DISUSUN OLEH
KELOMPOK 9
RISKI RAHMADAN (1901020141)
SYARAH NUR HASANAH (1901020170)
SUPIANI (1901020168)
FAKULTAS TARBIYAH
INSTITUT AGAMA ISLAM DAAR AL ULUUM
ASAHAN-KISARAN
2022
KATA PENGANTAR
Kelompok
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR...............................................................................................i
DAFTAR ISI..............................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN..........................................................................................1
A. Latar Belakang...........................................................................................1
B. Rumusan Masalah......................................................................................1
BAB II PEMBAHASAN..........................................................................................2
A. pengertian IAIN.........................................................................................2
B. peran IAIN dalam penegakan nilai-nilai moral di era globalisasi............6
C. tuntutan IAIN dalam perkembangan zaman............................................8
D. ciri-ciri dan dampak negatif globalisasi.....................................................10
A. Kesimpulan ...............................................................................................13
DAFTAR PUSTAKA................................................................................................14
ii
BAB I
PENDAHULUAN
B. Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah dalam makalah ini adalah
1. Bagaiman pengertian IAIN?
2. Bagaimana peran IAIN dalam penegakan nilai-nilai moral di era
globalisasi?
3. Bagaimana tuntutan IAIN dalam perkembangan zaman?
4. Bagaimana ciri-ciri dan dampak negatif globalisasi?
1
BAB II
PEMBAHASAN
1
Departemen Agama, Kendali Mutu,Pendidikan Agama Islam (Jakarta : Dirjen
Pembinaan Kelembagaan Agama Islam,2001), h. 101
2
Aswan, Diktat Penidikan Islam Dala Sistem pendidikan nasional, (Asahan: Fakultas
Tarbiyah, IADU, 2016), h. 69
2
menyesuaikan diri dengan keadaan mahasiswa yang berlatar belakang sangat
beragam tersebut.
Beberapa hal yang menjadi catatan tentang tujuan pendirian IAIN
adalah bahwa pendiriannya dilandasi semangat untuk meningkatkan
kedudukan pondok pesantren agar dapat memasuki wilayah urban sehingga
bisa memiliki keluwesan dalam menghadapi tuntutan zaman. Dengan kata
lain memformalitaskan pesantren ke dalam bagian kepemerintahan dibidang
pengelolaan agama melalui Depag. Ini terlihat dari kurikulum IAIN tidak
terlalu jauh berbeda dari apa ya diajarkan di pesantren.
Bukan sebuah kesalahan jika ada pernyataan bahwa pada masa dulu
IAIN pernah tidak dapat mendapat pengakuan oleh pemerintah, hal ini
dibuktikan dengan perbedaan sistem pembiayaan yang mana anggaran PTAI
disejajaran dengan anggaran sektor agama secara umum menyatu dengan
anggara urusan keagamaan lain. Lebih nyata lagi lulusan IAIN pernah tidak
bisa diterima mendaftar menjadi calon Pegawai Negeri Sipil di instasi-instasi
luar Depag. Seharusnya untuk anggaran Pendidikan tinggi Islam memiliki
porsi anggaran tersendiri, karena PTAI juga merupakan bagian dari upaya
memajuka pendidikan di Indonesia.
Kejelasan nasib dan status hukum dari IAIN baru diperjelas oleh
menteri Agama Munawir Sjadzali (1983-1993). Salah satu indikasi
pengakuan IAIN dari pemerintah dan masyarkat bahwa IAIN merupakan
sebuah perguruan tinggi adalah adanya kata Negeri dibelakang nama
lembaga. Selain itu lulusanya disebut sebagai sarjana bukan ustadz atau kyai,
dan muridnya disebut mahasiswa bukan santri. Dan juga memiliki gelar yang
sama dengan perguruan tinggi lain yaitu doctorandus.3
Oleh karena itu wajar jika IAIN dinilai berada dalam posisi dilematis,
bahkan pemerintah pun pada waktu itu dipandang sulit untuk menempatkan
IAIN. Hingga pada tahun 1989 secara hukum lembaga ini baru bisa
diakomodasi oleh pemerintah dengan adanya Undang-undang Sistem
3
Azyumardi Azra, Pendidikan Islam: Tradisi dan Modernisasi Menuju Milenium Baru
(Jakarta: Kencana, 2000), h.170
3
Pendidikan Nasional (USPN) yang secara eksplisit pendidikan agama
termasuk dalam naungan sistem pendidikan Nasional. Sehingga wajar jika
selanjutnya timbul wacana-wacana berani agar IAIN berani untuk tidak fokus
pada bidang keagamaan saja secara normatif namun juga memunculkan diri
dalam mendalami ilmu pengetahuan umum.
