Anda di halaman 1dari 22

Kelompok 8 : M.

Mansur Abdul Haq


Faiz Abdullah
Mauluti Pangesty
Khithab adalah aneka percakapan yang
ditujukan oleh pembicara kepada sasaran
pembicaraan, baik sasaran itu berada di
sekitar pembicara, maupun tidak hadir.
 Mukhathib/Penyampai informasi/pembicara.
 Mukhathab/Mitra bicara, yakni yang
kepadanya ditujukan khithab.
 Khithab/kandungan pembicaraan.
 Cara/Redaksi penyampaian.
 Ucapan Si Pengucap Sekaligus Pemiliknya
Firman Allah yang ditujukan kepada Nabi Musa
as :

“Sesungguhnya Aku adalah Tuhanmu, maka


bukalah alas kakimu, sesungguhnya engkau
berada di lembah suci yang penuh berkah”(QS.
Thaha (20): 12).
 Ucapan Si Pengucap Tetapi Bukan Dia
Pemiliknya

Al-Qur'an dinyatakan oleh Allah bahwa :


“Sesungguhnya dia (Al-Qur'an) adalah ucapan
Rasul yang mulia (yakni malaikat Jibril).” (QS.
At-Takwir (81): 19).
firman-Nya menyampaikan ucapan pembesar-
pembesar kaum Hud yang mengingkari
kerasulan nabi mereka bahwa :
“Ini (sambil menunjuk kepada Nabi Hud as.) tidak
lain kecuali manusia seperti kamu, Dia makan
serupa dengan yang kamu makan, dan minum
serupa yang kamu minum. Sungguh jika kamu
patuh kepada manusia yang seperti kamu niscaya
kamu pasti menjadi orang-orang rugi” (QS. Al-
Mu’minun (23):33-34).
Mitra bicara dapat bermacam-macam, baik
hadir maupun tidak. Ada Mukhathab yang
tertuju kepada semua manusia tanpa kecuali,
ada juga yang hanya kepada yang beriman
ada lagi kepada manusia dalam
kedudukannya sebagai suku, seperti Bani
Israil, atau penganut agama, seperti Ahli
Kitab, gender, dan lain-lain.
 Menggunakan redaksi yang bersifat umum
dan yang dimaksudnya memang umum,
seperti Firman-Nya:

“Allah yang menciptakan kamu, lalu memberi


kamu rezeki, lalu mematikan kamu, lalu
menghidupkan kamu kembali” (QS. Ar-Rum
(30): 40).
 Menggunakan redaksi khusus dan yang
dimaksud adalah yang khusus itu saja,
seperti:

“Wahai Rasul (Nabi Muhammad saw.),


sampaikanlah apa yang diturunkan kepadamu.
Jika engkau tidak melakukan itu, maka engkau
belum menyampaikan risalah-Nya. (Jangan
khawatir!) Allah akan melindungimu dari
gangguan manusia.” (QS. Al-Maidah (5): 67).
 Menggunakan redaksi umum, tetapi
maksudnya khusus, seperti:

“Wahai seluruh manusia bertaqwalah kepada


Tuhan kamu.”
 Redaksinya khusus, tetapi kandungannya
ditujukan untuk umum, seperti firman-Nya:

“Wahai Nabi! Jika kamu hendak menalak istri-


istri kamu, maka talaklah mereka pada waktu
mereka (menghadapi) ‘iddah mereka (dalam
keadaan suci)” (QS. Ath-Thalaq (65): 1).
Secara umum, dapat dikatakan bahwa kandungan
Khithab-Nya, ada yang merupakan tujuan pokok
kehadiran Al-Qur’an, yaitu :
 Meluruskan dan memantapkan akidah yang
benar.
 Tuntunan tentang cara berinteraksi
antarmanusia dengan Allah segala aspek
kehidupan (syariah), dan
 Menghiasi kehidupan pribadi dengan budi
pekerti yang luhur (akhlaq).
Thaher ibn Asyur (1879-1972 M) dalam bukunya
Maqasid Asy-Syari’ah merumuskan bahwa
tujuan kehadiran Al-Qur’an terdiri dari dua
hal pokok:

