Anda di halaman 1dari 23

LEMBAGA PENDIDIKAN ISLAM

Makalah
Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Ilmu Pendidikan Islam
Dosen Pengampu: Dr. H. Irfan Ahmad Zain, M.Pd.

Oleh :
Kelompok 10/2E

Nabila Marsyanada 1222020203


Nandang Taryana 1222020210
Ninda Aulia Yulianti 1222020218

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM


FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAN NEGERI SUNAN GUNUNG DJATI
BANDUNG
2023
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan kepada Allah SWT yang telah memberikan
‘inayah dan hidayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini tepat
pada waktunya. Adapun judul dalam makalah ini adalah “Lembaga Pendidikan
Islam”.
Tidak lupa kami ucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada dosen
pengampu mata kuliah Ilmu Pendidikan Islam kelas PAI-II-E, yang telah
memberikan tugas kepada kami. Kami juga ingin mengucapkan terima kasih
kepada pihak-pihak yang turut membantu dalam pembuatan makalah ini.
Akhirnya, bak kata pepatah “tak ada gading yang tak retak”, kami
menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu,
kritik dan saran yang bersifat membangun dari semua pihak, sangat kami harapkan
demi kesempurnaan makalah ini.

Bandung, 1 Mei 2023

Kelompok 10

i
DAFTAR ISI

Halaman
KATA PENGANTAR ........................................................................................... i
DAFTAR ISI ......................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN ......................................................................................1
A. Latar Belakang ....................................................................................1
B. Rumusan Masalah ...............................................................................1
C. Tujuan ..................................................................................................1
BAB II PEMBAHASAN .......................................................................................3
A. Pengertian Lembaga Pendidikan Islam ............................................3
B. Tujuan Lembaga Pendidikan Islam ..................................................3
C. Fungsi dan Peran Lembaga Pendidikan Islam .................................4
D. Prinsip-Prinsip Lembaga Pendidikan Islam .....................................6
E. Jenis Lembaga Pendidikan Islam ......................................................9
F. Pondok Pesantren Sebagai Lembaga Pendidikan Islam ...............14
BAB III PENUTUP .............................................................................................17
A. Simpulan ............................................................................................17
B. Saran ..................................................................................................18
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... iii

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Islam merupakan komponen terpenting dalam membentuk dan
membangun corak hidup masyarakat. Pendidikan Islam sangat diperlukan umat
Islam sebagai media dalam menyerap berbagai ilmu pengetahuan, menyalurkan
potensi, sekaligus melestarikan serta menyebarkan ajaran Islam. Islam telah
mengenal lembaga pendidikan sejak detik-detik awal turunnya wahyu kepada
Nabi Saw. Rumah al-Arqam ibn Abi al-Arqam merupakan lembaga pendidikan
yang pertama dengan Nabi Saw. sebagai guru agung yang pertama.
Di Indonesia sendiri, pendidikan Islam telah dikenal sejak Islam datang
ke Indonesia. Pendidikan ini berlangsung secara sederhana dan tidak mengenal
strata atau tingkatan. Sejalan dengan makin berkembangnya pemikiran tentang
pendidikan, maka didirikanlah berbagai macam lembaga pendidikan Islam yang
teratur dan terarah seperti saat ini.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka rumusan masalah makalah ini
adalah sebagai berikut:
1. Apa itu lembaga pendidikan Islam?
2. Apa tujuan lembaga pendidikan Islam?
3. Apa fungsi dan peran lembaga pendidikan Islam?
4. Apa prinsip-prinsip lembaga pendidikan Islam?
5. Apa saja jenis lembaga pendidikan Islam?
6. Bagaimana konsep pondok pesantren sebagai lembaga pendidikan
Islam?

C. Tujuan
Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan makalah ini adalah
sebagai berikut:

1
1. Untuk mengetahui pengertian lembaga pendidikan Islam.
2. Untuk mengetahui tujuan lembaga pendidikan Islam.
3. Untuk mengetahui fungsi dan peran lembaga pendidikan Islam.
4. Untuk mengetahui prinsip-prinsip lembaga pendidikan Islam.
5. Untuk mengetahui jenis-jenis lembaga pendidikan Islam.
6. Untuk mengetahui konsep pondok pesantren sebagai lembaga
pendidikan Islam.

