Anda di halaman 1dari 14

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar belakang

Pendidikan tinggi Islam di Indonesia telah berlangsung sejak dibukanya


Sekolah Tinggi Islam di Jakarta pada bulan Juli 1945 menjelang Indonesia
merdeka. Tahun 1946 STI ini pindah ke Yogyakarta, kemudian STI berubah
menjadi UII (Universitas Islam Indonesia). Fakultas Agama UII dinegerikan
menjadi PTAIN, kemudian muncul IAIN dan STAIN, dan seterusnya UIN. Selain
itu muncul pula pendidikan tinggi Islam swasta, baik yang berbentuk universitas
maupun sekolah tinggi.

Kehadiran lembaga pendidikan tinggi tersebut adalah merupakan sahutan


terhadap kebutuhan masyarakat untuk merelisasikan kehidupan beragama di tanah
air ini. Masyarakat Indonesia yang religius meletakkan sila Ketuhanan Yang
Maha Esa sebagai sila pertama adalah mendudukkan betapa urgennya kedudukan
agama di Indonesia.

Dinamika perkembangan masyarakat bergulir terus tidak bisa dibendung,


kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi membawa perubahan dahsyat bagi
kehidupan manusia, baik cara pandang maupun gaya hidupnya. Perguruan tinggi
adalah lembaga terkait erat dengan masyarakat, sebab input perguruan tinggi
berasal dari masyarakat dan output perguruan tinggi diserap oleh masyarakt,
karena itulah perguruan tinggi mesti peka terhadap perkembangan masyarakat.

B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian perguruan tinggi menurut UU 2 tahun 1989, pasal 16, ayat 1?
2. Bagaimana historis pendidikan tinggi Islam di Indonesia?
3. Apa saja paradigma dalam pengembangan PAI di perguruan tinggi?

1
4. Bagaimana perguruan tinggi Islam di masa depan dalam tantangan globalisasi,
tantangan perkembangan ilmu teknologi dan tantangan moral?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui apa itu perguruan tinggi.
2. Untuk mengetahui sejarah/historis pendidikan tinggi Islam di Indonesia.
3. Untuk mengetahui apa saja paradigma dalam pengembangan PAI di
perguruan tinggi.
4. Untuk mengetahui perguruan tinggi Islam di masa depan dalam menantang
arus globalisasi, teknologi dan moral.

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. Perguruan Tinggi
a. Pengertian Perguruan Tinggi

Perguruan tinggi merupakan kelanjutan pendidikan menengah yang


diselengarakan untuk mempersiapkan peserta didik untuk menjadi anggota
masyarakat yang memiliki kemampuan akademis dan profesional yang dapat
menerapkan, mengembangkan dan menciptakan ilmu penetahuan, teknologi dan
kesenian (UU 2 tahun 1989, pasal 16 ayat 1).

Berdasarkan kepemilikannya, perguruan tinggi dibagi menjadi dua, yaitu:


perguruan tinggi negeri dan perguruan tinggi swasta.

Pendidikan tinggi adalah pendidkan pada jenjang yang lebih tinggi dari
pada pendidikan menengah di jalur pendidikan sekolah (PP 30 tahun 1990, pasal
1, ayat 1).

b. Tujuan Pendidikan Tinggi


1. Mempersiakan peserta didik menjadi anggota masyarakat yang memiliki
kemampuan akademik dan profesional yang dapat menerapkan,
mengembangkan dan menciptakan ilmu pengetahuan, teknologi dan kesenian.
2. Mengembangkan dan menyebar luaskan ilmu pengetahuan, teknologi dan
kesenian serta mngoptimalkan penggunaannya untuk meningkatkan taraf
hidup masyarakat dan memperkaya kebudayaan nasional (UU 2 tahun 1989,
pasal 16, ayat 1).
c. Fungsi-fungsi Utama Perguruan Tinggi

3
1. Membina kualitas hasil dan kinerja perguruan tinggi, agar dapat memberi
sumbangan yang nyata kepada perkembangan IPOLEKSOSBUD di
masyarakat. Untuk dapat melaksanakan pembinaan kualitas yang baik, secara
periodik perguruan tinggi menyelenggarakan evaluasi-diri yang melibatkan
semua Unit Akademik Dasar. Evaluasi-diri sewajarnya dianggap sebagai
perangkat manajemen perguruan tinggi yang utama, karena setiap pegambilan
keputusan harus dapat mengacu pada hasil evaluasi-diri.
2. Merencanakan pengembangan perguruan tinggi menghadapi perkembangan di
masyarakat. Rencana strategis menjangkau waktu pengembangan 10 tahun,
seyogyanya dapat dibuat oleh perguruan tinggi.
3. Mengupayakan tersedianya sumberdaya untuk menyelenggarakan tugas-tugas
fungsional dan rencana perkembangan perguruan tinggi. Sumberdaya
diupayakan, tidak hanya otoritas pusat, tetapi juga dari pihak-pihak lain
melalui kerjasama, kontrak penelitian, penyediaan pendidikan dan pelatihan
khusus, sumbangan dan lain-lain.
4. Menyelenggarakan pola manajemen perguruan tinggi, yang dilandasi
paradigma penataan sistem pendidikan tinggi, dengan sasaran utama adanya
suasana akademik yang kondusif untuk pelaksanaan kegiatan fungsional
pendidikan tinggi.
B. Historis dan Eksistensi Pendidikan Tinggi Islam di Indonesia
a. Historis Pendidikan Tinggi Islam di Indonesia

Mahmud Yunus mengemukakan bahwa di Padang Sumatera Barat, pada


tanggal 9 Desember 1940 telah berdiri perguruan tinggi Islam yang dipelajari oleh
Persatuan Guru-guru Agama Islam (PGAI). Menurut Mahmud Yunus perguruan
tinggi ini yang pertama di Sumatera Barat bahkan di Indonesia. Tetapi ketika
Jepang masuk ke Sumatera Barat pada tahun 1941, pendidikan tinggi ini ditutup
sebab Jepang hanya mengizinkan dibuka tingkat dasar dan menengah.

Pendidikan ini dibua dari dua fakultas:

4
1. Fakultas Syariat (Agama).
2. Fakultas Pendidikan dan bahasa Arab (Yunus, 1979: 121).

IAIN i bermula dengan dua bagian yaitu fakultas di Yogyakarta dan dua
fakultas di Jakarta. Di kedua tempat ini IAIN dengan cepat berkembang menjadi
sebuah Institut denga 4 fakultas, Pada tiap fakultasnya kuliah selama 3 tahun, dan
dapat dilengkapi dengan spesialisasi selama dua tahun.

Keempat fakultas tersebut adalah sebagai berikut:

1. Fakultas Ushuluddin
2. Fakultas Syari’ah
3. Fakultas Tarbiyah
4. Fakultas Adab atau Ilmu Kemanusiaan.
b. Perguruan Tinggi Agama Islam Negeri (PTAIN)

Kota Yogyakarta sebagai kota perjuangan dan pusat pemerintahan


Republik Indoesia, diberi penghargaan dengan menetapkan Yogyakarta sebagai
kota universitas. Berkenaan dengan itu, didirikanlah di Yogyakarta Universita
Gajah mada yang tertuang dalam Peraturan Pemerintah Nomor 37 tahun 1950
tertanggal 14 Agustus 1950, yang ditandatangani oleh Assat selaku pemangku
jabatan Presiden RI. Sehubungan dengan itu pula, kepada umat islam diberikan
pemerintah Perguruan Tinggi Agama Islam Negeri (PTAIN), yang dinegerikan
deri Fakultas Agama UII yang diatur dalam peraturan pemerintah nomor 34 tahun
1950.

c. Institut Agama Islam Negeri (IAIN)

Setelah PTAIN berusia lebih kurang sembilan tahun, maka lembaga


pendidikan tinggi dimaksud telah mengalami perkembangan. Situasi ekstern (di
luar IAIN) juga sangat kondusif untuk mengembangkan PTAIN. Kondisi yang

5
kondusif yang dimaksudkan itu adalah kondisi kehidupan keberagaman bangsa
dan negara.

Setelah mengadakan sidang beberapa kali, maka disepakatilah bahwa


PTAIN yang berkedudukan di Yogyakarta dengan ADIA yang berkedudukan di
Jakarta digabungkan menjadi satu dengan nama Institut Agama Islam Negeri “Al-
Jami’ah al-Islamiyah al-Hukumiyah”. Keputusan panitia tersebut disetujui oleh
pemerintah dengan mengeluarkan Peraturan Presiden RI No. 11 Tahun 1960
tentang Pembentukan Institut Agama Islam Negeri yang mulai berlaku pada
tanggal 9 Mei 1960.

d. Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri (STAIN)

Sejak IAIN didirikan tahun1960, lembaga ini telah berkembang ke


berbagai kota di Indonesia, yang akhirnya IAIN tersebut yang pada mulanya
merupakan cabang dari IAIN Yogyakarta atau Jakarta menjadi IAIN yang berdiri
sendiri.

Untuk menyahuti jiwa dan peraturan yang berlaku, yakni untuk


menghindari tidak terjadinya seperti kasus di atas yakni duplikasi fakultas, serta
untuk menjadikan fakultas-fakultas daerah itu mandiri, dan lebih dapat
mengembangkan dirinya tidak terikat dengan berbagai peraturan yang agak
mengekang oleh IAIN induknya, maka fakultas-fakultas daerah itu dipisahkan
dari IAIN induknya masing-masing yang secara administrasi tidak lagi memiliki
ikatan dengan IAIN induk masing-masing. Setelah dipisahkan itu bernama
lembaga ini menjadi STAIN, yang mungkin dahulu bernama Fakultas Tarbiyah
IAIN Sunan Ampel Malang, berubah menjadi STAIN Padang Sidempunan,
demikian seterusnya.

e. Universitas Islam Negeri (UIN)

6
Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim Riau yang di singkat dengan
UIN SUSKA Riau pada awal berdirinya bernama Institut Agama Islam Negeri
(IAIN) Sulthan Syarif Qasim Pekanbaru yang secara resmi dikukuhkan
berdasarkan Peraturan Presiden RI Nomor 2 Tahun 2005 tanggal 4 Januari 2005
tentang perubahan IAIN Sulthan Qasim Pekanbaru menjadi UIN Sultan Syarif
Kasim Riau dan diresmikan pada 9 Februari 2005 oleh Presiden RI, Bapak Dr, H.
Susilo Bambang Yudhoyono. UIN SUSKA Riau yang dahulunya bernama IAIN
Susqa Pekanbaru Riau didirikan pada tanggal 19 September 1970 berdasarkan
surat keputusan Menteri Agama RI K.H. Ahmad Dahlan pada tanggal 19
September 1970 berupa penandatanganan piagam dan pelantikan rektor yang
pertama, Prof. H. Ilyas Muhammad Ali.

IAIN Susqa ini pada mulanya berasal dari beberapa Fakultas dan Perguruan
Tinggi Agama Islam Swasta yang kemudian dinegerikan, yaitu Fakultas Tarbiyah
di Universitas Islam Riau Pekanbaru, Fakultas Syariah UIR di Tembilahan, dan
Fakultas Ushuluddin di Masjid Agung an-Nur Pekanbaru, dengan persetujuan
Pemerintah Daerah, maka IAIN Pekanbaru ini diberi nama dengan Sulthan Syarif
Qasim, yaitu nama dari Sulthan Kerajaan Siak Sri Indrapura yang ke-12 atau
Sulthan yang terakhir di kerajaan tersebut, dan juga nama pejuang nasional asal
Provinsi Riau. Katika didirikan, IAIN Susqa hanya terdiri atas tiga Fakultas, yaitu
Fakultas Tarbiyah, Fakultas Syariah dan Fakultas Ushuluddin. Namun pada tahun
1998, IAIN Susqa mengembangkan diri dengan membuka Fakultas Dakwah.

f. Perguruan Tinggi Agama Islam Swasta (PTAIS)

Universitas Islam di bawah asuhan langsung organisasi Islam, tercatat


misalnya Universitas Muhammadiyah, Universitas Nahdatul Ulama, Universitas
Alwashliyah, Universitas Islam ini baik yang diasuh oleh organisasi keislaman,
maupun yang merupakan yayasan yang independen, mengasuh fakultas-fakultas
keagamaan dan non-keagamaan, fakultas keagamaan itu berada di bawah

7
pengawasan koordinator Perguruan Tinggi Agama Islam Swasta (Kopertais) pada
wilayah setempat.

C. Paradigma Pengembangan PAI di Perguruan Tinggi

Paradigma pengembangan pendidikan agama Islam ada tiga yaitu:

a. Paradigma Dikotomis

Di dalam paradigma ini, aspek kehidupan dipandang dengan sangat


sederhana, dan kata kuncinya adalah dikotomi atau diskrit. Segala sesuatu hanya
dilihat dari dua sisi yang berlawanan, seperti laki-laki dan perempuan, pendidikan
agama dan pendidikan umum, dan seterusnya. Pandangan dikotomis tersebut pada
gilirannya dikembangkan dalam melihat dan memandang aspek kehidupan dunia
dan akhirat, kehidupan jasmani dan rohani, sehingga pendidikan agama Islam
hanya diletakkan pada aspekkehidupan akhirat saja atau kehidupan rohani saja.

Paradigma dikotomis mempunyai implikasi terhadap pengembangan


pendidikan agama Islam yang lebih berorientasi pada keakhiratan, sedangkan
masalah dunia dianggap tidak penting, seta menekankan pada pendalaman ilmu-
ilmu keagamaan yang merupakan jalan pintas untuk menuju kebahagiaan akhirat,
sementara sains (ilmu pengetahuan) dianggap terpisah dari agama.

b. Paradigma Mekanisme

Paradigma mekanisme memandang kehidupan terdiri atas berbagai aspek, dan


pendidikan dipandang sebagai penanaman dan pengembangan seperangkat nla
kehidupan, yang masing-masing bergerak dan berjalan menurt fungsinya,
bagaikan sebuah mesin yang terdiri atas beberapa komponen atau elemen-elemen,
yang masing-masing menjalankan fungsinya sendiri-sendiri, dan antara satu
dengan lainnya bisa saling berkonsultasi atau tidak.

8
Aspek-aspek atau nilai-nilai kehidupan itu sendiri terdiri atas: nilai agama,
nilai individu, nilai sosial, nilai politik, nilai ekonomi, nilai rasional, nilai estetik,
nilai biofisik, dan lain-lain.

c. Paradigma Organism

Dalam konteks pendidikan Islam, paradigma organism bertolak dari


pandangan bahwa aktivitas kependidikan merupakan suatu sisitem yang terdiri
atas komponen-komponen yang hidup bersama dan berkerja sama secara terpadu
menuju tujuan tertentu, yaitu terwujudnya hidup yang religius atau dijiwai oleh
ajaran dan nilai-nilai agama.

Sistem pendidikan diharapkan dapat mengintegrasikan nilai-nilai ilmu


pengetahuan, nilai-nilai agama dan etik, serta mampu melahirkan manusia-
manusia yang menguasai dan menerapkan ilmu penegtahuan, teknologi dan seni,
memiliki kematangan profesional, dan sekaligus hidup di dalam nilai-nilai agama.

D. Perguruan Tinggi Agama Islam di Masa Depan (Peluang dan Tantangan)


a. Peta Pendidikan Tinggi Islam di Indonesia

Untuk menganalisis peta pendidikan tinggi Islam di Indonesia perlu


dikedepankan analisis SWOT (strenghts, weakness, Opportunities, Threats). Oleh
karena beragamnay perguruan tinggi Islam, maka analisis SWOT yang
dikemukakan yang bersifat umum yang dimilki oleh hampir seluruh perguruan
tinggi Islam.

1. Strenghts
a. Dukungan landasan filosofi Panasila, UUD 1945, dan keputusan-
keputusan politik yang memberi peluang untuk eksisnya lembaga
pendidikan tinggi Islam.
b. Dukungan umat Islam Indonesia yang menginginkan agar adanya lembaga
pendidikan tinggi Islam di Indonesia.

9
c. Banyaknya lembaga pendidikan Islam tingkat dasar dan menengah yang
menjadi raw input bagi pendidikan tinggi islam.
2. Weakness
a. Pendanaan yang terbatas, sehingga berdampak kepada pengembangan
yang erbatas pula.
b. Sumberdaya manusia pengelolanya baik tenaga kependidikan maupun
dosen masih terbatas, baik dari segi kuantitas maupun kualitas.
c. Terbatasnya sarana dan fasilitas.
d. Terbatasnya aset-aset yang dapat dikembangkan guna dijadikan sumber
dana.
3. Opportunities
a. Harapan masyarakat terutama umat Isla sangat besar terhadap pendidikan
tinggi Islam.
b. Semakin sadranya masyarakat Indonesia terutama umat Islam tentang
kedudukan perguruan tinggi dalam era globalisasi guna membentuk
manusia yang unggul.
c. Semakin banyak lembaga pendidikan tinggi Islam yang berkualitas
sehingga digandrungi masyarakat.
4. Threats
a. Masih banyak perguruan tinggi Islam ang masih dalam proses
pembianaan, sehingga dikhawatirkan kalah bersaing di era persaingan
sekarang.
b. Semakin sulitnya mendapat lowongan kerja bagi lulusan pendidikan tinggi
Islam terutama alumni imu-ilmu keagamaan.
c. Belum berdirinya lembaga pendidikan menengah keagamaan negeri
(MAK Negeri), yang merupakan lembaga pendidikan yang berdiri semdiri
di samping Madrasah Aliyah. Lembaga inilah diharapkan untuk menjadi
raw input bagi IAIN/STAIN dan UIN serta sekolah tinggi, institut, dan
universitas yang mengonsentrasikan keilmuannya pada ilmu agama Islam.

10
d. Belum terumuskannya konsep Islamisasi ilmu, sehingga ciri keislamannya
pada universitas Islam belum kelihatan dengan jelas.
b. Perguruan Tinggi Islam ke Depan
1. Tantangan Globalisasi

Dunia tanpa batas adalah kenyataan hidup kita saat sekarang, sekat-sekat batas
antarnegara telah menipis. Di dunia yang seperti ini maka arus keluar masuk,
manusia, jasa, teknologi, barang ke suatu negara adalah sesuatu yang lumrah.
Selain dari itu, saling pengaruh budaya pun tidak bisa dihindari. Pengaruh ini
tidak bisa dihindari dan akan terjadi persaingan global. Pada alam kompetitif
maka kualitas menjadi andalan. Karena kualitas mejadi andalan, maka
peranan perguruan tinggi semakin dominan untuk membentuk manusia
berkualitas tersebut. Jadi, dengan demikian perguruan tinggi masa depan itu
adalah perguruan tinggi bermutu.

2. Tantangan Perkembanga Ilmu Teknologi

Sejak keberadaan umat manusia di bumi, secar evolusi dan gradual


telah terjadi perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Banyak
penemuan-penemuan baru sebagai hasil upaya manusia mengembagkan ilmu
tersebut.Di pandang dari sudut konsep keilmuan dalam Islam, ilmu itu terbagi
kepada dua macam, sesuai dengan hasil konferensi pendidikan Islam sedunia,
yaitu ilmu yang tergolong perennial knowledge dan ilmu yang tergolong
acquired knowledge.

3. Tantangan Moral

Salah satu dampak negatif dari kemajuan ilmu dan teknologi serta
globalisasi adalah munculnya semangat hedonism. Falsafah hidup hedonisme
ini telah bekembang pesat di berbagai negara ditandai dengan berbagai
indikasi, yakni semakin meluaskan kebebasan seks dengan segala

11
perangkatnya, narkoba dan segala jenisnya merupakan indikasi betapa
merosotnya moral. Berkenaan dengan itu maka pendidikan tinggi Islam mesti
memiliki peranan sungguh-sungguh untuk menjadi pionir dalam menegakkan
moral, termasuk memperkukuh moral akademik.

12
BAB III

PENUTUP

a. Kesimpulan

Perguruan tinggi Islam di masa yang akan datang sangat berperan dan
turut serta menyumbangkan darma baktinya bagi pembangunan bangsa. Untuk
lebih mengefektifkan peranannya di masa depan, maka beberapa problema yang
dikemukakan di atas mesti disahuti, diberikan respons dan konsep-konsep guna
menjawab beberapa tantangan tersebut, yakni tantangan globalisasi yang di mana
kualitas menjadi andalan, maka peranan perguruan tinggi semakin dominan untuk
membentuk manusia yang berkualitas. Ilmu pengetahuan dan tantangan moral.

b. Kritik dan Saran

Demikianlah isi makalah ini yang dapat penulis paparkan, penulis telah
berusaha semaksiamal mungkin sesuai dengan kemampuan penulis. Penulis masih
memerlukan kritikan dan saran dari pembaca untuk kesempurnaan makah ini.
Semoga dengan hadirnya makalah ini dapat menambah wawasan pembaca,
khususnya bagi penulis sendiri, sehingga tujuan yang diharapkan dapat tercapai.

13
DAFTAR PUSTAKA

Hasbullah, 1999, Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia Lintasan Sejarah


Pertumbuhan dan Perkembangan, Jakarta: PT Grafindo Persada.

Haidar Putra Daulay, 2004, Pendidikan Islam dalam Sistem Pendidikan Nasional di
Indonesia, Jakarta: Kencana.

Muhaimin, 2007, Pengembangan Kurikulum Pendidikan Agama Islam, Jakarta: PT


Grafindo Persada.

Uin-suska.ac.id, 2015, Sejarah UIN Sultan Syarif Kasim profil dan sejarah.

14

Anda mungkin juga menyukai