Anda di halaman 1dari 21

MAKALAH

STUDI AL QUR’AN KONTEKSTUAL

“ KONSEP ASBABUN NUZUL PENGERTIAN, MACAM MACAMNYA

DAN KAIDAH KAIDAHNYA”

DOSEN PENGAMPU:

Prof. Dr. H. Mahyuddin Barni, M.Ag

DISUSUN OLEH:

Akbar Syukrian

NIM: 2224100709

PROGRAM STUDI

MAGISTER PENDIDIKAN AGAMA ISLAM (MPAI)

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI PONTIANAK

2022
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat, taufiq, hidayah

dan karunia-Nya kepada kita semua yang tiada terhingga banyaknya dan tiada terhingga lamanya

sampai hari kiamat nanti. Shalawat beriringkan salam tak lupa disampaikan kepada Baginda

Rasulullah Muhammad SAW dan juga kepada para keluarga, sahabat dan pengikutnya hingga

akhir zaman nanti.

Atas izin Allah telah tersusunlah sebuah makalah pada mata kuliah Studi Al Qur’an

Kontekstual dengan judul “Konsep Asbabun Nuzul pengertian, macam macamnya dan kaidah

kaidahnya”. Saya mengucapkan terima kasih yang sebesar besarnya kepada Bapak Dosen Prof.

Dr. H. Mahyuddin Barni, M.Ag atas bimbingannya pada mata kuliah Studi Al Qur’an

Kontekstual. Semoga Allah memberi kesehatan serta panjang umur Bapak dalam ketaatan

beribadah kepada Allah SWT.

Saya berharap makalah ini dapat memberikan kebermanfaatan bagi kita semua serta

khalayak banyak, walaupun saya menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna

dan baik. Semoga saya pribadi dapat menulis makalah dan karya ilmiah lebih baik lagi.

Akhir kata saya mengucapkan ribuan permohonan maaf yang sebesar besarnya kepada

Bapak Dosen dan kawan kawan sekalian bilamana terdapat kesalahan dan kekhilafan dalam

pembuatan makalah ini. Semoga Allah SWT meridhoi segala amal perbuatan kita.

Pontianak, Oktober 2022

Akbar Syukrian
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................................ I

DAFTAR ISI .......................................................................................................... II

BAB I PENDAHULUAN.......................................................................................... 1

A. Latar Belakang ....................................................................................... 1

B. Rumusan Masalah .................................................................................. 3

C. Tujuan .................................................................................................... 3

BAB II PEMBAHASAN ......................................................................................... 3

A. Definisi Asbabun Nuzul......................................................................... 3

B. Macam macam Asbabun Nuzul............................................................. 5

C. Kaidah kaidah Asbabun Nuzul.............................................................. 6

BAB III PENUTUP ..................................................................................................14

A. Simpulan .....................................................................................................14

B. Saran .............................................................................................................15

DAFTAR PUSTAKA................................................................................................16
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Al Qur’an adalah kalam (perkataan) Allah SWT yang diwahyukan kepada Nabi

Muhammad SAW melalui Malaikat Jibril dengan lafal dan maknanya. Al-Qur’an sebagai

kitab Allah menempati posisi sebagai sumber pertama dan utama dari seluruh ajaran Islam

serta berfungsi sebagai petunjuk atau pedoman bagi umat manusia dalam mencapai

kebahagiaan hidup di dunia dan di akhirat1.

Al Qur’an yang kita baca hari ini diturunkan untuk memberikan petunjuk kepada

manusia ke arah tujuan yang terang dan jalan yang lurus dengan menegakkan asas kehidupan

yang didasarkan pada keimanan kepada Allah dan risalah Nya. Juga memberitahukan hal

yang telah lalu, kejadian-kejadian yang sekarang serta berita – berita yang akan datang.

Proses turunnya Al Qur’an adalah bukan sebuah proses yang instan, selama kurang

lebih 23 tahun Al Qur’an diturunkan secara berangsur angsur kepada Nabi Muhammad SAW

melalui wasilah malaikat Jibril. Selain itu turun berbagai ayat-ayat Al Qur’an yang di

sesuaikan dengan problematika masyarakat pada kondisi zaman tersebut seperti hukum-

hukum syariat, hukum-hukum muamalah, hukum-hukum muanakahat, hukum-hukum fikih,

hukum-hukum politik.

Ketika masa-masa turunnya Al Qur’an, para sahabat RA telah menyaksikan bersama

Rasulullah SAW beberapa kejadian khusus yang harus diatasi dengan penjelasan syari’at

secara langsung. Terkadang pula mereka merasa ragu dan bimbang dalam sebuah

1
Kafrawi Ridwan (ed.) et. al., Ensiklopedi Islam ( Jakarta: PT Ichtiar Baru Van Hoeve, 2002), hlm. 132.
permasalahan yang mendorong mereka untuk bertanya secara langsung kepada Rasulullah

SAW dan Allah pun langsung menurunkan ayat Al Qur’an sebagai jawabannya.