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Lembaga Pendidikan Islam


Secara etimologi, lembaga adalah asal sesuatu, acuan, sesuatu yang
memberi bentuk pada yang lain, badan atau organisasi yang bertujuan untuk
mengadakan suatu penelitian keilmuan atau melakukan suatu usaha
(Jamaluddin, 2022). Dalam bahasa Inggris, lembaga disebut institute (dalam
pengertian fisik), yaitu sarana atau organisasi untuk mencapai tujuan tertentu,
sedangkan lembaga dalam pengertian non fisik atau abstrak disebut institution,
yaitu suatu sistem norma untuk memenuhi kebutuhan (Ramayulis, 2006).
Lembaga dalam pengertian fisik disebut juga dengan bangunan dan lembaga
dalam pengertian non fisik disebut juga dengan pranata.
Pendidikan Islam adalah usaha pengembangan fitrah manusia dengan
ajaran Islam agar terwujud kehidupan manusia yang makmur dan bahagia.
Ahmad D. Marimba (1996) mengartikan pendidikan Islam sebagai bimbingan
jasmani dan rohani dengan berdasarkan pada hukum-hukum Islam menuju
terbentuknya kepribadian utama menurut ukuran-ukuran Islam.
Lembaga pendidikan Islam secara terminologi diartikan sebagai suatu
wadah atau tempat berlangsungnya proses pendidikan Islam. Lembaga
pendidikan Islam mengandung pengertian konkret berupa sarana dan prasarana,
juga pengertian yang abstrak dengan adanya norma-norma dan peraturan-
peraturan tertentu, serta penanggung jawab pendidikan itu sendiri. Muhaimin
(2012) menjelaskan bahwa lembaga pendidikan Islam merupakan suatu sistem
pendidikan yang sengaja diselenggarakan atau didirikan dengan hasrat dan niat
untuk mengejawantahkan ajaran dan nilai-nilai Islam. Sistem pendidikan ini
dikembangkan dari dan dijiwai oleh ajaran dan nilai-nilai Islam.

B. Tujuan Lembaga Pendidikan Islam


Tujuan lembaga pendidikan Islam tidak terlepas dari tujuan pendidikan
Islam itu sendiri. Tujuan pendidikan Islam digali dari nilai-nilai ajaran Islam

3
yang bersumber dari Al-Quran dan Hadits. Menurut Muhaimin (1993), lembaga
pendidikan Islam secara umum bertujuan untuk meningkatkan keimanan,
pemahaman, penghayatan, dan pengalaman peserta didik tentang agama Islam,
sehingga menjadi manusia muslim yang beriman dan bertakwa kepada Allah,
serta berakhlak mulia dalam kehidupan pribadi, masyarakat, bangsa, dan
negara.
Lembaga pendidikan Islam mempunyai tujuan untuk mengembangkan
semua potensi yang dimiliki manusia, mulai dari tahapan kognisi, yakni
pengetahuan dan pemahaman siswa terhadap ajaran Islam, yang kemudian
dilanjutkan dengan tahapan afeksi, yakni terjadinya proses internalisasi ajaran
dan nilai agama ke dalam diri siswa, dalam artian siswa menghayati dan
meyakininya. Melalui tahapan afeksi tersebut, diharapkan tumbuh motivasi
dalam diri siswa untuk bergerak dan mengamalkan serta menaati ajaran Islam
yang telah diinternalisasikan dalam dirinya. Dengan demikian, akan terbentuk
manusia muslim yang beriman, bertakwa, serta berakhlak mulia. Hadirnya
lembaga pendidikan Islam juga bertujuan untuk menciptakan generasi Islam
yang memiliki kecakapan dalam ilmu pengetahuan dan teknologi, serta mampu
menghadapi segala tantangan dalam hidup.

C. Fungsi dan Peran Lembaga Pendidikan Islam


Pendidikan Islam termasuk masalah sosial, sehingga kelembagaannya
tidak terlepas dari lembaga-lembaga sosial yang ada. Secara konsep, lembaga
sosial tersebut terdiri atas tiga bagian, yaitu: asosiasi (universitas), organisasi
(rumah sakit), dan pola tingkah laku yang telah menjadi kebiasaan, atau pola
hubungan sosial yang mempunyai tujuan tertentu. Dalam Islam, pola tingkah
laku yang telah melembaga pada jiwa setiap individu Muslim mempunyai dua
bagian, yaitu lembaga yang tidak dapat berubah dan lembaga yang dapat
berubah (Jamaluddin, 2022).
Lembaga yang tidak dapat berubah adalah sebagai berikut:
1. Rukun Iman, yaitu lembaga kepercayaan manusia kepada Tuhan,
malaikat, kitab, rasul, hari akhir, dan takdir.

