Anda di halaman 1dari 6

TAFSIR SURAT AL-FIIL

    


   
   
   
  
   
   

A. Gambaran Umum Surat al-Fiil


Surat ini menurut kesepakatan ulama termasuk Makiy-yah (salah satu surat yang
turun di Mekah) dengan jumlah ayat sebanyak 5 ayat. Di samping disebut surat
"al-Fiil", ada juga ulama yang menamainya dengan surat "Alam tara". Tema uta-ma dari
surat al-Fiil ini adalah uraian tentang kegagalan upaya ekspansi yang dilakukan oleh
Abrahah al-Asyram dari Haba-syah dengan pasukan bergajahnya yang dikerahkan dari
arah Yaman menuju Makkah untuk menghancurkan Ka'bah.
Adapun secara detilnya, kisah ekspansi Abrahah ber-dasarkan tuturan sejarah
adalah sebagai berikut:
Abrahah, pada dasarnya adalah seorang penguasa Yaman, yang pada saat itu,
masih berada di bawah kekuasaan Negus di Ethiopia. Karena beragama Nasrani,
sebagaimana orang-orang Habasyah pada umumnya, ia membangun sebuah gereja
megah di San'a (ibu kota Yaman) yang dinamainya "al-Qullais". Akan tetapi, gereja
megah tersebut tidak hanya di-maksudkan sebagai tempat ibadah, melainkan lebih dari
itu, Abrahah melakukan hal itu agar semua orang Arab meng-hadapkan wajah mereka
ke arah gereja itu dalam beribadahnya dan juga mengharapkan agar mereka berhaji ke
gereja itu sebagai ganti Ka'bah.
Setelah sekian lama, upayanya yang lunak itu tidak membawa hasil apa-apa
karena ternyata orang-orang Arab ma-sih tetap menghadap ke arah Ka'bah, lalu
Abrahah bertekad untuk mewujudkan niatnya itu dengan cara paksa, yaitu
meng-hancurkan Ka'bah agar gereja San'a tidak mempunyai tan-dingan lagi.

Akhirnya, Abrahah bersama rombongan pasukan ber-gajahnya lengkap dengan


peralatan dan senjata perangnya berangkat ke Makkah. Namun ketika sampai di
al-Maghmis (suatu tempat dekat Makkah), Abrahah bersama pasukannya mendirikan
perkemahan dan menawarkan negosiasi dengan orang-orang Arab (waktu itu
pemimpinnya adalah Abdul Muthallib, kakek Nabi SAW). Negosiasi tersebut gagal,
karena tdak terjadi kesepakatan antar kedua pihak. hingga akhirnya Abrahah bersama
pasukan gajahnya menyerbu kota Makkah, akan tetapi mereka tidak berhasil
menghancurkan Ka'bah (jus-tru malah hancur sendiri), karena Allah turun tangan
seba-gaimana dikisahkan oleh surat al-Fiil ini. Peristiwa ini terjadi pada tahun 570/571
M dan masa itu kemudian dijadikan orang-orang Arab sebagai awal penanggalan yang
mereka namai "Tahun Gajah". Pada tahun ini jugalah Rasulullah SAW dilahirkan.

B. Tafsir ayat per-ayat


    
  
Apakah kamu tidak memperhatikan bagaimana Tuhanmu Telah bertindak terhadap
tentara bergajah.

"Alam tara”; apakah kamu tidak melihat? Pertanyaan yang diajukan Allah ini
tidaklah dimaksudkan untuk bertanya, melainkan untuk mengundang pengakuan orang
yang diajak bicara tentang apa yang ditanyakan. Sedangkan kata tara (kamu melihat),
dalam bahasa Arab, kata ini digunakan untuk arti me-lihat dengan mata kepala. Hal ini
maksudnya, sekalipun peris-tiwa penghancuran pasukan gajah tersebut tidak disaksikan
oleh Nabi SAW (karena memang baru lahir), akan tetapi karena jelasnya peristiwa
penghancuran pasukan gajah tersebut di kalangan orang-orang Arab pada waktu itu,
sehingga saking jelasnya menjadi seakan-akan terlihat oleh mata kepala.

