Anda di halaman 1dari 15

MAKALAH

ASBAB AN-NUZUL

Mata Kuliah : Pengantar Study Ilmu Al –


Qur’an
Dosen Pengampuh : Akwam, M.Pd,.

Disusun Oleh Kelompok 5:

FEBRIAN PRATAMA
LIDIYA EFRIANTI
SELPIA APRILIA

SEKOLAH TINGGI ILMU TARBIYAH

YAYASAN PENDIDIKAN ISLAM (STIT-YPI) LAHAT

TAHUN AKADEMIK 2022-2023


KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah Ta’ala atas segala nikmat nya sehingga makalah Pengantar Study
Ilmu Al – Qur’an yang berjudul ASBAB AN-NUZUL
ini dapat diselesaikan dengan maksimal, tanpa ada halangan yang berarti. Makalah ini
disusun untuk memenuhi tugas kelompok mata kuliah Pengantar Study Ilmu Al – Qur’an
yang diampu oleh Bapak Akwam, M.Pd,.makalah ini bertujuan menambah wawasan
tentang manusia prasejarah bagi para pembaca dan juga bagi penulis.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada  Bapak Akwam, M.Pd,. selaku guru
ASBAB AN-NUZUL. Ucapan terima kasih juga disampaikan kepada semua pihak yang telah
membantu diselesaikannya makalah ini.
Penulis menyadari makalah ini masih jauh dari sempurna. Oleh sebab itu, saran dan
kritik yang membangun diharapkan demi kesempurnaan makalah ini.

Lahat, Maret 2023

Kelompok 5

ii
DAFTAR ISI

Kata Pengantar.....................................................................................................................ii
Daftar Isi..............................................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN..................................................................................................1
A.    Latar Belakang.............................................................................................................1
B.     Rumusan Masalah.......................................................................................................1
C.     Tujuan ........................................................................................................................1
BAB II PEMBAHASAN...................................................................................................2
A. Perhatian Ulama Terhadap Asbab An-Nuzul.............................................................2
B. Pedoman Mengetahui Asbab An-Nuzul.....................................................................2
C. Definisi Asbab An-Nuzul...........................................................................................3
D. Manfaat Mengetahui Asbab An-Nuzul......................................................................4
E. Yang Dianggap Adalah Lafazh yang Umum, Bukan Sebab yang Khusus................5
F. Redaksi Asbab An-Nuzul...........................................................................................6
G. Beberapa Riwayat Mengenai Asbab An-Nuzul.........................................................6
H. Banyak Ayat Satu Sebab............................................................................................8
I. Ayat Lebih Dahulu Turun daripada Hukumnya.........................................................9
J. Beberapa Ayat Turun Berkaitan dengan Satu Orang.................................................9
K. Faedah Mengetahui Asbab An-Nuzul dalam Medan Pendidikan dan Pengajaran.....9
L. Korelasi Antara Ayat dengan Ayat, Surat dengan Surat............................................10
BAB III  PENUTUP..........................................................................................................11
A.    Kesimpulan..................................................................................................................11
B.     Saran...........................................................................................................................11
DAFTAR PUSTAKA........................................................................................................12

iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Allah menurunkan ayat-ayat  al-qur’an di  sesuaikan dengan kondisi  zaman seperti
hukum-hukum syariat, hukum-hukum muamalat, hukum-hukum muanakahat, hukum-hukum
fikih, hukum-hukum politik. Al-qur’an diturunkan kepada nabi muhammad saw melalui
malaikat jibril secara berangsur-angsur, sehingga al-qur’an belum lengkap dan tidak utuh
juga tidak berurutan ayat demi ayatnya.
Karenanya demi menyelesaikan problematika tersebut satu atau beberapa ayat dan
kadangkala satu surah diturunkan sangat jelas bahwa ayat-ayat yang diturunkan pada setiap
kesempatan, berkaiatan dan membahas peristiwa tersebut.
Karena itu jika terdapat ketidakjelasan atau muncul masalah dalam lafadz atau makna,
maka untuk menyelesaikannya harus dengan cara mengidentifikasi latar belakang peristiwa
yang terjadi. Untuk mengetahui makna dan tafsir setiap ayat secara utuh, langkah yang harus
ditempuh adalah melihat sebab turunnya setiap ayat agar memperoleh pemahaman akan
makna ayat yang sempurna.  Jika tidak melihat sebab turunnya ayat, seringkali penafsiran
ayat tidak memberikan penjelasan apapun.
Asbabun nuzul dianggap sangat penting oleh para ulama karena dapat memahami arti
dan makna ayat-ayat itu dan akan  menghilangkan keraguan dalam menafsirkannya.
B. Rumusan Masalah
Ada beberapa rumusan masalah yang diangkat dalam penulisan makalah yang berjudul
“Asbab al-Nuzul”, antara lain :
1. Apakah yang dimaksud asbab al-nuzul?
2. Dari mana sumber asbab al-nuzul?
3. Apa saja manfaat mengetahui asbab al-nuzul ayat Al-Quran?
C. Tujuan
Tujuan dari penulisan makalah yang berjudul “al-Nuzul”, yaitu:
1. Menjelaskan dan mendekripsikan mengenai Asbab al-Nuzul yang terdiri dari
Pengertian , Sumber, Manfaat.