Al Qur’an itu diturunkan dengan dua bagian. Satu bagian diturunkan secara langsung,

dan bagian ini merupakan mayoritas dari Al Qur’an. Bagian kedua diturunkan setelah ada

suatu kejadian atau permintaan, yang turun mengiringi selama turunnya wahyu, yaitu selama

tiga belas tahun. Bagian kedua inilah yang akan di bahas berdasarkan sebab turunnya. Sebab,

mengetahui sebab turunnya dan seluk-beluk yang melingkupi nash, akan membantu

pemahaman dan apa yang akan dikehendaki dari nash itu2.

Untuk mengetahui sebab turunnya dan seluk beluk yang melingkupi nash maka ada

sebuah displin ilmu yang mengatur itu semua, ia disebut dengan konsep asbabun nuzul.

Walaupun nyatanya banyak sekali disiplin ilmu yang Semisal dengan menggunakan ‘Ilmu

I‘rab Al Qur’an, ‘Ilmu Garib Al-Qur’an, ‘Ilmu Awqat Nuzul, ‘Ilmu Asbabun Nuzul, dan

sebagainya. ‘Ilmu Asbabun Nuzul adalah di antara metode yang amat penting dalam

memahami Al-Qur’an dan menafsirinya.

Pembahasan mengenai asbabun nuzul ini sangat penting dalam pembahasan ilmu Al

Qur’an, karena pembahasan ini merupakan kunci pokok dari landasan keimanan terhadap

pembuktian bahwa Alquran itu benar turunnya dari Allah SWT 3. Pembahasan ini juga

merupakan pembahasan awal dari Al Qur’an guna melangkah kepada pembahasan-

pembahasan selanjutnya.

Adapun susunan pembahasan makalah ini diawali dengan pembahasan definisi dari

asbabun nuzul, kemudian dilanjutkan dengan mengetahui macam macam dari konsep

asbabun nuzul, dan diakhir dijelaskan tentang kaidah kaidah asbabun nuzul.

2
Yusuf al-Qardawi, Bagaimana Berinterakasi dengan Al-Qur`an, terj. Kathur Suhardi ( Jakarta: Pustaka al-Kausar,
2000), hlm. 267.
3
Jalaluddin Abdurrahman as-Suyuti, Al-ltqon fi Ulumil Qur'an (Kairo : Musthafa al-Babi al- Halabi, 1951), hal. 40.
B. Rumusan Masalah

Dari latar belakang yang sudah disampaikan di atas, maka penulis merumuskan

masalah sebagai berikut :

1. Apa definisi dari konsep asbabun nuzul?

2. Apa saja macam macam dari konsep asbabun nuzul?

3. Apa saja kaidah kaidah dari konsep asbabun nuzul?

C. Tujuan

Adapun tujuan daripada penulisan makalah ini adalah sebagai berikut :

1. Untuk mengetahui definisi dari konsep asbabun nuzul.

2. Untuk mengetahui macam macam dari konsep asbabun nuzul.

3. Untuk mengetahui kaidah kaidah dari konsep asbabun nuzul.

BAB II

PEMBAHASAN

A. Definisi Asbabun Nuzul


Asbabun Nuzul secara etimologi terdiri dari kata asbab dan an-nuzul. Asbab (‫)أسباب‬

merupakan jamak dari kata sabab (‫ )سباب‬yang memiliki arti sebab sebab. Asbabun Nuzul

memiliki Arti dalam bahasa arab yaitu (‫يره‬ZZ‫ ) كل شيئ يتوصل الى غ‬yang artinya sesuatu yang

menyampaikan kepada sesuatu yang lain atau memiliki makna lain yaitu (‫ )الحبل‬yang artinya

tali atau tambang dan (‫ )كل حبل حدرته من فوق‬yang artinya tiap tali yang kamu turunkan dari

atas. Sedangkan an nuzul (‫ )النزول‬merupakan bentuk mashdar dari kata (‫نزل‬ZZ‫ )نزل – ي‬yang

artinya adalah turun. Sama halnya, kata an nuzul memiliki makna dalam bahasa arab yaitu (

‫ )الحلول و قد نزلهم و نزل عليهم و نزل بهم‬yang artinya menempati dan menempati mereka4.

Sedang secara terminologi menurut Az-Zarqani dalam bukunya Manahil al-‘Urfan fi

‘Ulum Al-Qur’an, pengertian Asbabun Nuzul adalah sesuatu yang menyebabkan satu ayat

atau beberapa ayat diturunkan untuk membicarakan sebab atau menjelaskan hukum sebab

tersebut pada masa terjadinya sebab itu5.

