Anda di halaman 1dari 12

KAIDAH AL-IBRĀH BI UMŪMI AL-LAFDZĪ LĀ BI KHUSŪS AL-SABĀB

Makalah

Diajukan untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah

Ulūm al-Tafsīr wa Qa’iduhu

Dosen Pengampu:

Abdul Wadud Kasful Humam, M.Hum

Oleh:

AHMAD MA’MUN

2017.01.01.719

AINUN NAJIB

2017.01.01.791

ILMU QUR’AN DAN TAFSĪR

SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM (STAI) AL ANWAR

SARANG REMBANG

2019
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Al-Qur’ān merupakan kitab yang menjadi rujukan paling pertama bagi umat islam dalam
menentukan segala hukum. Dan dalam menafsirkan kitab tersebut tidaklah mudah, karena
sebelum menafsirkan ayat-ayat yang terkandung di dalamnya, harus baginya untuk bisa
memahami kaidah-kaidah tertentu agar tidak ada kesalah pahaman dalam memahami ayat. Hal
ini disebabkan karena kemu’jizatan bahasa al-Qur’ān yang sulit untuk dipahami oleh aqal
manusia sehinngga menuntun mufassīr agar bisa mengungkap maksud dari ayat-ayat al-Qur’ān.
Salah satu kaidah-kaidah untuk memahami ayat dalam al-Qur’ān adalah kaidah yang
berhubungan dengan asbas al-nuzul, karena tidaklah mungkin ayat al-Qur’ān bisa dipahami
tanpa adanya pengetahuan tentang asbāb al-nuzūl ayat.
Memang dalam al-Qur’ān Allāh berfirman bahwa Allāh telah bersumpah
“mempermudah al-Qur’ān untuk menjadi pelajaran”1 akan tetapi hal ini tidak bisa dijadikan
alasan bagi manusia untuk memahami al-Qur’ān secara mudah dan dapat dilakukan oleh
sembarang orang. Hal ini senada dengan kalam-Nya di dalam ayat yang lain yakni pada ayat
yang mengingatkan siapa saja yang henafsirkan al-Qur’ān harus berhati-hati dan mempersiapkan
diri, karena di dalam al-Qur’ān terdapat ayat yang muhkān dan mutasābihāt yang mana di dalam
al-Qur’ān hal tersebut tidak dijelaskan.2 Sehingga membutuhkan alat bantu untuk memahami
semua itu.
Dan dalam tulisan ini. penulis akan menjelaskan tentang salah satu kaidah yang
berhubungan dengan asbāb al-nuzūl ayat al-Qur’ān. Karena kaidah ini dinilai sangat penting
untuk bisa dipahami. Sebab, seperti keterangan diatas bahwa tidak mungkin ayat al-Qur’ān itu
bisa dipahami jika asbāb al-nuzūl tidak diketahui.

B. Rumusan Masalah
- Pengertian kaidah
- Pengertian kaidah al-ibrāh bi umūmi al-lafdzī lā bi khusuūs al-sabāb
- Contoh penerapan kaidah al-ibrāh bi umūmi al-lafdzī lā bi khusuūs al-sabāb

1
Al-Qur’an surah Ali-Imran: 17
2
Dijelaskan dalam al-Qur’an surah Ali-Imran: 7
- Urgensi kaidah al-ibrāh bi umūmi al-lafdzī lā bi khusuūs al-sabāb
C. Tujuan penulisan
- Agar mengetahui kaidah
- Agar mengetahui kaidah al-ibrāh bi umūmi al-lafdzī lā bi khusuūs al-sabāb
- Agar mengetahui penerapan kaidah al-ibrāh bi umūmi al-lafdzī lā bi khusuūs al-
sabāb
- Agar mengetahui manfa’at dari kaidah al-ibrāh bi umūmi al-lafdzī lā bi khusuūs al-
sabāb
PEMBAHASAN

