Anda di halaman 1dari 13

TUGAS TERSTRUKTUR DOSEN PENGASUH

STUDI AL-QURAN Dr. Wardani, S. Ag, M. Ag

Dr. Asyikin Nor, M. Ag

ASBAB AL-NUZUL

DISUSUN OLEH :

Noralvifah : 200211060128

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI ANTASARI

PROGRAM PASCA SARJANA

PENDIDIKAN BAHASA ARAB

BANJARMASIN

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya
sehingga makalah yang berjudul ASBAB AL NUZUL dapat terselesaikan. Sholawat dan salam
senantiasa tercurahkan kepada baginda nabi besar Muhammad SAW yang telah membawa kita dari
alam kegelapan menuju jalan yang penuh cahaya iman islam dan ihsan.

Penulis menyadari bahwa makalah ini jauh dari kesempurnaan dan banyak kekurangan
dikarenakan keterbatasan penulis dalam hal keilmuan yang masih sangat dangkal. Untuk itu penulis
mengharapkan saran dan kritik yang bersifat konstruktif demi penyempurnaan makalah ini. Akhir
nya kepada Allah penulis berserah diri atas segala kekurangan dan semoga makalah ini dapat
bermanfaat bagi para pembaca serta menjadi amal saleh bagi penulis, Amin.

Banjarmasin, Oktober 2020

Penulis

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR…………………………………………………………………………………………………………………..2

DAFTAR ISI………………………………………………………………..…………………………………………………………….3

BAB 1 PENDAHULUAN

A. Latar Belakang………………………………………………………………………………….…………….………………4
B. Rumusan Masalah……………………………………………………………………….………………..……………….4
C. Tujuan……………………………………………………………………………………………….…………….………….….4

BAB II PEMBAHASAN

A. Pengertian Asbab Al Nuzul……………………..………………………………….……………….….……...…….5


B. Karya-Karya Ulama…………..…………………………………………………………………………….….…….……5
C. Persoalan Dalam Asbab Al Nuzul……………………..…………………………………………………….……..6
D. Kaidah Tafsir Berkaitan dengan Asbab Al Nuzul…………………………………………………………….8
E. Perkembangan Pemikiran Modern Tentang Asbab Al Nuzul……………………………………….…9
F. Fungsi Asbab Al Nuzul dalam Penafsiran Al Qur’an…………………………..……………………….…11

BAB III PENUTUP

A.KESIMPULAN……………………………………………………………………………………………………………………12

DAFTAR PUSTAKA……………………….…………………………………………………………………………………………..13

3
BAB 1 PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Al-Qur’an diturunkan oleh Allah untuk memberikan petunjuk kepada manusia. Al-Qur’an
diturunkan kepada Nabi Muhammad Saw untuk disampaikan kepada umat manusia. Al-
Qur’an sendiri dalam proses penurunan nya mengalami banyak proses yaitu berangsur-
angsur selama 22 tahun 2 bulan 22 hari. Penurunan Al-Qur’an ini yang mendorong para ahli
ilmu-ilmu Al-Qur’an berkreasi untukmelakukan penalaran terhdapnya dan merangkainya
menjadi teori keilmuan yang kemudian dikenal dengan sebutan ilmu Asbab Al-Nuzul.
Dengan mengetahui asbab al-nuzul seorang mufassir bisa memahami Al-Qur’an dengan
benar dan terhindar dari kesalahan penafsiran.oleh karena itu sangat lah penting untuk kita
memahami kajian tentang asbab al-nuzul untuk menjadikan kita sebagai generasi yang
berkualitas dengan asas bersandar kepada hukum Al-Qur’an sebagai pedoman hidup dan
jalan menuju insan yang bertaqwa.

B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian asbab al-nuzul ?
2. Apa saja karya-karya ulama tentang asbab al-nuzul ?
3. Bagaimana persoalan tentang asbab al-nuzul ?
4. Apakah kaidah tafsir yang berkaitan dengan asbab al-nuzul ?
5. Bagaimana perkembangan pemikiran modern tentang asbab al-nuzul ?
6. Apa fungsi dari asbab al-nuzul dalam penafsiran al-qur’an?