iv
BAB II
PEMBAHASAN
A. Perhatian Ulama Terhadap Asbab An-Nuzul
Para peneliti ilmu-ilmu Al-Qur'an menaruh perhatian besar terhadap pengetahuan
tentang asbab an-nuzul. Untuk menafsirkan Al-Qur'an, ilmu ini sangat diperlukan, sehingga
ada yang mengambil spesialisasi dalam bidang ini. Yang terkenal di antaranya ialah Ali bin
Al-Madini, guru AlBukhari, kemudian Al-Wahidi” dalam kitabnya Asbab An-Nuzul,
kemudian Al-Ja'bari” yang meringkaskan kitab Al-Wahidi dengan menghilangkan
sanadsanad yang ada di dalamnya, tanpa menambahkan sesuatu. Menyusul Syaikhul Islam
Ibnu Hajar penulis kitab Asbab An-Nuzul, tetapi As-Suyuthi hanya menemukan satu juz dari
naskah kitab ini. Kemudian As-Suyuthi? melahirkan karya monumentalnya, dan berkata,
“Dalam hal ini, saya telah menulis satu kitab lengkap, singkat dan sangat baik, dalam bidang
ilmu ini yang belum ada satu kitab pun yang dapat menyamainya. Kitab itu saya beri judul
Lubab Al-Mangul fi Asbab An-Nuzul.'”
B. Pedoman Mengetahui Asbab An-Nuzul
Untuk mengetahui asbab an-nuzul secara shahih, para ulama berpegang kepada riwayat
shahih yang berasal dari Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam atau dari sahabat. Sebab,
pemberitaan seorang sahabat mengenai hal ini, bila jelas, berarti bukan pendapatnya, tetapi ia
mempunyai hukum marfu' (disandarkan pada Rasulullah). Menurut Al-Wahidi, “Tidak
diperbolehkan 'main akal-akalan dalam asbab an-nuzul Al-Qur an, kecuali berdasarkan pada
riwayat atau mendengar langsung dari orang-orang yang menyaksikan turunnya, mengetahui
sebab-sebabnya dan membahas tentang pengertiannya serta bersungguh-sungguh dalam
mencarinya.”
Inilah metodologi ulama salaf. Mereka amat berhati-hati mengatakan sesuatu mengenai
asbab an-nuzul, tanpa pegetahuan yang jelas. Muhammmad bin Sirin” mengatakan, “Ketika
kutanyakan kepada Ubaidah mengenai satu ayat Al-Qur an, dia menjawab: Bertakwalah
kepada Allah dan berkatalah benar. Orang-orang yang mengetahui mengenai apa Al- Qur an
itu diturunkan telah meninggal semua.”
Maksudnya, para sahabat. Apabila seorang tokoh ulama semacam Ibnu Sirin, yang
termasuk pemuka tabiin terkemuka sudah demikian berhati-hati dalam meriwayatkan dan
cermat dalam menukil, maka hal itu menunjukkan bahwa kita harus benar-benar mengetahui
Asbab An Nuzul. Oleh karena itu, yang dapat dijadikan pegangan dalam asbab annuzul
adalah riwayat-riwayat dari sahabat yang bersanad dan secara pasti menunjukkan asbab an-
nuzul. Kata As-Suyuthi, bila ucapan seorang tabi'in itu benar menunjukkan asbab an-nuzul,