1. Pengertian Kaidah Dan Tafsīr


Menurut kamus besar bahasa indonesia (KBBI) kaidah berarti: aturan yang sudah pasti.3
Sedang menurut kamus al-Munawir kaidah (‫ )قاعدة‬berarti: prinsip, asas dan dasar.4

Dalam pengertian istilah, terdapat bebrapa penjelasan. Sayarif al-Jurjanjy (1339-1314)


dalam bukunya “al-Ta’rīfat” menuliskan bahwa: kaidah adalah ‫قضية كلية منطبقة على‬
‫ جميع جزئيتها‬Rumusan yang bersifat kully (umum) mencakup semua bagian-bagiannya.
Khalid bin Usman al-Sabt, salah seorang ulama’ konteporer dalam bukunya “Qowāid al-

Tafsīr jam’ wa al-Dirāsat” mendefinisikan kaidah sebagai ‫حكم كلي يتعرف بها على احكام‬
‫ جزئية‬yakni “ketentuan umum yang dengannya diketahui ketentuan menyangkut rincian.”5

2. Pengertian Kaidah Al-ibrāh bi umūmi al-lafdzī lā bi khusuūs al-sabāb


Menurut M. Baqir Hakim dalam kitabnya “Ulūm al-Qur’ān” menjelaskan: jika ada ayat
yang turun sebab yang khusus, sedangkan lafadz yang terdapat dalam ayat tersebut bersifat
umum, maka hukum yang diambil adalah mengacu kepada keumuman lafadz bukan pada
kekhususan sebab. Atau dengan kata laian bahwa al-Qur’ān yang menjadi acuan hukum
bukanlah mengacu pada kekhususan sebab atau kejadian yang menyebabkan ayat al-Qur’ān
turun (asbāb al-nuzūl), tetapi mengacu pada keumuman lafadz ayat tersebut. Hal ini disebabkan
karena kejadian yang menjadi penyebab diturunkannya ayat al-Qur’ān hanyalah sekedar isyarat
(petunjuk) saja bukan sebuah kehususan.6
Sudah menjadi suatu tradisi dalam al-Qur’ān dimana hukum-hukum, ajaran, dan nasehat
yang terdapat di dalamnya turun akibat adanya kejadian-kejadian dan peristiwa yang terjadi
dalam kehidupan umat manusia, yang peristiwa itu menuntut adanya hukum dan intruksi dari
Allāh. Hal itu agar penjelasan al-Qur’ān memberikan pengaruh dan bekas yang baik bagi kaum
muslim. Meski hakikatnya isi kandungan ayat tersebut sebenarnya bersifat umum bagi siapa
saja, bukan terpaku kepada Asbāb al-Nuzūl.

3
https://kbbi.web.id/kaidah.
4
Ahmad Warson Munawwir al-Munawwir kamus Arab Indonesia. (Surabaya: pustaka progressif, 1997) hlm, 1138.
5
Quraish shihab. Kaidah tafsir (Tanggerang, Lentera Hati, 3013) hlm: 6.
6
Muhammad Baqir Hakim, ulum al-qur’an. diterjemah oleh Nasrul Haq, Abd Ghofur, Salman Fadullah. (Majma’
al-Fikr al-Islam, qum Iran. cetakan ketiga: 1427 H.) hlm 45.
Penjelasan masalah ini adalah bahwa lafadz umum (‘ām) yang muncul dengan sebab
khusus situasinya tiga macam:
1. ‘Ām berkaitan dengan sesuatu yang menunjukkan umum, pengertiannya umum secara
ijmā’.
2. ‘Ām berkaitan dengan sesuatu yang menunjukkan khusus, pengertiannya khusus secara
ijmā’.
3. ‘Ām tidak berkaitan dengan sesuatu yang menunjukkan umum ataupun khusus, maka
maknanya yang kuat adalah, bahwa yang dijadikan patokan adalah umumnya ayat bukan
khususnya sebab.7
Dalil-dalil yang menunujukkan demikian banyak, diantaranya:
- Hadis dari Ibnu Mas’ūd

