Anda di halaman 1dari 16

MAKALAH

PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DI PERGURUAN TINGGI UMUM


Ditujukan untuk memenuhi tugas
Mata Kuliah
“PENDIDIKAN AGAMA ISLAM”

Dosen :
Dr. H. M. Husni Abdullah

Oleh :

KELOMPOK 1
1. Maziyah Firdausi (18016044018)
2. Aristiya Nuraini (18010644019)
3. Citra Kusvianawati Syari’at (18010644020)

PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR


FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS NEGERI SURABAYA
2018
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah yang telah memberikan rahmat serta
karunia-Nya kepada kami sehingga kami berhasil menyelesaikan makalah ini yang
Alhamdulillah tepat pada waktunya. Tanpa pertolongan-Nya mungkin kami tidak akan
sanggup menyelesaikan dengan baik. Dengan membuat tugas ini kami tidak akan sanggup
menyelesaikan dengan baik. Dengan membuat tugas ini kami diharapkan mampu untuk
lebih mengenal tentang “Makalah Pendidikan Agama Islam di Perguruan Tinggi Umum”
yang kami sajikan berdasarkan informasi dari berbagai sumber.
Dalam penyelesaian makalah ini, kami banyak mengalami kesulitan terutama
disebabkan oleh kurangnya ilmu pengetahuan yang menunjang. Namun, berkat bimbingan
dan bantuan dari berbagai pihak, akhirnya karya ilmiah ini dapat terselesaikan dengan cukup
baik. Karena itu, sudah sepantasnya jika kami mengucapkan terima kasih kepada pihak-
pihak yang telah membantu terselesaikanya makalah ini.
Kami sadar penulisan makalah ini masih banyak kekurangannya. Oleh karena itu,
kami sangat mengharapkan adanya kritik dan saran yang bersifat positf, guna penulisan
makalah yang lebih baik lagi di masa yang akan datang.

Surabaya, 11 September 2018

Penulis
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ........................................................................................................... 1


DAFTAR ISI ........................................................................................................................ 2
BAB I : PENDAHULUAN ................................................................................................... 3
A. Latar belakang ........................................................................................................... 3
B. Rumusan masalah ...................................................................................................... 3
C. Tujuan ....................................................................................................................... 3
BAB II : PEMBAHASAN ……………………………………………………...………… 4

A. Konsep Mata Kuliah Pendidikan Agama Islam……...………………………….... 4


B. Landasan Adanya Mata Kuliah PAI Di Perguruan Tinggi Umum…….……….… 6
C. Visi dan Misi serta Tujuan Mata Kuliah Pendidkan Agama Islam di Perguruan
Tinggi Umum ……………………………..………………………………….…. 8
D. Kedudukan PAI di Perguruan Tinggi Umum ………………………….…….….. 9
E. Perbedaan PAI di Perguruan Tinggi Umum dengan di Perguruan Tinggi
Islam……………………………………………………………..……………...... 9
F. Problem Pendidikan Agama Islam Pada Perguruan Tinggi Umum…………...… 10

BAB III : PENUTUP ……………………………………………….....................…....... 14

A. Kesimpulan ……………………………………………………………………… 14
B. Saran ……………………………………………………………………………. 14

DAFTAR PUSTAKA …………………………………………………………………… 15


BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Islam adalah agama rahmatan lil ‘alamin, fleksibel dan nilai-nilai ajarannya
selalu dapat diterima seperti apa pun dinamika perkembangan zaman. Tidak ada
ajaran agama yang setolerir ajaran Islam. Sehingga sungguh bijak jika pemerintah
menjadikan pendidikan agama Islam menjadi salah satu komponen yang dipelajari
secara kontinyu dalam dunia pendidikan formal kita. Bahkan menjadi mata
pelajaran wajib di tingkat pendidikan dasar, menengah, dan mata kuliah wajib pada
perguruan tinggi. Sekalipun pada perguruan tinggi umum.
Pada dasarnya pendidikan agama di perguruan tinggi merupakan kelanjutan
dari pendidikan agama yang dilaksanakan pada jenjang pendidikan sebelumnya.
Yaitu mulai dari jenjang TK dilanjutkan ke SD, lalu ke SMP kemudian ke SMA.
Dari SMA dilanjutkan ke perguruan tinggi.
Dinamika Pendidikan Agama di Perguruan Tinggi Umum telah terukir
dalam sejarah pendidikan di tanah air sejak awal hadirnya perguruan tinggi di negri
ini. Bermula dari sebagai mata kuliah yang dianggap kehadirannya tidak diperlukan
hingga eksistensinya ‘dihadirkan’ sebagai mata kuliah wajib.

Makalah ini akan membahas tentang Pendidikan Agama Islam di Perguruan


Tinggi Umum. Bagaimana kedudukan, problem dan prospek Pendidikan Agama di
Perguruan Tinggi Umum, itu lah yang menjadi pokok bahasan dalam makalah ini.

B. Rumusan Masalah
1. Apa konsep mata kuliah Pendidikan Agama Islam?
2. Apa fungsi dan tujuan mata kuliah Pendidikan Agama Islam di perguruan
tinggi umum?
3. Apa perbedaan mata kuliah Pendidikan Agama Islam di perguruan tinggi
umum dengan di perguruan tinggi Islam?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui konsep Pendidikan Agama Islam
2. Untuk mengetahui fungsi dan tujuan mata kuliah Pendidikan Agama Islam di
perguruan tinggi umum
3. Untuk mengetahui perbedaan mata kuliah Pendidikan Agama Islam di
perguruan tinggi umum dengan di perguruan tinggi Islam
BAB II

PEMBAHASAN

A. Konsep Mata Kuliah Pendidikan Agama Islam


Pendidikan adalah merupakan upaya yang sadar dan sungguh-sungguh yang
dilakukan oleh orang telah dianggap dewasa kepada anak yang dianggap belum
dewasa, agar terjadi pewarisan nilai-nilai moral, pengetahuan, dan kebudayaan
sehingga terjadi perubahan tingkah laku seperti yang diharapkan.

Sementara itu hakikat pendidikan dapat dilihat dari beberapa komponen berikut ini:

1. Pendidikan merupakan sustu proses yang berkesinambungan

Proses pendidikan yang berkesinambungan berarti bahwa pendidikan manusia


tidak berhenti pada suatu titik tertentu ketika seseorang telah menjadi dewasa,
tetapi akan terus berkembang selama ada interaksi antara manusia dengan
sesamanya maupun manusia dengan lingungannya.

2. Proses pendidikan berarti menumbuhkembangkan eksistensi manusia


Eksistensi atau keberadaan manusia adalah suatu keberadaan interaktif. Interaksi
tidak hanya dengan sesama manusia tetapi juga dengan alam dan dunia termasuk
dengan Tuhannya. Proses pendidikan merupakan proses interaksi dengan
berbagai dimensi social, baik yang berskala lokal, nasional bahkan global.
3. Eksistensi manusia adalah yang memasyarakat
Proses pendidikan tidak terjadi pada ruang yang hampa tetapi setidaknya terdapat
peran guru, orang tua, peserta didik maupun masyarakat sekitar. Eksistansi
manusia baru punya arti manakala ia mampu bermasyarakat sekitar. Eksitensi
manusia baru punya arti manakala ia mampu bermasyarakat, bermanfaat bagi
masyarakatnya dan mampu mengembangkan kebudayaannya.
4. Proses pendidikan dalam masyarakat yang membudaya
Hakikat dari kehidupan masyarakat adalah nilai-nilai. Nilai tersebut perlu
dihayati, dilestarikan, dikembangkan dan dilaksanakan oleh seluruh anggota
masyarakatnya. Keseluruhan proses tersebut adalah kebudayaan, sehingga tidak
ada masyarakat yang tanpa kebudayaan dan tidak ada kebudayaan yang tidak
didukung masyarakatnya. Masyarakat tidak hanya memiliki kebudayaan tetapi
juga membudaya, artinya selama masyarakat tetap eksis selama itu pula
kebudayaan akan terus berkembang.
5. Proses bermasyarakat yang membudaya memiliki dimensi ruang dan waktu
Dimensi ruang dan waktu dalam kehidupan masyarakat yang membudaya sangat
dibutuhkan untuk memberikan peluang kepada setiap masyarakat untuk
mengembangkan kebudayaannya sesuai dengan tahapan perkembangannya
kapanpun masyarakat tersebut menginginkannya.

Pendidikan memiliki arti penting di tiap jiwa manusia, namun perlu pondasi
untuk menguatkannya yakni dengan landasan agama. Agama Islam adalah agama
yang paling banyak dipeluk oleh masyarakat Indonesia. Hampir 80% total penduduk
Indonesia memeluk agama Islam selebihnya 5 agama lain yang diakui di Indonesia.
Indonesia menerapkan ideologi pancasila yang sila pertamanya berbunyi
“Ketuhanan Yang Maha Esa” itu artinya semua penduduk Indonesia wajib
beragama. Itu yang menjadi salah satu pendukung kuat adanya pendidikan agama di
Indonesia.

Agama Islam adalah agama yang sempurna, segala perilaku dan tindakan
sudah diatur dalam agama Islam. Bukan untuk mengekang namun lebih tepatnya
memberi tuntunana agar menjalani hidup dengan benar. Di dalamnya terdapat
bebagai macam ilmu yakni ilmu tafsir, hadits, fiqih, sejarah, muamalah dan akhlak.
Pendidikan agama Islam sudah diajarkan sejak lahir sampai anak meginjak bangku
sekolah. Pada masa-masa tersebut siswa mempelajari tentang konsep dasar dalam
agama Islam seperti cara berwudhu, shoalat, menghormati orang tua dan guru,
mengaji dan lain-lain.

Pendidikan Islam merupakan sistem pendidikan yang diselenggarakan atau


didirikan dengan niat untuk mengejawantahkan ajaran dan nilai-nilai Islam dalam
kegiatannya.

Berbeda sebutan berbeda pula ilmu yang akan di kuasai, mahsiswa dan siswa,
mata kuliah Pendidikan Agama Islam yang dipelajari dalam tingkat perguruan tinggi
sangat berbeda. Disanalah mahasiswa dituntut memahami Pendidikan Agama Islam
secara mendalam seperti filsafat, penalaran, dan penyelesaian agama dalam
masyarakat.
Ali Kahli Nur Al-Ainaini berpendapat PAI berusaha menjadikan peseta didik
hamba allah yang shaleh, menjadi musim dan mukmin,yang mengharabkan ridha
Allah ,berpikir sampai ketingkat ma’rifatullah, memegang teguh sunnah tidak
memperturutkan hawa nafsu, tidak mau bertaklid, memilii pribadi yang seimbang,
sehat jasmani ,berlaku mulia,berjiwa seni, berjiwa sosial. Sejalan dengan Ibnu
Khaldun mengatakan bahwa PAI itu bertujuan untuk memperkuat potensi iman,
mempertingi akhlak, memberi persiapan hidup bermasyarakat, menumbukan jiwa
sosial, memberikan pembekalan hidup, mempertajam akal, mengembangankan
keterampilan ,dan memupuk rasa.

Pendidikan Agama Islam adalah proses pembelajaran agar manusia menjadi


lebih baik, bermoral, dan bermartabat dengan pedoman agama Islam yakni melalui
al quran dan hadits. Mata kuliah Pendidikan Agama Islam adalah mata kuliah yang
ditujukan kepada mahasiswa dengan harapan mempunyai landasan hidup dan
mampu memberikan kontribusi atau pengaruh baik dalam masyarakat.

B. Landasan Adanya Mata Kuliah PAI Di Perguruan Tinggi Umum


Dasar segala sumber hukum dan peraturan di Indonesia adalah pancasila.
Banyak segala macam peraturan dibuat untuk mengatur kehidupan masyarakat
Indonesia namun harus merujuk pada pancasila. Begitu pula dengan Pendidikan
Agama Islam, ada peraturan yang mengaturnya.
Sesuai dengan amanat UUD 1945 bahwa pendidikan nasional yang berakar
pada kebudayan bangsa Indonesia dan berdasarkan Pancasila dan Undang Undangan
Dasar 1945 diarahkan untuk meningkatkan kecerdasan serta harkat dan martabat
bangsa sejalan dengan itu dalam undang-undang No 20 tahun 2003 tentang Sistem
Pendidikan Nasional Bab 1 Pasal 1 Ayat 2, yaitu pendidikan nasional aalah
pendidikan yang berdasarkan Pancasila dan Undang- Undang Dasar Negara
Republik Indonesia tahun 1945 yang berharkat pada nilai-nilai agama, kebudayaan
nasional Indonesia dan tangap terhadap tuntunan perubahan zaman.

Adapun di PTU penerapan pendidikan nasional ditetapkan antara lain


berdasarkan kemendiknas No 232 tahun 2000 pada Bab IV Pasal 7 yaitu:

a) Kurikulum pendidikan tinggi yang menjadi dasar penyelenggaraan program


studi terdiri atas kurikulum inti dan kurikulum institusional.
b) Kurikulum inti merupakan kelompok bahan kajian dan pelajaran yang harus
dicakup dalam suatu program studi yang dirumuskan dalam kurikulum yang
berlaku secara nasional.
c) Kurikulum inti terdiri atas kelompok mata kuliah pengembangan kepribadian,
kelompok mata kuliah yang mencirikan tujuan pendidikan dalam bentuk
pencirian ilmu pengetahuan dan keterampilan, keahlian berkarya, dan cara
berkehidupan bermasyarakat, sebagai persyaratan minimal yang harus dicapai
peserta didik dalam penyelesaian suatu program studi.
d) Kurikulum institusional merupakan sejumlah bahan kajian dan pelajaran yang
merupakan bagian dari kurikulum pendidikan tinggi, terdiri atas tambahan dari
kelompok ilmu dari kurikulum inti yang disusun dengan memperhatikan keadaan
dan kebutuhan lingkungan serta ciri khas perguruan tinggi yang bersangkutan.
Dalam KEPMENDIKNAS No.232/U/2000: Ayat 2 menjelskan bahwa Mata
Kuliah Pengembangan Kepribadian (MPK) adalah kelompok kajian dan pelajaran
untuk mengembangkan manusia Indonesia yang beriman dan bertaqwa kepada
Tuhan Yang Maha Esa dan berbudi pekerti yang luhur, berkepribadian yang mantap,
dan mandiri serta mempunyai rasa tanggung jawab kemasyarakatan dan kebangsaan.
Kemudian dalam keputusan Direktur Jendral PTU No.43/DIKTI/Kep/2006 bahwa
kelompok mata kuliah pengembangan kepribadian yang wajib dimasukkan dalam
kurikulum setiap program studi di PTU terdiri atas 3 mata kuliah yakni Pendidikan
Agama, Pendidikan Kewarganegaraan dan Bahasa Indonesia yang masing-masing
kapasitas 3 SKS.
Mata kuliah PAI dalam kurikulum PTU wajib diambil oleh Mahasiswa yang
beragama Islam dalam menyelesaikan studinya di PTU baik tingkat diploma maupun
sarjana, hal ini disebutkan dalam Undang-undang No. 20 Tahun 2003 tentang
SISDIKNAS bahwa kurikulum pendidikan mulai dari lembaga pendidikan dasar
sampai pendidikan tinggi, wajib memuat pendidikan agama. Berdasarkan penjelasan
di atas dapat dipahami bahwa penyelenggaraan perkuliahan PAI di PTU mempunyai
dasar yang kuat dalam rangka membina insan yang Islami dengan menjalankan
ajaran Islam dalam berbagai kehidupan secara kaffah (menyeluruh) dan menjadi
warga Negara yang baik.
C. Visi dan Misi serta Tujuan Mata Kuliah Pendidkan Agama Islam di
Perguruan Tinggi Umum
Visi PAI di PTU adalah mahasiswa sebagai hamba Allah yang bertaqwa
kepada Allah SWT memiliki landasan pengetahuan, berwawasan, berkepribadian
yang mantap, etis, estetis, dinamis, mampu dan menguasai ilmu pengetahuan,
terutama di bidang ilmunya dan berkeyakinan yang mantap untuk mengamalkan
nilai-nilai Islam dalam kehidupan sehari-hari.
Misi PAI sebagai berikut:
a) Memberikan pengetahuan dan wawasan tentang hakekat manusia, hakekat
agama, ajaran Islam (aqidah, syariah, dan akhlak), sumber ajaran Islam (Al-
Quran, As-Sunnah, dan Ijtihad) dan Islam dengan disiplin ilmu ekonomi
teknologi dan seni, politik dan kebudayaan.
b) Memberikan dasar-dasar nilai Islam yang rahmatallil’alamin sebagai landasan
untuk menghormati dan menghargai keragaman agama serta keyakinan atau
sekte (aliran) yang benar pada masing-masing agama, termasuk keragaman suku
bangsa dan budaya sehingga akan terwujud masyarakat yang tertib, teratur dan
sejahtera.
c) Memberikan pemahaman tentang ajaran Islam yang menghargai IPTEKS
ekonomi, politik dan kebudayaan sebagai dasar untuk mempelajarinya dan
mengamalkannya dalam kehdupan sehari-hari berdasarkan iman dan taqwa
(imtak).
Berdasarkan visi dan misi PAI tersebut maka tujuan PAI di PTU dapat dirumuskan
sebagai berikut:
a) Memberikan motivasi kepada mahasiswa untuk menguasai ajaran agama Islam
dan mampu menjadikanya sebagai sumber nilai dan pedoman serta landasan
berpikir dan berperilaku dalam menerapkan imu dan profesi yang dikuasainya.
b) Mengembangkan kesadaran mahasiswa untuk menguasai ilmu pengetahuan
tentang hakekat manusia, hakekat agama, ajaran Islam (aqidah, syariah, dan
akhlak), sumber ajaran Islam (Alqur’an, sunnah dan ijtihad), dan Islam dengn
disiplin ilmu pengetahuan tekhnologi dan seni, ekonomi, politik dan kebudayaan.
c) Menumbuhkan sikap saling menghormati dan menghargai keragaman agama,
termasuk keragaman suku bangsa dan budaya sehingga terwujud masyarakat
yang tertib, teratur dan sejahtera.
d) Memberikan pengetahuan dan wawasan yang luas serta keyakinan yang mantap
tentang kebenaran ajaran Islam dengan mengamalkanya secara kaffah dalam
kehidupan sehari-hari sebagai bekal kehidupan dunia dan akhirat.

D. Kedudukan PAI di Perguruan Tinggi Umum


Kedudukan mata kuliah PAI adalah sebagai persyaratan bagi kelulusan
mahasiswa dan sejajar dengan mata kuliah wajib lainnya. Pendidikan agama adalah
bagian dari kelompok Mata Kuliah Pengembangan Kepribadian (MPK) yang wajib
dikuasai mahasiswa disamping pengetahuan tentang nilai-nilai budaya dan
kewarganegaraan. Pada dasarnya agama itu sejalan dengan fitrah manusia. Sebagai
makhluk manusia terdiri atas dua dimensi, fisik (jasmani) dan spiritual (rohani).
Rohani berasal dari ALLAH akan menjadikan manusia cenderung mencari agama.
Jadi, kedudukan pendidikan agama yang diberikan pada mahasiswa secara
umum dalam rangka agar menjadi pribadi-pribadi yang shaleh, baik shaleh kepada
Tuhan maupun shaleh kepada sesamanya. Dalam konteks ini, pendidikan agama
ingin membentuk mahasiswa agar menciptakan kebaikan baik untuk dirinya maupun
untuk masyarakatnya dan mencetak calon-calon pemimpin yang memiliki
kepribadian yang penuh tauladan.

E. Perbedaan PAI di Perguruan Tinggi Umum dengan di Perguruan Tinggi


Islam
Mata kuliah Pendidikan agama Islam di perguruan tinggi umum berbeda dengan di
perguruan tinggi Islam. Jika disederhanakan perbedaan itu ialah:
a) Kuantitas SKS di perguruan tinggi Islam lebih banyak daripada di perguruan
tinggi umum
b) Penekanan materi agama lebih dalam di perguruan tinggi Islam
c) Jumlah dosen yang mengajar mata kuliah PAI
d) Latar belakang mahasiswa perguruan tinggi Islam lebih religious daripada
perguruan tinggi umum
e) Pemahaman materi agama lebih mudah, lebih kritis, dan lebih mudah dipahami
oelh mahasiswa dari perguruan tinggi Islam
f) Lingkungan dan kebiasaan kampus
F. Problem Pendidikan Agama Islam Pada Perguruan Tinggi Umum
Beberapa problem PAI pada perguruan tinggi umum antara lain:
a) Beban SKS yang Minimalis (hanya 2 SKS)
Frekuensi perkuliahan agama yang hanya 2 (dua) SKS dirasa kurang
memadai mengingat harapan yang demikian besar kepada pendidikan agama.
Oleh karena itu bobotnya dipandang perlu untuk ditingkatkan menjadi 4 (empat)
SKS. Kecuali tenaga pendidik (dosen) di perguruan tinggi umum mampu
mengintegrasikan nilai-nilai pendidikan agama Islam dalam mata kuliah lain.
Begitu juga dosen untuk mata kuliah pendidikan agama Islam. Namun skill ini
masih sulit didapat.
b) Pola Pembelajaran Yang Berkelanjutan
Perlunya menjabarkan pendidikan agama di perguruan tinggi, sebagai
kelanjutan dari materi pendidikan agama dari TK sampai dengan SLTA. Apabila
pada tingkat TK materi pendidikan agama tekanannya kepada akhlak, tingkat SD
kepada ibadah, tingkat SLTP kepada muamalat, tingkat SLTA kepada
munakahat, maka pada perguruan tinggi materi pendidikan agama diarahkan
kepada pengenalan terhadap perkembangan pemikiran dalam Islam. Penyusunan
program seperti ini secara berkelanjutan dapat pula disusun pada mata kuliah
agama lain.
Namun pola ini lah yang belum muncul, bahkan terkadang kita jumpai
ada tenaga pendidik yang menganggap pembelajaran pendidikan agama Islam
itu ya itu-itu saja dari SD sampai perguruan tinggi. Paradigma tenaga pendidik
yang seperti ini menunjukkan betapa PAI cenderung dinilai dari segi simbolis-
kuantitatif, dan bukan substansial-kualitatif. Hal ini menunjukkan bahwa tenaga
pendidiknya pun belum mampu menumbuhkan kesinambungan pendidikan itu.
c) Pola Pengembangan Pendidikan Agama Islam
Fenomena pengembangan pendidikan agama Islam di sekolah atau
Perguruan Tinggi Umum tampaknya sangat bervariasi. Dalam arti ada yang
cukup puas dengan pola horizontal lateral (independent), yakni bidang studi
(non-agama) kadang-kadang berdiri sendiri tanpa dikonsultasikan dan
berinteraksi dengan nilai-nilai agama, dan ada yang mengembangkan pola relasi
lateral-sekuensial, yakni bidang studi (non agama) dikonsultasikan dengan nilai-
nilai agama.
d) Tenaga Pendidik/dosen Agama Islam
Faktor inilah yang memegang central core (intinya) pelaksanaan pelajaran
agama Islam di Perguruan Tinggi. Bagaimanapun dosen yang mengajar di
Perguruan Tinggi harus sarjana dari suatu Perguruan Tinggi. Hal ini menyangkut
gezaag di mata mahasiswa. Akan ada persoalan apakah dosen tersebut harus
sarjana agama Islam ataukah sarjana umum yang beragama Islam? Bilamana
kedua-duanya dapat dipandang qualified sudah tentu harus mendapat upgrading
dalam pengetahuan-pengetahuan yang diperlukan sarjana agama di-upgrade
dalam pengetahuan umum menurut corak dasar fakultas dimana ia mengajar,
sedangkan sarjana umum yang beragama Islam juga harus di-upgrade dalam
pengetahuan agama Islam yang secara luas. Kedua-duanya mungkin dapat
dipakai dengan persyaratan-persyaratan antara lain punya kepribadian yang
dapat jadi suri tauladan mahasiswa serta masyarakat sekitarnya, memahami
metode-metode penyajian yang menarik minat mahasiswa, punya sikap sosio-
kultural yang baik, dan sebagainya.
Kemudian seiring perkembangan Teknologi Informasi saat ini, maka tenaga
pendidik untuk Pendidikan Agama di perguruan tinggi umum juga harus
berperan aktif. Karena dunia IT telah merambah ke berbagai disiplin ilmu. Salah
satu cara untuk mengantisipasi dampak negatif IT adalah dengan
memperkenalkan IT dari segi positif-nya. Tenaga pendidik PAI adalah salah satu
personil yang tepat untuk memperkenalkan ini kepada peserta didik
(mahasiswa).
e) Perilaku mahasiswa yang menyimpang dari nilai-nilai akademik
Melalui media cetak atau pun media elektronik kita selalu mendapati berita
yang menunjukkan berbagai perilaku mahasiswa yang jauh dari nilai-nilai
akademik. Misalnya saja banyak mahasiswa yang terlibat dalam peristiwa-
peristiwa amoral, seperti kasus VCD porno, aksi tawuran, perkelahian, tindak
kriminalitas yang tinggi (seperti pembunuhan yang dilakukan mahasiswa
terhadap pacarnya yang sedang hamil), dan lain-lain.
Fenomena di atas menunjukkan betapa pendidikan agama di perguruan tinggi
nyaris ‘tidak tepat sasaran’. Problem pendidikan agama ini tidak lain cerminan
problem hidup keberagamaan di tanah air yang telah terjebak ke dalam
formalisme agama. Pemerintah merasa puas sudah mensyaratkan pendidikan
agama sebagai mata kuliah wajib dalam kurikulum. Guru agama/dosen merasa
puas sudah mengajarkan materi pelajaran sesuai kurikulum. Peserta didik merasa
sudah beragama dengan menghafal materi pelajaran agama. Semua pihak merasa
puas dengan obyektifikasi agama dalam bentuk kurikulum dan nilai rapor atau
nilai mata kuliah, namun jauh dari implementasinya.
Perlu juga kita cermati, semata-mata menyalahkan (menganggap gagal)
pendidikan agama untuk kasus seperti ini adalah tidak bijak. Tetapi itulah image
yang terkadang hadir di masyarakat.
f) Lingkungan Kampus
Lingkungan perguruan tinggi berada harus juga dijadikan perhatian pendidik
yang bersangkutan dalam arti lingkungan sosio-kulturilnya yang menjadi
persoalan dalam hubungan ini ialah apakah dosen dan mahasiswa harus
menyesuaikan diri secara alloplastis atau secara autoplastis ?
Juga masih dalam masalah lingkungan yaitu yang langsung berpengaruh
pada mahasiswa dalam kampus, atau bahkan dalam kelas perlu diciptakan
religious environment seperti adanya musholla dalam kampus, peringatan-
peringatan hari besar Islam, tatasusila dalam pergaulan, berpakaian, bertingkah
laku sopan, dan sebagainya.
Sehubungan dengan hal ini Azyumardi Azra juga mengemukakan bahwa
pendidikan memberikan kepada anak didik dorongan dan rasa berprestasi melalui
penguasaan pelajaran dengan sebaik-baiknya. Prestasi akademis yang mereka capai,
pada gilirannya, juga mendorong munculnya rasa elitisme, yang kemudian
memunculkan sikap dan gaya hidup tersendiri, termasuk dalam kehidupan politik.
Semakin terpisah lingkungan sekolah dari lingkungan masyarakat pada umumnya,
maka semakin tinggi pula sikap elitisme tersebut. Elitisme yang bersumber dari
sekolah ini kemudian memunculkan elitisme “terpisah” dari masyarakat; tetapi pada
saat yang bersamaan, mereka memegangi pendapat bahwa dengan keunggulan dan
priveleges yang mereka miliki, mereka mempunyai “hak” alamiah untuk
memerintah masyarakat.

Mengacu pada beberapa kutipan di atas, lingkungan kampus juga


mendukung keberhasilan pendidikan agama Islam di perguruan tinggi umum.
Lingkunga yang dimaksud bukan hanya dari segi hardware, tetapi juga software.

Beberapa problem yang dipaparkan di atas hanyalah segelintir dari berbagai


problem kompleks yang hadir di sekitar kita. H.M. Ridwan Lubis mengemukakan
kekhawatirannya akan fenomena problem tersebut yang nantinya berujung pada
kegagalan pendidikan agama di perguruan tinggi. Ini dikhawatirkan akan
menimbulkan problem yang serius bagi jalannya pembangunan di masa depan
karena dikhawatirkan munculnya ilmuan yang disatu sisi memiliki tingkat keahlian
yang tinggi dalam disiplin ilmu yang ditekuninya tetapi mengalami kekosongan
batin yaitu landasan etik, moral dan dari ketinggian profesionalisme itu membawa
dampak negatif yaitu tidak diimbanginya penemuan itu dengan kokohnya prinsip-
prinsip moral. Padahal tujuan pendidikan itu sesungguhnya adalah memanusiakan
manusia.
Kemudian jika dihubungkan dengan tujuan pendidikan Islam itu sendiri,
sebagaimana yang dinyatakan Alhaji A.D. Ajijola dalam Restructure of Islamic
Education, yaitu “Islamic education is an education which trains the sensibility of
pupils in such a manner that in their attitude to life, their actions, decisions and
approach to all kinds of knowledge, they are governed by the spiritual and deeply
felt ethical values of Islam. They are trained, and mentally disciplined, so that they
want to acquire knowledge not merely to satisfy an intellectual curiosity or just for
material worldly benefit, but to develop as rational, righteous beings and bring about
the spiritual, moral and physical welfare of their families, their people, their country
and mankind”.
Terjemahan bebasnya adalah Pendidikan Islam adalah pendidikan yang
melatih kepekaan murid sedemikian rupa dalam menyikapi kehidupan, tindakan
mereka, keputusan dan pendekatan untuk semua jenis pengetahuan, mereka
dibangun secara spiritual dan sangat merasakan nilai-nilai etika Islam. Mereka
dilatih, secara mental disiplin, sehingga mereka ingin memperoleh pengetahuan
bukan hanya untuk memuaskan keingintahuan intelektual atau hanya untuk
keuntungan materi duniawi, melainkan untuk berkembang secara rasional, makhluk
sebenarnya dan bermental spiritual, moral dan sumber kesejahteraan bagi keluarga
mereka, masyarakat disekitar mereka, negara mereka dan umat manusia.
Berdasarkan kutipan tujuan pendidikan Islam di atas, maka dapat dinyatakan
betapa pentingnya solusi guna menyelesaikan beberapa problem tersebut. Karena
problem-problem tersebut jika dibiarkan bisa ber-transformasi menjadi bom waktu
yang siap meledak kapan saja.
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Agama sebagai pranata sosial berperan sangat penting dalam mempengaruhi


perilaku para penganutnya dalam kehidupan sehari-hari. Peranan penting agama dan
nilai-nilai agama ini antara lain terlihat dalam mata kuliah Pendidikan Agama. Mata
kuliah ini merupakan pendamping yang penting bagi mahasiswa agar bertumbuh dan
kokoh dalam moral dan karakter agamawinya sehingga ia dapat berkembang menjadi
cendekiawan yang tinggi moralnya dan benar serta baik perilakunya.

Perilaku kehidupan beragama di Indonesia masih kuat dibayang-bayangi


tradisiformalisme dan keberagamaan belum mempunyai kekuatan untuk mengoreksi
distorsi moral dalam kehidupan sosial. Musuh agama tidak hanya maksiat, tetapi
juga korupsi dan kekerasan. Dari hari ke hari kita semakin biasa mendengar dan
melihat pembakaran, pengrusakan, pengeroyokan, pembunuhan, dan teror bom.
Sementara itu, masyarakat semakin apatis terhadap pemberantasan korupsi yang
masih berputar-putar pada isu.

B. Saran

Pendidikan agama Islam sebagaimana telah ditetapkan sebagai mata kuliah


wajib pada perguruan tinggi, diharapkan dapat mengembangkan sistem, metode,
materi dan dosen yang berkomptensi pada pengajaran. Sehingga diharapkan
kedudukan pendidikan agama Islam sebagai mata kuliah pengembang kepribadian
di perguruan tinggi, mampu menghasilkan mahasiswa yang berakhlak mulia.
DAFTAR PUSTAKA

Tim Dosen PAI . 2018. Pendidikan Agama Islam Kontekstual di Perguruan Tinggi.
Surabaya : Unesa University Press

Mardliyah,Syafiatul. 2017.Sosiologi Antropologi Pendidikan. Surabaya : Kartika Mulya &


P3IP FIP-UNESA

Muhaimin. 2012. Pengembangan Kurikulum Pendidikan Agama Islam di Sekolah,


Madrasah, dan Perguruan Tinggi. Jakarta : PT Grafindo Persada

http://kumpulanmakalah4.blogspot.com/2016/10/makalah tentang pendidikan-agama-


islam.html

http://yunushadi.blogspot.com/2012/06/pendidikan-agama-pada-perguruan-tinggi.html

http://pelawiselatan.blogspot.com/2011/07/pendidikan-agama-islam-pada-perguruan.html

Anda mungkin juga menyukai