C. Tujuan
1. Untuk mengetahui pengertian asbab al nuzul.
2. Untuk mengetahui karya-karya ulama tentang asbab al-nuzul.
3. Untuk mengetahui persoalan tentang asbab al-nuzul.
4. Untuk mengetahui kaidah tafsir yang berkaitan dengan asbab al-nuzul.
5. Untuk mengetahui perkembangan pemikiran modern tentang asbab al-nuzul.
6. Untuk mengetahui fungsi dari pada asbab al-nuzul dalam penafsiran al-qur’an.

4
BAB II PEMBAHASAN

A.Pengertian Asbab Al-nuzul

Secara bahasa asbab al-nuzul terdiri dari dari dua kata asbab dan al-nuzul dalam arti bahasa arab
jika digabung disebut dengan tarkib idafiy (mudaf dan mudaf ilaih) yang biasa diartikan dengan
sebab-sebab turun nya Al-Qur’an.1

Asbab Al-nuzul adalah sesuatu yang berkaitan dengan turun nya ayat al-qur’an yang berupa
kejadian yang terjadi pada zaman Nabi Muhammad saw atau pertanyaan yang ditujukan kepada
Nabi Muhammad saw untuk menerangkan kejadian tersebut atau memberikan jawaban terhadap
pertanyaan tersebut.2

Ada dua definisi pokok tentang asbab al-nuzul :

Pertama : peristiwa-peristiwa yang menyebabkan turun nya ayat dimana ayat tersebut menjelaskan
tentang pandangan Al-Qur’an terhadap peristiwa tersebut dan mengomentari nya.

Kedua : peristiwa-peristiwa yang terjadi sesudah turun nya ayat, dimana peristiwa tersebut dicakup
pengertiannya atau dijelaskan hukum nya oleh ayat bersangkutan.3

B. Karya-Karya Ulama Tentang Asbab Al-nuzul

1. Asbab Al-nuzul Al-Qur’an (Al-Wahidi An-Nisaburi)

Kitab asbabun nuzul karya al-wahudi ditulis oleh al-wahidi sendiri yang memiliki nama asli Alli bin
Ahmad bin Muhammad bin Ali Al-wahidi An-nisaburi As-Syafi’i. Kitab ini disusun atas dasar rasa
prihatin dari al-wahidi karena banyak ulama yang menggunakan riwayat palsu. Kitab ini menjadi
literatur ilmu al-qur’an yang legendaris dn masih digunakan sebagai referensi hingga sekarang.

Kitab asbab al-nuzul karya al-wahidi memiliki judul asli Asbabun Nuzulil Qur’an yang berjumlah
568 halaman. Kitab asbab al-nuzul karya al-wahidi ini pernah diterbitkan di Beirut,Libanon pada
tahun 1411 H atau 1991 M.4

1
Tahir Mahmud, Asbab al-khata fi al-tafsir: Dirasah Tasiliyah (Al-Mamlakah Al-Su’udiyah: Dar Ibn al-Jauzi
1425H) jilid: 1 hal:43
2
Muhammad Abdul Adzim, Manahilul Irfan fi Ulumil Qur’an (Syiria, Maktabah Isa al babi,1943) jilid:1 hal:102.
3
Nashruddin Baidan, Wawasan Baru Ilmu Tafsir (Yogyakarta, Pustaka Pelajar 2002) hal: 135
4
Al-wahidi Asbabun Nuzulil Qur’an (Beirut, Darul Kitab Al-ilmiyah 1411H) hal : 4

5
2. Lubab Al-Nuqul fi Asbab Al-nuzul (As-suyuti)

Kitab Lubab Al-nuqul fi Asbab Al-nuzul ditulis oleh Al-imam Abdurrahman bin Abi Bakar,
Jalaluddin As-suyuti. Kitab ini secara khusus menyajikan sebab-sebab turunnya ayat atau surah
dalam al-qur’an, yang dinuqil dari berbagai sumber periwayatan baik dari hadis para sahabat
ataupun ta’biin. Kitab ini diterbitkan oleh Darul Kitab Al-ilmiyah Beirut Lebanon 1426H/2006M.5

