Diampu Oleh :
Muhammad Iqbal Ansari, M.Pd.I
Disusun Oleh :
Daihsanti Nurlailatul Cotri NIM 2105030069
Rezki Norhidayah NIM 2105030043
BAB I - PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG..................................................................................................................1
B. RUMUSAN MASALAH.............................................................................................................2
C. TUJUAN MASALAH..................................................................................................................3
BAB II - PEMBAHASAN
DAFTAR PUSTAKA.....................................................................................................................21
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
1
Namun, Ash-Shidiqy memandang segala macam pembahasan ulumul Qur’an
itu kembali kepada beberapa pokok pembahasan saja seperti :
Nuzul. Permbahasan ini menyangkut dengan ayat-ayat yang menunjukan tempat
dan waktu turunya ayat Al-Qur’an misalnya : Makkiyah, Madaniyah, Hadhariah,
Safariyah, Nahariyah, Lailiyah, Syita’iyah, Shaifiyah, dan Firasyiah. Pembahasan
ini juga meliputi hal yang menyangkut asbabun nuzul dan sebagainya.
Sanad. Pembahasan ini meliputi hal-hal yang menyangkut sanad yang mutawattir,
ahad, syadz, bentuk-bentuk qira’at nabi, para periwayat dan para penghapal Al-
Qur’an, dan cara Tahammul (penerimaan riwayat).
Ada’ al-Qira’ah. Pembahasan ini menyangkut waqof, ibtida’, imalah, madd,
takhfif hamzah, idghom.
Pembahasan yang menyangkut lafadz Al-Qur’an, yaitu tentang gharib, mu,rab,
majaz, musytarak, muradif, isti’arah, dan tasybih.
Pembahasan makna Al-Qur’an yang berhubungan dengan hukum, yaitu ayat yang
bermakna amm (umum) dan tetap dalam keumumanya, amm yang dimaksudkan
khusus, amm yang dikhususkan oleh sunnah, nash, dhahir, mujmal, mufashal,
manthuq, mafhum, mutlaq, muqayyad, muhkam, mutasyabih, musykil, nasikh
mansukh, muqaddam, mu’akhar, ma’mul pada waktu tertentu, dan ma’mul oleh
seorang saja.
Pembahasan makna Al-Qur’anyang berhubungan dengan lafadz, yaitu fashl,
washl, ijaz, ithnab, musawah, dan qashr.
B. RUMUSAN MASALAH
1. Apa ayat al-Qur’an yang pertama diturunkan dan perbedaan pendapat para ulama
dalam masalah ini?
2. Apa ayat al-Qur’an yang terakhir diturunkan dan perbedaan pendapat para ulama
dalam masalah ini?
3. Apa saja hikmah dan manfaat dari mempelajari pembahasan tersebut?
4. Apakah pengertian asbabun nuzul?
5. Bagaimanakah metode dalam mengetahui asbabun nuzul?
6. Apa saja hikmah mengetahui asbabun nuzul?
7. Apa saja berbagai permasalahan berkaitan dengan asbabun nuzul?
2
C. TUJUAN MASALAH
3
BAB II
PEMBAHASAN
2. Pendapat kedua ada juga yang mengatakan Ayat yang turun pertama ialah
Bismillah itu turun sebagai sumber pengambilan bagi setiap surat 3. Hadis- hadis yang
menerangkan ini adalah Mursal (sanadnya terputus).
4
Artinya :
Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu Yang menciptakan. Dia telah
menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah, dan Tuhanmulah Yang Maha
Pemurah,Yang mengajar (manusia) dengan perantaran kalam. Dia mengajar kepada
manusia apa yang tidak diketahuinya.
Pendapat ini 4
Menurut Hadis Syaikhan, Aisyah radhiyallahu ‘anha
mengatakan awal pertama (permulaan) Rasululloh shallallahu alaihi wasallam
menerima wahyu berupa mimpi shadiq di waktu tidurnya. Tidak pernah beliau
bermimpi seperti itu selama ini. Datang kepadanya seperti Falak di waktu subuh.