v
maka ucapan itu dapat diterima. Dan mempunyai kedudukan mursal bila penyandaran kepada
tabi'in itu benar dan termasuk salah seorang imam tafsir yang mengambil ilmunya dari para
sahabat, seperti Mujahid, Ikrimah, dan Said bin Jubair, serta didukung oleh hadits mursal
yang lain.”
Al-Wahidi mengkritik ulama-ulama zamannya atas kecerobohan mereka terhadap
riwayat asbab an-nuzul. Bahkan ia menuduh mereka pendusta dan mengingatkan mereka
akan ancaman berat, dengan mengatakan, “Sekarang setiap orang suka mengada-ngada dan
berbuat dusta, ia menempatkan kedudukannya dalam kebodohan, tanpa memikirkan ancaman
berat bagi orang yang tidak mengetahui sebab turunnya ayat.”
C. Definisi Asbab An-Nuzul
Setelah dikaji dengan cermat, sebab turunnya suatu ayat itu berkisar pada dua hal:
1. Jika terjadi suatu peristiwa, maka turunlah ayat Al-Qur'an mengenai peristiwa itu.
Halitu seperti diriwayatkan dari Ibnu Abbas, “Ketika turun ayat, Dan peringatkanlah kerabat-
kerabatmu yang terdekat,” Nabi turun dan naik ke bukit Shafa, lalu berseru, Wahai kaumku'
Maka mereka berkumpul ke dekat Nabi. Beliau berkata lagi, “Bagaimana pendapatmu bila
aku beritahukan kepadamu bahwa di balik gunung ini ada sepasukan berkuda hendak
menyerang kalian, percayakah kalian apa yang kukatakan?” Mereka menjawab, “Kami belum
pernah melihat engkau berdusta. Nabi melanjutkan, “Aku memperingatkan kamu sekalian
tentang siksa yang pedih. Ketika itu Abu Lahab berkata:? Celakalah engkau, apakah engkau
mengumpulkan kami hanya untuk urusan ini?” Lalu ia berdiri. Maka, turunlah surat ini
Celakalah kedua tangan Abu Lahab.”

2. Bila Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam ditanya tentang sesuatu hal, maka
turunlah ayat Al-gdur'an menerangkan hukumnya. Hal itu seperti yang terjadi pada Khaulah
binti Tsa'labah dikenakan ia terkena zihar) oleh suaminya, Aus bin Shamit. Lalu ia datang
kepada Rasulullah mengadukan hal tersebut. Aisyah berkata, “Mahasuci Allah yang
pendengaran-Nya meliputi segalanya. Aku mendengar ucapan Khaulah binti Tsa'labah itu,
sekalipun tidak seluruhnya. Ia mengadukan suaminya kepada Rasulullah. Katanya, Wahai
Rasulullah, suamiku telah menghabiskan masa mudaku dan sudah beberapa kali aku
mengandung anaknya, setelah aku menjadi tua dan aku tidak beranak lagi, ia menjatuhkan
zihar kepadaku! Ya Allah sesungguhnya aku mengadu kepada-Mu.” Aisyah berkata, “Tiba-
tiba Jibril turun membawa ayat-ayat ini, Sesungguhnya Allah telah mendengar perkataan
perempuan yang mengadu kepadamu tentang suaminya, yakni Aus bin Shamit.”

vi
D. Manfaat Mengetahui Asbab An-Nuzul
Pengetahuan mengenai asbab an-nuzul mempunyai banyak faedah, yang terpenting di
antaranya yaitu:
a. Mengetahui hikmah pemberlakuan suatu hukum, dan perhatian syariat terhadap
kemaslahatan umum dalam menghadapi segala peristiwa sebagai rahmat bagi umat.
b. Memberi batasan hukum yang diturunkan dengan sebab yang terjadi, jika hukum itu
dinyatakan dalam bentuk umum. Ini bagi mereka yang berpendapat al-ibrah bikhushush
as-sabab la bi umum al-lafzhi (yang menjadi pegangan adalah sebab yang khusus,
bukan lafazh yang umum). Masalah ini sebenarnya merupakan masalah khilafiah yang
akan kami jelaskan nanti. Sebagai contoh dapat dikemukakan di sini ayat.