3. Al-Ujab Fi Bayanil Asbab

Kitab ini ditulis oleh Al-imam Abu Al-fadhil Ahmad bin Ali bin Muhammad bin Ahmad bin Hajar
Al-asqalani, atau yang lebih dikenal dengan ibnu hajar al-asqalani. Beliau mengatakan
dimuqoddimah kitab nya bahwasanya “Al-qur’an yang mulia adalah sepaling mulia ilmu,dan paham
tentang Al-qur’an adalah sepaling sempurna pemahaman, karena bahwasanya kemulian sebuah
ilmu itu disebabkan oleh kemuliaan yang ada didalam ilmu tersebut atau apa yang terkandung
didalam nya.6

Dan masih banyak lagi karya-karya ulama yang membahas tentang asbab al-nuzul yang berkaitan
dengan perihal turun nya ayat al-qur’an yang tidak bias saya sebutkan semua nya dalam makalah
ini.

C. Persoalan Tentang Asbab Al-nuzul

1.Ayat yang Berulang-ulang Turun nya

Para ulama terdahulu dan ulama sekarang menyatakan dengan jelas bahwasanya ada beberapa
ayat-ayat Al-qur’an yang turun nya itu secara berulang-ulang. Imam Ibnu Hashor mengatakan
bahwasanya ayat-ayat yang turunnya berulang-ulang terbagi menjadi dua bagian, yaitu: ada yang
sifatnya sebagai pengingat dan sebagai nasehat.

Macam-Macam Pengulangan

Para ulama mengkategorikan pengulangan dalam Al-Qur’an dalam dua jenis:

Pengulangan Lisan: Yakni diulangnya suatu kata, atau beberapa kata lebih dari sekali. Misal nya
dalam surah al-insyirah ayat 5 dan 6.7

5
As-suyuti Lubab Al-nuqul fi Asbab Al-nuzul, (Beirut, Darul Kitab Al-ilmiyah 2006) hal: 4
6
Ibnu Hajar Al-asqalani, Al-ujab fi Bayanil Asbab (Kairo,Dar-Ibnu Hazm 2002)hal: 6
7
As-suyuti Al-itqon fi Ulumil Qur-an (Beirut,Darul Kitab Al-ilmiyah 2010) hal:58

6
Pengulangan Makna: Yakni diulangnya suatu kandungan atau maksud suatu ayat atau cerita dalam
Al-Qur’an lebih dari sekali. Misalnya kisah nabi Ibrahim as dan nabi Musa as yang sering diulang
dalam Al-Qur’an.8

2.Ayat yang Turun Sekali dengan Beberapa Sebab

Telah banyak riwayat yang menyebutkan tentang ayat yang turun sekali dengan beberapa sebab.
Menurut para ahli tafsir semuanya terangkum dalam beberapa poin berikut :