Sedangkan Subhi Shalih berpendapat bahwa asbabun nuzul pengertiannya adalah

Sesuatu yang dengan sebabnya turun suatu ayat atau beberapa ayat yang mengandung sebab

itu, atau menerangkan hukumnya pada masa terjadinya sebab tersebut6.

Kemudian menurut Mana’ Al-Qaththan Asbabun Nuzul adalah peristiwa-peristiwa

yang menyebabkan turunnya Al Qur’an, baik berkenaan dengan waktu peristiwa itu terjadi,

yang berupa kejadian atau pertanyaan yang diajukan kepada Nabi.

Dari beberapa definisi diatas kita dapat menyimpulkan bahwa Asbabun Nuzul adalah

kejadian atau peristiwa yang melatar belakangi turunnya ayat Al Qur’an, dalam rangka

menjawab, menjelaskan, dan menyelesaikan masalah-masalah yang timbul dari kejadian

tersebut. Asbabun Nuzul merupakan bahan sejarah yang dapat di pakai untuk memberikan

4
Ibnu Manzūr, Lisān al-Arab..., jilid 14, hlm. 237
5
-Zarqani, Manāhil al-‘Urfān fī ‘Ulūm Al-Qur`ān (al-Qāhirah: Dār alHadīs\, 2001), hlm. 95
6
Ahmad Syadali dan Ahmad Rofi’i, Ulumul Qur’an I, Bandung: CV Pustaka Setia, 1997, hlm. 89-90.
keterangan terhadap turunnya ayat Al-qur’an dan memberinya konteks dalam memahami

perintah-perintahnya. Sudah tentu bahan-bahan ini hanya melingkupi peristiwa pada masa al-

qur’an masih turun (ashr at-tanzil)7.

Az Zarqani berpendapat bahwa tidak semua ayat atau beberapa ayat mempunyai asbāb

an-nuzūl, diantaranya ayat yang berbicara mengenai kejadian atau keadaan yang telah

lampau dan akan datang, semisal kisah nabi-nabi dan umat terdahulu dan juga kejadian

tentang as sa’ah (hari kiamat) dan yang berhubungan dengannya. Ayat-ayat seperti ini

banyak terdapat dalam Al Qur’an8.

Persoalan mengenai apakah semua ayat Al Qur’an memiliki asbab al nuzul atau tidak,

ternyata telah menjadi bahan kontroversi di antara para ulama. Al-Ja’bari berpendapat

tentang turunnya Al Quran itu terbagi menjadi dua, yang pertama adalah turun secara

permulaan atau turun tanpa sebab khusus (ibtida’) dan yang kedua adalah turun untuk

menerangkan sebab suatu peristiwa atau pertanyaan yang disampaikan para sahabat (sababi)9.

Para ulama dalam menentukan asbab al-nuzûl berpegang pada riwayat yang shahîh

dari Rasulullah saw atau dari sahabat, karena riwayat dari sahabat dalam permasalahan ini

adalah berkedudukan marfû‟. Al-Wahidi menyatakan, “Tidak halal seseorang berpendapat

mengenai asbab al-nuzûl suatu ayat kecuali dengan riwayat dan simâ’ (mendengar langsung)

dari orang yang menyaksikan (peristiwa yang melatar belakangi) turunnya ayat tersebut, dan

memahami sebab-sebab tersebut sambil menguasai ilmunya yang mereka dapatkan dari

belajar.

B. Macam macam Asbabun Nuzul

7
Rosihon Anwar, Ulumul Quran (Bandung: Pustaka Setia, 2006), h. 61.
8
Az-Zarqani, Manāhil al-‘Urfān, hlm. 96
9
Jalaluddin Al Suyuti, Al Itqan fi Ulum Al Quran, (Beirut: Dar al Fikr,tth) jilid I, h. 28
Ditinjau dari segi jumlah sebab dan ayat yang turun, maka asbabun nuzul dapat dibagi

menjadi 2 macam, yaitu ;

1. Ta’addud al asbab wa an nazil waahid

Artinya adalah banyaknya macam riwayat asbabun nuzul untuk satu ayat / wahyu yang

turun. Bentuk variasi itu terkadang dalam redaksinya dan terkadang pula dalam

kualitasnya.

Adapun contoh dari ta’addud al asbab wa an nazil waahid adalah pada firman Allah

SWT di surah Al Ikhlas (112) : 1 – 4.

‫مَلْ يَلِ ْد َومَلْ يُ ْولَ ۙ ْد َومَلْ يَ ُك ْن لَّهُ ُك ُف ًوا اَ َح ٌد‬ ‫ ُد‬Zۚ ‫الص َم‬
َّ ُ‫اَل ٰلّه‬ ‫قُ ْل ُه َو ال ٰلّهُ اَ َح ۚ ٌد‬

Artinya

“Katakanlah Dia-lah Allah, yang maha Esa. Allah adalah tuhan yang bergantung

kepada-Nya segala sesuatu. Tiada berada beranak dan tiada pula di peranakkan. Dan

tiada seoarangpun yang setara dengan dengan dia”. (Al Ikhlas 112 : 1 – 4)

Ayat-ayat yang terdapat pada surat di atas turun sebagai tanggapan terhadap orang-

orang musyrik makkah sebelum nabi hijrah, dan terhadap kaum ahli kitab yang ditemui di

madinah setelah hijrah.

2. Ta’adud an-nazil wa al-asbab wahid

Artinya adalah satu riwayat asbabun nuzul yang melatar belakangi turunnya beberapa

ayat / wahyu di dalam Al Qur’an.


Adapun contoh dari ta’adud an-nazil wa al-asbab wahid adalah pada firman Allah

SWT di surah Ad Dukhan (44) ayat 10, 15 dan 16.

ٍ ‫السماۤء بِ ُدخ‬
ٍ ‫ان ُّمبِنْي‬ ِ ِ
َ ُ َ َّ ‫ب َي ْو َم تَْأتى‬
ْ ‫فَ ْارتَق‬

Artinya : “Maka tunggulah pada hari ketika langit membawa kabut yang tampak jelas”

(Q.S Ad Dukhan (44) : 10)

‫اب قَلِْياًل اِنَّ ُك ْم َعاۤ ِٕى ُد ْو ۘ َن‬ ِ ‫اِنَّا َك‬


ِ ‫اش ُفوا الْع َذ‬
َ

Artinya : “Sungguh (kalau) Kami melenyapkan azab itu sedikit saja, tentu kamu akan

kembali (ingkar)” (Q.S Ad Dukhan (44) : 15)

.‫ش الْبَطْ َشةَ الْ ُكْب ٰر ۚى اِنَّا ُمْنتَ ِق ُم ْو َن‬ ِ


ُ ‫َي ْو َم َنْبط‬

Artinya : “(Ingatlah) pada hari (ketika) Kami menghantam mereka dengan keras. Kami

pasti memberi balasan”. (Q.S Ad Dukhan (44) : 16)

Asbabun Nuzul dari ayat-ayat tersebut adalah dalam suatu riwayat dikemukakan,

ketika kaum Quraisy durhaka kepada Nabi Muhammad SAW. Beliau berdo’a supaya

mereka mendapatkan kelaparan umum seperti kelaparan yang pernah terjadi pada zaman

Nabi Yusuf. Alhasil mereka menderita kekurangan, sampai - sampai mereka pun makan

tulang, sehingga turunlah firman Allah surah Ad Dukhan (44) ayat 10. Kemudian

mereka menghadap Nabi Muhammad SAW untuk meminta bantuan. Maka Rasulullah

SAW berdo’a agar di turunkan hujan. Akhirnya hujanpun turun, maka turunnlah ayat

selanjutnya surah Ad Dukhan (44) ayat 15, namun setelah mereka memperoleh

kemewahan merekapun kembali kepada keadaan semula (sesat dan durhaka) maka
turunlah ayat ini surah Ad Dukhan (44) ayat 16 dalam riwayat tersebut dikemukakan

bahwa siksaan itu akan turun di waktu perang badar.

Kemudian ditinjau dari sebab turunnya sebuah ayat / wahyu, maka Asbabun Nuzul

dibagi menjadi 3 bagian, yaitu ;

1. Peristiwa berupa pertengkaran

Salah satu contoh daripada Asbabun Nuzul yang terjadi karena peristiwa pertengkaran

adalah pada surah Ali ‘Imran (3) ayat 100

‫ٰب َيُر ُّد ْو ُك ْم َب ْع َد اِمْيَانِ ُك ْم ٰك ِف ِريْ َن‬ ِ ِ َّ ِ ِ ِ َّ ٓ


َ ‫ٰياَيُّ َها الذيْ َن اٰ َمُن ْٓوا ا ْن تُطْيعُ ْوا فَ ِر ْي ًقا ِّم َن الذيْ َن اُْوتُوا الْكت‬

Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, jika kamu mengikuti sebahagian dari orang-

orang yang diberi Al kitab, niscaya mereka akan mengembalikan kamu menjadi orang

kafir sesudah kamu beriman” (Q.S. Al Imran (3) : 100)

Dalam suatu riwayat dikemukakan, ketika suku Auz dan suku Khazraj sedang duduk-

duduk, mereka bercerita tentang permusuhannya di zaman jahiliyah, sehingga bangkitlah

amarahnya, sehingga masing-masing memegang senjatanya. Dalam riwayat lain

dikemukakan bahwa seorang Yahudi yang bernama Syash bin Qais, lalu dihadapan kaum

Auz dan Khazraj yang sedang ngobrol dengan riang, Yahudi tersebut merasa benci

melihat keakraban mereka, padahal asalnya bermusuhan. Ia menyuruh seorang pemuda

untuk ikut ngobrol dengan mereka dan membangkitkan cerita di zaman Jahiliyah waktu

perang Bu’ats. Mulailah kaum Auz dan Khazraj berselisih dan menyombongkan

kegagahan masing - masing. Tampillah Aus bin Qaizi dari kaum Auz dan Jabbar bin Skhr

dari Khazraj, caci maki menimbulkan amarah kedua belah pihak berloncat untuk

berperang. Hal ini sampai kepada Rasulullah SAW sehingga beliau datang dan memberi
nasihat serta mendamaikannya. Mereka tunduk dan taat kepada nasihat Rasulullah

SAW10. Peristiwa tersebut menyebabkan turun ayat dari surah Ali ‘Imran (3) ayat 100

diatas.

2. Peristiwa yang merupakan kesalahan fatal.

Kemudian salah satu ayat yang diturunkan karena sebab sebuah peristiwa yang fatal

terdapat pada surah An Nisa (4) ayat 43 yang berbungi

َّ ‫ٰيٓ اَيُّ َها الَّ ِذيْ َن اٰ َمُن ْوا اَل َت ْقَربُوا‬


‫الص ٰلو َة َواَْنتُ ْم ُس َك ٰارى َحىّٰت َت ْعلَ ُم ْوا َما َت ُق ْولُْو َن‬

Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu shalat, sedang kamu dalam

keadaan mabuk, sehingga kamu mengerti apa yang kamu ucapkan” (Q.S. An Nisa (4) :

43)

  Bahwa Abdurrahman bin ‘Auf mengundang makan Ali dan kawan-kawannya.

Kemudian dihidangkan minuman khamr (arak, minuman keras), sehingga terganggulah

otak mereka. Ketika tiba waktu shalat, orang-orang menyuruh Ali menjadi imam, dan

pada waktu itu beliau membaca dengan keliru: “qulya ayyuhal kafirun, la a’budu ma

ta’budun, wanahnu na’budu ma ta’budun”. Maka turunlah ayat tersebut di atas surah An

Nisa (4) ayat 43 sebagai larangan shalat di waktu mabuk.

3. Peristiwa yang berupa cita cita atau keinginan besar.

Salah satu sahabat mulia Nabi Muhammad SAW ‘Umar bin Khattab memiliki sebuah

keinginan yang dari dahulu sudah sangat diinginkannya. Kemudian keinginan tersebut

disampaikan kepada Baginda Nabi Muhammad SAW, adapun keinginan itu adalah

menjadikan maqam Ibrahim sebagai tempat shalat.

10
Shaleh dkk, Asbabun Nuzul;latar belakang historis turunnya ayat-ayat alQur’an (Diponegoro:Bandung, 1995), h.
103
Maka tak lama kemudian, turunlah wahyu yang tertera pada surah Al Baqarah (2) ayat

125 yang berbunyi :

ۗ‫صلًّى‬ ِ‫واخَّتِ ُذوا ِمن َّمق ِام ا‬


َ ‫هم ُم‬
َ ‫ر‬ٰ ‫ب‬
ْ َ ْ ْ َ

Artinya ”Dan jadikanlah sebahagian maqām Ibrahim tempat shalat” (Q.S Al Baqarah

(2) : 125).

Kemudian jika ditinjau dari sebab turunnya karena sebuah pertanyaan, maka Asbabun

Nuzul dibagi menjadi 3 bagian, yaitu ;

1. Pertanyaan yang berhubungan dengan sesuatu di masa lampau.

Salah satu ayat yang asbabun nuzulnya dikarenakan pertanyaan mengenai masa

lampau, adalah mengenai pertanyaan Zulkarnain yang terdapat pada surah Al Kahfi (18)

ayat 83 yang berbunyi ;

‫ك َع ۡن ِذى ا ۡل َق ۡرنَ ۡي ِ‌ن ؕ قُ ۡل َساَ ۡتلُ ۡوا َعلَ ۡي ُكمۡ ِّم ۡن هُ ِۡذكًرا‬ ‫َوۡي‬
َ َ‫سـَ ـَٔلُ ۡون‬

Artinya “Mereka akan bertanya kepadamu (Muhammad) tentang Zulkarnain.

