mencatat ayat-ayatnya menggunakan tulisan tangan akan
kehilangan nilai sama sekali, karena pemiliknya sudah masuk ke liang lahat dan tidak dapat
memberi pengesahan tentang kebenarannya. Kendati mungkin terdapat secercah bahan tulisan
yang secara tak sengaja persis sama dengan Al Qur’an seperti yang dihafal oleh yang lain,
selama masih terdapat saksi utama yang sesuai, ia akan menjadi paling tinggi, menempati urutan
ke tiga dari dokumen yang sah. Itulah sebabnya dalam membuat kompilasi Suhuf, Abu Bakr
bertahan pada pendiriannya bahwa setiap orang bukan saja mesti membawa ayat, melainkan juga
dua orang saksi guna membuktikan bahwa penyampaian bacaan itu datang langsung dari Nabi
Muhammmad SAW (kita temukan hukum kesaksian ini juga dihidupkan kembali di zaman
pemerintahan `Uthman).[56]

3.3.2.2 Perubahan Istilah Islam pada Pemakaian Ungkapan Asing

Cara kedua masuknya serangan terhadap Al Qur’an adalah melalui perubahan besar-besaran
studi keislaman menggunakan peristilahan orang Barat. Dalam karyanya Introduction to Islamic
Law, Schacht membagi fiqih Islam kepada judul-judul berikut: orang (persons), harta (property),
kewajiban umum (obligations in general), kewajiban dan kontrak khusus (obligations and
contracts in particular), dan lain-lain.[57]

Susunan seperti ini sengaja diperkenalkan hendak mengubah hukum Islam pada hukum Romawi
yang tidak ada kaitannya sama sekali dengan topic bahasan serta pembagi¬annya yang
digunakan dalam sistem perundang-undangan Islam. Wansbrough melakukan hal yang sama
terhadap Al Qur’an dengan membagi Quranic Studies menurut ketentuan berikut: Prinsip-prinsip
penafsiran (Principles of Exegesis) (1) Tafsiran Masoreti (Masoretic exegesis); (2) Penafsiran
Hagadi (Haggadic exegesis); (3) Deutungsbedurftigkeit; (4) Penafsiran Halaki (Halakhic
exegesis); dan (5) Retorika dan simbol perumpamaan (Rhetoric and allegory).[58]

Tafsir-tafsir seperti ini menghabiskan lebih dari separuh buku yang ditulis di mana jika saya
bertanya pada para ilmuwan Muslim baik dari Timur mau pun yang berlatar belakang pendidikan
Barat, tak akan mampu memahami semua daftar isi buku tersebut. Barangkali hanya seorang
pendeta Yahudi yang dapat menjelaskan peristilahan Perjanjian Lama, namun hal ini akan sama
nilainya seperti seorang pendeta memaksakan baju tradisi mereka pada seorang sheikh. Mengapa
mereka begitu bergairah mengubah istilah Islam, di mana tujuannya tak lain hendak
memaksakan sesuatu yang di luar jangkauan bidang para ilmuwan Muslim, guna menunjukkan
bahwa hukum mereka bersumber dari Yahudi dan Kristen?

3.3.2.3 Tuduhan Orientalis terhadap Penyesusian

Hal ini akan menggiring memasuki cara ketiga dalam menyerang terhadap Al Qur’an:
perulangan tuduhan yang ditujukan kepada Islam hanya merupakan pemalsuan terhadap agama
Yahudi dan Kristen, atau bagian dari sikap curang dalam memanfaatkan literatur Kitab Suci
untuk kepentingan sendiri. Wanshrough, sebagai seorang penggagas tak tergoyahkan dalarn
pemikiran ini tetap ngotot, misalnya, ia menyatakan,
“Doktrin ajaran Islam secara umum, hahkan ketokohan Muhammad, dihangun di atas prototype
kependetaan agama Yahudi.”[59]

Disini, kita hendak mengkaji rasa sentimen ke dua orang ilmuwan tersebut yang menulis
menggunakan alur pemikiran yang senada.