1. Apabila salah satu dari dua riwayat yang pertama shohih dan yang lainnya tidak shohih
maka yang kita ambil adalah riwayat yang shohih dan meninggalkan riwayat yang tidak
shohih.
2. Apabila kedua riwayat tersebut shohih dan terdapat salah satu riwayat yang paling benar
maka kita ambil riwayat yang paling benar.
3. Apabila terdapat kesamaan dalam kedudukan shohih atau tidak nya dalam dua riwayat
atau beberapa riwayat, dan tidak ada riwayat yang paling benar diantara keduanya maka
kita bisa mengambil atau mengamalkan kedua riwayat tersebut. Sebagaimana yang
dikatakan Ibnu Hajar Al-asqalani :” tidak ada larangan dalam mengambil beberapa riwayat
asbabun nuzul dalam satu ayat”.
Contoh ayat yang turun sekali dengan beberapa sebab, surah Ad-duha ayat 1-3 :
}‫عكَ َربُّكَ َو َما قَلَى‬ َ ‫ض َحى َواللَّ ْي ِل ِإذَا‬
َ ‫س َجى َما َو َّد‬ َ :‫}قَ ْولُهُ ت َ َعالَى‬
ُّ ‫{وال‬
Diriwayatkan oleh asy-Syaikhaan (al-Bukhari dan Muslim) dan lain-lain yang bersumber dari
Jundub bahwa Rasulullah saw merasa kurang enak badan sehingga beliau tidak shalat
malam selama satu atau dua malam. Seorang wanita datang kepada beliau seraya berkata,
“Hai Muhammad, aku melihat setanmu (yang ia maksud adalah malaikat Jibril) telah
meninggalkan engkau.” Maka Allah menurunkan ayat ini (1-3) yang menegaskan bahwa
Allah tidak membiarkan Muhammad dan tidak membencinya.
Diriwayatkan oleh ath-Thabrani, Ibnu Abi Syaibah di dalam Musnadnya, al-Wahidi, dan lain-
lain, dengan sanad yang diantaranya ada perawi yang tidak dikenal, dari Hafsh bin Maisarah
al-Quraisy, dari ibunya, yang bersumber dari ibunya, yaitu Khaulah (nenek Hafsah), bahwa
seekor anak anjing masuk ke rumah Rasulullah saw dan tinggal di bawah ranjang beliau
hingga mati. Ketika itu selama empat hari, Rasulullah saw tidak menerima wahyu. 9

8
As-suyuti Al-itqon fi Ulumil Qur’an (Beirut Darul Kitab Al-Ilmiyah 2010) hal:58
9
Abu Hasan Al-bukhli Tafsir Maqotil (Beirut Darul Ihya At-turas 1423H) hal 141-142

7
Rasulullah saw bersabda: “Hai Khaulah, ada apa di rumahku ini sehingga Jibril tidak datang
kepadaku?” Khaulah berkata: “Ketika aku membersihkanrumah dan menyapunya, dari
bawah ranjang seekor anak anjing yang sudah mati tersapu olehku, kemudian aku
mengeluarkannya.” Ketika itu aku melihat Rasulullah saw gemetar kedinginan padahal
beliau mengenakan jubah-sebagaimana biasanya beliau suka gemetar manakala turun
wahyu”. Pada waktu itulah turun ayat-ayat ini (adh-Dhuha 1-5)
Menurut al-Hafizh Ibnu Hajar, kisah lambatnya Jibril turun yang disebabkan anak anjing itu
masyhur. Akan tetapi sangatlah gharib bila dijadikan sebagai sebab turunnya ayat itu,
bahkan ganjil dan terbantahlah oleh riwayat yang termaktub di dalam kitab Shahihul
Bukhari.10
D. Kaidah Tafsir Berkaitan dengan Asbab Al-Nuzul

Dalam memahami kaidah disini dibagi menjadi dua yaitu :

1. Kaidah ‫ب‬
ِ َ‫سب‬
َّ ‫ص ال‬ ُ ‫اْل ِعب َْرة ُ بِعُ ُم ْو ِم اللَّ ْفظِ ََل بِ ُخ‬
ِ ‫ص ْو‬

Yang berarti : “ungkapan itu didasarkan pada keumuman teksnya, bukan didasarkan atas
kekhususan penyebabnya”.

Pengertiannya adalah jawaban lebih umum dari pertanyaan atau sebab –nya. Dan sebab lebih
khusus dari pada lafadz jawabnya. Ini secara logis mungkin terjadi, dan kenyataannya juga benar-
benar terjadi. Karena bentuk seperti ini tidak mengandung kekurangan, justru keumuman lafadz
dengan kekhususan sebabnya akan menyampaikan kepada tujuan secara lebih sempurna dan
efektif.Hanya saja, ulama berbeda pendapat tentang hukumnya, apakah yang dianggap keumuman
lafadznya atau kekhususan sebabnya? Jumhur ulama berpendapat bahwa hukumnya mencakup
semua unsur dari lafadz tersebut, baik unsur-unsur sebab maupun unsur-unsur selain sebab.
Sebagai contoh, peristiwa tuduhan zina oleh Hilal ibn Umayyah kepada istrinya, yang berkenaan
dengan peristiwa itu, turun firman Allah SWT