c. Apabila lafazh yang diturunkan itu bersifat umum dan ada dalil yang menunjukkan
pengkhususannya, maka adanya asbab an-nuzul akan membatasi takhshish
(pengkhususan) itu hanya terhadap yang selain bentuk sebab. Dan tidak dibenarkan
mengeluarkannya (dari cakupan lafazh yang umum itu), karena masuknya bentuk sebab
ke dalam lafazh yang umum itu bersifat gath' (pasti, tidak bisa diubah). Maka, ia tidak
boleh dikeluarkan melalui ijtihad, karena ijtihad itu bersifat zhanni (dugaan). Pendapat
ini dijadikan pegangan oleh ulama umumnya.
d. Mengetahui sebab turunnya ayat adalah cara terbaik untuk memahami Al-Qur'an dan
menyingkap kesamaran yang tersembunyi dalam ayatayat yang tidak dapat ditafsirkan
tanpa pengetahuan sebab turunNya. Al-Wahidi menjelaskan, “Tidak mungkin
mengetahui tafsir ayat tanpa mengetahui sejarah dan penjelasan sebab turunnya.” Ibnu
Dagig Al-Id berpendapat, “Keterangan tentang sebab turunnya ayat adalah cara yang
tepat untuk memahami makna Al-Gur'an. Menurut Ibnu Taimiyah,
e. Sebab turunnya ayat dapat menerangkan tentang kepada siapa ayat itu diturunkan
sehingga ayat tersebut tidak diterapkan kepada orang lain Karena dorongan
permusuhan dan perselisihan. Seperti disebutkan ayat, “Dan (sebaliknya amatlah
vii
durhakanya) orang yang berkata kepada kedua ibu bapaknya (ketika mereka
mengajaknya beriman), “Ah, bosan perasaanku terhadap kamu berdua. Patutkah kamu
menjanjikan kepadaku bahawa aku akan dibangkitkan keluar dari kubur, padahal
berbagai umat sebelumku telah berlalu (masih lagi belum kembali)? Sambil mendengar
kata-katanya itu -ibu bapaknya memohon pertolongan Allah (menyelamatkan anak
mereka) serta berkata (kepada anaknya yang ingkar itu), Selamatkanlah dirimu,
berimanlah! Sesungguhnya janji Allah tetap benar.' Lalu ia menjawab (dengan
angkuhnya), Semuanya itu hanyalah cerita-cerita dongeng orang-orang dahulu kala'.”
(Al-Ahqat: 17)
E. Yang Dianggap Adalah Lafazh yang Umum, Bukan Sebab yang Khusus
Apabila ayat yang diturunkan sesuai dengan sebab yang umum, atau sesuai dengan
sebab yang khusus, maka yang umum diterapkan pada keumumannya dan yang khusus pada
kekhususannya.
Contoh yang pertama seperti, “Mereka bertanya kepadamu tentang haid. Katakanlah:
Haid adalah suatu kotoran, penyakit. Oleh sebab itu hendaklah kamu menjauhkan diri dari
berhubungan seksual dengan wanita ketika ia haid dan janganlah kamu mendekati mereka,
sebelum mereka suci. Apabila mereka telah suci, maka campurilah mereka itu di tempat yang
diperintahkan Allah kepadamu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertaubat
dan menyukai orang-orang yang menyucikan diri.” (Al-Baqarah: 222)
Kata Anas dalam suatu riwayat: Jika istri orang-orang Yahudi haid, mereka dikeluarkan
dari rumah, tidak diberi makan dan minum, dan di dalam rumah tidak boleh bersama-sama.
Lalu Rasulullah ditanya tentang tentang hal itu, maka Allah menurunkan, “Mereka bertanya
kepadamu tentang haid...” Kemudian kata Rasulullah, “Bersama-samalah dengan mereka di
rumah, dan perbuatlah apa saja kecuali hubungan seksual.
Menurut Urwah, Abu Bakar telah memerdekakan tujuh orang budak yang disiksa
karena membela agama Allah: Bilal, Amir bin Fuhairah, Nahdiyah dan anak perempuannya,
Ummu Isa, dan budak perempuan Bani Mauil. Untuk itu turunlah ayat “Dan kelak orang
paling takwa itu akan dijauhkan dari neraka” sampai dengan akhir surat.
Juga diriwayatkan dari Amir bin Abdillah bin Az-Zubair, ia menambahkan, “Maka
berkenaan dengan Abu Bakar tersebut turunlah ayat ini (Adapun orang yang memberikan
hartanya di jalan Allah dan bertakwa) sampai dengan (padahal tidak ada seorang pun yang
memberikan nikmat kepadanya yang harus dibalasnya:, tetapi ia memberikan semua itu
semua mata-mata karena mencari keridhaan Allah, Tuhannya Yang Mahatinggi. Dan kelak ia
benar-benar mendapatkan kepuasan.)

