Anda di halaman 1dari 26

ASBABUN NUZUL

MAKALAH

Disusun untuk memenuhi Salah satu tugas Mata Kuliah Ulumul Qur’an

Dosen Pengampu: Drs. H. Asep Mustofa Kamal, M.Ag

Oleh :

Gema Fahrian Azhar 1203050053

Lintang Bundayanti 1203050073

Mohamad Fakhryvanza Fahrezi 1203050088

JURUSAN ILMU HUKUM

FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN GUNUNG DJATI

BANDUNG

2021
KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah Tuhan semesta alam. Shalawat serta salam tidak lupa
kami ucapkan untuk junjungan kita Nabi Besar Muhammad SAW. Kami bersyukur
kepada Allah SWT yang telah memberikan hidayah serta taufik-Nya kepada kami
sehingga dapat menyelesaikan makalah ini.

Tak lupa pula penulis ucapkan terimakasih yang tak terhingga kepada Bapak Dr.
H. Asep Mustofa Kamal, M.Ag sebagai dosen pengampu pada mata kuliah Ulumul
Qur’an ini yang telah memberikan bimbingan dan arahan sehingga penulis dapat
menyelesaikan makalah ini.

Penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah
membantu hingga terselesaikannya makalah ini.  Makalah ini berjudul Asbabun Nuzul.

Kami menyadari makalah yang dibuat ini tidaklah sempurna. Oleh karena itu,
apabila ada kritik dan saran yang bersifat membangun terhadap makalah ini, kami
sangat berterima kasih. Demikian makalah ini kami susun. Semoga dapat berguna untuk
kita semua.

Bandung, April 2021

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR........................................................................................................i

DAFTAR ISI.....................................................................................................................ii

BAB I.................................................................................................................................1

PENDAHULUAN.............................................................................................................1

A. Latar Belakang........................................................................................................1

B. Rumusan Masalah..................................................................................................2

C. Tujuan Penulisan....................................................................................................2

D. Manfaat Penulisan..................................................................................................3

E. Metode penulisan....................................................................................................3

BAB II PEMBAHASAN...................................................................................................4

A. Pengertian Asbabun Nuzul.....................................................................................4

B. Fungsi Asbabun Nuzul Dalam Penafsiran Al-Quran............................................5

C. Metode Mengetahui Asbabun Nuzul......................................................................8

D. Redaksi Asbabun Nuzul.........................................................................................9

E. Jenis-Jenis Asbabun Nuzul...................................................................................12

F. Pandangan Ulama Tentang Asbabun Nuzul.........................................................16

BAB III............................................................................................................................19

PENUTUP.......................................................................................................................19

A. Kesimpulan...........................................................................................................19

B. Saran.....................................................................................................................20

DAFTAR PUSTAKA......................................................................................................21

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Al-Qur’ān adalah kalam (perkataan) Allah Swt. yang diwahyukan kepada Nabi
Muhammad Saw. melalui Malaikat Jibril dengan lafal dan maknanya. Al-Qur’ān
sebagai kitab Allah menempati posisi sebagai sumber pertama dan utama dari seluruh
ajaran Islam serta berfungsi sebagai petunjuk atau pedoman bagi umat manusia dalam
mencapai kebahagiaan hidup di dunia dan di akhirat.1 Al-Qur’an diturunkan untuk
memberi petunjuk kepada manusia ke arah tujuan yang terang dan jalan yang lurus
dengan menegakkan asas kehidupan yang didasarkan pada keimanan kepada Allah dan
risalah-Nya. Juga memberitahukan hal yang telah lalu, kejadian-kejadian yang sekarang
serta berita-berita yang akan datang.

Sebagian besar al-Qur’an pada mulanya diturunkan untuk tujuan umum ini,
tetapi kehidupan para sahabat bersama Rasulullah telah menyaksikan banyak peristiwa
sejarah, bahkan kadang terjadi di antara mereka peristiwa khusus yang memerlukan
penjelasan hukum Allah atau masih kabur bagi mereka. Kemudian mereka bertanya
kepada Rasulullah untuk mengetahui hukum Islam mengenai hal itu. Maka al-Qur’ān
turun untuk peristiwa khusus tadi atau untuk pertanyaan yang muncul itu. Hal seperti
itulah yang dinamakan asbaban-nuzul.2

Banyak alat bantu untuk memahami ayat atau pun rangkaian ayat dalam Al-
Qur’ān. Semisal dengan menggunakan ‘Ilm I‘rāb AlQur’ān, ‘Ilm Gārib Al-Qur’ān, ‘Ilm
Awqāt an-Nuzūl , ‘Ilm Asbāb anNuzūl, dan sebagainya. ‘Ilm Asbāb an-Nuzūl adalah di
antara metode yang amat penting dalam memahami Al-Qur’ān dan menafsirinya.
Seperti yang sudah ditetapkan para ulama, bahwa Al-Qur’ān itu diturunkan dengan dua
bagian. Satu bagian diturunkan secara langsung, dan bagian ini merupakan mayoritas
Al-Qur’ān. Bagian kedua diturunkan setelah ada suatu kejadian atau permintaan, yang
turun mengiringi selama turunnya wahyu, yaitu selama tiga belas tahun. Bagian kedua
1
Kafrawi Ridwan (ed.) et. al., Ensiklopedi Islam (Jakarta: PT Ichtiar Baru Van Hoeve, 2002), hlm. 132.
2
Manna Khalil al-Qattan, Studi Ilmu-ilmu Qur`an, terjemah. Mudzakir (Bogor: Li - era AntarNusa,
2007), hlm. 106.

1
2

inilah yang akan di bahas berdasarkan sebab turunnya. Sebab, mengetahui sebab
turunnya dan seluk-beluk yang melingkupi nash, akan membantu pemahaman dan apa
yang akan dikehendaki dari nash itu.3

Menurut Syaikh Al-Ja‘bari Al-Qur’ān diturunkan dalam dua bagian. Bagian


pertama berupa prinsip-prinsip yang tidak terikat dengan sebabsebab khusus, melainkan
murni petunjuk bagi manusia ke jalan Allah (kebenaran). Bagian kedua, diturunkan
berdasarkan suatu sebab tertentu.4

Namun demikian, perlu ditegaskan bahwa asbāb an-nuzūl tidak berhubungan


secara kausal dengan materi yang bersangkutan. Artinya, tidak di terima pernyataan
bahwa jika suatu sebab tidak ada, maka ayat itu tidak akan turun. Komarunddin Hidayat
memposisikan persoalan ini dengan menyatakan bahwa kitab suci Al-Qur’ān, memang
diyakini memiliki dua dimensi; historis dan transhistoris. Kitab suci menjembatani jarak
antara Tuhan dan manusia. Tuhan hadir menyapa manusia di balik hijab kalam-Nya
yang kemudian menyejarah.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana definisi dari Asbabun Nuzul?
2. Apa saja macam-macam Asbabun Nuzul?
3. Bagaimanakah perhatian Ulama terhadap Asbabun Nuzul?
4. Apakah Faedah atau manfaat mengetahui Asbabun Nuzul?

C. Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui Asbabun Nuzul dan macam-macamnya
2. Untuk mengetahui pandangan ulama terhadap Asbabun Nuzul
3. Untuk mengetahui manfaat mengetahui Asbabun Nuzul

3
Ahmad Zaini, Asbabun Nuzul dan Urgensinya dalam Memahami Makna Al-Quran. Hermeunetik, Vol.
8, No. 1, Juni 2014. Hlm.3.
4
Muhammad Chirzin, Al-Qur`an dan Ulumul Qur`an (Yogyakarta: PT. Dana Bhakti Prima Yasa, 2003),
hlm. 30.
3

D. Manfaat Penulisan
Sebagaimana yang kita ketahui, manfaat penulisan ini diharapkan dapat
menambah wawasan mengenai Asbabun Nuzul bagi penulis dan pembaca di kemudian
hari.

E. Metode penulisan
Metode penulisan yang digunakan adalah metode deskriptif. Metode ini
mendeskripsikan berdasarkan data-data yang diambil dari berbagai sumber seperti buku,
artikel dan penelitian lainnya. Sementara itu menurut Sugiyono (2005: 21) menyatakan
bahwa metode deskriptif adalah suatu metode yang digunakan untuk menggambarkan
atau menganalisis suatu hasil penelitian tetapi tidak digunakan untuk membuat
kesimpulan yang lebih luas5.

5
Pengertian dan Jenis Metode Penelitian, https://idtesis.com/metode-deskriptif/#:~:text=DEFINISI
%20METODE%20DESKRIPTIF&text=Menurut%20Sugiyono%20(2005%3A%2021),membuat
%20kesimpulan%20yang%20lebih%20luas. Diakses pada tanggal 3 April, 2021
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Asbabun Nuzul.

Al-Qur’an berfungsi sebagai petunjuk hidup manusia dalam menghadapi situasi dan
berbagai dimensi permasalah. Ayat-ayat Al-Qur’an diturunkan dalam waktu dan
keadaan yang berbeda-beda. Kata asbab jamak dari sabab berarti alasan-alasan atau
sebab-sebab. Asbab al-nuzul berarti pengetahuan tentang sebab-sebab diturunkannya
ayat-ayat.

Asbāb an-Nuzūl secara etimologi terdiri dari kata asbāb dan an-nuzūl. Asbāb dapat
berarti ‫ )غيره الى يتوصل شيئ كل‬sesuatu yang menyampaikan kepada sesuatu yang lain),
‫ )الحبل‬tali, tambang), dan 6 ‫ )ف[وق من حدرت[ه حب[ل كل‬tiap tali yang kamu turunkan dari atas),
sedang dan menempati7 (‫ الحلول و قد نزلهم و نزل عليهم و ن[زل بهم‬artinya nuzūl-an menempati
tempat mereka)

Sedang secara terminologi menurut al-Zarqani, asbab al-nuzul adalah “suatu


kejadian yang menyebabkan turunnya satu atau beberapa ayat, atau suatu peristiwa yang
dapat dijadikan petunjuk hukum berkenaan turunnya suatu ayat" 8. Pendapat yang
hampir sama dikemukakan Shubhi al-Shalih: “Sesuatu yang menyebabkan turunnya
satu atau beberapa ayat yang memberi jawaban terhadap sebab itu, atau menerangkan
hukumnya pada masa terjadinya sebab itu.”.9

Banyak para ulama yang memberikan definisi tentang asbab al-nuzûl. Salah satu
definisi yang cukup populer menyatakan bahwa asbab al-nuzûl adalah peristiwa-
peristiwa yang terjadi pada masa turunnya ayat, baik sebelum atau sesudahnya, dimana
kandungan ayat tersebut berkaitan (dapat dikaitkan) dengan peristiwa tersebut.10

6
Ibnu Manzur, Lisān al-‘Arab (Beirūt: Dār Sādir, jilid 7, t.t.), hlm. 100-101
7
Ibnu Manzūr, Lisān al-Arab..., jilid 14, hlm. 237.
8
Ibid, hlm. 78.
9
Shubhi al-Shalih, Mahabits fi ‘ulum Al-Qur’an, (Beirut: Dar al-‘lim al-malayin, 1985), hlm. 160.
10
Jalaluddin Al-Suyuthi. (2009). Al-Itqân fî ‘Ulûm Al-Qur’ân. Kairo: Maktabah Dar AlTurats. hlm. 129.
Lihat pula Khalid ibn Utsman Al-Sabt. (2005). Qawâ’id Al-Tafsîr: Jam’an wa Dirâsatan. Kairo: Dar Ibn
„Affan. hlm. 53.
5

Dengan demikian unsur-unsur yang tidak boleh diabaikan dalam analisa asbab al-
nuzul, yaitu adanya suatu kasus atau peristiwa, adanya pelaku peristiwa, adanya tempat
peristiwa, dan adanya waktu peristiwa. Kualitas peristiwa, pelaku, tempat dan waktu
perlu diidentifikasi dengan cermat guna menerapkan ayat-ayat itu pada kasus lain di
tempat dan waktu yang berbeda.11 Tapi hal ini bukan berarti manusia harus mencari
apalagi meraba-raba asbab al-nuzûl bagi setiap ayat, karena Al-Qur‟an itu tidak selalu
turun sesuai dengan kejadian dan keadaan, atau dengan munculnya pertanyaan. Banyak
ayat Al-Qur‟an yang turun secara ibtidâ’ (tanpa adanya sebab yang menuntut turunnya
sebuah ayat) dengan menerangkan mengenai akidah, hakikat iman, pokok-pokok dasar
agama Islam, dan lain sebagainya. 12

B. Fungsi Asbabun Nuzul Dalam Penafsiran Al-Quran

Ada beberapa fungsi yang dapat diambil dari mengetahui sababun nuzul diantaranya
ialah:
1. Mengetahui sisi-sisi positif (hikmah) yang mendorong atas pensyariatan hukum,
dan ini bermanfaat bagi orang yang beriman dan orang yang tidak beriman.
Adapun bagi orang yang beriman maka akan bertambah imannya dan
timbul keinginan yang kuat untuk melaksanakan hukum-hukum Allah SWT, dan
mengamalkan ayat-ayat al-Qur`an, setelah nampak baginya kemaslahatan-
kemaslahatan dan keistimewaan-keistimewaan dari persyariatan hukum Islam
dan untuk inilah al-Quran diturunkan. Sedangkan orang kafir maka hikmah-
hikmah yang terdapat pada pensyariatan hukum itu akan mengantarkannya
kepada beriman, jika ia mau insaf (sadar) ketika dia mengetahui bahwa
pensyariatan hukum Islam ini datang untuk menjaga kemaslahatankemaslahatan
manusia, bukan untuk menjerumuskannya dan menghukumnya. Sebagai contoh
pensyari`atan hukum Islam yang secara bertahap dalam pengharaman khamr. 13

11
Ibid, hlm. 78.
12
Khalid ibn Utsman Al-Sabt. (2005). Jilid 1. hlm. 53.
13
Muhammad Abdul Azhim az-Zarqaniy, Manahilul `Irfan fi `Ulum al-Qur`an, hlm. 91
6

2. Mengkhususkan hukum bagi siapa yang berpegang dengan kaidah: "bahwasanya


ungkapan (teks) Al-quran itu didasarkan atas kekhususan sebab.
3. Kenyataan menunjukkan bahwa adakalanya lafal dalam ayat Al-Quran itu
bersifat umum, namun membutuhkan pengkhususan yang pengkhususannya itu
sendiri justru terletak pada pengetahuan tentang sabab turun ayat itu.14
4. Memastikan makna ayat Al-Qur`an15 dan menghilangkan kerancuan maknanya.
16