Penetapan makna suatu ayat didasarkan pada bentuk hukumnya lafazh (bunyi lafazh), bukan
sebabnya yang khusus).Contoh kaidah pertama : Firman Allah, Surat An-Nur ayat 6:”Dan orang-
yang menuduh isterinya (berzina), padahal mereka tidak mempunyai saksi-saksi selain diri mereka
sendiri, maka persaksian orang itu ialah empat kali bersumpah dengan nama Allah, bahwa
sesungguhnya dia adalah termasuk orang-orang yang benar.” [Q.S. An-Nur: 6].11

10
Abu Hasan Al-bukhli Tafsir Maqotil (Beirut Darul Ihya At-turas 1423H) hal: 142
11
As-suyuti Al-itqon fi Ulumil Qur’an(Beirut Darul Kitab Al-ilmiyah 2010) hal:50

8
Hadis yang lain lagi diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Muslim, dari sahl bin Sa’d, ia berkata:
Uwaimir bin Nash datang kepada ‘Ashim bin ‘Uddai, lalu berkata, Tanyakan kepada Rasulullah SAW.
Bila seorang mendapatkan isterinya bermesraan dengan lelaki lain, maka dibunuh saja atau
bagaimana?”. Setelah ‘Ashim bertanya kepada Rasulullah SAW., lalu bilang kepada Uwaimir, “Demi
Allah, aku telah datang dan bertanya kepada Rasulullah dan beliau menjawab, ‘Sesungguhnya Al-
Qur’an telah diturunkan kepadamu dan temanmu’, lalu beliau membaca ayat (yang artinya):
“Orang-orang yang menuduh isterinya dengan berzinah, tapi mereka tidak mempunyai saksi-saksi
kecuali dirinya sendiri...” ( QS. An-Nur: 6)

Maka cara untuk menyatukan dua riwayat tersebut dapat kita kemukakan bahwa riwayat yang awal
menyangkut orang yang dituju langsung oleh turunnya ayat (Hilal), yang kebetulan bersamaan
dengan datangnya Uwaimir, maka kemudian ayat turun pada keduannya. Ini sesuai dengan kata
Ibnu Hajar: “Tidak mengapa ada banyak sebab”.

2. Kaidah kedua menyatakan sebaliknya : ِ‫ب ََل بِعُموم اللَّ ْفظ‬


ِ َ‫سب‬
َّ ‫ص ال‬ ُ ‫اْل ِع ْب َرة ُ بِ ُخ‬
ِ ‫ص ْو‬

(yang menjadi patokan adalah sebab khusus, bukan keumuman lafal).

Kaidah ini berkaitan dengan permasalahan apakah ayat yang diturunkan Allah SWT berdasarkan
sebab khusus yang harus dipahami sesuai dengan lafaz keumuman ayat tersebut atau hanya
terbatas pada sebab khusus yang melatar belakangi turunnya ayat itu. Dalam masalah tersebut,
terdapat perbedaan pendapat dikalangan mufasir dan ahli ushul fiqh, kaidah yang dipakai adalah
kaidah pertama, yaitu memahami ayat sesuai dengan keumuman lafalnya, bukan karena sebab
khususnya.

Sebagian kecil mufasir dan ahli ushul fiqh, khususnya mufasir kontemporer, berpendapat bahwa
ayat itu semestinya dipahami sesuai dengan sebab khususnya, bukan berdasarkan lafalnya yang
umum.12

12
As-suyuti Al-itqon fi Ulumil Qur’an(Beirut Darul Kitab Al-ilmiyah 2010) hal:50

9
Contoh penerapan kaidah kedua: Firman Allah dalam surat Al-Baqarah ayat 115:” Dan
kepunyaan Allah-lah Timur dan Barat, maka ke mana pun kamu menghadap di situ-lah wajah Allah.
Sesungguhnya Allah Maha Luas Rahmat-Nya, lagi Maha Mengetahui.” (Al-Baqarah: 115).