Sudah itu beliau hendak mengasingkan diri. Maka pergilah beliau ke Gua Hira’.
Disinilah (Gua Hira’) beliau sendiri sampai beberapa malam. Dan untuk itu beliau
menyiapkan perbekalan. Sudah itu beliau kempali ke Siti Khadijah. Oleh Khadijah
dipersiapkan perbekalan seperti yang pertama. Demikianlah sampai turunnya Wahyu.
Di waktu itu beliau berada di Gua Hira’, datang kepadanya malaikat. Kata Malaikat
itu “Bacalah”. Kata Rosul “Aku tidak pandai membaca’’. Maka diambilah Aku dan
dirangkulnya kuat-kuat sehingga Aku kepayahan. Sesuadah itu dilepaskannya Aku
kembali,seraya berkata “Bacalah”.Kataku “Aku tidak pandai membaca”. Aku
dirangkulnya kedua kalinya sehingga Aku kepayahan. Sesudah itu dilepaskannya
kembali, seraya berkata “Bacalah”. Kataku “Aku tidak pandai membaca”. Lantas Aku
dirangkulnya untuk ketiga kalinya. Sudah itu dilepaskannya kembali seraya berkata
“Bacalah dengan menyebut nama Tuhan engkau yang menjadikan”. Sesudah itu
badan Rasululloh shallallahu alaihi wa sallam gemetar dan kemudian pulang
kerumahnya.
Kemudian menurut pendapat lainnya yaitu Hadist yang diriwayatkan oleh Ath
Tharbary dari Abdulloh Ibnuz Zubair5, ujarnya :
Bersabdalah Rasululloh shallallahu alaihi wasallam : maka datanglah
kepadaku Jibril, dan kala itu aku sedang tidur, Jibril membawa selembar namath (kain
berwarna) dari sutera, padanya ada tulisan (suratan). Jibril berkata “Iqra (Bacalah)”.
Maka akupun menjawab bahwa Aku tidak bisa membaca. Karena itu aku dipeluknya
4
Mana’ul Quthan 1,Pembahasan Ilmu Al-Qur’an,Hal70
5
Prof. Dr.T.M Hasbi Ash-Shiddieqy, sejarah dan pengantar ilmu Al-Qur’an,hal 41
5
erat-erat, hingga Aku sangka bahwa aku akan mati. Kemudia Dia lepaskan Aku,
seraya berkata pula : Iqra’(bacalah). Apa yang akan aku baca? Aku mengatakan
demikian hanya supaya dia jangan kembali lagi memeluk aku erat-erat dan kuat-kuat
sebagai yang sudah, Dia berkata surat Al-Alaq 1-5. Setelah itu ia pun pergi. Sesudah
ia pergi akupun bangun dari tidurku, dan seolah-olah telah termateri di jiwaku suatu
tulisan (Kitab)
4. Ada pula orang yang mengatakan bahwa ayat yang pertama turun ialah firman Alloh
yang berbunyi :
Katanya apakah tidak aku sampaikan kepadamu Hadis yang kami terima dari
Rosululloh shallallahu alaihi wa sallam. Kata Nabi shallallahu alaihi wa sallam “Aku
berjalan-jalan sekekliling Hira’. Setelah berkeliling, turunlah wahyu. Ketika aku
sedang berada dalam lembah. Aku menoleh ke depan, ke belakang, ke kanan, dan ke
kiri, sudah itu aku melihat kelangit. Maka dia ( Jibril) mengambilku yang sedang
gemetar. Aku pulang kepada Khadijah, Aku suruh orang-orang agar aku diselimuti.
Lantas Allah menurunkan Ayat :
6
Malaikat yang datang kepadaku digua Hira’ itu kini sedang duduk diatas kursi, antara
Bumi dan Langit. Lalu aku kembali, kataku selimuti aku,maka orang-orang
menyelimuti aku.