Contoh, dalam hadis shahih: dari Marwan bin Hikam bahwasanya dia
mengutus seseorang kepada Ibnu Abbas lalu menanyakannya: jika semua orang
bahagia dengan nikmat yang ia dapatkan (fariha bima utiya) dan suka dipuji atas
apa yang tidak ia lakukan (ahabba an yuhmada bima lam yaf`al) akan disiksa
sungguh kita semua tentu akan disiksa ? maka Ibnu Abbas menjawab: ayat ini
turun tentang ahli kitab. Kemudian beliau membaca ayat 187-188 :

ُ‫اس َواَل تَ ْكتُ ُم ْونَهٗۖ فَنَبَ ُذ ْوه‬ َ ‫َواِ ْ[ذ اَ َخ َذ هّٰللا ُ ِم ْيثَا‬
َ ‫ق الَّ ِذي َْن اُ ْوتُوا[ ْال ِك ٰت‬
ِ َّ‫ب لَتُبَيِّنُنَّهٗ لِلن‬
‫س َما يَ ْشتَر ُْو َن اَل تَحْ َسبَ َّن‬ َ ‫َو َر ۤا َء ظُه ُْو ِر ِه ْم َوا ْشتَ َر ْوا[ بِ ٖه ثَ َمنًا قَلِ ْياًل ۗ فَبِ ْئ‬
‫الَّ ِذي َ[ْن يَ ْف َرح ُْو َن بِ َمٓا اَتَ ْوا َّوي ُِحب ُّْو َن اَ ْن يُّحْ َم ُد ْوا بِ َما لَ ْم يَ ْف َعلُ ْوا فَاَل تَحْ َسبَنَّهُ ْم‬
‫ب َولَهُ ْم َع َذابٌ اَلِ ْي ٌم‬ ِ ۚ ‫از ٍة ِّم َن ْال َع َذا‬
َ َ‫بِ َمف‬
“dan (ingatlah), ketika Allah mengambil janji Dari orang-orang yang telah diberi kitab
(yaitu): “Hendaklah kamu menerangkan isi Kitab itu kepada manusia, dan jangan
kamu Menyembunyikannya,” lalu mereka Melemparkan janji itu ke belakang punggung
Mereka dan mereka menukarnya dengan harga Yang sedikit. Amatlah buruknya
tukaran yang Mereka terima. Janganlah sekali-kali kamu Menyangka, hahwa orang-
orang yang gembira Dengan apa yang telah mereka kerjakan dan Mereka suka supaya
dipuji terhadap perbuatan Yang belum mereka kerjakan janganlah kamu Menyangka
bahwa mereka terlepas dari siksa, Dan bagi mereka siksa yang pedih.”

14
Badruddin Muhammad bin Abdillah az-Zarkasyiy, al-Burhan fi `Ulum al-Qur`an, hlm. 46/ Jalaluddin
Abdurrahan bin Abi Bakr as-Suyuthiy, al-Itqan fi Ulum al-Qur`an, hlm.48
15
Badruddin Muhammad bin Abdillah az-Zarkasyiy, al-Burhan fi `Ulum al-Qur`an, hlm.45
16
Badruddin Muhammad bin Abdillah azZarkasyiy, al-Burhan fi `Ulum al-Qur`an, hlm. 50.
7

Ibnu Abbas mengatakan: “mereka (ahli kitab) ketika ditanya oleh Nabi
Muhammad SAW tentang sesuatu lalu Mereka menyembunyikannya (jawaban Yang
sebenarnya), dan mereka Mengatakan yang lain. Lalu mereka pergi Dengan bangga
setelah menjawab yang Tidak ditanyakan kepada mereka, mereka Bersikap riya` dan
menginginkan pujian Dengan jawaban itu, dan merasa gembira Dengan
menyembunyikan jawaban Sebenarnya.17
5. Menghilangkan kerancuan dari pembatasan hukum (daf`u tawahhum al-Hashr).
Firman Allah SWT dalam surat al-An`am ayat 145:

ْ ‫ض َوهُ َو ي‬
‫ُط ِع ُم َواَل‬ ْ‫ر‬ َ ‫اْل‬‫ا‬ ‫و‬ ‫ت‬ ‫و‬ٰ ٰ‫م‬ َّ
‫س‬ ‫ال‬ ‫ر‬ ‫اط‬ َ ‫ف‬ ‫ا‬ً ّ ‫ي‬ ‫ل‬‫و‬ ُ
‫ذ‬ ‫خ‬ َّ ‫ت‬َ ‫ا‬ ‫قُلْ اَ َغ ْير هّٰللا‬
ِ َ ِ ِ ِ ِ َ ِ ِ َ
‫ت اَ ْن اَ ُك ْو َن اَ َّو َل َم ْن اَ ْسلَ َم َواَل تَ ُك ْونَ َّن ِم َن‬ ُ ْ‫ُط َع ُم ۗ قُلْ اِنِّ ْْٓ[ٓي اُ ِمر‬ ْ ‫ي‬
‫ْال ُم ْش ِر ِكي َْن‬
“Katakanlah: "Tiadalah aku peroleh dalam wahyu yang diwahyukan kepadaku, sesuatu
yang diharamkan bagi orang yang hendak memakannya, kecuali kalau makanan itu
bangkai, atau darah yang mengalir atau daging babi - karena sesungguhnya semua itu
kotor - atau binatang yang disembelih atas nama selain Allah. Barangsiapa yang
dalam keadaan terpaksa, sedang dia tidak menginginkannya dan tidak (pula)
melampaui batas, maka sesungguhnya Tuhanmu Maha Pengampun lagi Maha
Penyayang".
Dalam ayat tersebut Allah menyebutkan secara eksplisit mengenai keharaman
bangkai, darah, daging babi dan binatang yang disembelih karena selain Allah. Ini tidak berarti
hanya empat hal ini saja yang diharamkan. Karena jika dilihat sabab Nuzulnya, pembatasan
bukanlah tujuan turunnya ayat. Ayat ini turun sebagai reaksi terhadap perilaku orang-orang
kafir yang memutar balikkan ketentuan Allah dengan menghalalkan apa yang Allah haramkan
dan mengharamkan apa yang Allah halalkan. Sebagaimana Imam Syafi`i mengatakan bahwa
makna ayat ini adalah orang-orang kafir yang mengharamkan apa yang telah Allah halalkan

17
Badruddin Muhammad bin Abdillah az-Zarkasyiy, al-Burhan fi `Ulum al-Qur`an, hlm. 50-51/ Jalaluddin
Abdurrahan bin Abi Bakr as-Suyuthiy, al-Itqan fi Ulum al-Qur`an, hlm.48-49/ Subhi As- Shalih, Membahas
Ilmu-ilmu Al-Qur`an, Penerjemah Tim Pustaka Firdaus, Cet.10 (Jakarta: Pustaka Firdaus, 2008), hlm.170-
171
8

dan menghalalkan apa yang telah Allah haramkan, ayat ini turun untuk menantang tujuan
mereka.18
6. Mengetahui suatu ayat diturunkan kepada siapa, sehingga tidak terjadi keraguan yang
mengakibatkan penuduhan terhadap orang yang tidak bersalah dan membebaskan
tuduhan terhadap orang yang bersalah. Marwan mengatakan: sesungguhnya dialah
(Abdurrahman bin Abu Bakar) orang yang dimaksudkan ayat 17 surat al-Ahqaf :