"Fa'ala", kata ini biasa diartikan dengan 'melakukan'. Fa'ala bila pelakunya
manusia, maka ada kesan bahwa per-buatan tersebut bersifat negatif. Sedangkan fa'ala
jika pela-kunya Allah, maka kata tersebut mengandung kesan adanya siksaan. Atas
dasar ini, maka fa 'ala pada ayat di atas karena pelakunya adalah Allah, maka ia berarti
siksa Allah.

Di samping itu, kata fa'ala yang pelakunya Allah di atas, juga menegaskan
bahwa kehancuran tentara gajah itu terjadi karena semata-mata perbuatan Allah, tidak
ada keterlibatan se-dikit pun dari berhala-berhala yang disembah oleh orang-orang
musyrik yang pada waktu itu dipajang di sekeliling Ka'bah.

"Al-fiir, kata ini artinya 'seekor gajah'. Dalam hal ini, karena artinya seekor, ada
ulama yang memahaminya Abrahah bersama pasukannya hanya membawa seekor
gajah, namun demikian ada juga ulama yang memahaminya banyak gajah, karena kata
"fiil" dirangkaikan dengan "al" (al-fiil).

Berdasarkan paparan di atas, ayat pertama surat al-Fiil ini terjemahan-bebasnya


menjadi: Tidakkah kamu wahai Nabi Muhammad SAW melihat, yakni mengetahui
dengan penge-tahuan yang jelas sehingga seakan-akan terlihat dengan mata kepala
bagaimana siksa yang telah diperbuat (ditimpakan) Allah kepada pasukan bergajah.
   
 
Bukankah dia Telah menjadikan tipu daya mereka (untuk menghancurkan Ka'bah) itu
sia-sia?
Ayat kedua surat al-Fiil ini, masih dalam bentuk per-tanyaan dengan tujuannya
yang sama dengan ayat sebelumnya, yaitu untuk mengundang pengakuan orang yang
diajak bicara tentang apa yang ditanyakan.

"Kaidu" (tipu daya), kata ini secara umum mengan-dung arti adanya satu upaya
yang tersembunyi untuk mencapai tujuan tertentu. Upaya dimaksud biasanya bersifat
negatif. Tipu daya yang diamksud bermula dari upaya Abrahah untuk mengalihkan
manusia dari Baitullah di Makkah yang dibangun atas dasar ketaatan kepada Allah ke
gereja yang dibangunnya untuk mendapat kedudukan duniawi di mata Negus serta
upaya mereka meruntuhkan Ka'bah. Dengan itu semua, maka akan tercapailah maksud
tersembunyi mereka yaitu kepentingan politik (penguasaan terhadap kota Makkah,
karena Makkah adalah pusat berkumpulnya para pedagang dan seniman serta kafilah
dari Selatan, Utara, Timur, dan Barat). Adapun "tadhlil” kata ini antara lain berarti
'binasa' atau 'terkubur'.

Dengan ini, maka terjemahan bebas ayat kedua adalah: Bukankah Dia (Allah)
telah menjadikan tipu daya mereka dalam wadah kesia-siaan, sehingga tidak ada satu
pun tipu daya mereka berhasil.
  
 
  
 
   
Dan Dia (Allah) mengirimkan kapada mereka burung yang berbondong-bondong, yang
melempari mereka dengan batu (berasal) dari tanah yang terbakar, lalu Dia
menjadikan mereka seperti daun-daun yang dimakan (ulat). (3,4.5).

Dari ketiga ayat di atas, kiranya ada beberapa kata kunci yang perlu
diperhatikan, yaitu; "thairan", kata ini terambil dari kata thaara yang pada dasarnya
berarti 'segala sesuatu yang memiliki sayap’ namun secara umum diartikan dengan
burung. Sedangkan "tarmiihim", kata ini diterjemahkan dengan 'dia (burung tersebut)
melempari mereka', Adapun kata "hijaratan", kata ini merupakan bentuk jamak dari
hijaarah yang artinya 'batu'. Selanjutnya, "sijjiil", kata ini menurut satu pendapat
terambil dari kata sajjala yang berarti 'mencatat' atau 'menulis'. Dengan ini kata sijjil
dipahami dengan batu-batu yang dilem-parkan burung itu (sudah) tercatat (di atasnya)
nama-nama korban yang ditujunya. Akan tetapi, ada juga ulama yang mengartikannya
dengan batu bercampur (dari) tanah yang terbakar.