Jika dalam memahami ayat 115 ini kita tetapkan kaidah pertama, maka dapat
disimpulkan, bahwa shalat dapat dilakukan dengan menghadap kearah mana saja, tanpa dibatasi
oleh situasi dan kondisi di mana dan dalam keadaan bagaimana kita shalat.13

Kesimpulan demikian ini bertentangan dengan dalil lain(ayat) yang menyatakan, bahwa dalam
melaksanakan shalat harus menghadap ke arah Masjidil-Haram. Sebagaimana ditegaskan dalam
firman Allah: “Dan dari mana saja kamu keluar (datang), maka palingkanlah wajahmu ke arah
Masjidil Haram. Sesungguhnya ketentuan itu benar-benar sesuatu yang hak dari Tuhanmu. Dan
Allah sekali-kali tidak lengah dari apa yang kamu kerjakan. (Al-Baqarah: 149)”.

Akan tetapi, jika dalam memahami Surat Al-Baqarah ayat 115 diatas dikaitkan dengan Asbabun
nuzulnya, maka kesimpulan yang dapat diambil adalah, bahwa menghadap ke arah mana saja
dalam shalat adalah sah jika shalatnya dilakukan di atas kendaraan yang sedang berjalan, atau
dalam kondisi tidak mengetahui arah kiblat (Masjidil Haram). Dalam kasus ayat yang demikian ini
pemahamannya harus didasarkan pada sebab turunnya ayat yang bersifat khusus dan tidak boleh
berpatokan pada bunyi lafazh yang bersifat umum.14

E. Perkembangan Pemikiran Modern Tentang Asbab Al-nuzul

Nashr Hamid Abu Zayd dalam kitabnya Mafhum Al-Nashsh merincikan asbab al-nuzul dalam
empat masalah dasar :

Pertama : mengenai alasan diturunkan al-qur’an secara bertahap. Dalam masalah ini abu zayd
menyorot dan mengkritik pendapat ulama yang melupakan masyarakat arab pada waktu itu yang
merupakan realitas utama yang sedang dihadapi oleh al-qur’an . Alasan al-qur’an diturunkannnya
secara bertahap dalam pandangan Abu Zayd, dikarenakan al-qur’an itu mengikuti alur realitas yang
dihadapinya dan berusaha untuk tidak keluar dari kebiasaan yang terjadi.15

14
As-suyuti Al-itqon fi Ulumil Qur’an(Beirut Darul Kitab Al-ilmiyah 2010) hal:51
15
Abu Zayd, Mafhum Al-nashsh (Mesir, Haiah Al-mishriyyah Al-Ammah 1990) hal: 111

10
Kedua : Model penurunan secara bertahap, dalam masalah ini, abu zayd menolak riwayat yang
menyaatakan bahwa al-qur’an diturunkan kelangit dunia sebelum diturunkan kepada Nabi
Muhammad saw, ia menganggap permasalahan ini sebagai mitos belaka. Menurutnya, penurunan
al-qur’an seperti ini, seolah mencautal-qur,an dari akar realitas.16

Ketiga : konsep dalalah dalam memahami sebuah ayat dan kaitannya dengan asbab al-nuzul.
Dalam permasalahan ini abu zayd mengkritik ulama dalam masalah keumuman lafaz dan kehususan
sebab. Menurutnya para ulama terlalu memfokuskan terhadap keumuman lafaz dan tidak
menghiraukan kekhususan sebab. Padahal seharusnya kekhususan sebab yang menjadi fokus
perhatian, karena turunnya ayat itu sebagai respon terhadap realitas pada waktu itu.17

Keempat : Mengenai cara penentuan asbab al-nuzul,. Dalah hal ini abu zayd menggugat para ulama
yang terlalu berpegang pada riwayat dalam menentukan asbab al-nuzul. Padahal menurutnya,
periwayatan mengenai asbab al-nuzul itu baru ada pada masa setelah sahabat. Menurutnya
menentukan asbab al-nuzul itu bisa ditemukan dalam teks ayat itu sendiri dan tidak perlu melirik
riwayat-riwayat yang terdapat dalam pendapat ulama.18