‫ف لَّ ُك َمٓا‬
ٍّ ُ‫َوالَّ ِذيْ قَا َل لِ َوالِ َد ْي ِه ا‬

“dan orang yang berkata kepada dua orang ibu bapaknya: "Cis bagi kamu keduanya”.
Aisyah menolak tuduhan itu dan menjelaskan sabab Nuzulnya. `Aisyah pun
berkata: “Marwan telah berdusta, Demi Allah, bukan dia yang dimaksud dengan ayat
itu, kalau seandainya aku ingin menyebutkannya maka aku akan sebutkan siapa
namanya” sampai akhir kisah.19
7. Memudahkan untuk menghafal, memahami dan memantapkan wahyu dalam
benak setiap orang yang mendengarnya, jika ia mengetahui sebab turunnya.
Karena hubungan sebab dan akibat, hukum dan peristiwa, peristiwa dan
pelaku, masa dan tempatnya, semua itu merupakan faktor-faktor penguat
dalam ingatan.
Berdasarkan fungsi-fungsi yang telah diuraikan diatas maka dapatlah
dipahami bahwa sabab Nuzul sangatlah urgen diketahui oleh mufassir
maupun bagi orang-orang yang hendak memahami makna ayat-ayat al-
Qur`an khususnya ayat-ayat yang memiliki sabab nuzul.

C. Metode Mengetahui Asbabun Nuzul

Menurut kesepakatan ulama’ ada dua metode guna mengetahui asbabun nuzul yakni
berpegang pada riwayat hadits Nabi dari sahabat-sahabat yang tsiqah, dlabith dan ‘adil.

18
Badruddin Muhammad bin Abdillah az-Zarkasyiy, al-Burhan fi `Ulum al-Qur`an, hlm. 46-47/ Jalaluddin
Abdurrahan bin Abi Bakr as-Suyuthiy, al-Itqan fi Ulum al-Qur`an, hlm.49
19
Muhammad Abdul Azhim az-Zarqaniy, Manahilul `Irfan fi `Ulum al-Qur`an, hlm.95
9

Metode kedua yakni mendengar langsung dari siapa yang menyaksikan peristiwa
turunnya ayat Al-Qur’an.

Untuk saat ini metode pertamalah yang dapat digunakan untuk mengetahui peristiwa
sebab turunnya suatu wahyu. Sedangkan metode kedua hanya bisa digunakan oleh
sahabat awal yang menyaksikan peristiwa turunnya suatu wahyu.20

D. Redaksi Asbabun Nuzul


Ungkapan-ungkapan yang di gunakan oleh para sahabat untuk menunjukkan
turunnya al-qur’an tidak selamanya sama. Ungkapan-ungkapan itu secara garis besar di
kelompokkan dalam dua kategori, yaitu:

a. Sarih (jelas)
Ungkapan riwayat “sarih” yang memang jelas menunjukkan asbab annuzul
dengan indikasi menggunakan lafadz (pendahuluan).
“sebab turun ayat ini adalah...”
“telah terjadi..... maka turunlah ayat…..”
“rasulullah saw pernah di tanya tentang ....... maka turunlah ayat…..”
Contoh lain pada Q.S. Al-Maidah ayat 5 yang berbunyi:

[َ [‫يَ[[[ ا[ أَ[ ُّي[ هَ[[[ا[ ا[لَّ[ ِذ[ ي[ َ[ن[ آ[ َم[ نُ[[[و[ا[ اَل تُ[ ِح[ لُّ[ و[ا‬
‫ش[[ َع[ ا[ئِ[ َر[ هَّللا ِ[ َو[ اَل‬
[َ [‫ي[ َو[ اَل ا[ ْل[ قَ[اَل ئِ[ َد[ َ[و[ اَل آ[ ِّم[ ي[ َ[ن[ ا[ ْل[ بَ[ ْي‬
[‫ت‬ [َ [‫ا[ل[ َّش[ ْه[ َ[ر[ ا[ ْل[ َ[ح[ َ[ر[ ا[ َم[ َو[ اَل ا[ ْل[ هَ[ ْد‬
[ْ [‫[ض[[[ اًل ِم[ ْ[ن[ َر[ بِّ[ ِه[ ْم[ َ[و[ ِر‬
[‫[ض[[[ َو[ ا[ن[ً ا[ ۚ[ َو[ إِ[ َذ[ ا‬ [ْ [َ‫ا[ ْل[ َح[[[[ َ[ر[ ا[ َم[ يَ[ ْب[ تَ[ ُغ[[[[ و[ َ[ن[ ف‬
[‫ش[[[[ نَ[[آ ُ[ن[ قَ[[[[[ ْ[و[ ٍ[م[ أَ[ ْ[ن‬
[َ [‫[ص[[[[ طَ[ ا[ ُد[ و[ا[ ۚ[ َ[و[ اَل يَ[ ج[ْ[[[[ ِر[ َم[ نَّ[ ُك[ ْم‬ [ْ ‫َ[ح[ لَ[ ْل[ تُ[ ْم[ فَ[ ا‬
[‫ص [ ُّد[ و[ ُك[ ْم[ َع[ ِ[ن[ ا[ ْل[ َم[ ْ[س [ ِج[ ِد[ ا[ ْل[ َح[[ َ[ر[ ا[ ِ[م[ أَ[ ْ[ن[ تَ[ ْع[ تَ[ [ ُد[ و[ا[ ۘ[ َو[ تَ[ َع[[ ا[ َو[ نُ[و[ا‬ [َ
[‫َع[ لَ[ ى[ ا[ ْل[ بِ[[[[[[[ ِّر[ َو[ ا[ل[تَّ[ ْق[[[[[[[ َو[ ٰ[ى[ ۖ[ َ[و[ اَل تَ[ َع[[[[[[[ ا[ َ[و[ نُ[و[ا[ َع[ لَ[ ى[ ا[إْل ِ[ ْث[ ِم‬
[ِ‫َو[ ا[ ْل[ ُع[ ْد[ َو[ ا[ ِ[ن[ ۚ[ َو[ ا[تَّ[قُ[و[ا[ هَّللا َ[ ۖ[ إِ[ َّن[ هَّللا َ[ َش[ ِد[ ي[ ُد[ ا[ ْل[ ِ[ع[ قَ[ ا[ب‬

20
Laila, M. (2020, Oktober 5). Pusilpen. Diambil kembali dari Pusat Ilmu Pengetahuan:
https://www.pusatilmupengetahuan.com/makna-nuzulul-quran-dan-asbabun-nuzul.
10

Artinya: Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu melanggar syi'ar-syi'ar


Allah, dan jangan melanggar kehormatan bulan-bulan haram, jangan (mengganggu)
binatang-binatang had-ya, dan binatang-binatang qalaa-id, dan jangan (pula)
mengganggu orang-orang yang mengunjungi Baitullah sedang mereka mencari kurnia
dan keridhaan dari Tuhannya dan apabila kamu telah menyelesaikan ibadah haji, maka
bolehlah berburu. Dan janganlah sekali-kali kebencian(mu) kepada sesuatu kaum
karena mereka menghalang-halangi kamu dari Masjidilharam, mendorongmu berbuat
aniaya (kepada mereka). Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan)
kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan
pelanggaran. Dan bertakwalah kamu kepada Allah, sesungguhnya Allah amat berat
siksa-Nya. (Q.S. Al-Maidah: 2)

Asbab an-nuzul dari ayat ini; ibnu jarir mengetengahkan subuah hadits dari
ikrimah yang telah bercerita,” bahwa hatham bin hindun al-bakri datang kemadinah
bersrta kafilahnya yang membawa bahan makanan. Kemudian ia menjualanya lalu ia
masuk ke madinah menemui nabi saw.; setelah itu ia membaiatnya masuk islam.
Tatkala ia pamit untuk keluar pulang, nabi memandangnya dari belakang kemudian
beliau bersabda kepada orang-orang yang ada di sekitarnya, ‘sesungguhnya ia telah
menghadap kepadaku dengan muka yang bertampang durhaka, dan ia pamit dariku
dengan langkah yang khianat. Tatkala al-bakri sampai di yamamah, ia kembali murtad
dari agama islam. Kemudian pada bulan dhulkaidah ia keluar bersama kafilahnya
dengan tujuan makkah. Tatkala para sahabat nabi saw. Mendengar beritanya, maka
segolongan sahabat nabi dari kalangan kaum muhajirin dan kaun ansar bersiapsiap
keluar madinah untuk mencegat yang berada dalam kafilahnya itu. Kemudian Allah
SWT. Menurunkan ayat,’ hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu melanggar
shiar-shiar Allah... (QS. Al-Maidah: 2), kemudian para sahabat mengurungkan niatnya
(demi menghormati bulan haji itu).21

Hadits serupa ini di kemukakan pula oleh asadiy.” Ibnu abu khatim
mengetengahkan dari zaid bin aslam yang mengatakan, bahwa rasulullah saw. Bersama
para sahabat tatkala berada di hudaibiah, yaitu sewaktu orang-orang musyrik mencegah
mereka untuk memasuki bait al-haram peristiwa ini sangat berat dirasakan oleh mereka,
kemudian ada orang-orang musyrik dari penduduk sebelah timur jazirah arab untuk
21
Qamaruddin Shaleh, M. D. (2004). Asbabun Nuzul. Bandung: Diponegoro.
11

tujuan melakukan umroh. Para sahabat nabi saw. Berkata, marilah kita halangi mereka
sebagaimana(teman-teman mereka) merekapun menghalangi sahabat-sahabat kita.
Kemudian Allah Swt. Menurunkan ayat, ”janganlah sekali-kali mendorongmu berbuat
aniaya kepada mereka...” (QS. Al-Maidah: 2).

b. Muhtamilah (masih kemungkinan atau belum pasti)

Ungkapan “mutammimah”adalah ungkapan dalam riwayat yang belum dipastikan


asbab an-nuzul karena masih terdapat keraguan. Hal tersebut dapat berupa ungkapan
sebagai berikut:

...“ayat ini diturunkan berkenaan dengan ...”

“saya kira ayat ini diturunkan berkenaan dengan ...........”

“saya kira ayat ini tidak diturunkan kecuali berkenaan dengan.....”

Contohnya pada Q.S. Al-Baqarah ayat 223:

[ۖ [‫ث[ لَ[ ُك[ ْم[ فَ[أْ[ تُ[و[ا[ َ[ح[ ْ[ر[ ثَ[ ُك[ ْم[ أَ[نَّ[ ٰ[ى[ ِ[ش[ ْئ[ تُ[ ْم‬
[ٌ [‫نِ[ َس[ ا[ ُؤ[ ُك[ ْم[ َح[ ْ[ر‬
[‫َ[و[ قَ[ ِّد[ ُم[ و[ا[ أِل َ[ ْن[ فُ[ ِ[س[ ُك[ ْم[ ۚ[ َو[ ا[تَّ[قُ[و[ا[ هَّللا َ[ َو[ ا[ ْع[ لَ[ ُم[ و[ا[ أَ[نَّ[ ُك[ ْم‬
[‫ُم[ اَل قُ[و[هُ[ ۗ[ َ[و[ بَ[ ِّش[ ِر[ ا[ ْل[ ُم[ ْ[ؤ[ ِم[ نِ[ ي[ َ[ن‬
Artinya: “Isteri-isterimu adalah (seperti) tanah tempat kamu bercocok tanam, maka
datangilah tanah tempat bercocok-tanammu itu bagaimana saja kamu kehendaki. Dan
kerjakanlah (amal yang baik) untuk dirimu, dan bertakwalah kepada Allah dan
ketahuilah bahwa kamu kelak akan menemui-Nya. Dan berilah kabar gembira orang-
orang yang beriman. (QS Al-Baqarah [2]: 223)

Asbab an-nuzul dari ayat berikut ;dalam sebuah riwayat yang dikeluarkan oleh
abu daud dan hakim, dari ibnu abbas di kemukakan bahwa penghuni kampung di sekitar
yatsrib (madinah), tinggal berdampingan bersama kaum yahudi ahli kitab. Mereka
menganggap bahwa kaum yahudi terhormat dan berilmu, sehingga mereka banyak
12

meniru dan menganggap baik segala perbuatannya.Salah satu perbuatan kaum yahudi
yang di anggap baik oleh mereka ialah tidak menggauli istrinya dari belakang. 22

Adapun penduduk kamping sekitar quraish (makkah) menggauli istrinya dengan


segala keleluasannya. Ketika kaum muhajirin (orang makkah) tiba di madinah salah
seorang dari mereka kawin dengan seorang wanita ansar (orang madinah). Ia berbuat
seperti kebiasaannya tetapi di tolak oleh istrinya dengan berkata: “kebiasaan orang sini,
hanya menggauli istrinya dari muka.” Kejadian ini akhirnya sampai pada nabi saw,
sehingga turunlah ayat tersebut di atas yang membolehkan menggauli istrinya dari
depan, balakang, atau terlentang, asal tetap di tempat yang lazim.23

E. Jenis-Jenis Asbabun Nuzul


Mengenai jenis-jenis asbab al-nuzul dapat dikategorikan dalam beberapa
bentuk sebagai berikut:

1) Sebagai tanggapan atas suatu peristiwa umum

Bentuk sebab turunnya ayat sebagai tanggapan terhadap suatu peristiwa,


misalnya riwayat Ibn Abbas bahwa Rasulullah pernah ke al-Bathha, dan ketika turun
dari gunung beliau berseru: “Wahai para sahabat, berkumpullah!” ketika melihat orang-
orang Quraisy yang juga ikut mengelilinginya, maka beliau pun bersabda: “apakah
engkau akan percaya, apabila aku katakana bahwa musuh tengah mengancam dari balik
punggung gunung, dan mereka bersiap-siap menyerang, entah di pagi hari ataupun di
petang hari?” mereka menjawab: Ya, kami percaya, wahai rasulullah! Kemudian nabi
melanjutkan, “dan aku akan jelaskan kepadamu tentang beberapa hukuman,” maka Abu
Lahab berkata: “apakah hanya beberapa masalah seperti ini engkau kumpulkan kami,
wahai Muahammad?” Maka Allah kemudian menurunkan QS. al-Lahab (111): 1-5,
yaitu:

22
Suaidi, P. (2016). Asbabun Nuzul: Pengertian, Macam-Macam, Redaksi dan Urgensi. Almufida,
115-118.

23
as-Suyuthi, J. (2008). Asbabun Nuzul, Alih Bahasa oleh Tim Abdul Hayyie, Sebab-Sebab
Turunnya Al-Qur’an. Jakarta: Gema Insani.
13

“Binasalah kedua tangan Abu Lahab dan sesungguhnya dia akan binasah.
Tidaklah berpaedah kepadanya harta bendanya dan apa yang ia usahakan. Kelak dia
akan masuk ke dalam api yang bergejolak. Dan (begitu pula) istrinya, pembawa kayu
baker. Yang dilehernya ada tali dari sabut.”

2) Sebagai tanggapan atas suatu peristiwa Khusus

Sebagai sebab turunnya ayat sebagai tanggapan atas suatu peristiwa khusus
adalah turunnya QS. al-Baqarah (2): sebagaimana telah diuraikan terdahulu.

3) Sebagai jawaban terhadap pertanyaan kepada Nabi

Asbab al-nuzul lainnya ada dalam bentuk pertanyaan kepada Rasulullah, seperti
turunnya QS. al-Nisa’ (4): 11, yaitu:

“Allah mensyari’atkan bagimu tentang (pembagian pusaka untuk) anak-anakmu. Yaitu:


bahagian seorang anak lelaki sama dengan bahagian dua orang anak perempuan dan
jika itu semuanya perempuan lebih dari dua, maka bagi mereka dua pertiga dari harta
yang ditinggalkan.”

Ayat tersebut turun untuk memberikan jawaban secara tuntas terhadap


pertanyaan Jabir kepada Nabi, sebagaimana diriwayatkan Jabir:”Rasulullah dating
bersama Abu Bakar, berjalan kaki mengunjungiku (karena sakit) di perkampungan
Banu Salamah. Rasulullah saw menemukanku dalam keadaan tidak sadar, sehingga
beliau meminta agar disediakan, kemudian berwudhu, dan memercikkan sebagian pada
tubuhku. Lalu aku sadar, dan berkata: “Ya Rasulullah ! apakah yang Allah perintahkan
bagiku berkenaan dengan harta benda milikku ?” Maka turunlah ayat diatas.

4) Sebagai jawaban dari pertanyaan Nabi

Salah satu bentuk lain adalah Rasulullah saw. Mengajukan pertanyaan, seperti QS.
Maryam (19) : 64, yaitu :

“Dan tidaklah kami (jibril) turun, kecuali dengan perintah Tuhanmu. Kepunyaan-
Nyalah apa-apa yang ada dihadapan kita, apa-apa yang ada dibelakang kita dan apa-
apa yang ada diantara keduanya, dan tidaklah Tuhanmu lupa.”
14

Ayat tersebut turun untuk memberikan jawaban terhadap pertanyaan nabi,


sebagaimana diriwayatkan Ibn Abbas bahwa Rasululah bertanya kepada Malaikat Jibril,
“Apa yang menghalangi kehadiranmu, sehingga lebih jarang muncul ketimbang masa-
masa sebelumnya ?” Maka turunlah ayat diatas.

5) Sebagai tanggapan atas pertanyaan yang bersifat umum

Dalam bentuk lain, ayat-ayat al-Quran diturunkan dalam rangka memberi


petunjuk perihal pernyataan bersifat umum, yang muncul dikalangan sahabat Nabi,
seperti turunnya QS. al-Baqarah (2):222, yaitu:

“Mereka bertanya kepadamu tentang haidh. Katakanlah : “Haidh itu adalah suatu
kotoran”. Oleh sebab itu hendaklah kamu menjauhkan diri dari wanita diwaktu haidh:
dan janganlah kamu mendekati mereka, sebelum mereka suci. Apabila mereka telah
suci, maka campurilah mereka itu ditempat yang diperintahkan Allah kepadamu.
Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertaubat dan menyukai orang-orang
yang mensucikan diri.”

Ayat ini turun perihal pertanyaan yang bersifat umum dari kalangan sahabat
Nabi, sebagaimana diriwayatkan oleh Tsabit dari Anas bahwa dikalangan Yahudi,
apabila wanita mereka sedang haid, mereka tidak akan bersama wanita tersebut, atau
juga tidak tinggal serumah.Para sahabat yang mengetahui masalah itu kemudian
bertanya kepada Rasulullah saw. Tentang hal ini, maka turunlah ayat diatas.

6) Sebagai tanggapan terhadap orang-orang tertentu

Kadangkala ayat-ayat al-Quran turun untuk menanggapi keadaan tertentu atau


orang-orang tertentu, seperti turunnya QS. al-Baqarah (2):196, yaitu:

“Dan sempurnakanlah ibadah haji dan umrah Karena Allah. Jika kamu terkepung
(terhalang oleh musuh atau karena sakit), maka (sembelihlah) korban yang mudah
didapat, dan jangan kamu mencukur kepalamu, sebelum korban sampai ditempat
penyembelihannya. Jika ada diantaramu yang sakit atau ada gangguan dikepalanya
(lalu ia bercukur), maka wajiblah atasnya berfid-yah,yaitu: berpuasa atau bersedekah
atau berkorban.”
15

Ka’b ibn Ujrah meriwayatkan bahwa ayat diatas turun berkenaan dengan
pelaksanaan haji dan umrah. Jika ada seseorang yang merasa sakit aau ada gangguan
dikepala, maka diberikan kemudahan baginnya. Ka’b ibn Ujrah sendiri merasakan ada
masalah dengan kutu-kutu yang banyak kepalanya, lalu ia sampaikan kepada nabi, dan
nabi mejawab : Cukurlah rambutmu dan gantikanlah dengan berpuasa tiga hari, atau
menyembelih hewan kurban, atau memberi makan untuk enam orang miskin, untuk
masing-masing orang miskin satu sha.

7) Beberapa sebab tapi satu wahyu

Terkadang wahyu turun untuk menanggapi beberapa peristiwa atau sebab,


misalnya turunnya QS. At-Taubah (9): 113, yaitu:

“Tiadalah sepatutnya bagi nabi dan orang-orang yang beriman memintakan ampun
(kepada Allah) bagi orang-orang musyrik, walaupun orang-orang musyrik itu adalah
kaum kerabat (nya), sesudah jelas bagi meraka, bahwasanya orang-orang musyrik itu
adalah penghuni neraka jahanam.”

Ayat di atas turun untuk menanggapi peristiwa peristiwa wafatnya paman


Rasulullah saw. Abu Thalib, hingga Allah akan melarang hal tersebut. Dalam kisah
yang lain di ceritakan bahwa pada suatu saat para sahabat khususnya Umar ibn al-
Khattab menemukan Rasulullah meneteskan air mata ketika berziarah kubur. Rasul
menerangkan bahwa beliau sedang mengziarahi makam ibundanya, dan memohon
kepada Allah agar diperkenankan menziarahinya, dan memohon ampunan bagi ibunya.
Sebab itulah sehingga ayat tersebut diturunkan.