Pada tahap awal berdirinya IAIN maka berdasarkan penetapan Menteri
Agama RI Nomor 43 tahun 1960 Peraturan Menteri Agama No. 15 Tahun
1961 menyatakan bahwa IAIN terdiri atas Fakultas Tarbiyah yang terdiri atas,
Jurusan Pendidikan Agama, Jurusan Pacdagogik, Jurusan Bahasa Indonesia,
Jurusan Bahasa Arab, Jurusan Bahasa Inggris, Jurusan Khusus (Iman
Tentara), Jurusan Etnologi dan Sosiologi, Jurusan Hukum dan Ekonomi.
Kemudian pada Sekitar tahun 1980-an lahirlah Jurusan Tadris, Jurusan ini
sebagai upaya merespon kekurangan dan kebutuhan guru-guru dalam mata
pelajaran IPA, Matematika, dan Bahasa Inggris. Perkembangan selanjutnya
adalah pada tahun 1990-an muncul jurusan baru yaitu Kependidikan Islam
(KI).
Berdasarkan keputusan menteri agama nomor 26 tahun 1965 maka
sejak 1 Juli 1965 IAIN di Jogjakarta diberi nama Sunan Kalijaga, nama
tersebut merupakan salah satu tokoh terkenal penyebar Agama Islam di
Indonesia IAIN yang lain juga diberi tambahan nama seperti IAIN Syarif
Hidayatullah Jakarta, IAIN Walisongo Semarang, IAIN Sunan Gunung Jati
Bandung dan lain sebagainya. Berikut ini adalah daftar nama ama 14 IAIN
yang ada di Indonesia hingga Tahun 1973.
4
9 Sultan Thaha Syaifudin Jambi 1967
10 Sunan Gunung Jati Bandung 1968
11 Raja Intan Tanjung Karang 1968
12 Walisongo Semarang 1970
13 Syarrif Qosim Pekan Baru 1970
14 Sumatera Utara Medan 1974
Pada kisaran tahun 2000-an di seluruh Indonesia terdapat 14 IAN dengan
jumlah dosen tetap sebanyak 3.340 orang mahasiswa sebanyak 65.223 Orang
Sedangkan untuk STAIN lendapat 33 lembaga dengan jumlah dosen tetap
adalah 2.735 orang dan mahasiswanya berjumlah 29.115 orang. Selain
perguruan tinggi Islam Negeri ada juga Perguruan Tinggi Agama Islam
Swasta (PTAIS) yang berjumlah 306 Buah, dengan jumlah mahasiswanya
105.137 orang. Pada masa IAIN dan STAIN berada di bawah pembinaan dan
pembiayaan Departeman agama (sekarang Kemenag), bukan di bawa
naungan Depdiknas. Tentu ini adalah beban berat karena anggaran Depag
sangat terbatas, apalagi harus dipangkas untuk membiayai seluruh Perguruan
Tinggi Negeri Islam. Dan juga Depag secara moral harus membantu
perkembangan PTAIS. 4
Adapun IAIN yang telah tumbuh dan berkembang di Indonesia saat ini
berjumlah 25 IAIN, antara lain: IAIN Ambon, Ambon (Maluku), IAIN
Antasari, Banjarmasin (Kalimantan Selatan), IAIN Imam Bonjol, Padang
(Sumatera Barat), IAIN Raden Intan, Bandar Lampung (Lampung), IAIN
Syekh Nurjati, Cirebon (Jawa Barat), IAIN Surakarta, Surakarta (Jawa
Tengah), IAIN Tulungagung, Tulungagung (Jawa Timur), IAIN Sulthan
Thaha Saifuddin, Jambi (Jambi), IAIN Bengkulu, Bengkulu (Bengkulu),
IAIN Sultan Amai, Gorontalo (Gorontalo), IAIN Ternate, Ternate (Maluku
Utara), IAIN Sulthan Maulana Hasanudin, Banten (Banten), IAIN Dato
Karamau, Palu (Sulawesi Tengah), IAIN Padang Sidempuan, Tapanuli
Selatan (Sumatera Utara), IAIN Pontianak, Pontianak (Kalimantan Barat),
IAIN Mataram, Lombok (Nusa Tenggara Barat), IAIN Salatiga, Salatiga
4
Abuddin Nata, Tokoh-tokoh Pembaruan Pendidikan Islam di Indonesia (Jakarta:
Rajawali Pers, 2005), h.399.
5
(Jawa Tengah), IAIN Purwokerto, Purwokerto (Jawa Tengah), IAIN Manado,
Manado (Sulawesi Utara), IAIN Jember, Jember (Jawa Tengah), IAIN
Palopo, Palopo (Sulawesi Selatan), IAIN Samarinda, Samarinda (Kalimantan
Timur), IAIN Palangkaraya, Palangkaraya (Kalimatan Tengah), IAIN
Kendari, Palu (Sulawesi Tenggara) dan IAIN Langsa, Langsa (Aceh). 5
6
cenderung sekular memisahkan sektor kehidupan dunia dari agama. Dengan
memisahkan sektor dunia kehidupan dunia dri agama.
Dengan kata lain, kekayaan khazanah Islam tidak akan memiliki arti
apabila tidak dilakukan internalisasi nilai-nilai Islam itu dalam setiap aspek
kehidupan masyarakat. Dalam hal internalisasi nilai-nilai ini setidaknya ada 3
pendekatan yang telah dikembangkan dalam khazanah pengembangan moral.
Tiga pendekatan tersebut berada dalam dua dimensi yang telah dipergunakan
untuk mendefinisikan hakekat dari suatu keputusan moral. Dimensi-dimensi
itu adalah:
1. Isinya digunakan dalam membuat satu keputusan moral, yaitu nilai-
nilai, tradisi dan lain-lain.
2. Hakekat proses berfikir yang digunakan untuk mengorganisasi nilai-
nilai ini dan untuk membuat keputusan.7
Untuk itu semua intuisi, fasilitas dan sarana yang ada didalam
masyarakat Islam harus digunakan, terlebih lagi perguruan Tinggi Agama
Islam sebagai wahana tertinggi dalam kajian dan pendidikan Islam. Di sinilah
tantangan terbesar bagi IAIN, yakni melahirkan intelektual muslim yang
mampu melahirkan konsep-konsep Islam yang aplikatif dalam masyarakat
Islam yang hidup dalam era globalisasi ini.
Pendidikan merupakan kunci utama dalam hal ini, tentu saja internalisasi
Islam tersebut tidak akan dapat diwujudkan bila ia hanya mengandalkan
pendidikan formal, setiap sektor pendidikan formal, non-formal dan informal,
harus difungsikan secara integral. Diantara jalan ini untuk merealisasikan
perwujudan hamba Allah yang berkesinambungan tersebut, perlu dirumuskan
kebijakan pendidikan umat yang mampu membentuk, mengembangkan dan
melaksanakan penghayatan sumber-sumber agama, alam dan sejarah serta
pengamalan kemampuan dan ketrampilannya untuk mencapai kesejahteraan
dan peningkatan peradilan Islam.
7
Haidar Putra Daulay, IAIN di Era Globalisasi: Peluang dan Tantangan dari Sudut
Pendidikan Islam, (Jakarta :Kencana ,2004), h. 119.
7
Perguruan tinggi Islam memiliki prospek yang cerah dalam proses ini,
sebab salah satu modal yang dimiliki uma Islam dibidang pendidikan ialah
kesadaran dan keyakinan umat akan dinul Islam sebagai materi program
pendidikan dan sebagai sumber nilai.
Lebih jauh dalam upaya menciptakan masyarakat yang menjiwai norma-
norma agama diharapkan setiap Perguruan Tinggi Agama Islam dapat
menanamkan dan mengembangkan prinsip-prinsip moral Islam, Tuntutan
masa depan bagi Perguruan Tinggi Agama Islam adalah menghasilkan alumni
yang memiliki moral yang tinggi serta kedalaman ilmu pengetahuan. Dalam
pada itu secara intuisi, Perguruan Tinggi Agama Islam diharap dapat
mengaplikasikan nilai-nilai moral yang tinggi secara internal di lingkungan
kampus dan dapat menyebarluarkannya di masyarakat.
8
sekalipun pendidikan Islam dianggap penting, tetapi pada kenyataannya
pendidikan Islam cenderung diposisikan sebatas pelengkap, Pendidikan
agama Islam dianggap cukup jika telah tertera dalam dokumen kurikulum
Guru agama juga tidak jarang menempati posisi-posisi pinggiran, sebatas
sebagai komplementer. Mereka baru dipandang penting dan harus hadir
manakala diselenggarakan kegiatan seremonial untuk membacakan doa.
Posisi dan peran seperti ini tentu akan tetap berlanjut, maka cepat atau lambat
pendidikan agama akan tetap berada di posisi marginal dan lama-kelamaan
akan ditinggalkan.
IAIN telah memainkan peranan yang signifikan di dalam pengembangan
dan pembaharuan sistem pendidikan Islam di Indonesia, khususnya pada
pendidikan madrasah dan pesantren. Peranan penting ini dapat dilihat bukan
hanya terbatas dalam konteks menyediakan guru-guru bagi kalangan pelajar
Muslim tetapi -dan ini yang lebih penting. IAIN telah mempengaruhi cara
pandang kaum Muslimin Indonesia mengenai pemahaman dan penafsiran
Islam yang lebih luas dan terbuka. Sebagai lembaga pendidikan Islam
tertinggi di Indonesia, IAIN telah menjadi salah satu harapan terbaik bagi
komunitas Muslim yang ingin mengkaji Islam secara lebih komprehensif
setelah mereka menamatkan studi dibangku Madrasah Aliyah atau pesantren.
Bahkan, bagi banyak kalangan Muslim, utamanya masyarakat Islam yang
berasal dari pedesaan, PTAI seperti IAIN adalah sebuah lembaga pendidikan
yang merupakan satu-satunya pilihan. 8
Meskipun banyak dari komunitas pelajar Islam dari pedesaan itu tidak
membawa bekal dan tradisi intelektual yang memadai, namun sebagian besar
mereka memiliki potensi-potensi tertentu untuk berkembang. Hal ini
umumnya benar, khususnya pada sebagian mahasiswa IAIN yang sebelumnya
telah mengenyam pendidikan di lembaga-lembaga pendidikan seperti
pesantren. Dari sini, mereka kemudian bersentuhan dengan kolega-kolega
lainnya di LAIN dan kemudian menumbuhkan kesadaran baru; menjadi
creative minority, sebuah kelompok minoritas yang kreatif.
8
Ibid, h. 120
9
Akibat kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, terasa sekali cepatnya
perubahan-perubahan yang terjadi. Banyak hal dari perubahan-perubahan itu
yang menuntut untuk diberikan solusi menurut pandangan agama. Karena itu
pendidikan dan pengajaran di IAIN dituntut untuk bersifat dinamik. Sejalan
dengan itu tuntutan untuk pembaharuan kurikulum tidak dapat dielakkan.
Selain itu, di IAIN juga lahir pemikiran pembaharuan yang bersifat
fundamental untuk menjawab tuntutan kemajuan zaman. Misalnya tuntutan
dunia kerja, perubahan IAIN menjadi universitas yang berdasarkan
pertimbangan perluasan ruang gerak IAIN.
9
Riza Nor Afani, Globalisasi, Jurnal Al-Manar 2004, h.3
10
b. Hubungan antar negara /bangsa secara struktural berubah dari
sifat ketergantungan (dependency) kearah saling tergantung
(interdependency); hubungan yang bersifat primordial berubah
menjadi sifat tergantung kepada posisi tawar menawar
(bargaining position)
c. Batas-batas geografi hampir kehilangan arti operasion Kekuatan
suatu negara dan komunitas dalam interak dengan negara
(komunitas lain) ditentukan kemampuannya memanfaatkan
keunggulan komo (comperative advantage) dan keunggulan
komp (competitive advantage)
d. Persaingan antar negara sangat diwarnai oleh pering penguasaan
teknologi tinggi. Setiap negara terpaks menyediakan dana yang
besar bagi penelitian dan pengembangan
e. Terciptanya budaya dunia yang cenderung mekanistik, efisien,
tidak menghargai nilai dan norma yang secara ekonomi
dianggap tidak efisien.
