Anda di halaman 1dari 1

A.

qur’an itu adalah Kalam Nafsinya sebagaimana Qadimnya zat, titik perbedaannya adalah Asyairah
Untuk memahami sifat Kalam ini, sangatlah penting untuk dipahami apakah maksud kalam nafsi dan membedakan antara kalam lafdzi dan kalam nafsi,sedangkan muktazilah tidak mengakui perbedaan
kalam lafdzi. Karena dua istilah telah menimbulkan fitnah dan cobaan yang cukup dahsyat dalam kalam nafsi dan kalam lafdzi
sejarah Islam. Imam Ahmad bin Hanbal telah menjadi saksi sejarah k arena mempertahankan esensi Qadimnya Kalam ini dilihat pada hakikatnya. Hakikat Kalam nafsi pada zat ALLah Taala dan lafdzi al-
hakikat al-Quran . quran adalah sama. artinya nafsi pada zat adalah untuk hakikat sebelum di wujudkan lafdzi al-Quran.
Contoh mudahnya ialah sebelum ALLah menyatakan perkataan, hakikatnya sudah ada pada zatNya iaitu
Adapun Kalam Nafsi ini ialah Kalam yang tidak berhuruf dan tidak bersuara dari zat ALLah . Ia Qadim nafsi. Maka lafdzi itu adalah pernyataan atau pentajallian nafsi itu. Tapi mushaf itu tidak Qadim karena
sebagaimana Qadimnya zat itu. Timbul pertanyaan, Jika Kalam nafsi ini tidak berhuruf dan tidak mushaf adalah sebuah kitab yang terdiri dari kertas yang dijilidkan,
bersuara, bagaimanakah pula ia dikatakan sebagai Kalam? Bukankah Kalam itu adalahk susunan kata-
kata? Inilah yang tidak dipahami oleh kebanyakan orang karena mereka tidak memahami istilah2 dalam maka sebagai kesimpulan bahwa ayat-ayat allah yang tertulis dan tersusun dalam mushaf itu hadits (baru
ilmu kalam. Kalam Nafsi ini diibaratkan sebagai sesuatu yang dipikirkan(fi dzihni) yang akan diucapkan )karena mushaf itu bisa saja hancur, berubah warna kertasnya atau koyak (bhs malaysia nya hehe). Jadi
oleh kita manusia. Sebelum kita berbicara tentunya kita akan memikirkan dan menentukan di dalam tidak bisa dikatakan qadim karena ciri-ciri qadim itu tidak berubah,abadi,maka yang kita anggap kalam
kotak fikiran . Ketika ini perkara itu masih dalam pemikiran dan penentuan kita, dan belum jadi allam yang qadim adalah kalam nafsinya. Dan terakhir,bahwa orang yang berkata al-Quran itu makhluk
perkataan maka itulah kalam nafsy, artinya sesuatu itu masih dalam maksud yang umum yang masih adalah fasik, dan belum sampai pada derajat kafir.
dalam pengetahuan kita.
B.
Kemudian Kalam Nafsi pada zat ALLah Taala itu diciptakan oleh ALLah Taala sebagai huruf. Di dalam
huruf-huruf Kalam itulah terkandung segala maksud dan makna ilmu ALLah Taala yang tidak terhingga ‫ (رواه‬.‫ظ ِن َع ْبدِى بِى َوأَنَا َمعَهُ حِ ينَ يَ ْذ ُك ُرنِى‬
َ َ‫ أَنَا ِع ْند‬:‫َّللاُ َع هز َو َجله‬
‫ يَقُو ُل ه‬:‫َّللاِ صلى هللا عليه وسلم‬ ُ ‫َع ْن أَبِى ه َُري َْرةَ َقا َل َقا َل َر‬
‫سو ُل ه‬
dalamnya, yang tidak terjangkau oleh akal. Dan diciptakan pula suatu yang dinamakan Luh Mahfudz )‫البخارى‬
yang berarti papan yang terpelihara. Firman ALLah Taala bermaksud “Bahkan ia adalah Quran yang Artinya: Dari Abu Hurairah ia berkata; Rasulullah SAW. bersabda; Allah ‘Azza wa Jalla berfirman:
mulia pada papan yang terjaga”. Dan kemudian ALLah Taala menghantarkan huruf-huruf Kalam itu ke “Aku, menurut sangkaan hamba-Ku dan Aku besertanya di mana saja dia menyebut (mengingat) Aku.”
Lauh Mahfudz itu untuk disimpan. Dari Luh Mahfudz itu pula, ALLah Taala memerintahkan Malaikat (H.R. Bukhari)
Israfil mengambil maksud-maksud Kalam itu ke Baitul Izzah yakni suatu tempat yang dinamakan rumah
yang mulia. Firman ALLah bermaksud “Sesungguhnya Kami telah turunkan al-Quran itu pada malam C. Perbedaan Wahyu dengan ilham
yang berkah”. Dan satu Malaikat yang dinamakan Saprah menjadikan huruf dan maksud itu sebagai kitab Risalatut Tauhid karangan Syekh Muhammad Abduh, terutama yang dimuat di halaman 108
kalimaT untuk diturunkan kepada Nabi Muhammad Sallallahua alaihi wasallam dengan perantaraan
Jibril secara beransur-ansur. Firman ALLah Taala bermaksud “Sesungguhnya telah Kami turunkan D.
Quran itu pada malam Qadar”. ORANG YANG TIDAK RELA DENGAN QADHA ALLAH (1)
“Allah SWT berfirman dalam hadits Qudsi: ‘Barangsiapa tidak rela dengan qadha (ketetapan)-Ku, dan
Kalam Lafdzi adalah Kalam yang sudah menjadi kalimat dan diturunkan kepada Nabi-Nabi itu bermula tidak pula bersabar terhadap cobaan-Ku, maka hendaklah ia mencari tuhan selain Aku.’”
dari Malaikat Saprah menjadikan huruf dan maksud Kalam Lafdzi itu menjadi kalimah atau ayat. Itulah Hadits ini sangat dha’if. Telah diriwayatkan oleh Ibnu Hibban dalam al-Majruhin (I/324), diriwayatkan
yang dinamakan kitab sprti al-Quran, Injil, Taurat dan Zabur. Ia hanyalah lafadz pada bahasa manusia. pula oleh ath-Thabrani dalam Mu’jam al-Kabir, juga oleh Ibnu Asakir (I/115), dan lainnya, dengan
artinya Kalam Nafsi dibahasa Arabkan adalah al-Quran, Kalam nafsi juga dalam bahasa Ibrani sanad dan’ Said bin Ziad sama seperti sanad di atas (hadits no. 504; Penj.).
dinamakan Taurat, kalau dlm bahasa Qibti dinamakan Zabur dan dalam bahasa Suryani dinamakan Injil. Al-Haitsami dalam al-Majma’ az-Zawa’id (VII/207) menyatakan: “Dalam sanadnya terdapat Said bin
Penamaan kalam allah itu disesuaikan bahasa setempat,tapi semuanya bermaksud Kalam ALLah Taala. Ziad bin Hind, sedangkan ia ditolak riwayatnya oleh jumhur muhadditsin.”
Sementara itu, al-Manawi mengutip pendapat al-Hafizh al-Iraqi dengan menyatakan: “Riwayat ini
Permasalahan selanjutnya adalah, apakah kalam allah yang berbentuk mushaf itu qadim? Ahlussunnah sangat dha’if.” Barangkali pernyataan al-Manawi ini lebih mendekati kebenaran.Wallahu a’lam bish-
Waljaama’ah sepakat mengatakan al-Quran itu Qadim. Haram mengatakan al-Quran itu hadits (baru) shawab.
,Mengapakah dikatakan al-Quran itu Qadim? Sblm saya menjawab to the point, Mungkin akan ada
bantahan dari golongan muktazilah mengatakan ia hadits (baru) karena kalam allah sudah menjadi
lafdzi, sedangkan kelompok lain seperti asyairah mengatakan, mushaf itu tetap Qadim karena inti al-

Anda mungkin juga menyukai