8) Beberapa wahyu tetapi satu sebab

Ada lagi beberapa ayat yang diturunkan untuk menanggapi satu peristiwa,
misalnya ayat-ayat diturunkan untuk menjawab pertanyaan yang diajukan Ummu
Salamah, yakni mengapa hanya lelaki saja yang disebut dalam al-Quran, yang diberi
ganjaran. Menurut Al-hakim dan Tarmidzi, pertanyaan itu menyebabkan turunnya tiga
ayat, yaitu: QS. al-Imran: 195, QS. al-Nisa: 32, QS. al-Ahzab: 35.24
24
Shihab, M. Q. (1999). Tafsir Al-Qur’an al-Karim: Tafsir atas Surat-surat Pendek Berdasarkan
Urutan Turunnya Wahyu. Bandung: Pustaka Hidayah.
16

F. Pandangan Ulama Tentang Asbabun Nuzul


Para ulama tidak sepakat mengenai kedudukan Asbab al-Nuzul. Mayoritas ulama
tidak memberikan keistimewaan khusus kepada ayat-ayat yang mempunyai riwayat
Asbab al-Nuzul, karena yang terpenting bagi mereka adalah apa yang tertera di dalam
redaksi ayat. Jumhur ulama kemudian menetapkan suatu kaidah yaitu:

“Yang dijadikan pegangan ialah keumuman lafal, bukan kekhususan sebab”.

Sedangkan minoritas ulama memandang penting keberadaan riwayat-riwayat


Asbab al-Nuzul di dalam memahami ayat. Golongan ini juga menetapkan suatu kaidah
yaitu:

“Yang dijadikan pegangan adalah kekhususan sebab, bukan keumuman lafal”.

Jumhur ulama berpendapat bahwa ayat-ayat yang diturunkan berdasarkan sebab


khusus tetapi diungkapkan dalam bentuk lafal umum, maka yang dijadikan pegangan
adalah lafal umum. Az-Zarkasyi dalam menghubungkan kekhususan sebab turunnya
suatu ayat dengan keumuman bentuk dan rumus kalimatnya. Dia mengatakan
“adakalanya sebab turunnya ayat bersifat umum. Ini untuk mengingatkan bahwa
didalam lafaz yang bersifat umum terdapat hal yang perlu diperhatikan. Sebagai contoh,
turunnya QS.Al-Maidah (5):38.

“Laki-laki yang mencuri dan perempuan yang mencuri, potonglah tangan keduanya
(sebagai) pembalasan bagi apa yang mereka kerjakan dan sebagai siksaan dari Allah.
Dan Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.”

Ayat ini turun berkenaan dengan pencurian sejumlah perhiasan yang dilakukan
seseorang pada masa nabi. Tetapi ayat ini menggunakan lafal am. Yaitu isim mufrad
yang dita’rifkan dengan alif lam (al) jinsiyyah. Mayoritas ulama memahami ayat
tersebut berlaku umum, tidak hanya kepada yang menjadi sebab turunnya ayat.

Sebaliknya, minoritas mempunyai sisi pandangan lain. Mereka berpegang


kepada kaidah kedua dengan alasan bahwa kalau yang dimaksud Tuhan adalah kaidah
lafal umum, bukan untuk menjelasakan suatu peristiwa atau serba khusus, mengapa
Tuhan menunda penjelasan-penjelasan hukum-Nya hingga terjadinya peristiwa tersebut.
17

Berbeda dengan pendapat mayoritas ulama yang menolak pendapat kedua


dengan alasan bahwa lafal umum ialah kalimat baru, dan hukum yang terkandung
didalamnya bukan merupakan hubungan kausal dengan peristiwa yang
melatarbelakanginya. Bagi kelompok ulama ini kedudukan Asbab al-Nuzul tidak terlalu
penting. Sebaliknya minoritas ulama menekankan pentingnya riwayat Asbab al-Nuzul
dengan memberikan contoh tentang Al-Baqarah (2):115, yaitu :

“Dan kepunyaan Allah-lah timur dan barat, maka kemanapun kamu menghadap
disitulah Wajah Allah. Sesungguhnya Allah Maha Luas (rahmat-Nya) lagi Maha
Mengetahui”.

Jika hanya berpegang pada redaksi ayat, maka hukum yang dipahami dari ayat
tersebut adalah tidak wajib menghadap kiblat pada waktu shalat, baik dalam keadaan
musafir aatu tidak. Pemahaman seperti ini jelas keliru karena bertentangan dengan dalil
lain dan ijma’ para ulama Akan tettapi dengan memperhatikan Asbab al-Nuzul ayat
tersebut, maka dipahami bahwa ayat itu bukan ditujukan kepada orang-orang yang
berada pada kondisi biasa atau bebas, tetapi kepada orang-orang yang karena sebab
tertentu tidak dapat menentukan arah kiblat.

Kaidah kedua lebih kontestual, tetapi persoalannya ialah tidak semua ayat-ayat
alquran mempunyai Asbab al-Nuzul jumlahnya sangat terbatas. Sebagian diantaranya
tidak shahih, ditambah lagi satu ayat kadang-kadang mempunyai dua atau lebih riwayat
Asbab al-Nuzul.25

Para ulama terdahulu banyak yang menemukan kesulitan dalam memahami


makna ayat sampai-sampai Al-Wahidi mengatakan : “Adapun dalam zaman kita dewasa
ini setiap orang suka mengada-ada mengenai agama, kami mengakui dan kami serukan
juga agar para ulama dewasa ini turut mengakui, bahwa betapapun kerasnya usaha kita
memperoleh riwayat yang benar dan dapat mengantarkan kita kepada pengetahuan yang
sesungguhnya tentang Asbāb al-nuzūl, kita tetap tidak akan dapat mengetahui semua
ayat Alquran yang turun karena ada hal-hal yang dapat dipandang sebagai Asbāb al-
nuzūl. 26Seperti itulah pentingnya untuk memahami Asbāb al-nuzūl guna menghimpun
keterangan secermat dan seluas mungkin setelah menyeleksi rawi-rawinya.
25
Muhammad al-Aruzi Abd Qadir, Masalah Takhsish al-‘Am bi al-Sabab, (t.p.; Jamiah Umm Al-Qur’an,
1983)
26
Subhi As-Shalih, Membahas Ilmu-Ilmu Alquran, (Jakarta: Pustaka Firdaus, 1990), 178.
18

Metode yang digunakan Al-Wahidi ini sangat hati-hati mengambil referensi


untuk dicantumkan ke dalam kitabnya. Pada setiap hadis dan pendapat yang ia tuangkan
memiliki landasan yang kuat dan dapat dipertanggung jawabkan. Dari semua hadis yang
ada, selain ia terima dari guru-gurunya juga tercantum dalam literatur-literatur klasik
sebelum eranya, baik dari kitab-kitab Tafsir, Hadith maupun Sejarah.27

Kritik Para Ulama terhadap konsep Al-Wahidi seperti Al-Subki berkata :


Tidaklah layak ia mendeskripsikannya dengan kemuliaan terhadap orang yang membuat
tidak nyaman dan enak. Kitab Haqāiqu al-Tafsīr ini menunjukkan bahwa telah banyak
komentar di dalamnya, disamping memang ia telah meringkasnya terhadap beberapa
penafsiran, dan posisi murninya akan muncul pada kata yang terlihat jelas.