4
2. Ikrar keyakinan (bacaan syahadatain), yaitu lembaga yang merupakan
pernyataan atas kepercayaan manusia.
3. Thaharah, yaitu lembaga penyucian manusia dari segala kotoran, baik
lahir maupun batin.
4. Shalat, yaitu lembaga pemikatkan bentukan pribadi-pribadi, yang dapat
membantu dan menemukan pola tingkah laku untuk membangun atas
dasar kesejahteraan umat, dan mencegah perbuatan fakhsya' wal
munkar.
5. Zakat, yaitu lembaga pengembangan ekonomi umat.
6. Puasa, yaitu lembaga untuk mendidik jiwa, dengan mengendalikan
nafsu dan berbagai kecenderungan pisik dan psikologis.
7. Haji, yaitu lembaga pemersatu dalam komunikasi umat secara
keseluruhan.
8. Ihsan, yaitu lembaga yang melengkapi dan meningkatkan, serta
menyempurnakan amal ibadah manusia.
9. Ikhlas, yaitu lembaga pendidikan rasa dan budi, sehingga tercapai
sesuatu kondisi kenikmatan dalam beribadah dan beramal.
10. Takwa, yaitu lembaga yang menghubungkan antara manusia dan Allah
Swt. sebagai suatu cara untuk membedakan tingkat dan derajat manusia.
Sementara itu, lembaga yang dapat berubah adalah sebagai berikut:
1. Ijtihad, yaitu lembaga berpikir sebagai upaya yang sungguh-sungguh
dalam merumuskan suatu keputusan masalah.
2. Fikih, yaitu lembaga hukum Islam yang diupayakan oleh manusia
melalui lembaga ijtihad.
3. Akhlak, yaitu lembaga nilai-nilai tingkah laku yang dibuat acuan oleh
sekelompok masyarakat dalam pergaulan.
4. Lembaga ekonomi, yaitu lembaga yang mengatur hubungan ekonomi
masyarakat dengan mencakup segala aspeknya.
5. Lembaga pergaulan sosial, lembaga politik, lembaga seni, lembaga
negara, lembaga ilmu pengetahuan dan teknologi, serta lembaga
pendidikan.

5
Lembaga yang dapat berubah merupakan pengejawantahan dari
lembaga yang tidak dapat berubah. Lembaga yang tidak dapat berubah akan
tetap abadi bila diwariskan secara turun-temurun. Hal itu memerlukan
institusionalisasi, yaitu proses pelembagaan suatu nilai atau norma masyarakat
Islam untuk menjadi bagian dari suatu lembaga masyarakat yang diakui, serta
memiliki kekuatan hukum tersendiri. Oleh karena itu, lembaga pendidikan
Islam diadakan untuk mengembangkan lembaga-lembaga sosial tersebut, baik
yang permanen maupun yang berubah-ubah.
Adapun peran lembaga pendidikan Islam adalah sebagai wadah untuk
memberikan pengarahan, bimbingan, dan pelatihan agar manusia dan segala
potensi yang dimilikinya dapat dikembangkan dengan sebaik-baiknya.
Lembaga pendidikan Islam juga memiliki peran yang sangat penting dalam
mengantarkan manusia kepada misi penciptaannya sebagai hamba Allah
sekaligus khalifah fil-ardhi, yaitu seorang hamba yang mampu beribadah
dengan baik dan dapat mengemban amanah untuk menjaga dan mengelola serta
melestarikan bumi dengan mewujudkan kebahagiaan dan kesejahteraan seluruh
alam.

D. Prinsip-Prinsip Lembaga Pendidikan Islam


Setiap lembaga pendidikan Islam dalam Islam harus didasarkan pada
prinsip-prinsip tertentu yang telah disepakati sebelumnya agar tidak terjadi
tumpang tindih antar lembaga pendidikan. Prinsip-prinsip pembentukan
lembaga pendidikan Islam itu adalah sebagai berikut:
1. Prinsip pembebasan manusia dari ancaman kesesatan yang
menjerumuskan manusia pada api neraka. Sebagaimana dijelaskan
dalam firman Allah Swt. QS. At-Tahrim [66]: 6 yang artinya, “Wahai
orang-orang yang beriman! Peliharalah dirimu dan keluargamu dari api
neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya
malaikat-malaikat yang kasar, keras, dan yang tidak durhaka kepada
Allah terhadap apa yang Dia perintahkan kepada mereka dan selalu
mengerjakan apa yang diperintahkan.”

