Disusun Oleh :
KELAS 2E SA
PRODI SOSIOLOGI AGAMA
FAKULTAS USHULUDDIN DAN STUDI AGAMA
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI MATARAM
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah Swt yang telah memberikan Rahmat dan HidayahNya
untuk kami dapat menyelesaikan tugas kelompok kami secara tepatwaktu.Adapun tujuan
penulisan makalah kami untuk memenuhi tugas kami tentang “TENTANG ILMU ASBABUL
WURUD”.Selain itu makalah ini bertujuan untuk menambah wawasan bagi pembaca dan
penulis.
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
BAB II PEMBAHASAN
A. Pengertian Asbabul Wurud
B. Macam-Macam Asbabul Wurud
C. Contoh-contoh Asbabul Wurud
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Hadis atau sunnah merupakan salah satu sumber ajaran islam yang menduduki posisi sangat
signifikan, baik secara struktural maupun fungsional. Secara struktural menduduki posisi kedua
setelah al-Qur’an, namun jika dilihat secara fungsional, ia merupakan bayan (eksplanasi) terhadap
ayat-ayat al-Qur’an yang bersifat ‘am (umum), mujmal (global) atau mutlaq. Secara tersirat, al-
Qur’an-pun mendukung ide tersebut, antara lain firman Allah Swt:
) َف َّك ُرو َنMَز َل وَل َعَّل ُه ْم َيتM’ ما ُن
ِ َبيِ’ َنMُت وال وأَن َزلْ َنا ال ِذ’ ْك َر ِلت (ِ بالْ َب ِي’نَا
٤٤: النحل ُّز ُب ِر
ِإلَ ْي ِه ْم ِلل َّنا ِس ك إَِلي
Artinya: Dan kami turnkan al-Qur’an kepadamu (Muhammad) agar kamu menjelaskan kapada umat
manusia apa yang telah diturunkan untuk mereka, dan supaya mereka memikirkan.. (QS. An-Nahl 44)
Adanya perintah agar Nabi SAW. Menjelaskan kapada umat manusia mengenai al-Qur’an, baik
melalui ucapan, perbuatan atau taqrirnya, dapat diartikan bahwa Hadis berfungsi sebagai bayan
(penjelas) terhadap al-Qur’an. Oleh karena itu tidaklah terlalu berlebihan jika kemudian Imam al-
Auza’i pernah berkesimpulan bahwa al-Qur’an sesungguhnya lebih membutuhkan kepada al-Hadis
daripada sebaliknya. Sebab secara tafshili (rinci) al-Qur’an masih perlu dijelaskan dengan Hadis.
Disamping sebagai bayan terhadap al-Qur’an, Hadis secara mandiri sesungguhnya dapat menetapkan
suatu ketetapan yang belum diatur dalam al-Qur’an. Namun persoalannya adalah bahwa untuk
memahami suatu Hadis dengan “baik”, tidaklah mudah. Untuk itu, diperlukan seperangkat metodologi
dalam memahami Hadis.
BAB II PEMBAHASAN
Secara Etimologis asbab al-wurud merupakan susunan idhafat yang berasal dari gabungan
kata asbab dan al-wurud. Kata asbab merupakan bentuk jamak dari kata sabab yang berarti tali atau
penghubung, yakni segala sesuatu yang lain, atau penyebab terjadinya sesuatu. Sedangkan kata wurud
merupakan bentuk masdar dari kata warada-yaridu-wurudan, yang berarti datang atau samapai kepada
sesuatu. Sehingga asbab al-wurud disini dapat diartikan sebagai sebab-sebab datangnya atau
keluarnya hadits nabi. Sedangkan secara Istilah ada beberapa pengertian asbab al-wurud yang dapat
Ilmu yang menerangkan sebab-sebab nabi menurunkan sabdanya dan masa-masanya Nabi
menurunkan itu.