viii
F. Redaksi Asbab An-Nuzul
Bentuk redaksi yang menerangkan Asbab An-Nuzul itu terkadang berupa penyataan
tegas, jelas mengenai sebab, dan terkadang berupa penyataan yang mengandung
kemungkinan. Bentuk pertama ialah jika perawi mengatakan, “Asbab An-Nuzu ayat ini
adalah begini” atau menggunakan fa ta'gibiyah (kira-kira seperti “maka,” yang menunjukkan
urutan peristiwa) yang dirangkaikan dengan kata “turunlah ayat,” sesudah ja menyebutkan
peristiwa atau pertanyaan. Misalnya ia mengatakan, “Telah terjadi peristiwa begini,” atau
“Rasulullah ditanya tentang hal begini, maka turunlah ayat ini. Dengan demikian, kedua
bentuk di atas merupakan penyataan yang jelas tentang sebab. Contoh-contoh untuk kedua
hal ini akan kami jelaskan lebih lanjut.”
Bentuk kedua yaitu redaksi yang boleh jadi menerangkan Asbab AnNuzul atau hanya
sekadar menjelaskan kandungan hukum ayat ialah jika misalnya perawi menyatakan, “Ayat
ini turun mengenai ini.” Yang dimaksud dengan ungkapan seperti ini, bisa jadi tentang Asbab
An-Nuzul ayat dan mungkin juga tentang kandungan hukum ayat tersebut.
Demikian juga jika ia mengatakan, “Aku mengira ayat ini turun mengenai soal begini”
atau “Aku tidak mengira ayat ini turun kecuali mengenai hal begini.” Dengan bentuk redaksi
demikian ini, perawi tidak memastikan Asbab An-Nuzul. Kedua bentuk redaksi tersebut
mungkin menyebutkan Asbab An-Nuzul dan mungkin pula menunjukkan hal lain. Contoh
pertama ialah apa yang diriwayatkan dari Ibnu Umar, katanya, “Ayat yang berbunyi: Istri-
istri kamu adalah ibarat tanah tempat kamu bercocok tanam,” (Al-Bagarah: 223) turun terkait
dengan masalah menggauli istri dari belakang.”
G. Beberapa Riwayat Mengenai Asbab An-Nuzul
a. Apabila bentuk-bentuk redaksi riwayat itu tidak tegas, seperti, “Ayat ini turun
mengenai urusan ini,” atau “Aku mengira ayat ini turun mengenai urusan ini, maka
tidak ada yang kontradiksi di antara riwayatriwayat itu, sebab maksud riwayat-riwayat
tersebut adalah menafsirkan atau menjelaskan bahwa hal itu termasuk ke dalam makna
ayat yang disimpulkan darinya, bukan menyebutkan Asbab An-Nuzul, kecuali bila ada
indikasi pada salah satu riwayat yang menunjuk kepada penjelasan Asbab An-Nuzul.
b. Jika salah satu redaksi riwayat itu tidak tegas, misalnya “Ayat ini turun mengenai
urusan ini,” sedang riwayat lain menyebutkan Asbab AnNuzul dengan tegas yang
berbeda dengan riwayat pertama, maka yang menjadi pegangan adalah riwayat yang
menyebutkan Asbab An-Nuzul secara tegas itu, dan riwayat yang tidak tegas dipandang
termasuk di dalam hukum ayat.