Sebagian orang mengumpulkan kedua hadis ini. Jabir mendengar Nabi
menyebutkan kisah permulaan wahyu. Yang didengarnya itu ialah bagian yang
terkhir, sedangkan yang pertama tidak didengarnya. Karena itu masih diragukan
bahwa ayat ini yang pertama turun. Memang ayat Mudatsir itula yang pertama itu
Turun sesudah al-alaq 1-5 dan fitratul wahyu. Terdapat dalam Shohiihain, juga dari
Jabir bahwa Rosullulloh shallallahu alaihi wa sallam pernah menyampaikan hadis
tenteng fitrotil wahyu. Didalam hadis itu Nabi mengatakan Di waktu Aku sedang
berjalan-jalan, Aku mendengar suara dari langit, lalu kuangkat kepalaku,maka tampak
oleh-ku Mailaikat yang datang padaku di Gua Hira’ itu sedang duduk diatas kursi
diantara langit dan bumi. Aku gemetar, lantas akukembali pulang. Kataku selimuti
Aku. Diwaktu itu Alloh menurunkan ayat yang berbunyi:
Didalam Hadis ini diberitahukan tentang malaikat yang datang padanya di Gua
Hira’ tadinya itu. Dan dalam hadis Aisyah RA dikatakan bahwa turun surat Al-alaq 1-
5 digua Hira’,inilah wahyu pertama. Sesudah itu terjadi masa Fitrah (masa
kekosongan wahyu). Didalam Hadis Jabir dikatakan bahwa wahyu itu berurut-urut
datangnya sesudah turun aturan ayat,
Dengan demikian maka taulah kita secara mutlak Al-’Alaq : 1-5 yang pertama
turu. Sesudah itu baru surat Al-Mudatsir. Demikian pula menurut Ibnu Hiban dalam
sohihnya. Tidak ada pertentangan antara kedua Hadis ini. Ayat yang pertama
diturunkan ialah :
7
1. Pertama, ada orang yang mengatakan bahwa ayat yang terakhir turunnya ialah
ayat yang mengenai riba7. Menurut Hadis Bukhori dan Ibnu Abbas katanya : ayat
yang terakhir diturunkan Tuhan Kepada Muhammad SAW adalah ayat tentang
Riba. Yang dimaksud dengannya ialah firman Tuhan yang berbunyi :
2. Kedua, adapula orang yang mengatakan pula ayat yang terakhir diturunkan Alloh
ialah firman Tuhan yang berbunyi :
Artinya : Dan peliharalah dirimu (adzab yang terjadi pada) hari yang pada
waktu itu kamu sekalian dikembalikan oleh Alloh (QS Al-Baqarah : 281)
Sedangkan 8menurut Hadis yang dirawikan An-Nasa’i dan lainnya, dari Ibnu
Abbas dan Said bin Jubair RA, mengatakan bahwa ayat yang Al-qaur’an yang
terkhir turunnya yang berbunyi : Dan takutlah kamu terhadap Adzab yang terjadi
pada hari yang waktu itu kamu semua dikembalikan kepada Alloh SWT.(QS At-
Taubah 128-129)
3. Ketiga, adapula orang yang mengatakan bahwa ayat yang terakhir diturunkan
oleh Allah yaitu ayat yang mengenai utang piutang. 9Menurut hadis yang
dirawikan dari Said bin Al-Musayab mengatakan bahwa telah sampa kepadanya
berita Al-Qur’an mengenai janji di Arasy itu ialah yang mengenai utang piutang.
Yang dimaksud ialah ayat yang berbunyi:
7
Mana’ul Quthan 1,Pembahasan Ilmu Al-Qur’an,Hal74
8
Mana’ul Quthan 1,Pembahasan Ilmu Al-Qur’an,Hal75
9
Mana’ul Quthan 1,Pembahasan Ilmu Al-Qur’an,Hal75
8
Artinya : Hai Orang-orang beriman apabila kamu bermuamalah, tidak secara
tunai untuk waktu yang ditentukan hendaklah kamu menuliskannya (QS Al-
Baqarah : 282)
Apabila dikumpulkan ketiga Riwayat ini maka ketiga ayat tersebut
diturunkan sekaligus. Seperti yang tersusun pada mushaf. Ayat riba dan ayat
utang piutang. Terdapat pada suatu kisah diberitahukan bahwa tiap-tiap isi perawi
yang merawikan tentang ayat-ayat yang terkhir diturunkan adalah Sahih.
4. Keempat, adapula orang yang mengatakan bahwa ayat yang terakhir ialah ayat
Kalalah. 10
Menurut hadis Saikhan dari Al Bar’a bin Azib katanya, ayat yang
terakhir diturunkan Alloh yaitu ayat yang berbunyi:
5. Kelima, ada pula yang mengatakan bahwa ayat terakhir diturunkan ialah firman
Tuhan yang berbunyi:
6. Keenam, ada pula yang mengatakan bahwa ayat yang terakhir turun ialah surat
Al-Maidah. Sebagai mana yang telah dirawikan oleh Tirmizi dan Hakim, Aisyah
10
Mana’ul Quthan 1,Pembahasan Ilmu Al-Qur’an,Hal75
11
Mana’ul Quthan 1,Pembahasan Ilmu Al-Qur’an,Hal76
9
mengatakan Aku perkenankan bahwa yang dimaksud terakhir turunnya ialah ayat
yang mengenai halal dan haram. Ayat ini tidak menasikhan Hukum.
7. Ketujuh,ada pula yang mengatakan ayat terakhir turunnya ialah firman Tuhan
yang berbunyi :
Artinya : Dan janganlah kamu iri hati terhadap apa yang dikaruniakan Alloh
kepada sebagian kamu lebih bayak dari yang sebagian lagi (QS An Nur:32)
Dan diturunkan pula ayat yang berbunyi :
12
Mana’ul Quthan 1,Pembahasan Ilmu Al-Qur’an,Hal77
10
8. 13
Menurut Hadist Riwayat Bukhori dan lainnya,dari Ibnu Abbas RA bahwasanya
ayat yang berbunyi barang siapa yang membunuh orang mukmin dengan
sengaja,maka balasannya ialah jahanam. Yang dimaksud disini adalah QS. An
Nisa : 93.
Dan barang siapa membunuh orang mukmin dengan sengaja, maka balasannya
ialah jahannam. Dia kekal didalamnya, dan Alloh murka kepadanya dan
mengutukannya serta menyediakan adzab yang besar baginya (QS An Nisa 93).
9. Hadis dari Ibnu Abbas RA mengatakan bahwa surat terakhir yang diturunkan
ialah surat An Nashr14:
10. Menurut pendapat Jumhur, ayat yang terakhir adalah surat Al Maidah : 3
Pada hari ini telah aku sempurnakan bagimu agamamu dan aku telah cukupkan
untukmu nikmatku dan aku telah pilih (Aku Ridhoi) Islam menjadi agamamu (QS
Al Maidah : 3)
Ayat ini turun di Arafah pada tahun Haji Wada. Pada Akhirnya
menunjukan kesempurnaan segala yang fardhu dan hukum-hukum. Diatas telah
dikemukakan tentang apa yang dirawikan dalam hal turunnya ayat riba, utang-
piutang, kalalah dan lain-lain. 15Menurut pengertian As-Said Muhammad Rasyid
Ridlo, bahwa Imam Ibnu Jarir menukil dari Tafsirnya, bahwa para Ulama sepakat
menetapkan bahwa wahyu tidak berhenti-henti turun sampai Rosululloh
13
Mana’ul Quthan 1,Pembahasan Ilmu Al-Qur’an,Hal77
14
Mana’ul Quthan 1,Pembahasan Ilmu Al-Qur’an,Hal78
15
Prof. Dr.T.M Hasbi Ash-Shiddieqy, sejarah dan pengantar ilmu Al-Qur’an,hal 54
11
shallallahu alaihi wasallam wafat. Bahkan kala Rosululloh shallallahu alaihi wa
sallam hampir wafat lebih rapat lagi turunnya wahyu.
16
Berkata Qadhi Abu Bakar Al-Baqakany dalam kitabnya, Al-Intishar,
mengatakan mengenai perbedaan riwayat tentang ayat terakhir yang diturunkan
itu maka disini tidak satupun yang bersumber dari Nabi shallallahu alaihi wa
sallam. Karena itu boleh melakukan ijtihad dan membuat hal-hal yang masih
diragukan. Barangkali tiap-tiap orang-orang memberitakan tentang apa-apa yang
didengarnya dari Nabi pada hari wafatnya, atau beberapa hari sebelum wafat.
Selain dari itu kemudian adapula orang yang mengatakan katanya dia pernah
mendengar dari Nabi, padahal dia tidak pernah mendengarkannya sama sekali.
Dan barangkali pula mungkin ayat inilah yang terakhir dibaca oleh Nabi
shallallahu alaihi wa sallam di samping ayat-ayat turun lainnya.
1. Sebagai penjelas tentang perhatian Al-Qur’an al-Karim yang begitu besar guna
menjaga dan mengatur ayat-ayat-Nya
Para shahabat telah faham benar kitab ini diturunkan ayat demi ayat,
sehingga mereka mengerti kapan dan dimana ayat itu diturunkan. Dimana mereka
dahulu telah mengambil dari Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam ayat-ayat
Alqur’an yang diturunkan kepadanya sebagaimana para mukmin mengambil
pokok dasar agama mereka (ushuluddin), pembangkit iman mereka dan sumber
kemuliaan dan ketinggian mereka. Dan dampak positif dari itu semua adalah
terjaganya Al-Qur’an dari perubahan dan kerancuan.
16
Mana’ul Quthan 1,Pembahasan Ilmu Al-Qur’an,Hal78
12
2. Bisa memahami rahasia-rahasia tasyri’ (pensyariatan) Islam dari perjalanan
sumbernya yang asli
Terkadang terdapat dua ayat atau lebih dalam satu permasalahan, dan
hukum yang dikandung satu ayat beda dengan yang dikandung ayat lain. Jika
telah diketahui ayat mana yang turun lebih dahulu dan yang turun belakangan,
maka hukum yang turun belakangan adalah menjadi nasikh (penghapus) bagi
hukum yang turun lebih dahulu.
Kata Asbabun Nuzul merupakan kata majemuk yang terdiri atas dua suku
kata, yaitu asbab dan nuzul. Adapun asbab adalah jamak dari kata sababun yang
artinya sebab. Sedangkan al-nuzul yang artinya turun. Kedua suku kata ini dalam ilmu
gramatika bahasa Arab disebut tarkib al-idhafiy. Makna tekstual dari dua kata
itu adalah sebab-sebab turun.
Adapun definisi asbabun nuzul dalam terminologi pakar ilmu-ilmu al-Qur’an
adalah sebagaimana yang dikemukakan oleh Subhi Shalih dalam bukunya Mabahits fi
‘Ulum al-Qur’an17 :
17
Subhi al-Shalih, Mabahits fi ‘Ulum al-Qur’an (Beirut: Dar al-‘Ilmi li al
Malayin, 1985), h. 16028 | Jurnal Syahadah
Vol. VI, No. 2, Oktober 2018
13
“Sesuatu (peristiwa atau pertanyaan) yang dengan sebabnya turun suatu
ayat atau beberapa ayat yang mengandung hukumnya atau member jawaban tentang
sebab itu atau sebagai penjelasan hukumnya, pada masa terjadinya peristiwa itu ”.
