Lisa Apriani
Ronatisa
Yunda Helka
AULIAURRASYIDIN
TEMBILAHAN
2019/2020
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis haturkan khadirat Allah SWT, karena berkat rahmat dan
hidayahnya makalah ini dapat di selesaikan dengan tepat waktu dan sesuai dengan
rencana. Makalah yang berjudul “Hadits Tarbawi Honor dan Gaji dalam Pendidikan”
ini sebagai pemenuhan tugas dari dosen Hadits.
Penulis
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR..............................................................................................i
DAFTAR ISI.............................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang...............................................................................................1
B. Rumusan Masalah..........................................................................................2
C. Tujuan............................................................................................................2
D. Manfaat..........................................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN
A. Pengertian honor dan gaji...............................................................................3
B. Hadits yang menjelaskan mengenai sistem
honor dan gaji dalam dunia pendidikan........................................................3
C. Larangan pengajar menerimah upah..............................................................10
DAFTAR PUSTAKA...............................................................................................21
ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pendidik merupakan komponen terpenting dalam pendidikan. Tanpa adanya
pendidik, maka ilmu yang akan disampaikan tidak mungkin pernah sampai
kepada peserta didik. Islam membebani orang-orang yang berilmu untuk
menyampaikan ilmunya kepada orang banyak. Oleh karena itu seorang pendidik
harus mempunyai jiwa pemimpin terhadap peserta didinya dan harus
bertanggungjawab terhadap kepemimpinannya. Agar ilmu yang akan
disampaikan dapat diterima dengan baik oleh peserta didik.
Seorang pendidik harus memberikan nasehat yang disampaikan dengan
memperhatikan komunikasi dua arah dan bukan untuk kepentingan dari sang
pemberi nasehat. Akan tetapi juga yang mendengarkan nasehat itu juga karena
agama itu nasehat. Pengahargaan patut kita berikan kepada orang-orang yang
telah berjasa dalam mengerjakan ilmu agama maupun ilmu yang lainnya, baik
berupa material maupun nonmaterial. Islam juga menekankan bagi pendidik
untuk menjaga, memelihara dan mengarahkan kepada jalan yang lurus, jalan
yang dikehendaki oleh Allah dan sebagaimana dicontohkan oleh Rasulullah,
karena pendidik laksana ayah terhadap anaknya.
Dalam makalah ini kami akan mencoba memberikan penjelasan mengenai
hadits-hadits tentang pendidik yang meliputi honor dan gaji bagi pendidik bagi
dunia pendidikan.
B. Rumusan masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka rumusan masalahnya yaitu:
1. Apakah yang dimaksud dengan honor dan gaji ?
2. Apa isi hadits yang menjelaskan mengenai sistem honor dan gaji dalam dunia
pendidikan ?
3. Apa isi hadits yang menjelaskan tentang larangan pengajar menerima upah ?
1
C. Tujuan
Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan dari pembuatan makalah
ini adalah sebagai berikut :
1. Untuk mengetahui pengertian dari honor dan gaji.
2. Untuk mengetahui hadits yang menjelaskan mengenai sistem honor dan gaji
dalam dunia pendidikan.
3. Untuk mengetahui hadits yang menjelaskan tentang larangan pengajar
menerimah upah.
D. Manfaat
Berdasarkan tujuan di atas, maka penulis dapat mengambil manfaat dari
penulisan makalah ini yaitu untuk menambah wawasan serta pengetahuan bagi
para pembaca khususnya kami sebagai penulis mengenai Hadits Tarbawi tentang
honor dan gaji dalam pendidikan serta dapat mengimplementasikan dalam
kehidupan sehari-hari.
BAB II
PEMBAHASAN
2
HADITS TARBAWI HONOR DAN GAJI DALAM PENDIDIKAN
B. Hadits yang menjelaskan mengenai sistem honor dan gaji dalam dunia
pendidikan
1. Pengajar boleh menerima upah
ُ صلَّى هلّلا َ ب النَّبِ ِّي ِ س َأ َّن نَفَرًا ِم ْن َأصْ َحا ٍ َع ْن اب ِْن َعبَّا
ض لَهُ ْم َ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم َمرُّ وا بِ َما ٍء فِ ْي ِه ْم لَ ِد ْي ٌغ َأ ْو َسلِ ْي ٌم فَ َع َر
ق ِإ َّن فِ ْي ٍ َر ُج ٌل ِم ْن َأ ْه ِل ْال َما ِء فَقَا َل هَلْ فِ ْي ُك ْم ِم ْن َرا
ق َر ُج ٌل ِم ْنهُ ْم فَقَ َرَأ َ َأو َسلِ ْي ًما فَا ْنطَل ْ ْال َما ِء َر ُجاًل لَ ِد ْي ًغا
شا ِء ِإلَى َّ ب َعلَى َشا ٍء فَبَ َرَأ فَ َجا َء بِال ِ ِبفَاتِ َح ِة ْال ِكتَا
ب هللا ِ َت َعلَى ِكت َ ك َوقَالُوا َأ َخ ْذ َ َِأصْ َحابِ ِه فَ َك ِر هُوا َذل
أجْ رًا َحتَّى قَ ِد ُموا ْال َم ِد ْينَةَ فَقَالُوا يَا َرس ُْو َل هللاِ َأ َخ َذ
صلَّى هللاُ َعلَ ْي ِه َ ِب هللا َأجْ رًا فَقَا َل َر ُسلُو ُل هللا ِ َعلَى ِكتَا
3
ِق َما َأ َخ ْذتُ ْم َعلَ ْي ِه َأجْ رًا ِكتَابُ هللا
َّ َو َسلَّ َم ِإ َّن َأ َح
) ( أخرجه البخاري
2. Kosakata (Mufradat)
a. = بِ َما ِءPada air, dimaksudkan pada suatu kaum atau desa tempat turun
air.
e. اق
ٍ = َرSeseorang yang bisa ruqiyah, jampi-jampi pengobatan orang
sakit dengan membaca Al-Qur’an atau do’a-do’a dari Nabi.
4
3. Terjemahan
Dari Abu Abbas bahwa ada sekelompok sahabat Nabi berjalan
melewati sebuah kaum tempat turun air di dalamnya ada seorang yang digigit
binatang berbisa atau disebut binatang salim. Seorang dari penghuni air itu
menawarkan kepada mereka: Apakah ada diantara kamu seorang yang bisa
mengobati ( rukiyah ) pada air itu ada seorang yang digigit binatang berbisa?
Datanglah seorang dari mereka membacakan Al-fatihah dengan diberi upah
seekor kambing. Seorang yang tergigit binatang berbisa itu sembuh kemudian
seekor kambing itu di bawa kepada teman-temannya, tetapi mereka tidak suka
hal itu. Mereka berkata: “Engkau ambil upah atas Kitab Allah”? sehingga
mereka datang ke Madinah lantas bertanya: “Hai Rasulullah dia mengambil
upah atas Kitab Allah”. Rasulullah SAW bersabda: “Sesungguhnya sesuatu
yang paling berhak kamu ambil upah adalah Kitab Allah.” (HR. Al-Bukhari).1
1
Abdul Majid Khon. Hadits Tarbawi (Hadits-hadits Pendidikan). KENCANA PRENADAMEDIA
GROUP: Jakarta. 2012. Hlm 197-199.
2
Ibnu Hamzah Al-Husaini Al-Hanafi AD Damsyiqi. Asbabul Wurud. KALAM MULIA: Jakarta
Pusat. 2006. Hlm 45.
5
antara kalian yang bisa mengobati seorang sakit yang digigit binatang berbisa?
Salah seorang sahabat Nabi berangkat mengobatinya dengan dibacakan surat
al-Fatihah. Dengan izin Allah, orang yang tergigit binatang berbisa itu dapat
disembuhkan dan dikasih upah seekor domba.
Ketika menerima upah itu para sahabat menanggapinya negatif dan
hati mereka merasa tidak berkenan menerima upah tersebut karena seolah
menjual ayat Al-Qur’an dengan harta benda yakni seekor domba. Mereka
bertekad akan melaporkan peristiwa ini kepada Rasulullah di Madinah.
Setelah di Madinah, mereka bertanya kepada beliau. Lantas beliau menjawab:
6
di kampung halamannya karena telah di tolak bertamu kecuali dengan dibayar
dengan upah yang pasti. Kemudian terjadi kesepakatan sekitar 20 hingga 30
ekor kambing.
Sahabat Nabi itu mengunjunginya, dibacakannya Al-Qur’an Surat al-
Fatihah dengan izin Allah pimpinan penduduk itu bisa sembuh dan dapat
bangun seolah terlepas dari ikatan tali. Kambing itu dibawanya dan akan
dibagikan kepada sahabat-sahabat lain dalam rombongan tersebut, tetapi para
sahabat menolaknya sebelum upah ini diperbolehkan Nabi SAW. setelah
sampai di Madinah Nabi memperbolehkannya dan bersabda: “Ketahuilah
bahwa itu adalah ruqiyah”. Nabi senyum dan bersabda: Bagi mereka dan aku
satu bagian”. Setelah dibagi Beliau menyampaikan Hadits di atas.
Hadits di atas menjadi alasan kebolehan mengobati penyakit dengan
membacakan al-Fatihah dan ayat atau surat lainnya. Karena al-Qur’an itu
adalah obat (syifa’) bagi manusia, bagi hati dan jasad mereka. Dan ini juga
menjadi dalil tentang kebolehan mengambil upah (honor) dari membaca al-
Qur’an dan mengajarkannya.
Al-Asqalaniy menjelaskan bahwa ada dua kisah berkaitan dengan
rukiyah yang dilakukan sahabat Nabi, yang kedua terhadap seorang yang
terkena penyakit gila kemudian dibacakan surat al-Fatihah dan dapat
disembuhkan (HR. Abu Daud, al-Turmudzi, dan al-Nasa’i).
Berdasarkan hadits di atas:
7
a. Jumhur ulama memperbolehkan menerima upah dalam pengajaran
berdasarkan Hadits di atas.
b. Ulama Hanafiyah melarang penerimaan upah dalam pengajaran dan
memperbolehkannya dalam pengobatan atau ruqiyah saja. Alasan mereka
mengajarkan Al-Qur’an adalah ibadah pahalanya dari Allah, kebolehan
menerima upah dalam ruqiyah karena adanya Hadits tersebut. Sebagian
ً َأ ْج
mereka berpendapat bahwa makna kata ajran ( را ) pada Hadits di
atas diartikan pahala sama dengan tsawab, tetapi interpretasi ini ditolak
oleh sebagian ulama karena tidak sesuai dengan konteks Asbab wurud al-
hadits seperti di atas. Sebagian ulama lagi berpendapat bahwa Hadits di
atas dinasakh (dihapus) dengan Hadits ancaman menerima upah dalam
pengajaran sebagaimana yang diriwayatkan Abu Daud. Pendapat ini pun
tertolak karena permasalahan nasakh harus ada indikasi yang tegas,
sementara pada Hadits di atas tidak ada indikasi itu.
a. Jika pemberian upah atau gajih dari kehendak sendiri dari orang yang di
ajar atau yang dibacakanya boleh saja
b. Jika di upahkan mengajar atau diberi upah karena membaca al-qur’an
tidak di perbolehkan
Kesimpulanya, tidak ada larangan secara mutlak dan secara tegas dalam
sistem gaji, honor dan upah dalam pendidikan dan pengajaran, tetapi
bergantung pada kondisi yang dihadapi karena memungkinkan kompromi
pada hadits-hadits shahih yang lahirnya kontra. Al-bukhari sendiri
meriwayatkan hadits di atas dengan beberapa teks yang sama menunjukan
8
adanya kecendrungan bolehnya menerima gaji atau honor dalam pengajaran
al-qur’an.
Abd. Al-muhsin al-ibad dalam syarah abi daud (3):403 pada bab upah
azan menyatakan bahwa upah atau penggajian pada tukang azan,imam
masjid,dan guru pengajar al-qur’an atau ibadah untuk medekatkan diri kepada
allah para ulama berbeda pandangan ada tiga pendapat:
a. Boleh menerima upah dengan alasan hadits upah pada rukiyah
sebagaimana hadits diatas
b. Tidak boleh menerima upah secara mutlak. Boleh nya meneruma upah
apabila berbentuk barang yang diwakafkan bagi kaum muslimin atau
uang kas dan atau amal dari darmawan.
c. Perumpamaan pengajaran al-qur’an bagaikan wali anak yatim,jika dia
orang mmapu tidak mau mengambil upah dan bila dia miskin ambilah
dengan makruf.
Dari berbagai pendapat di atas tidak ada yang memperbolehkan honor
atau gaji secara mutlak. Bolehnya, selalu ada catatan yang intinya dalam
profesionalis guru agama atau al-qur’an jangan tawar menawar seperti tukang
kayu,tukang besi atau profesi lain yang semata mencari upah,bukan karena
kewajiban dan bukan mencari pahala dari allah swt.
5. Pelajaran yang dipetik dari hadits
a. Bolehnya menerima upah dalam pengobatan orang sakit dengan rukiyah
membaca ayat-ayat al-qur’an atau doa-doa dari nabi saw
b. Bolehnya penggajian,honor atau upah bagi para guru,pegawai dan
kariyawan dala sisitem pendidikan dan pengajaran
c. Sunah nya menerima,menghormati,dan menjamu tamu yang datang untuk
menginap.
d. Bolehnya berobat dengan menggunakan jampi-jampi atau bacaan doa dari
al-qur’an dan hadits
6. Biografi singkat parawi hadits sahabat
9
Abdullah bin abbas telah disebutkan pada bab satu/A.
2. Kosakata (mufradat)
ً = قَ ْوBusur panah.
سا
ال َ = لَ ْيBukan harta, bukan harta yang berharga.
ِ ستُ بِ َم
ال َ َع ِظ ْي ِم لَ ْي
ِ ستُ ِب َم
= َوَأ ْر ِم ْيDan aku gunakan memanah.
قَ = َأنْ تُطَ َّوHendak engkau dikalungi.
10
3. Dari Ubadah bin Shamit berkata: aku telah mengajar orang-orang membaca
Al-Qur’an. Seseorang diantara mereka memberi ku hadiah sebuah busur
panah (bukan harta) jadi dapat aku gunakan memanah di jalan Allah. Aku
mendatangi Rasulullah dan menanyakan hal ini. Aku datang dan bertanya:
Wahai Rasulullah SAW seorang telah menghadiahkan aku sebuah busur
panah dari orang-orang yang telah aku ajarkan membaca Al-Qur’an, ia
bukan harta (yang mahal) dan dapat aku gunakan memanah di jalan Allah.
Nabi bersabda: “Jika engkau senang dikalungi dengan kalung dari api neraka
maka terimalah.” (HR. Abu Daud dan Ibnu Majah)
11
dan membinasakan. Itulah ancaman orang yang meneriama hadiah dalam
pengajaran al-qur’an.
Kitab ‘awn al-ma’bud syarah sunan abi daud disebutkan bahwa al-
khathabiy berkata. Bahwa para ulama berbeda pendapat dalam memahami
hadits diatas:
a. Sebagian ulama mengambil makna hadits secara tekstual (lahirnya
teks) bahwa mengambil upah tau gaji mengajarkan al-qur’an terlarang
sebagaimana pendapat al-zuhriy, abu hanifah, dan ishak bin rahawayh.
b. Sebagian mereka berpendapat tidak apa menerima upah atau gaji
dalam pengajaran al-qur’an selagi tidak dipersyaratkan, artinya
kehendak santri atau murid yang diajar, pendapat al-hasan al-bashriy,
ibnu sirin, dan al-sya’biy.
c. Sebagian lain memperbolehkan upah atau gaji dalam pengajaran
sebagai mana pendapat malik, atha’, al-syafi’I, dan abi tsaw. Alasan
mereka: pertama, hadits sahal bin sa’at bahwa yang menjelaskan
bahwa rasulullah berasabda kepada seorang laki-laki ynag akan
menikah,tetapi tiadak ada kemampuan harta untuk mahar:
َز َّو ْجتُ َك َها بِ َما َم َعكَ ِمنْ ا ْلقُ ْراَ ِن “aku
nikahkan engkau akan dia dengan maskawin apa yang engkau hafal
dari al-qur’an.” (HR.MUTTAFAQ ‘ALAYH)
Hadits abi shamit di atas dipahami mereka sebagai suka relawan dari
awal niatnya mencari pahala bukan mencari pekerjaan,maka dilarang oleh
rasulullah saw. Kedua,kondisi ahl al-shuffah orang miskin hidupnya makan
sedekah dari kaum muslimin,seharusnya memang dibantu bukan dipungut
biaya.
12
Sebagian lagi berpendapat jika seseorang yang mengajar al-qur’an itu
merupakan kewajiaban a’in tidak boleh memungut upah atau gajih tetapi jika
kewajiban kifayah boleh mengambilnya.
13
diwajibkan untuk suatu kaum tertentu. Penggajian dalam mengajarkan al-
qur’an adalah penggajian kepada orang yang mengajarkanya al-qur’an
adalah penggajian kepada orang yang mengajarkanya,bukan lah harga al-
qur’an itu.
14
seorang guru menerima gaji agar dapat melanjutkan hidupnya dan memenuhi
tuntutan hidup sehari-hari.
3
Abdul Majid Khon. Op. Cit. Hlm 199-208.
4
Al-Ghazali, Ihya ‘Ulum al-Din, Beirut: Dar al-Fikr, t.th, juz 1, hlm 56.
15
a. Al-Qur’an di ajarkan karena Allah, jadi tidaklah patut digaji orang yang
mengajarkannya. Ini alasan agama yang menuntut guru-guru bekerja di
jalan Allah.
b. Pemimpin-pemimpin kaum muslimin pada permulaan kebangkitan
Islam, semuanya memerhatikan kepentingan kaum guru-guru untuk
mengajar anak-anak mereka di surau-surau (kuttab) dan menggaji guru-
guru tersebut. Inilah alasan yang berasal dari tradisi yang diwarisi dan
kebiasaan yang dikerjakan oleh ulama salaf. Adapun praktik kaum
Muslimin dapat dijadikan alasan kepada orang lain dan termasuk salah
satu dasar agama.
Barangkali alternatif yang perlu mendapat perhatian ialah apakah
maksud Al-Ghazali yang tercela mengambil bayaran itu hanya pengajaran
ilmu naqli bukan ilmu akli? Dan bukankah guru pada masa Al-Ghazali juga
menerima hadiah atau hibah seperti hasil dari wakaf?
Jika yang dimaksud Al-Ghazali ilmu naqli memang wajar, karena,
ilmu naqli sangat tinggi nilainya tidak bisa dirupiahkan di samping ada misi
dakwah. Akan tetapi, jika yang dimaksudkan ilmu akli yang merupakan hasil
dari pemikiran manusia yang sangat dibutuhkan oleh kehidupan, di samping
dari hasil logis kegiatan otak manusia, apakah tetap dilarang? Atau mungkin
Al-Ghazali berpandangan hati sufi yang memandang rendah dan terhina
harta benda ketika dibandingkan dengan kenikmatan akhirat. Sementara
manusia diwajibkan mencari nafkah kehidupan dan diantara tekniknya
dengan mmenggunakan pemikiran bahkan juga dengan tenaga dan waktu.
Demikian juga Plato dan Aristoteles berpendapat bahwa motivasi
belajar harus mengangkat derajat dan pengabdian, dalam kata lain harus
diniatkan demikian pada awal pekerjaan. Kalau begitu halnya motivasi awal
yang menetukan profesi guru atau pekerjaan-pekerjaan lain berarti bukan
larangan pada profesionalitas guru atau pengajar. Apalagi jika murid
dipungut bayaran SPP dengan harga yang mahal jika guru tidak dijadikan
16
profesi bukankah itu suatu penganiayaan. Sementara perbandingan harta
benda dengan kenikmatan akhirat oleh Al-Ghazali memang materi sangat
rendah tetapi bukan berarti harus meninggalkan materi sama sekali.
5
Abdul Majid Khon. Op. Cit. Hlm 208-210.
17
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Bagi pengajar Al-Qur’an atau ilmu agama boleh saja menerima upah
dianalogikan dengan Hadits bolehnya menerima upah dalam rukiyah, yakni
mengobati orang sakit dengan membaca ayat-ayat Al-Qur’an atau do’a-do’a dari
Hadits Nabi SAW. Hadits yang diriwayatkan Ibnu Abbas, suatu ketika ada
seorang sahabat diminta mengobati seorang yang sedang kesakitan digigit ular
atau kalajengking. Setelah dibacakan al-Fatihah dengan izin Allah orang tersebut
bisa disembuhkan. Sebagian sahabat menanggapi negatif tentang peristiwa itu.
Ketika ditanyakan kepada Rasulullah, beliau menjawabnya upah yang paling hak
adalah upah kitab Allah.
Berbeda dengan hadits yang diriwayatkan oleh Ubadah bin Shamit, bahwa
ketika ia mengajar penghuni Shuffah ada yang memberi hadiah sebuah busur
panah tidak berupa uang, busur itu akan digunakan untuk disumbangkan ke jalan
Allah. Mendengar peristiwa ini Nabi melarangnnya dan bersabda bahwa
ancaman penerima hadiah tersebut adalah kalung dari api neraka. Para ulama
berbeda pendapat tentang upah mengajar sebagian mereka berpendapat larangan
menerima upah berdasarkan lahirnya teks Hadits dan sebgian lagi
memperbolehkannya, asal kondisinya layak. Hadits Ibnu Shamit dipahami
kondisinya tidak layak, karena penghuni Shuffah orang miskin yang
kesehariannya makan dari harta sedekah.
B. Saran
Dalam penyusunan makalah ini, telah penulis usahakan dengan sebaik-
baiknya sesuai kemampuan penulis. Namun, jika dalam penulisan dan
18
penyusunan makalah ini masih terdapat kesalahan dan kekurangan, penulis
berharap agar pembaca dapat memberikan kritik dan saran yang membangun,
agar penulis dapat menyusun makalah ini menjadi lebih baik lagi kedepannya.
19
DAFTAR PUSTAKA
20