ix
c. Jika riwayat itu banyak dan semuanya menegaskan sebab nuzul, salah satu riwayat di
antaranya itu shahih, maka yang dijadikan pegangan adalah riwayat yang shahih.
Misalnya, apa yang diriwayatkan Al-Bukhari, Muslim dan ahli hadits lainnya, dari
Jundub Al-Bajali, “Nabi menderita sakit, hingga dua atau tiga malam tidak bangun
malam. Kemudian datang seorang perempuan kepadanya dan berkata: Hai Muhammad,
kurasa setanmu sudah meninggalkanmu, selama dua tiga malam ini sudah tidak
mendekatimu lagi. Maka Allah menurunkan ayat, Demi waktu dhuha, dan demi malam
apabila telah sunyi, Tuhanmu tiada ,» meninggalkanmu dan tidaklah benci kepadamu.
d. Apabila riwayat-riwayat itu sama-sama shahih namun terdapat segi yang memperkuat
salah satunya, seperti kehadiran perawi dalam kisah tersebut, atau salah satu dari
riwayat-riwayat itu lebih shahih, maka riwayat yang lebih kuat itulah yang didahulukan.
Contohnya ialah hadits yang diriwayatkan Al-Bukhari dari Ibnu Mas'ud, ia berkata,
“Aku berjalan dengan Nabi di Madinah. Beliau berpegang pada tongkat dari pelepah
pohon korma. Ketika melewati serombongan orang-orang Yahudi, seseorang di antara
mereka berkata, “Coba kamu tanyakan sesuatu kepadanya. Lalu mereka menanyakan,
“Ceritakan kepada kami tentang ruh. Nabi berdiri sejenak dan mengangkat kepala. Aku
tahu bahwa wahyu telah turun kepadanya. Wahyu itu turun hingga selesai. Kemudian
beliau berkata, “Katakanlah, Ruh itu termasuk urusan Tuhanku, dan kamu tidak
diberikan pengetahuan melainkan sedikit.
e. Jika riwayat-riwayat tersebut sama kuat, maka riwayat-riwayat itu dipadukan atau
dikompromikan jika mungkin, hingga dinyatakan bahwa ayat itu turun sesudah terjadi
dua buah sebab atau lebih karena jarak waktu di antara sebab itu berdekatan. Misalnya
ayat li'an, “Dan orang yang menuduh istrinya berbuat zina...” (An-Nur: 6-9) Al-
Bukhari, AtTirmidzi dan Ibnu Majah meriwayatkan dari Ibnu Abbas bahwa ayat
tersebut turun mengenai Hilal bin Umayyah yang menuduh istrinya telah berbuat
serong dengan Syuraik bin Sahma', di hadapan Nabi, seperti telah kami sebutkan di
atas’’.
Hadits yang diriwayatkan Al-Bukhari, Muslim dan yang lain, dari Sahl bin Sa'ad,
“Uwaimir datang kepada Ashim bin Adi, lalu berkata: Tanyalah kepada Rasulullah
tentang seorang laki-laki yang mendapati istrinya bersama-sama dengan laki-laki lain:
apakah ia harus membunuhnya sehingga ia digishash atau apakah yang harus ia
lakukan...?” Kedua riwayat ini dapat dipadukan, yaitu bahwa peristiwa Hilal terjadi
lebih dahulu dan kebetulan pula Uwaimir mengalami kejadian serupa, maka turunlah