2. Dampak Negatif Globlalisasi
Manfaat yang diperoleh umat Islam dari globalisasi dunia sungguh
tidak dapat dipuingkiri. Namun, aspek kemanfaatan itu tidak harus
melalaikan kita dari dampak negatif yang ditimbulkannya, dampak
negatif tersebut meliputi:
a. Pemiskinan nilai spiritual, tindakan sosial yang tidak mempunyai
implikasi materi (tidak produktif) dianggap sebagai tindakan
yang tidak rasional.
b. Sebagian manusia seakan-akan mengalami kejatuhan dari
makhluk spiritual menjadi makhluk material, yang menyebabkan
nafsu hayawaniyah menjadi pemandu kehidupan.
c. Peran agama digeser menjadi uruan akhirat sedangkan urusan
dunia menjadi wewenang sains (sekulastik)
d. Tuhan hanya hadir dalam pikiran, lisan dan tulisan, tetapi tidak
hadir dalam perilaku dan tindakan.
11
e. Gabungan ikatan primordial dengan sistem politik modem
melahirkan nepotisme, birokratisme dan otoriterisme.
f. Individualistik. Keluarga pada umumnya kehilangan fungsinya
sebagai unit terkecil pengambil keputusan. Seseorang
bertanggung jawab kepada dirinya sendiri, idak lagi bertanggung
jawab pada keluarga. Ikatan moral dalam keluarga semakin
lemah, dan keluarga dianggap sebagai lembaga yang teramat
tradisional.
g. Terjadinya frustasi eksitensial dengan ciri-cirinya Pertama,
hasarat yang berlebihan untuk berkuasa, bersenang-senang
mencari kenikmatan, yang biasanya tercermin dalam perilaku
yang berlebihan untuk mengumpulkan uang, untuk bekerja, dan
kenikmatan seksual. Kedua, kehampaan eksistensial berupa
perasaan serba hampa, tak berarti hidupnya, dan lain lain. Ketiga,
neuroris neogenik; perasaan hidup tanpa arti, bosan, apatis, tak
mempunyai tujuan dan sebagainya.
h. Akibat globalisasi informasi, manusia akan menghadapi
tantangan globalisasi nilai, apa yang diterima melalui informasi
oleh sebagian orang dikukuhkan menjadi nilai yang dianggap
baik, terutama oleh generasi atau kelompok yang belum
memegang nilai agama dan nilai sosial dan budaya dengan kuat.
Sehingga, sebagian orang terutama generasi muda boleh jadi
akan kehilangan kreatifitas, karena kenikmatan kemajuan.
Sehingga apabila muncul tantangan, mereka akan mengalami
keterlanjutan.10
10
Harun Nasution, Teologi Islam, (Jakarta : PU Publishing, 1992), h. 203
12
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Pada kisaran tahun 2000-an di seluruh Indonesia terdapat 14 IAN dengan
jumlah dosen tetap sebanyak 3.340 orang mahasiswa sebanyak 65.223 Orang
Sedangkan untuk STAIN lendapat 33 lembaga dengan jumlah dosen tetap
adalah 2.735 orang dan mahasiswanya berjumlah 29.115 orang.
Perguruan tinggi Islam memiliki prospek yang cerah dalam proses ini,
sebab salah satu modal yang dimiliki uma Islam dibidang pendidikan ialah
kesadaran dan keyakinan umat akan dinul Islam sebagai materi program
pendidikan dan sebagai sumber nilai.
Secara umum pergaulan global yang terjadi saat ini dan masa-masa yang
akan datang dapat dirumuskan ciri-cirinya sebagai berikut:
a. Terjadi pergeseran;
b. Hubungan antar negara /bangsa secara struktural berubah dari sifat
ketergantungan
c. Batas-batas geografi hampir kehilangan arti operasion
d. Persaingan antar negara sangat diwarnai oleh pering penguasaan
teknologi tinggi.
e. Terciptanya budaya dunia yang cenderung mekanistik, efisien, tidak
menghargai nilai dan norma yang secara ekonomi dianggap tidak
efisien.
Globalisasi adalah kecenderungan umum terintegrasinya kehidupan
masyarakat domestik/lokal ke dalam komunitas global di berbagai bidang.
Pertukaran barang dan jasa, pertukaran dan perkembangan ide-ide mengenai
demokratisasi, hak asasi manusia (HAM) dan lingkungan hidup, migrasi dan
berbagai fenomena human trafficking lainnya yang melintas batas-batas
lokalitas dan nasional kini merupakan fenomena umum yang berlangsung
hingga ke tingkat komunitas paling lokal sekalipun
13
DAFTAR PUSTAKA
14