Katakanlah: “Aku akan bacakan kepadamu cerita tantangnya.” (Q.S Al Kahfi (18) : 83)

2. Pertanyaan yang berhubungan dengan sesuatu yang sedang berlangsung.

Adapun mengenai ayat yang asbabun nuzulnya disebabkan oleh peristiwa yang sedang

atau tetap berlangsung hingga saat ini adalah pada peristiwa terkait roh manusia yang

terdapat pada surah Al Isra’ (17) ayat 85 yang berbunyi ;

‫الر ْو ُح ِم ْن اَْم ِر َريِّبْ َو َمٓا اُْوتِْيتُ ْم ِّم َن الْعِْل ِم اِاَّل قَلِْي ًل‬ ِ ۗ ‫الر ْو‬
ُّ ‫ح قُ ِل‬ ُّ ‫ك َع ِن‬
َ َ‫َويَ ْسـَٔلُ ْون‬
Artinya “Dan mereka bertanya kepadamu tentang roh. Katakanlah: “Roh itu termasuk

urusan Tuhanku, dan tidaklah kamu diberi pengetahuan melainkan sedikit” (Q.S Al Isra’

(17) : 85)

3. Pertanyaan yang berhubungan dengan masa yang akan datang.

Sementara itu adapun salah satu ayat yang asbabun nuzulnya berkenaan dengan peristiwa

di masa yang akan datang adalah pada surah An Nazi’at ( ) ayat ke 42. Yaitu pertanyaan

tentang orang orang kafir yang bertanya tentang kapan hari kiamat terjadi.

‫اع ِة اَيَّا َن ُم ۡر ٰسٮ َها‬ َّ ‫ك َع ِن‬


َ ‫الس‬ ‫ۡي‬
َ َ‫سَـَٴـلُ ۡون‬

Artinya “(Orang-orang kafir) bertanya kepadamu (Muhammad) tentang hari

kebangkitan, kapankah terjadinya.” (Q.S An Nazi’at ( ) : 42)

C. Kaidah kaidah Asbabun Nuzul

Asbabun Nuzul ayat Al Qur'an memang tidak bisa dipahami secara sembarangan. Para

ulama telah merumuskan dua kaidah asbabun nuzul untuk memahaminya yang hingga kini

masih dipelajari dan diterapkan dalam memahami ayat-ayat Al Qur'an.

Umat muslim tidak bisa sembarangan memahami asbabun nuzul suatu ayat al-Quran.

Sebab hal itu akan berpengaruh pada hasil pemahaman terhadapnya. Maka dari itu ulama

telah menyepakati kaidah asbabun nuzul ayat al-Qur'an. Kaidah asbabun nuzul ini menjadi

salah satu landasan dalam menentukan hukum dalam suatu ayat al-Qur'an.

Para ulama sepakat, terdapat dua kaidah asbabun nuzul. Kedua kaidah asbabun nuzul

tersebut saling berlawanan dan digunakan sesuai dengan konteks ayat. Dua kaidah asbabun

nuzul tersebut ialah:

1. Al ‘ibrah bi ‘umuumi-ll-afzhi laa bi khusuushi-s-sabab


Kaidah asbabun nuzul yang pertama ialah memahami ayat al-Qur'an berdasarkan

lafadznya yang umum, bukan karena kekhususan sebab turunnya. Kaidah asbabun nuzul

yang pertama ini, membuat ayat al-Qur'an berlaku secara umum. Serta bisa menjadi

landasan hukum atas kejadian-kejadian serupa yang terjadi setelahnya.

Kaidah asbabun nuzul yang pertama ini membuat ayat al-Qur'an tidak terikat dengan

pelaku kejadian yang melatar belakangi penurunannya. Melainkan kaidah asbabun nuzul

yang pertama ini berlaku kepada siapapun dan di manapun manusia berada selama masih

berkorelasi dengan keumuman lafadz qayat tersebut. Kaidah asbabun nuzul yang pertama

ini menegakan bahwa pengambilan hukum mengacu kepada keumuman lafadz al-Qur'an

bukan pada kekhususan kejadian yang melatarbelakanginya. Menurut kaidah asbabun

nuzul yang pertama ini, kejadian yang melatar belakangi turunnya ayat hanyalah isyarat.