x
ayat berkenaan dengan urusan kedua orang itu sesudah terjadi kedua peristiwa tadi.
Ibnu Hajar berkata, “Banyaknya sebab nuzulitu tidak masalah.”
Kesimpulannya, Jika Asbab An-Nuzul suatu ayat itu banyak, maka terkadang
semuanya tidak tegas, terkadang pula semuanya tegas dan terkadang sebagiannya tidak
tegas sedang sebagian lainnya tegas dalam menunjukkan sebab.
a. Apabila semuanya tidak tegas dalam menunjukkan sebab, maka tidak ada salahnya
untuk dipandang sebagai tafsir dan kandungan ayat.
b. Jika sebagian tidak jelas dan sebagian lain tegas maka yang menjadi pegangan adalah
yang tegas.
c. Jika semuanya tegas, maka tidak terlepas dari kemungkinan salah satunya shahih
atau semuanya shahih. Apabila salah satunya shahih sedang yang lain tidak, maka yang
shahih itulah yang menjadi pegangan.
d. Jika semuanya shahih, maka dilakukan pentarjihan bila mungkin.
e. Tetapi jika tidak mungkin dengan pilihan demikian, maka dipadukan bila mungkin.
f. Jika tetap tidak mungkin dipadukan, maka dipandanglah ayat itu diturunkan beberapa
kali dan berulang. Dalam bagian yang terakhir ini terdapat pembahasan.
H. Banyak Ayat Satu Sebab
Terkadang banyak ayat yang turun, sedang sebabnya hanya satu. Dalam hal ini tidak
ada masalah yang cukup penting, karena itu banyak ayat yang turun di dalam berbagai surat
berkenaan dengan suatu peristiwa. Contohnya ialah apa yang diriwayatkan Said bin Manshur,
Abdurrazzag, At-Tirmidzi, Ibnu Jarir, Ibnul Mundzir, Ibnu Abi Hatim, Ath-Thabarani dan
Al-Hakim mengatakan shahih, dari Ummu Salamah, ia berkata:
“Wahai Rasulullah, aku tidak mendengar Allah menyebutkan kaum perempuan sedikit
pun mengenai hijrah. Maka Allah menurunkan: Maka Tuhan mereka memperkenankan
permohonannya (dengan berfirman): Sesungguhnya Aku tidak menyia-nyiakan amal orang-
orang yang beramal di antara kamu, baik laki-laki atau perempuan, (karena) sebagian kamu
adalah turunan dari sebagian yang lain...” (Ali Imran: 195)
Juga hadits yang diriwayatkan Ahmad, An-Nasaii, Ibnu Jarir, Ibnul Mundzir, Ath-
Thabarani dan Ibnu Mardawaih dari Ummu Salamah katanya, “Aku telah bertanya, Wahai
Rasulullah, mengapakah kami tidak disebutkan dalam Al-Qur'an seperti kaum laki-laki?
Maka pada suatu hari aku dikejutkan dengan seruan Rasulullah di atas mimbar. Beliau
membacakan: Sesungguhnya laki-laki dan perempuan muslim... sampai akhir ayat. (Al-
Ahzab: 35)

xi
Al-Hakim meriwayatkan dari Ummu Salamah, ia berkata, “Kaum laki-laki berperang
sedang perempuan tidak. Di samping itu kami hanya memperoleh warisan setengah bagian
dibanding laki-laki? Maka Allah menurunkan ayat: Dan janganlah kamu iri hati terhadap apa
yang dikaruniakan kepada sebagian kamu lebih banyak dari sebagian yang lain, karena bagi
orang laki-laki ada bagian dari apa yang mereka usahakan, dan bagi para wanita pun ada
bagian dari apa yang mereka usahakan pula... (An-Nisaa : 32) Dan ayat: Sesungguhnya laki-
laki dan perempuan yang muslim....” Ketiga ayat di atas turun karena satu sebab.
I. Ayat Lebih Dahulu Turun daripada Hukumnya
Dalam Al-Burhan, Az-Zarkasyi menulis satu pembahasan yang berhubungan dengan
asbab an-nuzul, tajuknya “Penurunan ayat lebih dahulu daripada hukumnya.” Ia
mengemukakan contoh yang tidak menunjukkan bahwa ayat itu turun mengenai hukum
tertentu, kemudian pengamalannya datang sesudahnya. Tetapi hal tersebut menunjukkan
bahwa ayat itu diturunkan dengan lafazh mujmal (global), yang mengandung arti lebih dari
satu, kemudian penafsiarannya dihubungkan dengan salah satu arti-arti tersebut, sehingga
ayat tadi mengacu kepada hukum yang datang kemudian. Di dalam Al-Burhan disebutkan,
“Ketahuilah, turunnya suatu ayat itu terkadang mendahului hukum. Misalnya ayat,
Sesungguhnya beruntunglah orang yang membersihkan diri.” (Al-A'la: 14) Ayat tersebut
dijadikan dalil untuk zakat fitrah.
J. Beberapa Ayat Turun Berkaitan dengan Satu Orang
Terkadang seorang sahabat mengalami beberapa kali peristiwa. Al- Qur'an juga demikian, turun
mengiringi setiap peristiwa. ia banyak turun sesuai dengan banyaknya peristiwa yang terjadi.
Misalnya, apa yang diriwayatkan Al-Bukhari dalam kitab “Al-Adab Al-Mufrad” tentang berbakti
kepada orangtua. Dari Sa'ad bin Abi Waggash, ia berkata, “Ada empat ayat Al-Qur'an turun
berkenaan denganku. Pertama: Ketika ibuku bersumpah bahwa ia tidak akan makan dan minum
sebelum aku meninggalkan Muhammad, lalu Allah menurunkan ayat, “Dan jika keduanya
memaksamu untuk mempersekutukan Aku dengan sesuatu yang kamu tidak ada pengetahuan tentang
itu, maka janganlah kamu mengikuti keduanya dan pergaulilah keduanya di dunia dengan baik.”
(Lugman: 15). Kedua, Ketika aku mengambil sebilah pedang dan mengaguminya, maka aku berkata
kepada Rasulullah, Wahai Rasulullah, berikanlah kepadaku pedang ini. Maka turunlah ayat: Mereka
bertanya kepadamu tentang pembagian harta rampasan perang. (Al-Anfal: 1).
K. Faedah Mengetahui Asbab An-Nuzul dalam Medan Pendidikan dan Pengajaran
Tahap pendidikan dasar itu disamping bertujuan membangkitkan perhatian dan menarik
minat anak didik, juga ditujukan memberikan konsepsi menyeluruh mengenai kurikulum
palajaran, agar guru dapat dengan mudah membawa anak didiknya dari hal-hal yang bersifat