‫ " ان‬: ‫ما أخرجه الشيخان من حديث ابن مسعود رضي هللا عنه‬
‫ فأ تى رسول هللا صلى هللا عليه‬,‫رجال أ صاب من أمرأة قبله‬
‫ (وأقم الصالة طرفي النهار‬: ‫ فذكر ذلك له فأ نزلت عليه‬,‫وسلم‬
‫وزلفا من الليل إن الحسنات يذ هبن السيآت ذلك ذكرى‬
‫ لمن‬:‫ ألي هذه؟ قال‬: ‫ قال الرجل‬.)١١٤ ‫ آية‬: ‫للذاكرين) (هود‬
‫ "فقال‬:‫ وفي لفظ عند مسلم‬.‫عمل بها من أمتي " والفظ للبخاري‬
‫ بل للناس كا‬:‫ يا نبي هللا! هذا له خا صة؟ قال‬:‫رجل من القول‬
,‫ يا رسول هللا هذا لهذا خا صة‬:‫ "فقال معاذ‬:‫فة" وفي لفظ آخر‬
8
."‫ بل لكم عا مة‬:‫أو لنا عا مة؟ قال‬
Hadis yang diriwayatkan al- Syaikhān dari ibnu Mas’ūd Radia Allāhu ‘anhu bahwa
sesungguhnya seorang laiki-laki menimpah istrinya di duburnya, lalu dia datang kepada Rasul
Allāh Shallā Allāh Alaihi wa Sallam. Dan menceritakan hal itu, maka turunlah ayat QS. Hūd.11:
114.
Orang itu bertanya: “Terhadap saya saja itu, wahai nabi Shallā Allāh Alaihi wa Sallam.?”
Nabi menjawab, “Terhadap siapa saja yang melakukannya diantara uamatku!”. Teks dari al-
Bukhāri.

7
Khalid bin Utsman al-Sabt Qowa’id al-Tafsir Jam’an wa Dirasan penerjemah Prof. DR. H. Salman Harun. Dkk.
(Qaf. Jakarta: 1, nivember 2017) hlm.646
8
Khālid bin Uthmān al-Sabt, Qowā’id al-Tafsīr Jam’an wa Dirāsan 594
Hadis itu jelas berkenaan dengan apa yang kita nyatakan bahwa yang dijadikan patokan
adalah umumnya ayat bukan khususnya sebab.
- Hadis dari ‘Ali bin Abi Thālib

‫ "أن رسول‬: ‫ولهما من حديث علي بن أبي طالب رضي هللا عنه‬
:‫هللا صلى هللا عليه وسلم طرقه بنت النبي عليه السالم ليلة فقال‬
‫ فإذا شاء أن‬,‫ أنفسنا بيد هللا‬,‫ يا رسول هللا‬:‫أال تصليان؟ فقلت‬
‫ ثم‬,‫ فانصرف حين قلت ذلك ولم يرجع إلي شيأ‬,‫يبعثنا بعثنا‬
‫ (وكان االنسان أكثر‬:‫سمعته وهو مول يضرب فخذه وهو يقول‬
‫ ) والشاهد هنا هو استدالل النبي‬٥٤ ‫ آية‬:‫شيء جدال) (الكهف‬
‫ مع أنها نازلة في الكفار الذين‬,‫صلى هللا عليه وسلم في األية‬
.‫يجادلون في القرآن‬
9