Dua kata kunci berikutnya adalah kata "asf" dan "ma'kul”. Kata 'asf 'oleh
ulama diartikan dengan 'daun’ sementara kata ma'kul diartikan dengan 'yang dimakan'.

Ketiga ayat di atas, menggambarkan bagaimana Allah menghancurkan Abrahah


beserta pasukannya; Allah mengirim-kan kapada mereka burung yang
berbondong-bondong, yang melempari mereka dengan batu (berasal) dari tanah yang
terbakar, lalu Allah menjadikan mereka seperti daun-daun yang dimakan (ulat). Dari
gambaran ini, barangkali timbul perta-nyaan, bagaimanakah kejadian yang menimpa
pasukan ber-gajah tersebut? Benarkah burung-burung itu melempari mereka dengan
batu yang bertuliskan nama-nama mereka, sehingga hanya mereka saja yang menemui
nasib malang itu? Dalam hal ini, ada dua kelompok yang mencoba menjawab
pertanyaan-pertanyaan di atas, yaitu kelompok rasional dan kelompok supra rasional.

Kelompok rasional. menyatakan bahwa kejadian yang dialami pasukan bergajah


adalah wabah penyakit campak/cacar yang tersebar di lokasi pasukan bergajah. Wabah
penyakit tersebut adalah akibat dari batu-batu kering yang berjatuhan di atas lokasi
pasukan bergajah yang dibawa oleh burung-burung yang dikirim Allah. Batu-batu itu
adalah terbuat dari tanah kering beracun yang dibawa oleh angin sehingga menempel
dan bergantungan di kaki burung-burung itu yang apabila menyentuh manusia maka
akan mengakibatkan luka yang akhirnya merusakkan tubuh mereka. Di samping itu,
kemung-kinan rasional lainnya adalah kata thair (setiap yang bersayap) diartikan
dengan 'sejenis nyamuk/lalat' yang membawa kuman-kuman penyakit sehingga
menyebabkan Abrahah dan pasukan-nya terjangkiti penyakit akibat kuman-kuman
tersebut.

Sedangkan kelompok supra rasional berpendapat bahwa kejadian yang menimpa


pasukan bergajah tersebut adalah se-buah kejadian luar biasa di luar hukum sebab akibat
yang lu-mrah. Kejadian tersebut merupakan perbuatan Allah yang berada di luar
jangkaun rasio manusia, sehingga tidak dapat diukur dengan ukuran yang berlaku dalam
kebiasaan manusia. Kejadian ini merupakan bukti kekuasaan Allah dan
perlin-dungan-Nya terhadap Ka'bah (agama)-Nya. Lebih jauh, pen-dapat supra rasional
ini juga menggunakan dasar kebahasaan, yaitu penggunaan huruf fa' (maka) pada ayat
kelima di atas

Huruf fa' yang berarti 'maka’ ini menunjukkan sing-katnya waktu kejadian,
berbeda kalau misalnya huruf tersebut bukan fa' tapi tsumma (kemudian). Ini berarti
kerusakan tubuh Abrahah dan pasukannya menjadi bagaikan daun-daun yang dimakan
ulat itu terjadi dalam waktu yang sangat singkat setelah terjadi pelemparan batu-batu
sijjil oleh burung ababil.

Dari kedua pendapat di atas, tidak mudah untuk memi-lih salah satunya, karena
masing-masing orang mempunyai kecenderungan-kecenderungan sendiri-sendiri. Bagi
orang yang cenderung merasionalkan segala sesuatu, tentunya pendapat kelompok
rasional lah yang dipilih, sementara bagi orang yang melihat adanya sesuatu yang supra
rasional, pastilah ia akan me-milih pendapat yang kedua, karena tidak ada yang mustahil
bagi Allah, apabila Ia menghendaki sesuatu jadi maka jadilah sesuatu itu. Namun,
terlepas dari pendapat mana yang kita pilih, satu hal yang perlu digaris bawahi bahwa
surat al-Fiil ini mengingatkan umat manusia tentang betapa besarnya ke-kuasaan Allah,
sehingga segala kekuatan yang lain tunduk di bawah kekuasaan-Nya. Wallahu a'lam
Bish Shawwab!

<<<<<@>>>>>

Anda mungkin juga menyukai