18
Manna’ Khalil, op cit., h. 76
19
Lihat Asbab al-Nuzul karya al-Wahidiy, op cit., h. 4
20
Muhammad ‘Ali al-Shabuniy, al-Tibyan fi ‘Ulum al-Qur’an (Beirut: al-Mazra’ah Binayatu al-Iman, tt),
h. 25
14
F. Hikmah Mengetahui Asbabun Nuzul
Secara global, urgensi asbabun nuzul dalam memahami dan menafsirkan al-
Qur’an dapat disimpulkan sebagai berikut :
1. Pertama, mengetahui keagungan dan rahmat Allah dalam proses penetapan suatu
hukum. Sebagaimana diketahui bahwa diantara cirri penetapan hukum dalam
Islam adalah dengan cara tadriji (berangsur-angsur). Khamar misalnya, sebelum
ditetapkan keharamannya, terlebih dahulu dijelaskan sifat dan karakteristiknya,
barulah pada ayat terakhir ditentukan keharamannya. Tanpa mengetahui asbabun
nuzul dan kronologi turunnya ayat-ayat tersebut, seseorang tidak akan
mengetahui hikmah dan keagungan rahmat Allah dalam menetapkan syari’at.
2. Kedua, mengatahui asbabun nuzul merupakan cara yang terbaik untuk
mengetahui makna al-Qur’an dan menyingkap yang tersembunyi dalam ayat,
tanpa bantuan ilmu asbabun nuzul seseorang tidak akan mampu menafsirkan ayat
tersebut. Berkaitan dengan ini, al-Wahidiy mengeluarkan statemen “Tidak
mungkin mengetahui tafsir ayat tanpa mengetahui kisahnya dan penjelasan
turunnya”. Mengetahui sebab turun ayat membantu dalam memahami sebuah
ayat, pengetahuan tentang sebab mewariskan pengetahuan tentang musabab, tulis
Ibnu Taimiyah. Ibnu Daqiq al-’Id mengatakan “penjelasan asbabun nuzul adalah
cara yang tepat untuk memahami makna-makna al-Qur’an”21.
3. Ketiga, asbabun nuzul dapat menjelaskan tentang siapa ayat itu diturunkan
sehingga ayat tersebut tidak dapat diterapkan kepada orang lain karena dorongan
permusuhan dan perselisihan.
4. Keempat, apabila redaksi ayat bersifat umum, kemudian datang dalil yang
mengkhususkannya, maka mengetahui asbabun nuzul membatasi pengkhususan
itu kepada selain gambaran sebab.
15
asbabun nuzul adalah apa bila seorang perawi mengatakan سبب النزول هذه اآلية كذاatau
menggunakan huruf ‘ataf “fa” yang bermakna ta’qibiyyah yang dirangkaikan dengan
kata nazalat seperti ungkapan حدث كذاatau سأل رسول هللا صلى هللا عليه و سلم عن كذا فنزلت اآلية.
Dua ungkapan di atas adalah redaksi yang jelas menunjukkan sebab turun
ayat.22
Sedangkan bentuk ungkapan kedua yang menunjukkan ‘kemungkinan’
ْ َنُ ِّزل
(muhtamal) adalah apa bila seorang perawi menggunakan ungkapan seperti ت هذه
ْ َأحسب هذه اآلية نُ ِّزل, begitu juga jika ungkapan
اآلية في كذاatau seperti ungkapan ذاyyت في ك
ْ َما أحسب هذه اآلية نُ ِّزل. Dengan redaksi di atas perawi tidak
yang digunakan seperti ت في كذا
memastikan apakah ungkapan itu menjelaskan asbabun nuzul atau menerangkan
kandungan hukum ayat.