Hadis diriwayatkan mereka berdua juga, dari Ali bin Abi Thalib Rhadia Allāh ‘anhu.
“Rasulullāh Shallā Allāh ‘Alaihi wa Sallam. Mengetuk pintunya dan Fatimah binti nabi Shallā
Allāh ‘Alaihi wa Sallam. Pada suatu malam, dan berkata, “sudah shalat?” lalu saya menjawab, “
yaa Rasulullāh, diri kita ditangan Allāh , bila ia mau membangunkan kita tentu Ia bangunkan.”
Mendengar hal itu beliau pergi dan tidak menjawab apapun. Kemudian saya mendengar beliau
memukul pahanya sambil membaca Q.S al-Kahfi (18): 54). Yang merupakan kesaksian ini
adalah berdalilnya nabi Shallā Allāh ‘Alaihi wa Sallam. Dengan ayat itu, padahal ayat itu turun
mengenai orang kafir yang mendebat al-Qur’ān (patokan adalah umumnya makna ayat bukan
khususnya sebab).
- Perbuatan para sahabat, kemudian generasi setelah mereka, dimana mereka
memperlakukan ayat-ayat yang turun karena sebab khusus tidak menurut sebab-sebab
umum, seperti ayat-ayat zihār dan ayat li’ān, Qozāf dan yang lainnya sebagaimana sudah
maklum.
- Kebiasaan dalam berbahasa, dimana seseorang misalnya diminta oleh seorang istrinya,
“ceraikan saya!”, dan ia menyatakan menceraikan semua istrinya, maka cerai iru tidak
hanya berlaku bagi seorang istrinya itu. (patokan bukan sebab khusus). 10

9
Ibid, 594
10
Khālid bin Utsmān al-Sabt, Qowā’id al-Tafsīr Jam’an wa Dirāsan. Terj Salman Harun Dkk. (Qaf. Jakarta: 1,
nivember 2017), 647
Dalil-dalil dalam argumentasi dimana dinyatakan antara lain bahwa:
a. Syari’at itu berlaku umum bagi semua yang dikenai tuntutan.
b. Bila ‘Ām yang tampil karena satu sebab diperlakukan terbatas karena sebabnya itu maka
hilanglah banyak hukum agama.
c. Sidah merupakan ketetapan bahwa hukum dasar adalah tetapnya yang umum ada
keumumannya sampai datang sesuatu yang menghususkannya, sedangkan sebab nuzul
tidak mesti menjadi penghusus yang umum itu.
d. Bahwa tidak boleh menyatakan yang khusus lalu menyatakan yang umum kecuali ada
yang menyatakan demikian, yaitu menyatakan yang umum itu. 11

3. Contoh penerapan kaidah al-ibrāh bi umūmi al-lafdzī lā bi khusuūs al-sabāb


 Contoh bentuk pertama (umum berkaitan dengan sesuatu yang menunjukkan umum).
QS al-Mai’dah (5): 38:

)٣٨( .‫ آية‬:‫ (الماءدة‬,‫) آآلية‬...‫ (والسارق والسارقة فاقطعوا أيديهما‬:‫قال تعالى‬


“laki-laki yang mencuri dan perempuan yang mencuri, potonglah tangan keduanya.....”
Bagi pendapat bahwa ayat terunun karena seorang perempuan yang mencuri, adanya kata
al-sāriku (‫ )السارق‬laki-laki pencuri menjadi petunjuk (qarīnah) bahwa ayat itu umum (tidak
berkenaa penyebab turunnya itu saja, yang mencuri perempuan).
Dan bagi pendapat bahwa ayat itu turun karena seorang laki-laki yang mencuri, adanya
kata al-sāriqatu (‫( )السارقة‬perempuan pencuri) menjadi petunjuk bahwa ayat itu umum.
 Contoh bentuk yang kedua (umum yang berkaitan dengan sesuatu yang menunjukan
khusus)

‫وامرأة مؤمنة إن وهبت نفسها للنبي إن أراد النبي أن‬....( : ‫قال تعالى‬
) ٥٠ ‫ أية‬:‫) (االحزاب‬....‫يستنكحها خالصة لك من دون المؤمنين‬
“....Perempuan yang mau menyerahkan dirinya kepada nabi kalau nabi mau
mengawininya , sebagai penghususan bagimu, bukan untuk semua orang mukmin....”

11
Ibid, 647
Adanya penghususan dalam ayat itu jelas (khusus bagi nabi Shallā Allāh ‘Alaihi wa
Sallam.) hukum ayat itu juga khusus.