F.Fungsi Asbab Al-nuzul Dalam Menafsirkan Al-qur’an

1. Menjelaskan hikmah yang terkandung didalam hukum–hukum syariat yang turun melalui Al-
qur’an yg sebelumnya didahului oleh asbab al-nuzul.
2. Untuk mengetahui kekhususan suatu hukum apabila ayat al-qur’an yang turun disebakan oleh
asbab al-nuzul yang shigatnya khusus.
3. Untuk mengetahui keumuman suatu hukum apabila ayat yang turun disebabkan oleh asbab al-
nuzul yang shigatnya umum.
4. Untuk memahami makna yang terkandung didalam ayat al-qur’an secara jelas. Al-wahidi
mengatakan: tidak mungkin kita akan mengetahuin tafsr sebuah ayat tanpa terlebih dahulu kita
harus mengetahui sebab turunnya ayat tersebut. Berkata Ibnu Daqiq Al-id : Penjelasan tentang
asbab al-nuzul adalah sebuah cara yang kuat untuk memahami makna al-qur’an.19

16
Ibid, hal: 112
17
Abu Zayd, Mafhum Al-nashsh (Mesir, Haiah Al-mishriyyah Al-Ammah 1990) hal : 115
18
Ibid, hal: 127
19
Manna Al-qatthan, Mabahist Fi Ulumil Qur’an (Riyadh Maktabah Al-ma’arif 2000) hal:97

11
BAB 111 PENUTUP
A. Kesimpulan
Kajian asbāb al-nuzūl merupakan kajian yang penting dalam studi al-Qur’an karena
dengan mengetahui dan memahaminya dengan baik, seseorang bisa terhindar dari
kesalahan dalam menafsirkan al-Qur’an.
Ada dua kaidah yang sering muncul dalam kajian asbāb al-nuzūl yaitu al-ibratu bi khuṣūs
al-sabab lā bi umūm al-lafẓi dan alibratu bi umūm al-lafẓi lā bi khuṣūs al-sabab.
Adanya beberapa persoalan didalam pembahasan asbab al-nuzul yang membantu untuk
memahami asbab al-nuzul itu sendiri secara mendalam.
Adanya pemikiran modern tentang asbab al-nuzul yang mengkritik ulama zaman dahulu
yang telah membahas tentang asbab al-nuzul panjang lebar seperti model turunnya ayat
secara bertahap dan mengenai tata cara penentuan asbab al-nuzul itu sendiri.

12
DAFTAR PUSTAKA

Abdul Adzim Muhammad, Manahilul Irfan fi Ulumil Qur’an, Syiria: Maktabah Isa Al-babi,
1943M
Al-asqalani Ibnu Hajar, Al-ujab fi Bayanil Asbab, Kairo: Dar Ibnu Hazm, 2006M
Al-bukhli Abu Hasan, Tafsir Maqotil, Beirut: Darul Ihya At-turas, 1423H
Al-qattan Manna, Mabahist fi Ulumil Qur’an, Riyadh: Maktabah Al-ma’arif, 2000
Al-wahidi, Ababun Nuzulil Qur’an, Beirut: Darul Kitab Al-ilmiyah, 1411H
As-suyuti, Al-itqon fi Ulumil Qur’an, Beirut: Darul Kitab Al-ilmiyah, 2006M
As-suyuti, Lubab Al-nuqul fi Asbab Al-nuzul, Beirut: Darul Kitab Al-ilmiyah, 2006M
Baidan Nasruddin, Wawasan Baru Ilmu Tafsir, Jakarta: Pustaka Pelajar, 2002M
Hamid Nashr, Mafhum Al-nashsh, Mesir: Haiah Al-misriyyah Al-ammah, 1990M
Mahmud Tahir, Asbab Al-khota fi Tafsie, Saudi: Dar-Ibn Al-jauzi 1425H

13

Anda mungkin juga menyukai