a. Ungkapan asbabun nuzul dengan redaksi yang jelas23 :
22
Lihat Manna’ al-Qaththan, Mabahits fi ‘Ulum al-Qur’an, Op cit., h. 85
23
Al-Suyuthi, Lubab al-Manqul fi Asbab al-Nuzul, dalam cetak pinggir Tafsir al-Jalalaini,(Semarang:
TAHA PUTRA,tt), h. 48-49
24
Manna’ al-Qaththan, op cit., h. 86
16
Perbedaan ungkapan asbabun nuzul dalam dua redaksi di atas sangat jelas,
dimana dalam riwayat yang pertama menggunakan fa ta’qibiyah pada kata nazalat
yang mengandung makna sababiyah, sedangkan pada redaksi yang kedua tanpa
menggunakan fa sababiyah sehingga mengandung dua kemungkinan; makna
sababiyah (sebab turunnya ayat) serta penjelasan hukum yang terkandung dalam ayat
tersebut. Maka untuk menentukan makna yang dimaksud oleh orang yang
mengucapkan redaksi tersebut harus dilihat karinah yang menguatkannya25.
Indikasi (qarinah) yang bisa dijadikan acuan untuk menentukan makna adalah
ketika dalam sebuah ayat, seorang ulama menggunakan ungkapan yang mengandung
dua kemungkinan arti, maka yang diambil adalah ungkapan yang mengandung makna
sababiyah yang paling kuat. Sebagai contohnya adalah riwayat Muslim dari Jabir bin
‘Abdullah ia berkata: “Orang-orang Yahudi mengatakan; apa bila seorang suami
mendatangi istrinya dari belakang, maka anaknya akan lahir dalam keadaan juling,”.
kemudian Allah menurunkan ayat:
“Isteri-isterimu adalah (seperti) tanah tempat kamu bercocok tanam, Maka
datangilah tanah tempat bercocok-tanammu itu bagaimana saja kamu kehendaki. dan
kerjakanlah (amal yang baik) untuk dirimu, dan bertakwalah kepada Allah dan
ketahuilah bahwa kamu kelak akan menemui-Nya. dan berilah kabar gembira orang-
orang yang beriman.(2;223)
Ungkapan Jabir di atas berbeda dengan riwayat Ibnu ‘Umar yang mengatakan
“ayat ini turun berkenaan dengan menggauli istri dari belakang”. Riwayat Ibnu ‘Umar
tidak menegaskan sababiyah. Maka dalam konteks ini, yang diambil adalah riwayat
Jabir bin ‘Abdullah, karena ungkapan yang dipakai sangat jelas, berbeda dengan
ungkapan Ibnu ‘Umar yang mengandung dua kemungkinan makna26.
Namun jika ada perbedaan riwayat dan shighat dikalangan ulama mengenai
sebuah ayat dan tidak ada satu pun yang mengandung sababiyah secara jelas, seperti
ungkapan sebagian mufassir “ayat ini diturunkan dalam masalah ini…”, sedangkan
yang lain mengatakan “aku mengira ayat ini diturunkan dalam masalah itu”. Jika
terjadi perbedaan seperti itu dan tidak ada tandatanda yang menunjukkan bahwa
shighat yang digunakan para mufassir mengandung makna sababiyah secara pasti,
25
Nasaruddin Umar, Ulumul Qur’an; Mengungkap Makna-makna Tersembunyi Al-Qur’an, (Ciputat: Al-
Ghazali Center, 2010), h. 34
26
Lihat Manna’ al-Qaththan, op cit., h. 89
17
maka riwayat-riwayat seperti itu masuk dalam kategori penjelasan terhadap hukum
yang terdapat dalam sebuah ayat, bukan sebagai sebab turunnya ayat27.