2. Menurut Imam Jalaluddin Abdurrahman al-Sayuti pada kitabnya Al-Luma’ fi Asbab al-Wurud al-
Hadits:
Sesuatu yang menjadi jalan untuk menentukan maksud suatu hadits yang bersifat umum atau
khusus, mutlaq atau muqayyad, atau untuk menentukan ada tidaknya naskh (penghapusan) dalam
Ilmu yang menerangkan sebab-sebab dari masa Nabi menuturkan sabdanya. Atau ilmu yang
mengkaji ttentang hal-hal yang terjadi di saat hadits di sampaikan, berupa peristiwa atau pertanyaan,
yang hal itu dapat membantu atau menentukan maksud suatu hadits yang bersifat umum atau khusus,
mutlaq atau muqayyad, atau untuk menentukan ada tidaknya naskh (penghapusan) dalam suatu hadits,
yang menjelaskan sebab-sebab keluarnya Hadits, baik berupa peristiwa atau keadaan yang terjadi,
waktu maupun karena ada pertanyaan. Sehingga dapat memahami kejelasan hadits baik dari segi
umum dan khusus, mutlaq atau muqayyad, atau untuk menentukan ada tidaknya naskh (penghapusan)
Tentang asbaabul wuruudil hadist, Imam Muhammad Ibn Idris as-Syafi’i atau lebih dikenal
dengan Imam As-Syafi’i, dalam kitabnya Ar-Risaalah mengingatkan, ada beberapa hal yang
perlu diperhatikan.
1. Ada kalanya suatu hadist lahir karena Rasulullah ditanya tentang sesuatu hal oleh
para sahabat. Akan tetapi, dalam periwayatan (transmisi)-nya, si periwayat tidak
menyampaikan hadis tersebut secara sempurna (misalkan, tidak menyebutkan
pertanyaan yang melahirkan jawaban tersebut). Atau, hadist tersebut hanya
diriwayatkan oleh orang yang hanya mendengar atau mengetahui jawaban Rasulullah
tersebut. Namun ia tidak mengetahui masalah atau latarbelakang yang melatari
jawaban Rasulullah pada hadist tersebut.
2. Ada kalanya Rasulullah menetapkan suatu ketentuan atas suatu masalah. Kemudian
pada kesempatan lain, menyangkut masalah yang sama, beliau menetapkan pula
suatu ketentuan yang tampaknya berbeda. Akan tetapi, sebagian orang tidak
mengetahui peristiwa yang melatarinya dalam kesempatan berbeda itu, sehingga
mengesankan ada ketidakkonsistensi atau bahkan pertentangan. Padahal sebenarnya
bukanlah demikian.
.
C. Contoh-contoh Asbabul Wurud
1. Hadits yang mempunyai sebab disebutkan dalam hadits itu sendiri. Misalnya hadits
tentang al-Quran turun dengan tujuh huruf (dialek).
“Abdullah bin Yusuf telah bercerita kepada saya, Malik telah menceritakan pada saya
dari Ibn Syihab dari Urwah bin Zubair dari Abdur rahman bin Abdul Qari, dia
berkata: “saya mendengar Umar bin Khathab berkata: “saya mendengar Hisyam bin
Hakim bin Hisyam membaca surat al-Furqan dengan bacaan selain yang telah saya
baca, padahal Rasulullah saw telah nenbacakan pada saya. Hampir saja saya bertindak
terhadap Hisyam. Kemudia saya menunda tindakan saya sampai ia pulang ke
rumahnya. Kemudian saya menyeret lengan bajunya untuk mendatangi Rasulullah
saw bersamanya. Saya berkata pada Rasulullha saw : bahwa saya mendengar oarng
ini membaca ayat yang bukan seperti yang dibacakan Rasulullah. Kemudian Nabi
memerintahkan saya “lepaskan orang tersebut”. Kemudian Nabi merkata kepada
Hisyam :”bacalah”. Hisyam pun membaca. Kemudian nabi bersabda:”sesungguhmya
al-Quran itu diturunkan dengan tujuh huruf (dialek), maka bacalah mana yang mudah
daripadanya”.
2. Hadits yang sebab tidak disebutkan dalam hadits tersebut tetapi disebutkan pada jalan
(thuruq) hadits yang lain, misalnya : hadits yang menerangkan niat dan hijrah yang
diriwayatkan oleh Umar ra.
Saya mendengar Umar bin Khatthab berkata di atas mimbar: “saya mendengar
Rasulullah saw bersabda: ”Sesungguhnya amal-amal perbuatan itu hanyalah menurut
niatnya masing-masing. Maka barang siapa yang hijrahnya karena untuk
mendapatkan keduniaan atau perempuan yang bakal dinikahinya, maka hijrahnya itu
hanya kepada apa yang diniatkannya saja.”.
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan