Anda di halaman 1dari 17

ASBAB AL-NUZUL

Makalah ini dibuat untuk memenuhi tugas mata kuliah Ulumul Qur’an
Dosen Pengampu: Dr. Fitriana, MA

Disusun Oleh:
Mayda Amalia Sari 11170340000055
Muhammad Azhar 11200340000014
Luqman Hakim 11200340000057
Qathrunnada Maulida 11200340000072

PROGRAM STUDI ILMU AL-QURAN DAN TAFSIR


FAKULTAS USHULUDDIN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2021
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh.

Puji syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT atas limpahan rahmat, taufik dan
inayah-Nya serta nikmat sehat, sehingga penyusunan makalah dapat selesai tepat waktu guna
memenuhi tugas mata kuliah Ulumul Qur’an. Shalawat serta salam selalu tercurahkan kepada
baginda Nabi Muhammad SAW dan semoga kita selalu berpegang teguh pada sunnahnya
Amiin.
Penulis membuat makalah dengan judul Asbab al-Nuzul. Dalam penyusunan makalah
ini tentunya hambatan selalu mengiringi namun atas bantuan, dorongan dan bimbingan dari
orang tua, dosen dan teman-teman akhirnya semua hambatan dalam penyusunan makalah ini
dapat teratasi.
Semoga makalah ini dapat memberikan manfaat dan sebagai sumbangsih pemikiran
khususnya untuk kami dan pembaca. Tidak lupa penulis mohon maaf apabila dalam
penyusunan makalah terdapat kesalahan baik dalam kosa kata ataupun isi dari keseluruhan
makalah ini. Penulis sadar bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna dan untuk itu
kritik dan saran sangat kami harapkan demi kebaikan penulis untuk kedepannya.

Wassalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh.

Jakarta, 10 Maret 2021

Penulis

1
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ......................................................................................................1


DAFTAR ISI ....................................................................................................................2
BAB I ................................................................................................................................3
PENDAHULUAN.............................................................................................................3
A. Latar belakang ......................................................................................................3
B. Rumusan Masalah ................................................................................................4
C. Tujuan ...................................................................................................................4
BAB II...............................................................................................................................5
PEMBAHASAN ...............................................................................................................5
A. Pengartian Asbab al-Nuzul ......................................................................................5
B. Ragam Asbab al-Nuzul ...........................................................................................6
C. Urgensi Asbab al-Nuzul ..........................................................................................7
D. Redaksi Asbab al-Nuzul ..........................................................................................8
E. Kaidah Asbab al-Nuzul ...........................................................................................9
F. Beragam Riwayat dalam Sabab al-Nuzul .............................................................. 11
G. Beragam Ayat Sementara Sabab al-Nuzul............................................................. 13
BAB III ........................................................................................................................... 15
PENUTUP ...................................................................................................................... 15
A. Kesimpulan .......................................................................................................... 15
B. Saran .................................................................................................................... 15
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................................... 16

2
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Asbabun Nuzul adalah salah satu ilmu yang harus dipelajari bagi seseorang yang
ingin menafsirkan Al-Qur'an. Pemahaman terhadapnya merupakan sebuah kemestian, agar
tidak terjadi kesalahan dalam menafsirkan ayat-ayat Allah. Pemahaman terhadap ilmu ini
juga akan memperkaya penafsir dalam menggali mukjizat-mukjizat Al-Qur'an.
Al-Wahidi berkata, "Tidak mungkin dapat mengetahui tafsir sebuah ayat tanpa
mengetahui kisah dan sebab turunnya."
Ibnu Daqiqil led berkata, "Penjelasan terntang sebab turunnya ayat merupakan cara
yang ampuh untuk memahami makna-makna Al-Qur'an."
Ibnu Taimiyyah berkata, "Pengetahuan tentang sebab turunnya ayat membantu
memahami kandungan ayat tersebut. Karena dengan mengetahui sebab turunnya ayat,
seseorang dapat mengetahui akibat yang merupakan buah dari sebab tersebut. Beberapa
orang dari kalangan salaf tidak jarang mengalami kesulitan dalam memahami makna-
makna ayat Al-Qur'an. Namun ketika mereka mengetahui sebab turunnya ayat tersebut,
sirnalah kesulitan yang menghalangi pemahaman mereka." Al-Wahidi berkata, "Tidak
boleh berbicara tentang sebab turunnya ayat-ayat A-Qur'an, kecuali dengan periwayatan
yang dinukil dari mereka yang menyaksikan saat turunnya ayat, mengetahui sebab-sebab
turunnya, dan meneliti ilmunya."
Sebagian kecil ilmuwan Muslim memang ada yang tidak memandang penting ilmu
sabab nuzul (background penurunan ayat-ayat Al-Qur'an) dalam menafsirkan Al-Qur'an.
Tanpa sabab nuzul, kata mereka, tidak ada halangan untuk menafsirkan Al-Qur'an. Dengan
kalimat lain, seseorang dimungkinkan menafsirkan Al-Qur'an tanpa harus melengkapi
dirinya dengan ilmu tentang sebab-sebab turun ayat Al-Qur'an.
Berbeda dengan pendapat di atas, kebanyakan mufassir apa pun aliran/mazhab
tafsir yang dianut dan metode penafsiran yang digunakan mereka, semuanya mengakui
peran dan urgensi ilmu sabab nuzul dalam menafsirkan Al-Qur'an. Kehadiran ilmu sabab
nuzul bagi mufassir, bukan sebagai pelengkap apalagi hanya pelengkap penderita yang
tidak memiliki arti apa pun, melainkan justru akan lebih memperdalam penghayatan dan
wawasan penafsiran Al-Qur'an. Bahkan, menyangkut penafsiran ayat-ayat tertentu, sabab
nuzul bisa membentengi mufassir dari kemungkinan menghasilkan penafsiran al-Qur'an
yang salah dan berakibat fatal.

3
B. Rumusan Masalah
1. Apakah definisi dari Asbab al-Nuzul?
2. Apa saja macam atau ragam dari Asbab al-Nuzul?
3. Apa saja urgensi dalam memahami Asbab al-Nuzul?
4. Bagaimana redaksi Asbab al-Nuzul?
5. Bagaimana kaidah dalam mengetahui Asbab al-Nuzul?
6. Apa saja ragam riwayat dalam Sabab al-Nuzul?
7. Apa saja ragam ayat sementara Sabab al-Nuzul?
C. Tujuan
Tujuan penulisan makalah ini adalah untuk menambah wawasan tentang Asbab
Al-Nuzul, macam-macam riwayat serta urgensi atau pentingnya Asbab al-Nuzul dalam
menafsirkan Al-Qur’an. Sehingga lebih memudahkan kita dalam memahami suatu ayat.

4
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Asbab Al-Nuzul


Kata Asbab al-Nuzul (‫ )أسباب النزول‬terdiri atas kata asbab (‫ )أسباب‬dan nuzul (‫)النزول‬.
Asbab adalah kata jamak (plural) dari kata mufrad (tunggal), sabab yang secara etimologis
berarti sebab, alasan, illat (dasar logis), perantaraan, wasilah, pendorong (motivasi), tali
kehidupan, persahabatan, hubungan kekeluargaan, kerabat, asal dan jalan. Yang dimaksud
degan nuzul disini ialah penurunan al-Qur’an dari Allah Swt. kepada Nabi Muhammad
Saw. melalui perantaraan malaikat Jibril. Karena itu, istilah lengkap asalnya ialah Asbab
Nuzulil-Qur’an yang berarti sebab sebab-sebab turun al-Qur’an. Namun demikian, dalam
istilah teknis keilmuan lazim dikenal dengan sebutan asbab/sababan-nuzul saja, tanpa
menyertakan kata al-Qur’an karena sudah dikenal luas pengertian dan maksudnya. 1
Sedangkan menurut istilah, asbab al-nuzul didefinisikan secara beragam oleh ahli
Ulu al-Qur’an, diantaranya:2
1. Muhammad ‘Abdul ‘Azhim Al-Zarqani
“Asbab al-nuzul adalah hal khusus atau sesuatu yang terjadi serta berhubungan dengan
turunnya ayat al-Qur’an yang berfungsi sebagai penjelas hukum pada saat peristiwa itu
terjadi.”
2. Muhammad ‘Ali Al-Shabuni
“Asbab al-nuzul adalah peristiwa atau kejadian yang menyebabkan turunnya satu atau
beberapa ayat mulia yang berhubungan dengan peristiwa dan kejadian tersebut, baik
berupa pertanyaan yang diajukan kepada Nabi atau kejdian yang berkaian dengan
urusan agama.”
3. Subhi al-Shalih
“Asbab al-nuzul adalah sesuatu yang menjadi sebab turunnya satu ayat atau beberapa
ayat al-Qur’an yang terkadang menyiratkan suatu peristiwa sebagai jawaban atasnya
atau sebagai penjelas terhadap hukum-hukum ketika peristiwa itu terjadi.”

1
Muhammad Amin Suma, Ulumul Qur’an, (Depok: PT Raja Grafindo Persada, 2014), hal. 204
2
Dr. Zainal Arif, MA, Ulum Al-qur’an (Cara Memahami Kandungan Al-Qur’an), (Serang: Pustaka Getok Tular,
2017), hal. 109-110

5
Sedangkan menurut Manna Khalil Al-Qattan, Asbab al-nuzul didefinisikan sebagai
“Sesuatu hal yang karenanya al-Qur’an diturunkan untuk menerangkan status (hukum)nya,
pada masa hal itu terjadi, baik berupa peristiwa maupun pertanyaan.”3
Setelah diselidiki, sebab turunnya sesuatu ayat itu berkisar pada dua hal; pertama,
bila terjadi suatu peristiwa, maka turunlah ayat al-Qur’an mengenai peristiwa itu; kedua,
bila Rasulullah ditanya tentang suatu hal, maka turunlah ayat al-Qur’an menerangkan
hukumnya.
Tetapi hal itu tidak berarti bahwa setiap orang harus mencari sebab turun setiap
ayat, karena tidak semua ayat al-Qur’an diturunkan karena timbul suatu peristiwa dan
kejadian, atau karena suatu pertanyaan. Tetapi ada diantara ayat al-Qur’an yang diturunkan
sebagai permulaan, tanpa sebab, mengenai akidah iman, kewajiban Islam dan Syariat Allah
dalam kehidupan pribadi dan sosial. Al-Ja’bari menyebutkan: ”Al-Qur’an dalam dua
kategori: yang turun tanpa sebab, dan yang turun karena suatu peristiwa atau pertanyaan.”4
Dan tidak diperkenankan membicarakan Asbabun Nuzul, kecuali dengan
mengetahui riwayat dan mendengar dari mereka yang menyaksikan proses dan sebab-sebab
turunnya al-Qur’an, melakukan kajian secara sungguh-sungguh dan mendalam.
Terdapat ancaman syara’, berupa neraka, bagi orang bodoh yang membicarakan
masalah ini tanpa didasari ilmu dan perangkat yang memadai. Seperti dalam hadis Nabi
dari Ibnu Anas, ia berkata: “Rasulullah Saw. pernah bersabda, “takutlah (berhati-hatilah)
membicarakan hadis, kecuali apa yang telah kamu ketahui. Karena sesungguhnya
barangsiapa sengaja berdusta mengatasnamakan aku, maka hendaklah ia menempati
tempatnya di neraka. Barangsiapa yang berbohong mengenai al-Qur’an
mengatasnamakan aku, tanpa ilmu, maka hendaklah ia benar-benar menempati tempatnya
di neraka.””5

B. Ragam Asbab Al-Nuzul


Dari segi jumlah sebab dan ayat yang turun, asbab al-nuzul dapat digolongkan
sebagai berikut:
a. Ta’adud Al-Asbab Wa An-Nazil Wahid

3
Manna Khalil Al-Qattan, Studi Ilmu-Ilmu Al-qur’an, Terj. Drs. Mudzakir AS, cet. 16, (Jakarta: PT. Pustaka Litera
AntarNusa, 2013), hal. 110
4
Manna Khalil Al-Qattan, Studi Ilmu-Ilmu Al-qur’an, hal. 109
5
Al-Wahidi an-Naisaburi, Asbabun Nuzul, Sebab-Sebab Turunnya Ayat-Ayat al-Qur’an, Terj. Moh. Syamsi,
M.Pd. I, (Surabaya: Amelia Surabaya, 2014), hal. 11

6
Yaitu ayat yang turun untuk menanggapi beberapa peristiwa atau sebab,
contohnya pada Q. S. Al-Ikhlas ayat 1-4. Ayat-ayat yang terdapat pada surat ini turun
sebagai tanggapan terhadap orang-orang musyrik Makkah sebelum Nabi hijrah dan
juga tanggapan untuk ahli kitab yang ditemui di Madinah setelah hijrah.
b. Ta’adud An-Nazil Wa Asbab Wahid.

Yaitu sebab yang melatarbelakangi beberapa ayat. Contohnya adalah pada surat
Ad-Dukhon ayat 10, 15 dan 16
‫ين‬
ٍ ‫َان ُم ِب‬
ٍ ‫س َما ُء ِبدُخ‬ َّ ‫ارتَقِبْ َي ْو َم تَأ ْ ِتي ال‬
ْ َ‫ف‬
ِ ‫ِإ َّنا َكا ِشفُو ْال َع َذا‬
‫ب قَ ِل ا‬
‫يًل ِإنَّ ُك ْم َعا ِئد ُون‬

َ ‫ش ۡال َب ۡط‬
َ‫شةَ ۡالكُ ۡب ٰـرى اِنَّا ُم ۡنَ َ ِق ُم ۡون‬ ُ ‫َي ۡو َم ن َۡب ِط‬
Asbabun nuzul dari ayat tersebut adalah dalam suatu riwayat dikemukakan,
ketika kaum Quraisy durhaka kepada Nabi, beliau berdoa agar mendapatkan adzab
berupa kelaparan seperti yang terjadi pada zaman Nabi Yusuf. Sehingga mereka
menderita kelaparan dan kekurangan bahan pangan hingga mereka memakan tulang
belulang. Lalu turunlah surat Ad-Dukhon ayat 10, kemudian mereka mendatangi Nabi
untuk meminta bantuan. Rasulullah berdoa, hingga akhirnya hujanpun turun. Maka,
turunlah ayat 15. Namun, setelah memperoleh kemewahan mereka kembali menjadi
durhaka dan sesat maka turunlah ayat 16.6
C. Urgensi Asbab Al-Nuzul
Urgensi turunya ayat, yaitu :

1. Penegasan bahwa Al-Quran benar benar dari Allah Swt.


2. Penegasan bahwa Allah benar benar memberikan perhatian penuh pada Rasulullah
saw dalam menjalankan misinya.
3. Penegasan bahwa Allah Swt selalu bersama para hamba-Nya dengan
menghilangkan dukacita mereka.
4. Sarana memahami ayat dengan cepat.
5. Mengatasi keraguan ayat yang diduga mengandung pengertian umum.
6. Mengkhususkan hukum yang terkandung didalam Al-Qur’an.
7. Mengidentifikasikan pelaku yang menyebabkan turunya ayat Al-Qur’an.

6
Pan Suaidi, “Asbabun Nuzul: Pengertian, Macam-Macam, Redaksi dan Urgensi”, Almufida, Vol. 1 No. 1,
Desember 2016, hal. 113-114.

7
8. Memudahkan untuk menghafal dan memahami ayat serta untuk memantapkan
wahyu di hati orang yang mendengarnya.
9. Mengetahui makna serta rahasia yang terkandung didalam Al-Qur’an.
10. Seseorang dapat menentukan apakah ayat mengandung pesan khusus atau umum
dan dalam keadaan bagaimana ayat itu harus diterapkan. 7
D. Redaksi Asbabun Nuzul
Asbabun Nuzul adalah peristiwa yang terjadi pada zaman Rasulullah Shallahu
‘Alaihi Wasallam. Oleh karena itu, satu-satunya jalan untuk menegtahuinya adalah dengan
periwayatan yang Shahih.
Muhammad bin Sirin berkata:”Aku bertanya kepada Ubaidah tentang ayat Al-
Qur’an. Ia menjawab: ‘bertakwalah kepada Allah dan katakanlah yang benar. Orang-orang
yang mengetahui tentang perihal kepada siapa ayat diturunkan telah pergi.’
Berdasarkan keterangan diatas, maka asbabun nuzul dapat diterima apabila
diriwayatkan oleh shahabat. adapun jika diriwayatkan dengan hadis mursal, yaitu hadis
yang sanadnya gugur karena dan hanya sampai kepada Thabi’I, maka hukumnya tidak
dapat diterima kecuali sanadnya shahih dan dikuatkan oleh hadis mursal lainnya.
Redaksi yang menyebutkan asbabun nuzul terkadang berupa pernyataan tegas atau
pernyataan yang hanya mengandung kemungkinan. Berikut bentuk-bentuk redaksi asbabun
nuzul:
1. Redaksi yang pertama, apabila perawi mengatakan “sebab turun ayat ini adalah….”
Atau “Rasulullah pernah ditanya menganai hal …., , maka turunlah ayat ini”. Bentuk-
bentuk tersebut merupakan pernyataan yang jelas tentang asbabun nuzul dan tidak
mengandung pengertian lain. Contohnya adalah yang diriwayatkan Ibn ‘Umar
‫ادبار ِه ْم‬
ِ ‫اء فِى‬
ِ ‫س‬ ِ َ‫ث لَكُ ْم) االيَة فِى اإل تْي‬
َ ّ‫ان الن‬ ُ ‫سآ ُءكُ ْم َح ْر‬ ْ ‫ا ٌ ْن ِز َل‬
َ ِ‫ت (ن‬
“Turunnya ayat ‫ث لَكُ ْم‬
ُ ‫سآ ُءكُ ْم َح ْر‬
َ ِ‫ ن‬, berkaitan dengan masalah menggauli istri dari
belakang”.
2. Bentuk yang kedua adalah redaksi yang memungkinkan memerangkan asbabun nuzul
atau hanya sekedar menjelaskan kandungan hukum ayat, ketika perawi mengatakan
“ayat ini turun mengenai…”, “aku mengira ayat ini turun mengenai soal …..” atau aku
tidak berpendapat ayat ini menjelaskan kecuali tentang ….”. Redaksi tersebut
dimungkinkan merupakan redaksi yang menunjukan asbabun nuzul.

7
Amari Ma’ruf-Nur Hadi, Mengkaji Ilmu Tafsir, (Solo : PT Tiga Serangkai Pustaka Mandiri, 2014), hlm. 64

8
Ibnu Taymiah mengatakan, “ucapan yang mengatakan ‘bahwa ayat ini turun mengenai
....’, dimaksudkan sebagai penjelas sebagai sebab nuzul, atau dimaksudkan bahwa
urusan itu termasuk ke dalam cakupan ayat walalupun tidak ada sebab nuzulnya. 8
E. Kaidah dalam Asbab Al-Nuzul
Salah satu masalah penting dalam memahami asbab al-nuzul adalah perbedaan
pendapat tentang apakah ketika kita ketahui ada sebab penurunan, kandungan hukum suatu
ayat atau surat tertentu hanya brelaku untuk sebab itu saja (al-‘ibarah bikhusush al-sabab
la bi’umum al-lafzh). Atau justru sebaliknya, meski terdapat sebab khusus yang berkaitan
dengan ayat tersebut, maka lafal umum ayat yang diambil dan digunakan untuk menetapkan
hukum kapanpun dan dimana pun (al-‘ibarah bi’umum al-lafzh la bikhusush al-sabab).
Para ulama menetapkan beberapa kaidah tentang perbedaan pendapat penetapan hukum
suatu ayat dikaitkan dengan asbab al-nuzul ini:9
1. Bila asbab al-nuzul suatu ayat dan ayat itu sendiri sesuai dari segi keumumannya, maka
ayat itu diberlakukan secara umum sesuai dengan bentuk keumuman lafazhnya. Begitu
juga sebaliknya, bila asbab al-nuzul-nya dan ayat yang turun sesuai dengan
kekhususannya, maka ayat itu diberlakukan secara khusus sesuai dengan bentuk
lafazhnya yang khusus.
2. Bila riwayat asbab al-nuzul menunjukkan kehususan sebab, sedangkan ayat yang turun
diungkapkan dengan lafazh umum maka para ulama cenderung bebeda pendapat.
Jumhur ulama mengambil kaidah al-‘ibarah bi’umum al-lafzh la bikhusush al-sabab.
Artinya lafazh umum itu lebih didahulukan sehingga hukum ayat itu bisa ditetapkan
pada segala situasi. Sementara sebagian ulama sebaliknya cenderung menetapkan
kaidah al-‘ibarah bikhusush al-sabab la bi’umum al-lafzh. Artinya hukum ayat itu
terbatas hanya untuk sebab itu saja.
Apabila ayat yang diturunkan sesuai dengan sebab secara umum, atau sesuai dengan
sebab secara khusus, maka yang umum (‘amm) ditetapkan pada keumumannya dan yang
khusus (khass) pada kekhususannya.
Sebagai salah satu contoh pada firman Allah dalam QS. Al-Baqarah [2]: (222)

8
Prof. Dr. Amroeni Darajat, M. Ag, Ulumul Qur’an: Pengantar Ilmu-Ilmu Al-Qur’an, (Jakarta: Kencana, 2017)
hal. 50-51
9
Dr. Zainal Arif, MA, Ulum Al-qur’an (Cara Memahami Kandungan Al-Qur’an), hal. 118-119.

9
‫يض ۖ َو َال‬ ِ ‫ه َُو أ َذ ا ى ف َ ا ع ْ َ َِز ل ُ وا ال ن ّ ِ س َ ا ءَ ف ِ ي ال ْ َم ِح‬ ‫يض ۖ ق ُ ْل‬ ِ ‫ك ع َ ِن ال ْ َم ِح‬ َ َ ‫َو ي َ س ْأ َل ُ و ن‬
ُ ْ ‫ت َط َ هَّ ْر َن ف َ أ ْت ُو ه ُ َّن ِم ْن َح ي‬
ُّ ‫ث أ َ َم َر ك ُ م ُ َّللاَّ ُ ۚ إ ِ َّن َّللاَّ َ ي ُِح‬
‫ب‬ ‫ت َق ْ َر ب ُو ه ُ َّن َح َ َّ ٰى ي َ طْ هُ ْر َن ۖ ف َ إ ِذ َ ا‬
‫ب ال ْ مُ َ َط َ هّ ِ ِر ي َن‬
ُّ ‫ال َ َّ َّو ا ب ِ ي َن َو ي ُِح‬
Artinya: “Mereka bertanya kepadamu tentang haidh. Katakanlah: "Haidh itu
adalah suatu kotoran". Oleh sebab itu hendaklah kamu menjauhkan diri dari
wanita di waktu haidh; dan janganlah kamu mendekati mereka, sebelum
mereka suci. Apabila mereka telah suci, maka campurilah mereka itu di tempat
yang diperintahkan Allah kepadamu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-
orang yang bertaubat dan menyukai orang-orang yang mensucikan diri.”
Anas berkata: “Bila istri orang-orang Yahudi haid, mereka dikeluarkan dari
rumah, tidak diberi makan dan minum, dan di dalam rumah tidak boleh bersama-sama.
Lalu Rasulullah ditanya tentang hal itu, maka Allah menurunkan: Mereka bertanya
kepadamu tentang haid... kemudian kata Rasulullah: “bersama-samalah dengan
mereka di rumah, dan perbuatlah segala sesuatu kecuali menggaulinya”.10
Jika sebab itu khusus, sedangkan ayat yang turun berbentuk umum, maka para
ahli ushul berselisih pendapat: yang dijadikan pegangan itu lafal yang umum ataukah
sebab yang khusus.
1. Jumhur ulama berpendapat bahwa yang menjadi pegangan adalah lafal yang umum
dan bukan sebab yang khusus. Hukum yang diambil dari lafal yang umum itu
melampaui bentuk yang khusus sampai pada hal-hal yang serupa dengan itu.
Misalnya ayat li’an yang turun mengenai tuduhan Hilal bin Umayah kepada
isterinya.
“Dari Ibn Abbas, Hilal bin Umayah menuduh istrinya berbuat zina dengan Syuraik
bin Sahma’ di hadapan Nabi. Maka Nabi berkata: ‘harus ada bukti, bila tidak
punggung mu yang didera.’ Hilal berkata: ‘Wahai Rasulullah, apabila seseorang
diantara kami melihat seorang laki-laki mendatangi istrinya; apakah ia harus
mencari bukti?’ Rasulullah menjawab: ‘Harus ada bukti, bila tidak punggung mu
yang didera.’ Hilal berkata: ‘Demi Yang mengutus engkau dengan kebenaran,
sesungguhnyalah perkataanku itu benar dan Allah akan benar-benar menurunkan
apa yang akan membebaskan punggungku dari dera.’ Maka turunlah Jibril dan

10
Manna Khalil Al-Qattan, Studi Ilmu-Ilmu Al-qur’an, hal. 115-116

10
menurunkan kepada Nabi: (Dan orang-orang yang menuduh istrinya) sampai
dengan (jika suaminya itu termasuk orang-orang benar) (an-Nur [24]: 6-9).
Hukum yang diambil dari lafal yang umum ini (Dan orang-orang yang
menuduh istrinya) tidak hanya mengenai peristiwa Hilal, tetapi diterapkan pula
pada kasus serupa lainnya tanpa memerlukan dalil lain. Inilah pendapat yang kuat
dan paling shahih. Pendapat ini sesuai dengan keumuman hukum-hukum syariat.
Dan ini pulalah jalan yang ditempuh para sahabat dan para mujtahid umat ini. 11
2. Segolongan ulama berpendapat bahwa yang menjadi pegangan adalah sebab yang
khusus, bukan lafal yang umum; karena lafal yang umum itu menunjukkan bentuk
sebab yang khusus. Oleh karena itu untuk dapat diberlakukan kepada kasus selain
sebab diperlukan dalil lain seperti qiyas dan sebagainy, sehingga pemindahan
riwayat sebab yang khusus itu megandung faedah; dan sebab tersebut sesuai dengan
munasabahnya seperti halnya pertanyaan dengan jawabannya.12
F. Beragam Riwayat dalam Asbab Al-Nuzul
Kadang-kadang satu ayat,memiliki beberapa riwayat yang berhubungan dengan
Asbab Al-Nuzul. Dalam masalah seperti ini,sikap seorang mufasir kepadanya sebagai
berikut:
1. Apabila bentuk-bentuk redaksi riwayat itu tidak tegas,seperti, ”Ayat ini turun mengenai
urusan ini” atau “Aku mengira ayat ini turun mengenai urusan ini, ”maka tidak ada
yang kontradiksi diantara riwayat-riwayat itu, sebab maksud riwayat-riwayat tersebut
adalah menafsirkan atau menjelaskan bahwa hal itu termasuk ke dalam makna ayat
yang disimpulkan darinya,bukan menyebutkan Asbab Al-Nuzul, kecuali bila ada
indikasi pada salah satu riwayat yang menunjuk kepada penjelasan Asbab Al-Nuzul.13
2. Jika salah satu redaksi riwayat itu tidak tegas, Misalnya “Ayat ini turun mengenai
urusan ini,”sedang riwayat lain menyebutkan Asbab Al-Nuzul dengan tegas yang
berbeda dengan riwayat pertama,maka yang menjadi pegangan adalah riwayat yang
menyebutkan Asbab Al-Nuzul secara tegas itu,dan riwayat yang tidak tegas dipandang
termasuk di dalam hukum ayat. Contohnya ialah riwayat tentang Asbab Al-Nuzul:
“Istri-istrimu adalah ibarat tempat kamu bercocok tanam,maka datangilah tanah
tempat bercocok tanammu itu bagaimana saja kamu kehendaki.”(Al-Baqarah:223)

11
Manna Khalil Al-Qattan, Studi Ilmu-Ilmu Al-qur’an, hal. 118-119
12
Manna Khalil Al-Qattan, Studi Ilmu-Ilmu Al-qur’an, hal. 120
13
Manna Khalil Al-Qattan, Studi Ilmu-Ilmu Al-qur’an, hal. 108

11
Dari Nafi’ disebutkan,”Pada suatu hari aku membaca ayat “Istri-istrimu adalah
ibarat tempat kamu bercocok tanam, “Maka kata Ibnu Umar, “Tahukah engkau
mengenai apakah ayat ini turun?’Aku menjawab, “Tidak.’ia berkata; ‘Ayat ini turun
berkaitan dengan masalah mendatangi istri dari belakang (dubur)’. Redaksi riwayat dari
Ibnu Umar ini tidak dengan tegas menunjukkan sebab nuzul. Sementara itu terdapat
riwayat yang secarategas menyebutkan sebab nuzul yang bertentangan dengan riwayat
tersebut. Melalui jabir katanya, “Orang Yahudi berkata, jika seorang laki-laki
mendatangi istrinya dari belakang, maka anaknya akan bermata juling. Maka turunlah
ayat; (istri-istrimu adalah ibarat tempat kamu bercocok tanam,maka datangilah tanah
tempat bercocok tanammu itu bagaimana saja kamu kehendaki), ”Maka riwayat jabir
inilah yang dijadikan pegangan,karena ucapannya merupakan pernyataan tegas tentang
sebab Nuzul. Sedang ucapan Ibnu Umar, tidak demikian. Karena itu dipandang sebagai
kesimpulan atau penafsiran.
3. Jika riwayat itu banyak dan semuanya menegaskan sebab Nuzul, salah satu riwayat di
antaranya itu shahih, maka yang dijadikan pegangan adalah riwayat yang shahih.
Misalnya, apa yang di riwayatkan Al-Bukhari, Muslim dan ahli hadits lainnya, dari
jundub Al-Bajali, “Nabi menderita sakit,hingga dua atau tiga malam tidak bangun
malam. Kemudian datang seorang perempuan kepadanya dan berkata; ’Hai
Muhammad, kurasa setanmu sudah meninggalkanmu, selama dua tiga malam ini sudah
tidak mendekatimu lagi; Maka Allah menurunkan ayat, ‘Demi waktu dhuha,dan demi
malam apabila telah sunyi, tuhanmu tiada meninggalkanmu dan tidaklah benci
kepadamu;”
4. Apabila riwayat-riwayat itu sama-sama shahih namun terdapat segi yang memperkuat
salah satunya, seperti kehadiran perawi dalam kisah tersebut, atau salah satu dari
riwayat-riwayat itu lebih shahih, maka riwayat yang kuat itulah yang di dahulukan.
Contohnya ialah Hadits yang diriwayatkan oleh Al-Bukhari dari Ibnu Mas’ud, ia
berkata, “Aku berjalan dengan Nabi di Madinah. Beliau berpegang pada tongkat dari
pelepah pohon kurma. Ketika melewati serombongan orang-orang Yahudi, seseorang
diantara mereka berkata, ‘coba kamu tanyakan sesuatu kepadanya; Lalu mereka
menanyakan, ’Ceritakan kepada kami tentang Ruh; Nabi berdiri sejenak dan
mengangkat kepala. Aku tahu bahwa wahyu telah turun kepadanya. Wahyu itu turun
hingga selesai. Kemudian beliau berkata, “Katakanlah, Ruh itu termasuk urusan
Tuhanku dan kamu tidak diberikan pengetahuan melainkan sedikit. (Al-Isra: 85)”

12
5. Jika riwayat-riwayat tersebut sama kuat,maka riwayat-riwayat itu dipadukan atau
dikompromikan jika mungkin,hingga dinyatakan bahwa ayat itu turun sesudah terjadi
2 buah sebab atau lebih karena jarak waktu diantara sebab itu berdekatan. Misalnya
ayat li’an, “Dan orang yang menuduh istrinya berbuat zina...” (An-Nur:6-9) Al-
Bukhari,At-Tirmidzi dan Ibnu Majah meriwayatkan dari Ibnu Abbas bahwa ayat
tersebut turun mengenai Hilal Bin Umayyah yang menuduh istrinya telah berbuat
serong dengan syuraik bin sahma, di hadapan Nabi, seperti yang telah di sebutkan di
atas.14
G. Beragam Ayat Sementara Sebabnya Hanya Satu
Dalam kajian asbabun nuzul, ayat-ayat al-Qur’an terbagi dalam dua kategori
pertama, sebab turunnya hanya satu tetapi ayat yang turun lebih dari satu kedua sebab turun
lebih dari satu tetapi ayat yang turun cuma satu. Cara turun seperti ini tidak lah bertentangan
dengan fungsi al-Qur’an sebagai hudan (petunjuk) dan dustur al-hayat (undang-undang
kehiudpan). Bahkan model penurunan ayat seperti ini memberikan kemudahan dalam
proses transferring pemahaman makna. 15
Contoh ayat-ayat yang diturunkan dengan satu sebab adalah apa yang telah
diriwayatkan oleh Sa’id bin Mansur, ‘Abdul Razak, at-Tirmiziy, Ibnu Jarir, Ibnu al-Munzir,
Abu Hatim, dan al-Tabraniy dari Ummu Salamah ia bertanya “wahai Rasulullah saya tidak
mendengar sedikitpun Allah menyebut wanita ketika hijrah:, kemudian Allah menurunkan
ayat:16
“Maka Tuhan mereka memperkenankan permohonannya (dengan berfirman):
"Sesungguhnya aku tidak menyiapnyiakan amal orang-orang yang beramal di
antara kamu, baik laki-laki atau perempuan, (karena) sebagian kamu adalah turunan dari
sebagian yang lain. Maka orang-orang yang berhijrah, yang diusir dari kampung
halamannya, yang disakiti pada jalan-Ku, yang berperang dan yang dibunuh, pastilah
akan Ku-hapuskan kesalahan-kesalahan mereka dan pastilah aku masukkan mereka ke
dalam surga yang mengalir sungai-sungai di bawahnya, sebagai pahala di sisi Allah. dan
Allah pada sisi-Nya pahala yang baik."(Ali Imran : 195)
Yang menjadi diskusi dan perbedatan dikalangan ulama ilmu-ilmu al-Qur’an adalah
berkaitan dengan berbagai riwayat menyangkut turunnya sebuah ayat. Dalam menyikapi

14
Manna Khalil Al-Qattan, Studi Ilmu-Ilmu Al-qur’an, hal. 108-111.
15
http://download.garuda.ristekdikti.go.id/article, Diketik pada tanggal 9 Maret 2021 pada pukul 14.31
16
Manna’ Al-Qattan, Dasar-dasar Ilmu Al-qur’an, Terj. Umar Mujtahid, (Jakarta : Ummul Quro, 2017), hlm 92-
93

13
persoalan ini, pakar ilmu ini mengemukakan berbagai teori dan metode untuk
menyelesaikan riwayat-riwayat tersebut. Manna’ Khalil al-Qattan dalam bukunya
Mabahits fi ‘Ulum al-Qur’an menguraikan secara detail mengenai langkah-langkah at-
taufiq wa al-jam’u (mengkonfromikan). Secara ringkas, cara-cara itu dapat disimpulkan
sebagai berikut17:
a. Apabila semua riwayat itu ghairu sharih (tidak tegas), maka dipandang sebagai penjelas
kandungan hukum ayat.
b. Apabila sebagian riwayat itu ghairu sharih (tidak tegas) sedangkan riwayat lainnya
sharih (tegas), maka yang diambil sebagai riwayat asbabun nuzul adalah sharih (yang
tegas).
c. Apabila seluruh riwayat itu sharih (tegas), maka tidak tertutup kemungkinan sebagian
riwayat itu sahih atau semuanya sahih. Jika sebagian riwayat sahih dan yang lainnya
tidak, yang dijadikan pegangan adalah riwayat yang sahih.
d. Apabila seluruh riwayat itu sahih, maka dilakukan tarjih terhadap salah satu riwayat
tersebut atau di konfromikan.
e. Apabila upaya di atas tidak memungkinkan, maka dipandanglah ayat itu turun berulang-
ulang.

17
Manna’ Al-Qattan, Dasar-dasar Ilmu Al-qur’an, hal. 92

14
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Asbab al-nuzul adalah sesuatu yang menjadi sebab turunnya satu ayat atau
beberapa ayat al-Qur’an yang terkadang menyiratkan suatu peristiwa sebagai jawaban
atasnya atau sebagai penjelas terhadap hukum-hukum ketika peristiwa itu terjadi.
Tetapi hal itu tidak berarti bahwa setiap orang harus mencari sebab turun setiap ayat,
karena tidak semua ayat al-Qur’an diturunkan karena timbul suatu peristiwa dan
kejadian, atau karena suatu pertanyaan. Tetapi ada diantara ayat al-Qur’an yang
diturunkan sebagai permulaan, tanpa sebab, mengenai akidah iman, kewajiban Islam
dan Syariat Allah dalam kehidupan pribadi dan sosial. Al-Ja’bari menyebutkan: ”Al-
Qur’an dalam dua kategori: yang turun tanpa sebab, dan yang turun karena suatu
peristiwa atau pertanyaan”.

Urgensi mengetahu asbab al-nuzul atau turunya ayat, diantaranya; Penegasan


bahwa Al-Quran benar benar dari Allah Swt; Penegasan bahwa Allah benar benar
memberikan perhatian penuh pada Rasulullah saw dalam menjalankan misinya;
Penegasan bahwa Allah Swt selalu bersama para hamba-Nya dengan menghilangkan
dukacita mereka; Sarana memahami ayat dengan cepat; Mengatasi keraguan ayat yang
diduga mengandung pengertian umum; dsb.

B. Saran

Penulis menyadari bahwa makalah ini banyak sekali kesalahan dan jauh dari
kata sempurna. Penulis akan berusaha memperbaiki makalah dengan berpedoman pada
banyak sumber yang dapat dipertanggungjawabkan. Maka dari itu penulis
mengharapkan kritik yang membangun dan saran mengenai pembahasan makalah.

15
DAFTAR PUSTAKA
Al-Qattan, Manna Khalil. 2017. Dasar-dasar Ilmu Al-qur’an. Terj. Umar Mujtahid. Jakarta :
Ummul Quro.
Al-Qattan, Manna Khalil. 2013. Studi Ilmu-Ilmu Al-qur’an, Terj. Drs. Mudzakir AS. cet. 16.
Jakarta: PT. Pustaka Litera AntarNusa,
Amin Suma, Muhammad. 2014. Ulumul Qur’an. Depok: PT Raja Grafindo Persada.
An-Naisaburi Al-Wahidi. 2014. Asbabun Nuzul, Sebab-Sebab Turunnya Ayat-Ayat al-Qur’an,
Terj. Moh. Syamsi. Surabaya: Amelia Surabaya.
Arif Zainal. 2017. Ulum Al-qur’an (Cara Memahami Kandungan Al-Qur’an). Serang: Pustaka
Getok Tular.
Darajat Amroeni. 2017. Ulumul Qur’an: Pengantar Ilmu-Ilmu Al-Qur’an. Jakarta: Kencana.
Ma’ruf Amari, Nur Hadi. 2014. Mengkaji Ilmu Tafsir. Solo : PT Tiga Serangkai Pustaka
Mandiri.
http://download.garuda.ristekdikti.go.id/article, Diketik pada tanggal 9 Maret 2021 pada pukul
14.31

16

Anda mungkin juga menyukai