Faiz Abdullah Mauluti Pangesty Khithab adalah aneka percakapan yang ditujukan oleh pembicara kepada sasaran pembicaraan, baik sasaran itu berada di sekitar pembicara, maupun tidak hadir. Mukhathib/Penyampai informasi/pembicara. Mukhathab/Mitra bicara, yakni yang kepadanya ditujukan khithab. Khithab/kandungan pembicaraan. Cara/Redaksi penyampaian. Ucapan Si Pengucap Sekaligus Pemiliknya Firman Allah yang ditujukan kepada Nabi Musa as :
“Sesungguhnya Aku adalah Tuhanmu, maka
bukalah alas kakimu, sesungguhnya engkau berada di lembah suci yang penuh berkah”(QS. Thaha (20): 12). Ucapan Si Pengucap Tetapi Bukan Dia Pemiliknya
Al-Qur'an dinyatakan oleh Allah bahwa :
“Sesungguhnya dia (Al-Qur'an) adalah ucapan Rasul yang mulia (yakni malaikat Jibril).” (QS. At-Takwir (81): 19). firman-Nya menyampaikan ucapan pembesar- pembesar kaum Hud yang mengingkari kerasulan nabi mereka bahwa : “Ini (sambil menunjuk kepada Nabi Hud as.) tidak lain kecuali manusia seperti kamu, Dia makan serupa dengan yang kamu makan, dan minum serupa yang kamu minum. Sungguh jika kamu patuh kepada manusia yang seperti kamu niscaya kamu pasti menjadi orang-orang rugi” (QS. Al- Mu’minun (23):33-34). Mitra bicara dapat bermacam-macam, baik hadir maupun tidak. Ada Mukhathab yang tertuju kepada semua manusia tanpa kecuali, ada juga yang hanya kepada yang beriman ada lagi kepada manusia dalam kedudukannya sebagai suku, seperti Bani Israil, atau penganut agama, seperti Ahli Kitab, gender, dan lain-lain. Menggunakan redaksi yang bersifat umum dan yang dimaksudnya memang umum, seperti Firman-Nya:
“Allah yang menciptakan kamu, lalu memberi
kamu rezeki, lalu mematikan kamu, lalu menghidupkan kamu kembali” (QS. Ar-Rum (30): 40). Menggunakan redaksi khusus dan yang dimaksud adalah yang khusus itu saja, seperti:
“Wahai Rasul (Nabi Muhammad saw.),
sampaikanlah apa yang diturunkan kepadamu. Jika engkau tidak melakukan itu, maka engkau belum menyampaikan risalah-Nya. (Jangan khawatir!) Allah akan melindungimu dari gangguan manusia.” (QS. Al-Maidah (5): 67). Menggunakan redaksi umum, tetapi maksudnya khusus, seperti:
“Wahai seluruh manusia bertaqwalah kepada
Tuhan kamu.” Redaksinya khusus, tetapi kandungannya ditujukan untuk umum, seperti firman-Nya:
“Wahai Nabi! Jika kamu hendak menalak istri-
istri kamu, maka talaklah mereka pada waktu mereka (menghadapi) ‘iddah mereka (dalam keadaan suci)” (QS. Ath-Thalaq (65): 1). Secara umum, dapat dikatakan bahwa kandungan Khithab-Nya, ada yang merupakan tujuan pokok kehadiran Al-Qur’an, yaitu : Meluruskan dan memantapkan akidah yang benar. Tuntunan tentang cara berinteraksi antarmanusia dengan Allah segala aspek kehidupan (syariah), dan Menghiasi kehidupan pribadi dengan budi pekerti yang luhur (akhlaq). Thaher ibn Asyur (1879-1972 M) dalam bukunya Maqasid Asy-Syari’ah merumuskan bahwa tujuan kehadiran Al-Qur’an terdiri dari dua hal pokok:
Pertama: Tujuan Utama, yaitu petunjuk
kebaikan/kesejahteraan individu, kolektif, dan kondisi persada bumi (‘Umran). Rumusan ini dapat dirinci sebagai berikut: Kebaikan dan kesejahteraan individu bertumpu pada pendidikan jiwa dan pensuciannya, sedang yang terpokok dalam bidang ini adalah lurusnya akidah/kepercayaan yang merupakan sumber adab/sopan santun dan pemikiran. Lalu, disusul dengan lurusnya niat/isi hati dan ini tercermin dalam perintah ibadah yang bersifat ibadah lahiriah, seperti shalat, dan batiniah, seperti menghindari iri hati dan dengki. Kebaikan dan kesejahteraan kolektif lahir dari kebaikan dan kesejahteraan individu. Itu demikian karena setiap individu adalah bagian dari masyarakat dan masyarakat tidak dapat menjadi baik, kecuali dengan baiknya anggotanya (individu), ditambah dengan sesuatu lain, yaitu pengendalian kegiatan anggota masyarakat dalam interaksi mereka satu dengan yang lain; pengendalian yang bertujuan memelihara mereka dari desakan syahwat dan dorongan potensi-potensi negatif jiwa. Kedua: Tujuan Dasar, yang dicakup oleh tujuan pokok di atas. Ini terdiri dari delapan butir: Pelurusan akidah dan inilah faktor utama kesejahteraan manusia. Pembinaan akhlak. Penetapan syariah/hukum baik yang bersifat khusus maupun umum. Pembinaan masyarakat yang mengantar kepada terabaikan keadaan mereka serta tegaknya disiplin/peraturan. Kisah dan informasi menyangkut umat-umat yang lalu untuk diteladani yang baik dan dihindari yang buruk. Pendidikan yang sesuai dengan masa para Mukhathab/Masyarakat yang mengantar mereka siap menerima tuntunan syariat dan penyebarluasannya. Ini termasuk ilmu-ilmu agama dan “Ilmu Al-Akhbar” (ilmu-ilmu yang berkaitan dengan aneka informasi baru dalam segala bidang). Tuntunan, peringatan, dan berita gembira. Kemukjizatan Al-Qur’an yang merupakan bukti kebenaran Rasul SAW. Dalam Konteks Khithab ini beberapa hal yang perlu digaris bawahi:
Pertama, tidak semua persoalan disinggung
oleh Allah dalam Kalam-Nya. Firman Allah : “Kami tidak alpakan sesuatu pun dalam Al- Kitab” (QS.Al-An’am (6): 38). Kedua, Kandungan Khithab/informasi Al- Qur’an kesemuannya adalah kebenaran. Allah berfirman dalam QS.Fushshilat (41): 42; “Al-Qur’an adalah kitab suci yang tidak disentuh kata, kalimat, serta kandungan, bahkan segala yang terkait dengannya oleh kebathilan, baik dari depannya maupun dari belakangnya” (yakni dari aspek manapun). Ketiga, dalam konteks uraian Al-Qur’an tentang manusia, ajakan atau kecamannya, ditemukan bahwa Allah sekali berbicara tentang manusia secara keseluruhan, dikali lain gendernya (pria atau wanita), dikali yang lain lagi suku bangsa, seperti kaum Nuh, Hud, Bani Israil, Al-Yahud, dan lain-lain, dan tokoh- tokoh tertentu. Keempat, dalam konteks uraian Al-Qur’an menyangkut hukum, bisa jadi ditemukan kemusykilan dalam menentukan apakah ia wajib atau anjuran, apakah ia boleh/mubah atau makruh atau haram. Rumus dasar dalam hal ketetapan hukumnya adalah “kemaslahatan manusia di dunia dan/atau di akhirat”.