xii
umum kepada yang khusus, sehingga materi-materi pelajaran yang telah ditargetkan dan
dapat dikuasai secara detil sesudah anak didik itu memahaminya secara garis besarnya.
Para pendidik dalam dunia pengajaran dan pendidikan di bangkubangku sekolah atau
pendidikan umum, dalam memberikan bimbingan perlu memanfaatkan konteks Asbab An-
Nuzul dalam memberikan rangsangan kepada peserta didik yang tengah belajar dan
masyarakat umum yang dibimbing. Cara demikian merupakan cara paling bermanfaat dan
efektif untuk mewujudkan tujuan-tujuan pendidikan tersebut.
L. Korelasi Antara Ayat dengan Ayat, Surat dengan Surat
Seperti halnya pengetahuan tentang Asbab An-Nuzul yang mempunyai pengaruh dalam
memahami makna dan menafsirkan ayat, maka pengetahuan mengenai korelasi ayat dengan
ayat dan surat dengan surat juga membantu dalam menakwilkan dan memahami ayat dengan
baik dan cermat. Oleh sebab itu, sebagian ulama mengkhususkan diri untuk menulis buku
mengenai pambahasan ini. Munasabah secara bahasa berarti kedekatan/kesesuaian.
Dikatakan, fulan yunasib fulanan” (si anu sesuai dengan si fulan) maknanya ia mendekati dan
menyerupai si fulan itu. Dan di antara pengertian ini ialah kesesuaian “Yllat hukum dalam
bab QIyas, yakni sifat yang berdekatan dengan hukum.

xiii
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Asbab al-Nuzul adalah kejadian atau peritiwa yang melatarbelakangi turunnya ayat Al-
Quran. Ayat tersebut dalam rangka menjawab, emjelaskan dan menyelesaikan masalah-
masalah yang timbul dari kejadian-kejadian tersebut.  Asbab al-Nuzul merupakan bahan-
bahan sejarah yang dipakai untuk menberikan keterangan-keterangan terhadap lembaran-
lembaran dan memberinya konteks dalam memahami perintah-perintah-Nya.
B. SARAN
Demikianlah yang dapat kami sampaikan mengenai materi yang menjadi bahasan
dalam makalah ini. Tentunya banyak kekurangan dan kelemahan karena terbatasnya
pengetahuan dan kurangnya rujukan atau referensi, oleh karena itu kami mohon maaf. Penulis
berharap kepada para pembaca memberikan Saran dan kritik yang membangun kepada kami,
demi sempurnanya makalah ini. Semoga makalah ini bermanfaat untuk kita semua. Amin.

xiv
DAFTAR PUSTAKA

Prof. Dr. Rosihon Anwar, M.Ag. 2012. Ulum Al-Quran, Pustaka Setia Bandung
Amalia, Aifa. 2009. Asbabun Nuzul, (Online),
(http://aifa-amalia.blogspot.co.id/2014/11/makalah-asbabun-nuzul.html)
https://www.google.com/amp/s/www.kompasiana.com/amp/
eganurfadillah5648/5bf5529dab12ae790d67fcf7/asbabun-nuzul 
http://huseinmuhibbi.blogspot.com/2015/06/makalah-asbabun-nuzul-al-quran.html?m=0

xv

Anda mungkin juga menyukai