 Contoh bentuk ketiga (umum tidak berkaitan dengan sesuatu yang menujukkan umum
maupun khusus)

Contoh dari penerapan umum tidak berkaitan dengan sesuatu yang menujukkan umum
maupun khusus adalah ayat tentang saling mengutuk (li’ān) yang menjadi acuan hukum sayar’i
yang bersifat umum bagi setiap suami yang menuduh istrinya telah berkhianat meski sebenarnya
ayat tersebut turun untuk menjelaskan kejadian khusus, yaitu yang terjadi pada Hilāl bin
Umayyah.

‫والذين يرمون أزوجهم ولم يكن لهم شهداءإال أنفسهم فشهداة أحدهم أربع‬
)٧(‫) والخمسة أن لعنت هللا عليه إن كان من الكذبين‬٦(‫شهدت باهلل إنه لمن الصادقين‬
)٨(‫ويدرؤا عنها العذاب أن تشهد أربع شهدت باهلل إنه لمن الكذبين‬
“Dan orang-orang yang menuduh istrinya (berzina), padahal mereka tidak ada
mempunyai saksi selain diri mereka sendiri, maka persaksian ornag itu ialah empat kali
bersumpah dengan nama Allāh , sesunggunya dia (suaminya) adalah termasuk orang-orang
yang benar. Dan (sumpah) yang kelima: bahwa la’nat Allāh atasnya, jika dia termasuk orang-
orang yang berdusta. Istrinya itu dihibdarkan dari hukuman oleh sumpahnya empat kali atas
nama Allāh sesungguhnya suaminya itu benar-benar orang-orang yang dusta.”12

Di dalam shaheh Bukhari (hadis no. 2671), dari hadis Ibnu Mas’ud bahwasanya Hilāl bin
Umayyah telah menuduh istrinya berzina dengan Syuari’ bin Samha’ dihadapan nabi. Maka nabi
bersabda, “harus ada bukti, jika tidak punggungmu akan didera.” Maka Hilāl berkata, “wahai
Rasulullāh, apabila salah seorang diantara kami melihat seorang laki-laki mendatangi istrinya,
apakah dian harus mencari bukti?” Rasulullāh menjawab, “harus ada bukti, jika tidak
punggungmu akan didera.” Maka Hilāl bersumpah, “demi zat yang mengutusmu dengan
kebenaran, sesun gguhnya saya adalah orang yang jujur dan Allāh sungguh akan menurunkan
apa yang menyelamatkanku dari dera (had).” Maka turunlah Jibril dan menurunkan kepada nabi:

12
QS. al-Nuur: 6-8
“dan orang-orang yang menuduh istrinya (berzina).... Sampai dengan....sunguuh dia
(suaminya) adalah termasuk orang yang benar.”

Ayat ini turun karena sebab tuduhan Hilāl bin Umayyah kepada istrinya, namun
Rasulullāh telah menetapkan hukum ayat ini umum atau mencakup untuk kasus Hilāl bin
Umayyah dan yang semisal dengannya.13

Juga ayat tentang zhihar yang menjelaskan tentang hukum zhihar yang berlaku untuk
umum, meskipun yang menjadi penyebab turunnya ayat tersebut adalah Salamah bin Sakhr.

Atas dasar inilah maka para ulama’ sepakat bahwa yang menjadi acuan hukum adalah
keumuman isi kandungan teks al-Qur’ān dan keumuman lafadz teks tersebut. Sedamgkan asbab
al-uuzul ayat tersebut hanyalah peneyebab turunnya ayat yeng menjadi acuan hukum secara
umum, bukan diperuntukkan bagi pelaku yang menjadi penyebab turunnya ayat itu saja. Karena
turunnya hikum li’an pada Hilāl bin Umayyah misalnya, bukan khusus baginya saja, dan tidak
membatalkan keumuman lafadz dan keumuman ayat tersebut bagi seluruh suami.14

Ada beberapa dalil yang berasal dari beberapa imam ahlulbait yang memperkuat
pernyataan diatas. Pada kitab Tafsīr al-Isyari dari imama Muhammad Baqir, ia menyebutkan:

“...Sesungguhnya al-Qur’ān selalu hidup dan tidak mati, dan ayat al-Qur’ān selalu hidup
dan tidak mati. Seandainya suatu ayat turun kepada kaum-kaum yang telah mati, maka al-Qur’ān
tetap hidup. Akan tetapi, ia akan terus berlaku bagi orang-orang yang hidup setelahnya,
sebagaimana ia juga berlaku kepada oarng-ornag yang terdahulu.”