27
Nasaruddin Umar, ‘Ulumul Qur’an, op cit., h. 35
18
BAB III
PENUTUP
Ayat Pertama
Dari sekian pendapat yang mengenai Ayat pertama turun yang paling
sohih ialah surat Al-alaq 1-5. Dasar pendapat ini adalah hadits yang diriwayatkan
Imam Al-Bukhari dan Muslim, dan lainnya, dari Aisyah tentang turunnya wahyu
kepada Nabi Shallallahu alaihi wasallam di gua Hira. Kemudian “Ya ayyuhal
muddatstsir." Ini didasarkan pada hadits Bukhari dan Muslim dari Abu Salamah
bin Abdirrahman. Hadits tersebut menjelaskan bahwa pertanyaan yang dimaksud
adalah mengenai surat yang diturunkan secara penuh. Jabir menjelaskan bahwa
surat Al-Muddatstsir-lah yang turun secara penuh sebelum surat Iqrah' (Al-Alaq)
selesai diturunkan semuanya. Maka ayat Al-Qur'an yang pertama kali turun
secara mutlak adalah Iqra' dan surat yang pertama diturunkan secara lengkap, dan
pertama setelah terhentinya wahyu ialah "Ya ayyuhal muddatstsir." Atau bisa
juga dikatakan bahwa surat Al-Muddatstsir turun sebagai tanda kerasuluannya,
sedangkan ayat "Iqra" turun sebagai tanda kenabiannya.
Ayat Terakhir
Berbagai pendapat mengenai yang terakhir diturunkan tetapi semua
pendapat ini tidak mengandung sesuatu yang dapat disandarkan kepada
Rasulullah Shallallahu alaihi wasallam, masing-masing merupakan ijtihad atau
dugaan. Tetapi menurut Ulama Jumhur yang terakhir turun ialah surat Al
Maidah : 3 yang Artinya : Pada hari ini telah aku sempurnakan bagimu agamamu
dan aku telah cukupkan untukmu nikmatku dan aku telah pilih (Aku Ridhoi)
Islam menjadi agamamu (QS Al Maidah : 3)
Asbabun nuzul adalah adanya suatu peristiwa atau pertanyaan yang mendahului
turunnya suatu ayat, sebagai penjelasan terhadap status hukum peristiwa itu atau
sebagai jawaban terhadap pertanyaan. Pada dasarnya asbabun nuzul adalah
peristiwa masa lalu yang terjadi pada saat turunnya al-Qur’an, maka sudah pasti
untuk mengetahuinya harus berdasarkan riwayat dari orang-orang yang
menyaksikan atau mendengar peristiwa itu, yaitu para sahabat atau tabi’in yang
belajar langsung dari pada sahabat.
19
Selanjutnya untuk memastikan apakah suatu riwayat itu menjelaskan
tentang asbabun nuzul atau tidak, harus dilihat dari cara pengungkapannya. Dari
sini kemudian ulama ilmu-ilmu al-Qur’an membagi ungkapan-ungkapan itu
kedalam dua kategori; sharih (jelas) dan ghairu sharih (tidak jelas). Apabila
riwayat itu menggunakan ungkapan sharih, maka jelas lah riwayat itu merupakan
asbabun nuzul ayat. Tetapi jika ungkapan yang dipakai adalah ghairu sharih,
maka maknanya mengandung dua kemungkinan; asbabun nuzul atau menjelaskan
hukum peristiwa.
Kajian asbabun nuzul memberikan kontribusi yang sangat besar dalam membantu
seseorang memahami dan menafsirkan al-Qur’an. Ilmu ini membuka makna yang
terkandung di dalam ayat serta menjelaskan hubungan antara teks (baca:al-
Qur’an) dan realitas. Dengan ilmu ini seorang mufasir dapat mengetahui hikmah
dibalik tahapan-tahapan penetapan hukum Islam. Tanpa memahami peristiwa
asbabun nuzul ayat, seorang “sangat” dikhawatirkan tersalah dan keliru terhadap
sebuah ayat sebagaimana yang dipahami oleh sebagian masyarakat kita.
20
DAFTAR PUSTAKA
21
22