Salah satu contoh ayat Al Qur’an yang menggunakan metode Al ‘ibrah bi ‘umuumi-ll-

afzhi laa bi khusuushi-s-sabab adalah pada surah An Nur ( ) ayat 6 yang berbunyi :

ٍ ۭ ‫َأح ِد ِه ْم َْأربَ ُع َش َٰه َٰد‬


ۙ ‫ت بِٱللَّ ِه‬ ‫ِإ‬
َ ُ‫ين َي ْر ُمو َن َْأز َٰو َج ُه ْم َومَلْ يَ ُكن هَّلُ ْم ُش َه َدٓاءُ ٓاَّل َأن ُف ُس ُه ْم فَ َش َٰه َدة‬
ِ َّ
َ ‫َوٱلذ‬

‫ني‬ِ ِ َّٰ ‫ِإنَّهۥ لَ ِمن‬


َ ‫ٱلصدق‬ َ ُ

Artinya : "Dan orang-orang yang menuduh isterinya berzina, padahal mereka tidak 

memiliki saksi selain diri mereka sendiri, maka persaksiannya empat kali bersumpah

dengan nama Allah. Sesungguhnya dia  termasuk orang-orang yang benar". (Q.S An

Nur (24) ayat 6)

Ayat tersebut akan lebih tepat jika dipahami menggunakan kaidah ini. Sebab

kewajiban mengucapkan sumpah atas nama Allah sebanyak empat kali berlaku bagi
semua suami yang menuduh istrinya berzina, dalam konteks peristiwa ketika ayat ini

turun hingga sekarang.

Penetapan ini berdasarkan kaidah asbabun nuzul yang pertama, bersandar pada lafadz

yang bersifat umum. Bukan pada kekhususan sebab turunnya ayat. Selain itu juga tidak

ada pertentangan dengan ayat maupun hadis lain ketika memahami ayat ini menggunakan

kaidah asbabun nuzul yang pertama ini.

2. Al ‘ibrah bi khusuushi-s-sabab laa bi ‘umuumi-ll-afzhi

Kaidah asbabun nuzul yang kedua ialah memahami ayat Al Qur'an berdasarkan sebab-

sebab penurunannya yang bersifat khusus, bukan lafadznya yang bersifat umum. Kaidah

asbabun nuzul yang kedua ini berbanding terbalik dengan kaidah asbabun nuzul yang

telah dijelaskan sebelumnya.

Untuk mengetahui lebih jelas mengenai ayat Al Qur’an yang menggunakan kaidah Al

‘ibrah bi khusuushi-s-sabab laa bi ‘umuumi-ll-afzhi, kita lihat firman Allah SWT pada

surah Al Baqarah (2) ayat 115 :

ِ ِ َّ ‫َّ ِ ِإ‬ ُّ ِِ
ُ ‫َوللَّه الْ َم ْش ِر ُق َوالْ َم ْغ ِر‬
ُ ‫ب فَ َْأينَ َما تُ َولوا َفثَ َّم َو ْجهُ الله َّن اللهَ َواس ُع َعل‬
‫يم‬

Artinya : "Dan kepunyaan Allah ialah timur dan barat, maka kemanapun engkau

menghadap maka di sanalah wajah Allah. Sesungguhnya Allah Maha luas (rahmatNya)

lagi Maha mengetahui". (Q.S Al Baqarah (2) : 115)

Berdasarkan riwayat Imam Muslim, Imam Tirmidzi, dan Imam Nasa’i dari Ibnu Umar,

ia mengatakan dahulu Nabi Muhammad SAW melaksanakan shalat sunnah di atas unta

ke manapun arah unta tersebut berjalan. Suatu hari Nabi Muhammad SAW datang dari

Makkah menuju Madinah, kemudian Ibnu Umar membaca ayat Al Baqarah ayat 115.

Nabi Muhammad SAW berkata bahwa ayat ini turun sebab permasalahan tersebut.
Jika surah Al Baqarah ayat 115 ini dipahami menggunakan kaidah asbabun nuzul yang

pertama maka akan terjadi kerancuan. Ketika memahami surah Al Baqarah ayat 15

tersebut menggunakan kaidah asbabun nuzul yang pertama, maka setiap muslim

diperbolehkan untuk melaksanakan salat menghadap ke arah manapun. Hal ini

bertentangan dengan Al Qur'an surat Al Baqarah ayat 149 yang bunyinya :

‫ك ۗ َو َما اللَّهُ بِغَافِ ٍل‬ ِِ


َ ِّ‫ك َشطَْر الْ َم ْسجد احْلََر ِام ۖ َوِإنَّهُ لَْل َح ُّق ِم ْن َرب‬
َ ‫ت َف َو ِّل َو ْج َه‬
َ ‫ث َخَر ْج‬
ُ ‫ َحْي‬ 

‫َع َّما َت ْع َملُو َن‬

Artinya : "Dan dari mana saja engkau keluar (datang), palingkanlah wajahmu ke arah

Masjidil Haram. Sesungguhnya ketentuan tersebut benar-benar suatu kebenaran sejati

dari Tuhanmu. Dan Allah sekali-kali tidak pernah lengah dari apa yang kamu kerjakan".