Selain itu, Para Ulama kepada Imam Al-Wahidi memberikan pujian yang mulia
dan sebutan yang baik dari para ulama. Para ulama mendeskripsikan beliau sebagai
orang yang berilmu tinggi, modern dan bermartabat. Oleh karena itu, pujian-pujian
terhadap Al-Wahidi, sebagai berikut: Imam Subki berkata : Imam Abu Hasan Al-
Wahidi adalah salah seorang tokoh ahli tafsir di zamannya

27
Subhi As-Shalih, Membahas Ilmu-Ilmu Alquran, 1990, 169-170.
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Dari uraian di atas jelaslah bahwa al-Qur’ān adalah kalam (perkataan) Allah Swt.
yang diwahyukan kepada Nabi Muhammad Saw. melalui Malaikat Jibril dengan lafal
dan maknanya. Al-Qur’ān sebagai kitab Allah menempati posisi sebagai sumber
pertama dan utama dari seluruh ajaran Islam serta berfungsi sebagai petunjuk atau
pedoman bagi umat manusia dalam mencapai kebahagiaan hidup di dunia dan di
akhirat.

Asbabun nuzul ialah sesuatu yang karena sesuatu itu menyebabkan satu atau
beberapa ayat Al-Qur’an diturunkan yang berbicara tentangnya atau menjelaskan
hukumnya disaat sesuatu itu terjadi. Yang dimaksud dengan sesuatu itu sendiri ada
kalanya berbentuk kejadian atau pertanyaan yang diajukan kepada Rasulullah saw.

Asbabun Nuzul dinilai memiliki urgensi yang kuat, ini dapat diketahui dari para
mufassir yang memberikan perhatian terhadap asbab Nuzul dalam kitab-kitab mereka.
Dan banyak ulama yang menyatakan salah orang yang beranggapan bahwa Asbabun
Nuzul tidak penting karena mempelajarinya hanya bagaikan mengikuti peristiwa
sejarah. Padahal sebenarnya Asbabun Nuzul memiliki fungsi-fungsi yang banyak dan
utama dalam menafsirkan ayat Al-Qur`an. Seseorang mufassir tidak mungkin
mengetahui penafsiran suatu ayat Al-Quran tanpa bersandarkan kepada kisah dan
penjelasan sebab turunnya. Sedangkan menjelaskan sabab nuzul Al-Quran merupakan
cara yang kuat dalam memahami dan menafsirkan makna-makna ayat Al-Quran.

Adapun fungsi-fungsi Asbabun Nuzul, diantaranya:

1. Mengetahui sisi-sisi positif (hikmah) yang mendorong atas pensyariatan hukum.


2. Mengkhususkan hukum bagi siapa yang berpegang dengan kaidah: "bahwasanya
ungkapan (teks) Al-quran itu didasarkan atas kekhususan sebab.
20

3. Kenyataan menunjukkan bahwa adakalanya lafal dalam ayat Al-Quran itu


bersifat umum, namun membutuhkan pengkhususan yang pengkhususannya itu
sendiri justru terletak pada pengetahuan tentang sebab turun ayat itu.
4. Memastikan makna ayat Al-Qur`an dan menghilangkan kerancuan maknanya.
5. Menghilangkan kerancuan dari pembatasan hukum (daf`u tawahhum al-Hashr).
6. Mengetahui suatu ayat diturunkan kepada siapa, sehingga tidak terjadi keraguan
yang mengakibatkan penuduhan terhadap orang yang tidak bersalah dan
membebaskan tuduhan terhadap orang yang bersalah.

Memudahkan untuk menghafal, memahami dan memantapkan wahyu dalam benak


setiap orang yang mendengarnya.

B. Saran
Dengan disusunnya makalah Ulumul Qur’an tentang Asbabun Nuzul ini, penulis
mengharapkan pembaca dapat mengetahui kajian Ulumul Qur’an, untuk mengetahui
lebih jauh, lebih banyak, dan lebih lengkap tentang pembahasan Asbabun Nuzul,
pembaca dapat membaca dan mempelajari buku-buku dari berbagai pengarang, karena
penulisanya membahas garis besarnya saja tentang ulumul quran dan hanya membahas
lebih dalam tentang asbabun nuzul. Disini penulis menyadari bahwa dalam penulisan
makalah ini masih jauh dari sempurna, sehingga keritik dan saran yang membangun
untuk penulisan makalah-makalah selanjutnya sangat diharapkan.
21
DAFTAR PUSTAKA

., P. S. (2016). ASbabun Nuzul:Pengertian, Macam-macam,Redaksi dan Urgensi.


Almufida, hlm. 115-118.

al-Qattan, M. K. (2007). In Studi Ilmu-Ilmu Qur'an, terjemaah (p. hlm. 106). Bogor: Li-
era AntarNusa.

Al-Sabt, K. i. (2005). In Qawaid Al- Tafsir (p. hlm. 53). Jizah: Daru 'ibn Affan jilid 1.

al-Shalih, S. (1985). In Mahabits fi'ulum Al-Qur'an (p. hlm. 160). Beirut: Daru al-Lim
al-malayin.

Al-Suyuthi, J. (2009). In Al-itqan fi'ulum Al-Qur'an (p. hlm. 129). Kairo: Maktabah
Daru Al-Turats.

as-Shaleh, S. (1990). In Membahas Ilmu-ilmu Al-Qur'an (pp. 169-178). Jakarta: Pustaka


Firdaus.

az-Zarkasyiy, B. M. (1988). In al-Burhan fi'ulum al-Qur'an (pp. hlm. 45,46,50.). Beirut:


Dar al Fikr.

az-Zarqaniy, M. A. (1988). In Manahilul 'irfan fi'ulum Al-Qur'an (p. hlm. 91). Beirut:
dar al-Fikr.

Chirzin, M. (2003). In Al-Qur'an dan Ulumul Qur'an (p. hlm. 30). Yogyakarta: PT.
Dana Bhakti Prima Yasa.

D, Q. S. (2004). Asbabun Nuzul. Diponogoro: Cv. DIPONOGORO.

M, L. (2020, Oktober 5). Makna Nuzulul Qur'an dan Asbabun Nuzul. Retrieved from
Pusilpen: https://www.pusatilmupengetahuan.com/makna-nuzulul-quran-dan-
asbabun-nuzul.

Manjur, I. (1990). In Lisan al-Arab (p. hlm. 237). Beirut: Daru Sadir jilid 14.

Manzur, I. (1990). In Lisan al-Arab (pp. hlm. 100-101). Beirut: Daru Sadir jilid 7.
23

Qadir, M. a.-A. (1983). Masalah Takhsish al-'Am bi al-Sabab. T. tp: Jamiah Umm Al-
Qur'an .

Ridwan, K. (2002). In Ensiklopedia Islam (p. hlm. 132). Jakarta: PT Ichtiar Baru Van
Hoeve.

Shihab, M. Q. (1999). Tafsir Al-Qur'an al-karim: Tafsir atas Surat-surat Pendek


Berdasarkan Urutan Turunnya wahyu. Bandung: Pustaka Hidayah.

Suyuthi, J. A. (2008). Asabaub Nuzul , Alih Bahasa oleh Tim Abdul Hayyie, Sebab-
sebab Turunnya al-Qur'an. Jakarta: Gema Insani.

Zaini, A. (2014). Asbabun Nuzul dan Urgensinya dalam Memahami Al-Qur'an .


Hermeunetik , hlm. 3.

Anda mungkin juga menyukai