1) Tuduhan dan Penyesuaian Kata yang Merusakkan

Dalam satu artikel Encyclopedia Britannica (1891)[60] Noldeke, tokoh Orientalis, menyebutkan
banyak kekeliruan di dalam Al Qur’an karena, kata¬nya, “kejahilan Muhammad” tentang sejarah
awal agama Yahudi – kecerobohan nama-nama dan perincian yang lain yang la curi dari sumber-
sumber Yahudi. Dengan membuat daftar kesalahan la menyebut:

[Bahkan] orang Yahudi yang paling tolol sekalipun tidak akan pernah salah menyebut Haman
(menteri Ahasuerus) untuk menteri Fir’aun, ataupun menyebut Miriam saudara perempuan Musa
dengan Maryam (Miriam) ibunya al-Masih…. [Dan] dalam kebodohannya tentang sesuatu di
luar tanah Arab, ia menyebutkan suburnya negeri Mesir-di mana hujan hampir-hampir tidak
pernah kelihatan dan tidak pernah hilang-karena hujan, dan bukan karena kebanjiran yang
disebabkan oleh sungai Nil.[61]

Ini merupakan satu upaya yang menyedihkan hendak mengubah wajah Islam menggunakan
istilah orang lain, siapa orangnya yang menyebut bahwa Fir’aun tidak memiliki seorang menteri
yang bernama Haman, hanya karena tidak disebut dalam Kitab Suci yang terdahulu? Dalam
kebohongannya Noldeke tidak malu menunjuk bahwa Al Qur’an menyebut Maryam (Ibu
al¬Masih) sebagai “saudara perempuan Harun”,[62] bukan Musa. Harun ada di jajaran terdepan
dalam kependetaan orang-orang bani Israel; yang menurut Perjanjian Baru, Elizabeth, saudara
sepupu Maryam dan juga ibunya Yunus, semua lahir dari keluarga pendeta, lantaran itu
merupakan “anak-anak perempuan Harun.”[63]. Dengan kepanjangan itu, kita dapat secara
meyakinkan mengatakan baik Maryam atau Elizabeth sebagai “saudara-saudara perempuan
Harun” atau “anak-anak perempuan `Imran” (ayah Harun).[64]

Apakah tuduhan Noldeke mengenai kesuburan negeri Mesir? Membanjirnya Sungai Nil adalah
karena di sebagian daerah, sumber utama, karena adanya perbedaan curah hujan, seperti telah
dibuktikan para pakar lingkungan, namun demikian mari kita singkirkan terlebih dulu akan hal
ini dan lihatlah ayat 12: 49 yang mengatakan:

“Kemudian setelah itu akan datang tahun yang padanya manusia akan diselamatkan, dan di masa
itu mereka memeras anggur.”[65]

2) Sebuah Injil Palsu

Ini satu tuduhan lagi yang dialamatkan terhadap Al Qur’an oleh Hirschfeld.[66] Jika kata Injil
ditujukan pada Perjanjian Baru, mari kita ingat kembali dua doktrin utama dalam agama Kristen:
Dosa Warisan dan Penebusannya. Yang pertama adalah warisan otomatis yang ada pada setiap
insan, karena mereka keturunan Adam, sedang yang ke dua karena terbentuknya kepercayaan
bahwa Tuhan telah mengorbankan satu-satunya Anak yang lahir ke dunia sebagai penghapus
dosa. Tetapi Al Qur’an dengan tegas menolak kedua-duanya:

“Kemudian Adam menerima beberapa kalimat dari Tuhannya, maka Allah menerima tobatnya.
“[67]

“Dan tidaklah seorang membuat dosa melainkan kemudharatannya kembali kepada dirinya
sendiri; dan seorang yang berdosa tidak akan memikul dosa orang lain.”[68]

Trinitas dan penyelamatan melalui al-Masih, sebagai esensi ajaran Kristen, tidak diberi peluang
sama sekali dalam Al Qur’an, sementara cerita¬-cerita Injil yang ada tidak lebih dari sekadar
masalah kesejarahan, bukan keyakinan ideologi.

“Katakanlah, “Dialah Allah, Yang Maha Esa. Allah adalah Tuhan yang bergantung kepada-Nya
segala sesuatu. Dia tiada beranak dan tiada pula diperanakkan, dan tidak seorang pun yang setara
dengan Dia. “[69]

Jadi, sebenarnya di manakah asal usul pemalsuan itu? Adapun mengenai penyesuaian dari
Perjanjian Lama (sebagaimana dituduhkan oleh Wansbrough, Noldeke, dan lainnya), apa
perlunya Nabi Muhammad mengungkapkan satu Kitab Suci yang menggambarkan Yahweh
sebagai Tuhan yang bersifat kesukuan, bahkan tidak dihubungkan dengan kaum Samaritan dan
kaum Edomit, tetapi semata-mata pada Bani Israel? Sejak awal pembukaan kitab, kita dapati Al
Qur’an mengatakan:

“Dengan menyebut nama Allah yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang. Segala puji bagi
Allah, Tuhan semesta alam. “[70]

Ini merupakan sebutan universal sifat Allah, yang melintasi batas kesukuan dan bangsa
berlandaskan pada ketentuan keimanan. Seseorang tentunya tidak akan dapat menempel buah
mangga yang gemuk atau subur pada satu cabang berduri dari sebatang pohon kaktus yang
rapuh.