Pertama: Tujuan Utama, yaitu petunjuk


kebaikan/kesejahteraan individu, kolektif,
dan kondisi persada bumi (‘Umran).
Rumusan ini dapat dirinci sebagai berikut:
 Kebaikan dan kesejahteraan individu bertumpu
pada pendidikan jiwa dan pensuciannya,
sedang yang terpokok dalam bidang ini adalah
lurusnya akidah/kepercayaan yang merupakan
sumber adab/sopan santun dan pemikiran.
Lalu, disusul dengan lurusnya niat/isi hati dan
ini tercermin dalam perintah ibadah yang
bersifat ibadah lahiriah, seperti shalat, dan
batiniah, seperti menghindari iri hati dan
dengki.
 Kebaikan dan kesejahteraan kolektif lahir dari
kebaikan dan kesejahteraan individu. Itu
demikian karena setiap individu adalah bagian
dari masyarakat dan masyarakat tidak dapat
menjadi baik, kecuali dengan baiknya
anggotanya (individu), ditambah dengan
sesuatu lain, yaitu pengendalian kegiatan
anggota masyarakat dalam interaksi mereka
satu dengan yang lain; pengendalian yang
bertujuan memelihara mereka dari desakan
syahwat dan dorongan potensi-potensi negatif
jiwa.
Kedua: Tujuan Dasar, yang dicakup oleh tujuan
pokok di atas. Ini terdiri dari delapan butir:
 Pelurusan akidah dan inilah faktor utama
kesejahteraan manusia.
 Pembinaan akhlak.
 Penetapan syariah/hukum baik yang bersifat
khusus maupun umum.
 Pembinaan masyarakat yang mengantar kepada
terabaikan keadaan mereka serta tegaknya
disiplin/peraturan.
 Kisah dan informasi menyangkut umat-umat yang
lalu untuk diteladani yang baik dan dihindari yang
buruk.
 Pendidikan yang sesuai dengan masa para
Mukhathab/Masyarakat yang mengantar mereka siap
menerima tuntunan syariat dan penyebarluasannya.
Ini termasuk ilmu-ilmu agama dan “Ilmu Al-Akhbar”
(ilmu-ilmu yang berkaitan dengan aneka informasi
baru dalam segala bidang).
 Tuntunan, peringatan, dan berita gembira.
 Kemukjizatan Al-Qur’an yang merupakan bukti
kebenaran Rasul SAW.
Dalam Konteks Khithab ini beberapa hal yang
perlu digaris bawahi:

Pertama, tidak semua persoalan disinggung


oleh Allah dalam Kalam-Nya.
Firman Allah :
“Kami tidak alpakan sesuatu pun dalam Al-
Kitab” (QS.Al-An’am (6): 38).
Kedua, Kandungan Khithab/informasi Al-
Qur’an kesemuannya adalah kebenaran.
Allah berfirman dalam QS.Fushshilat (41): 42;
“Al-Qur’an adalah kitab suci yang tidak disentuh
kata, kalimat, serta kandungan, bahkan segala
yang terkait dengannya oleh kebathilan, baik
dari depannya maupun dari belakangnya”
(yakni dari aspek manapun).
Ketiga, dalam konteks uraian Al-Qur’an
tentang manusia, ajakan atau kecamannya,
ditemukan bahwa Allah sekali berbicara
tentang manusia secara keseluruhan, dikali
lain gendernya (pria atau wanita), dikali yang
lain lagi suku bangsa, seperti kaum Nuh, Hud,
Bani Israil, Al-Yahud, dan lain-lain, dan tokoh-
tokoh tertentu.
Keempat, dalam konteks uraian Al-Qur’an
menyangkut hukum, bisa jadi ditemukan
kemusykilan dalam menentukan apakah ia
wajib atau anjuran, apakah ia boleh/mubah
atau makruh atau haram. Rumus dasar dalam
hal ketetapan hukumnya adalah
“kemaslahatan manusia di dunia dan/atau di
akhirat”.

Anda mungkin juga menyukai