Dari imam ja’far Shadiq, bahwasanya ia berkata:

“Sesungguhnya al-Qur’ān akan selalu hidup dan tidak akan mati. Ia akan selalu mengalir
seperti perputaran malam dan siang, dan seperti berputarnya matahari dan bulan, ia juga berlaku
bagi orang-orang yang hidup setelah kita dan orang-orang yeng telah mendahului kita.”

13
Di lihat dari https://darusysyifa.wordpress.com/2014/11/19/mengenal-kaidah-tafsir-al-ibrah-bi-umuumil-lafzhy-
laa-bi-khushuushis-sabab/ oleh Bagas Prasetya pada 19 november, 2014
14
Muhammad Baqir Hakim, ulum al-qur’an. diterjemah oleh Nasrul Haq, Abd Ghofur, Salman Fadullah. (Majma’
al-Fikr al-Islam, qum Iran. cetakan ketiga: 1427 H.) hlm 45-46.
Dan ucapannya yang lain, “...Janganlah engkau termasuk orang-orang yang berpendapat,
‘Bahwasanya hal itu hanya berlaki baginya saja.”’15

4. Urgensi mengetahuai kaidah al-ibrāh bi umūmi al-lafdzī lā bi khusuūs al-sabāb


Dapat menafsiri ayat-ayat al-Qur’ān sesuai konteks ayat, karena dalam menafsiri suatu
ayat mufassir harus memahami ayat tersebut, mufassir tidak hanya harus mengerti tentang Asbāb
al-Nuzūl, namu mufssir juga harus memahami konteks ayat yang akan diTafsīri.

5. Kesimpulan

Dari urian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa, jika ada ayat yang turun sebab hal
yang khusus dan dalam redaksi yang umum, maka hukum dari ayat tersebut tersebut mencakup
kasus sebab turunnya ayat tersebut dan mencakup semua redaksi yang tercakup, dalam fredaksi
yang bersifat umum.

15
Muhammad Baqir Hakim, ulum al-qur’an. diterjemah oleh Nasrul Haq, Abd Ghofur, Salman Fadullah. (Majma’
al-Fikr al-Islam, qum Iran. cetakan ketiga: 1427 H.) hlm 46.
Daftar pustaka:

- https://kbbi.web.id/kaidah.
- Ahmad Warson Munawwir al-Munawwir kamus Arab Indonesia. (Surabaya: pustaka
progressif, 1997) hlm, 1138.
- Quraish shihab. Kaidah Tafsīr (Tanggerang, Lentera Hati, 3013) hlm: 6.
- Muhammad Baqir Hakim, Ulūm al-Qur’ān. diterjemah oleh Nasrul Haq, Abd Ghofur,
Salman Fadullah. (Majma’ al-Fikr al-Islam, qum Iran. cetakan ketiga: 1427 H.) .
- Khalid bin Utsman al-Sabt Qowa’id al-Tafsīr Jam’an wa Dirasan penerjemah Prof. DR.
H. Salman Harun. Dkk. (Qaf. Jakarta: 1, nivember 2017) hlm.646

- Di lihat dari https://darusysyifa.wordpress.com/2014/11/19/mengenal-kaidah-Tafsīr-al-


ibrah-bi-umuumil-lafzhy-laa-bi-khushuushis-sabab/ oleh Bagas Prasetya pada 19
november, 2014

Anda mungkin juga menyukai