KESIMPULAN

Orientalis merupakan studi yang dilakukan intelektual Barat untuk mempelajari situasi Timur;
khususnya yang menyangkut sejarah, agama, bahasa, etika, seni, tradisi, dan adat-kebiasaannya.
Adapun kegiatan orientalis itu sendiri sudah ada sejak lama, yaitu sejak abad kesepuluh Masehi.
Sebenarnya, orientalis yang termasuk pertama kali menunjukkan Al ¬Qur’an sangat terpengaruh
dengan ajaran-ajaran Kristen, adalah Wright dengan karyanya Early Christianity in Arabia
(1855). Teori pengaruh Kristen terhadap Al-Qur’an dikem¬bangkan lagi oleh Louis Cheikho (m.
1927) dalam karyanya berjudul AI-Nasraniyyah wa adabuha bayn `Arab al¬ Jahiliyyah. Cheikho
mengkaji secara mendalam literatur Kristen yang ada di dunia Arab. Dalam perkembangan pada
abad kekinian, sebenarnya orientalis memunculkan beberapa tokoh seperti : Bergtrasser, Jeffery,
Mingana, Pretzl, Tisdal.

Dalam pendekatanya terhadap Al Qur’an, para orientalis memakai orientalis metodologi yaitu:
Pendekatan historis, Pendekatan Fenomenologis, Pendekatan Historis-Fenomenologis. Salah satu
tudingan orientalis yang cukup fundamental yakni, mengatakan bahwa al-Qur’an hasil dari
buatan Muhamad bukan termasuk wahyu, ini dapat dipatahkan dengan ayat yang berbunyi,“Jika
kalian tetap ragu terhadap apa yang telah kami turunkan kepada hambaku, maka datanglanlah
satu surat yang semisalnya. Dan ajaklah penolong kalian selain Allah, jika kalian termasuk orang
yang benar”. Tidak hanya itu al-Qur’an juga menetang dengan beberapa pengagalan ayat lain,
yang lebih ringan dari kandungan ayat tersebut. Sedangkan bukti sejarah tidak pernah ada orang
maupun makhluk yang lain yang bisa menandingi al-Qur’an.. Tudingan yang cukup tajam
dilontarkan oleh Arthur Jeffery, yang mengatakan bahwa muatan hukum al-Qur’an tidak
humanis dan menyeleweng dari moral, seperti hukum rajam, qishas, dan praktik poligami.

Selain dari dua hal diatas, beberapa orientalis pun melontarkan beberapa tudingan seperti :

1) Tudingan tentang keberadaan kompilasi Al Qur’an pada zaman Abu bakar dan Utsman; maka
para pemikir islam menjawabnya dengan beberapa fakta sejarah. Dan para ulama lebih
menekankan bahwasanya, Abu bakar atau pun Utsman melakukan pengumpulan ayat Al Qur’an
agar para sahabat tidak berbeda pendapat dalam hal penafsiran ataupun penyusunan makna.

2) Tudingan yang lainnya, yaitu tentang penyesuaian kata yang menganggap Muhammad salah
dalam pelafalan atau pun penulisan beberapa kata. Hal ini disanggah oleh para ulama
bahwasanya, segala hal yang berkenaan denan nama ataupun istilah, kembali pada hal yang
fundamental,yakni bahasa yang digumnakan Al Qur’an dan menakan kan kembali bahwasanya
Al Qur’an walaubagaimanapun bukaj karangan Muhammad.

3) Para orientalis pun menuding bahwa Al Qur’an sebaai pemalsuan terhadap Injil, tentunya hal
ini membuat ulama kembali mengeluarkan ayat-ayat yang berkenaan dengan kehebatan Al
Qur’an dibanding kitab-kitab lainnya.

Segala sesuatu yang berhubungan dengan yang berkaitan dengan pemikiran orientalis terhadap
Al Qur’an, pada akhirnya seperti “Senjata Makan Tuan”, karena dengan semakin mereka
mencari kesalahan Al Qur’an, maka sebenarnya merekan akan semakin mempercayai
keberadaan Al Qur’an dan kehebatannya deibandingkan dengan kitab lainnya di muka bumi ini.

Dengan ini penulis berharap tulisan ini dapat bermanfaat bagi setiap orang yang membacanya.

Anda mungkin juga menyukai