(Q.S Al Baqarah (2) : 115)

Akan lain ceritanya jika memahami surah Al Baqarah ayat 115 menggunakan kaidah

asbabun nuzul yang kedua. Dengan memperhatikan sebab khusus turunnya ayat tersebut,

akan mendapatkan sebuah kesimpulan. Seorang muslim sah melaksanakan shalat

menghadap ke arah manapun asalkan ia berada di dalam kendaraan yang sedang berjalan

atau dalam kondisi tidak mengetahui arah Masjidil Haram.

Seperti itulah penerapan kaidah asbabun nuzul, menyesuaikan dengan lafadz yang

bersifat umum serta kekhususan sebab turunnya ayat. Sehingga perbedaan penggunaan

kaidah asbabun nuzul tersebut dapat dipahami sebagai kekayaan khazanah keilmuan

Islam. Tidak semata dilihat sebagai sesuatu yang normatif, melihat segala sesuatu dari

sisi salah dan benar. 


BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Dari uraian di atas jelaslah bahwa Al Qur’an adalah kalam (perkataan) Allah SWT,

yang diwahyukan kepada Nabi Muhammad SAW melalui Malaikat Jibril dengan lafal dan

maknanya. Al Qur’an sebagai kitab Allah menempati posisi sebagai sumber pertama dan
utama dari seluruh ajaran Islam serta berfungsi sebagai petunjuk atau pedoman bagi umat

manusia dalam mencapai kebahagiaan hidup di dunia dan di akhirat.

Banyak alat bantu untuk memahami ayat atau pun rangkaian ayat dalam Al-Qur’an

salah satunya adalah Ilmu asbabun nuzul. Ilmu asbabun nuzul adalah di antara metode yang

amat penting dalam memahami Al-Qur’an dan menafsirinya. Seperti yang sudah ditetapkan

para ulama, bahwa Al-Qur’an itu diturunkan dengan dua bagian.

Satu bagian diturunkan secara langsung, dan bagian ini merupakan mayoritas Al

Qur’an. Bagian kedua diturunkan setelah ada suatu kejadian atau permintaan, yang turun

mengiringi selama turunnya wahyu, yaitu selama tiga belas tahun. Bagian kedua inilah yang

akan di bahas berdasarkan sebab turunnya. Sebab, mengetahui sebab turunnya dan seluk-

beluk yang melingkupi nash, akan membantu pemahaman dan apa yang akan dikehendaki

dari nash itu.

Para ahli tafsir telah memperhatikan dan memberikan pembahasan khusus masalah

asbabun nuzul dalam buku-buku mereka. Mereka mengatakan tidak mungkin mengetahui

tafsir suatu ayat tanpa bersandar kepada kisah dan penjelasan sebab turunnya.

B. Saran

Perlu bagi kita untuk selalu mempelajari dan memahami ilmu Al Qur’an, khususnya

ilmu asbabun nuzul, adapun yang perlu kita ketahui tentang manfaat daripada mempelajari

ilmu asbabun nuzul adalah sebagai berikut ;

1. Membantu dalam memahami ayat dan menghilangkan kesulitan.


2. Dengan mempelajari ilmu asbabun nuzul berfungsi untuk mengetahui ayat ini diturunkan

kepada siapa, sehingga tidak terjadi keraguan yang akan mengakibatkan penuduhan

terhadap orang yang tidak bersalah dan membebaskan tuduhan terhadap orang yang

bersalah.

3. Pemudahan hafalan, pemahaman dan pengukuhan wahyu dalam benak setiap orang yang

mendengarnya, jika ia mengetahui sebab turunnya. Karena hubungan antara sebab dan

akibat, hukum dan peristiwa, peristiwa dan pelaku, masa dan tempatnya, semua itu

merupakan faktor-faktor pengokohan sesuatu dan terpahatnya dalam ingatan.

Akhir kata, makalah ini masih sangat jauh dari kata sempurna, maka penulis

memohon sebesar besarnya masukan baik berupa saran dan kritik ke arah perbaikan ke

depan. Yang baik baik datangnya dari Allah SWT, sedangkan yang buruk datang dari diri

kami pribadi.

DAFTAR PUSTAKA

Qattan, Manna’ Khalil al-, Mabahith Fi ‘Ulumi al-Qur’an, Alih Bahasa oleh Mudzakir AS, Studi

Ilmu-Ilmu al-Qur’an . Bogor: Litera Antar Nusa. Halim Jaya, 200


As-Salih, Subhi, Membahas Ilmu-ilmu Al-Qur’an, terj. Tim Pustaka Firdaus, Jakarta:

Pustaka Firdaus, 1999

Al-Wahidi, Asbāb Nuzūl Al-Qur’ān,Beirūt: Dār al-Kutub al-‘Ilmiyah, 2001.


Rohman, Abid, M. Fil. I, dkk.Studi al-Qur’an. Surabaya: IAIN Sunan Ampel Pres, 2011

Anda mungkin juga menyukai