6
2. Prinsip pembinaan umat manusia menjadi hamba Allah yang memiliki
keselarasan dan keseimbangan hidup bahagia di dunia dan di akhirat,
sebagai realisasi cita-cita bagi orang yang beriman dan bertakwa yang
senantiasa memanjatkan doa sehari-harinya. Hal ini dijelaskan dalam
firman Allah Swt. QS. Al-Baqarah [2]: 21, “Wahai manusia!
Sembahlah Tuhanmu yang telah menciptakan kamu dan orang-orang
yang sebelum kamu, agar kamu bertakwa,” dan QS. Al-Qasas [28]: 77,
“Dan carilah (pahala) negeri akhirat dengan apa yang telah
dianugerahkan Allah kepadamu, tetapi janganlah kamu lupakan
bagianmu di dunia dan berbuat baiklah (kepada orang lain)
sebagaimana Allah telah berbuat baik kepadamu, dan janganlah kamu
berbuat kerusakan di bumi. Sungguh, Allah tidak menyukai orang yang
berbuat kerusakan.”
3. Prinsip pembentukan pribadi manusia yang memancarkan cahaya
keimanan yang kaya akan ilmu pengetahuan, yang satu sama lain saling
mengembangkan hidupnya untuk menghambakan diri pada khaliknya.
Keimanan dan keyakinan sebagai perpanjangan akal budi yang
sekaligus menjadi dasar ilmu pengetahuan, bukan sebaliknya,
keimanan digerakkan oleh akal budi.
4. Prinsip amar ma’ruf nahi munkar dan membebaskan manusia dari
belenggu kejahatan. Sebagaimana yang tercantum dalam QS. Ali
‘Imran [3]: 104, “Dan hendaklah di antara kamu ada segolongan orang
yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh (berbuat) yang makruf, dan
mencegah dari yang mungkar. Dan mereka itulah orang-orang yang
beruntung.”
5. Prinsip pengembangan daya pikir, daya nalar, daya rasa, sehingga dapat
menciptakan anak didik yang kreatif, serta dapat memfungsikan daya
cipta, rasa, dan karsanya (Jamaluddin, 2022).
Prinsip lembaga pendidikan Islam sebagaimana tersebut di atas bersifat
relatif tetap dan ideal. Artinya, jika prinsip-prinsip tersebut dilaksanakan secara
konsisten dan konsekuen maka pendidikan tersebut dapat menghasilkan

7
generasi yang kuat, kokoh, dan mulia. Hal tersebut sejalan dengan prinsip
pendidikan:
1. Prinsip Pendidikan Untuk Semua (Education For All)
Belajar adalah kewajiban bagi setiap orang. Tujuannya adalah agar
manusia berubah menjadi lebih baik. Lebih baik pengetahuan dan
wawasannya, lebih banyak pengalamannya, lebih baik akhlak dan
kepribadiannya, lebih baik perilakunya dalam kehidupan bersama, dan
lebih baik lagi karyanya yang dapat bermanfaat untuk orang banyak.
Semua manusia mempunyai peluang yang sama tanpa perbedaan untuk
mendapatkan pendidikan dan pembelajaran dengan baik, dan inilah
yang merupakan prinsip pendidikan untuk semua.
2. Prinsip Pendidikan Sepanjang Masa (Long Life Education)
Prinsip ini menekankan bahwa belajar dapat dilakukan sepanjang masa,
selagi manusia masih sehat dan kuat. Belajar dapat dilakukan di mana
saja, kapan saja, dan dengan siapa saja sepanjang dapat memberikan
perubahan yang lebih baik bagi dirinya.
3. Prinsip Pendidikan Berwawasan Dunia
Prinsip ini menekankan bahwa menuntut ilmu pengetahuan dan
teknologi itu tidak hanya dilakukan di negeri sendiri, tetapi juga terbuka
luas di berbagai belahan dunia. Hal tersebut dimaksudkan agar setiap
individu yang belajar dapat menganalisis perbandingan konten dan
metode pembelajaran di berbagai tempat lain, sehingga kemudian dapat
menarik kesimpulan yang tepat tentang sesuatu hal.
4. Prinsip Pendidikan Integralistik
Prinsip ini mengingatkan bahwa ilmu agama (addinul Islam)
sesungguhnya tidak dapat dipisahkan dengan ilmu umum, bahkan
keduanya saling membutuhkan dan saling melengkapi.
5. Prinsip Pendidikan sesuai Fitrah Manusia
Manusia dilahirkan membawa bakat dan potensi lainnya yang satu sama
lain mungkin ada kesamaan dalam beberapa hal, tetapi mungkin juga
berbeda dalam hal yang lain. Oleh karenanya, pendidikan dan

8
pembelajaran harus dirancang berdasarkan bakat, minat, dan potensi
peserta didik tersebut. Program pembelajaran (kurikulum) harus
dirancang seirama dengan pertumbuhan dan perkembangan manusia.
6. Prinsip Pendidikan yang Demokratis dan Manusiawi
Prinsip ini menekankan bahwa pendidikan dan pembelajaran harus
dijalankan di atas prinsip keterbukaan, menyenangkan, dan menghargai
perbedaan setiap manusia. Pendidikan dan pembelajaran tidak boleh
membelenggu kebebasan setiap individu untuk mengekspresikan
berbagai potensi diri sepanjang tidak mengganggu kepentingan orang
lain. Prinsip ini mengakui kekurangan dan kelebihan setiap orang dalam
belajar. Dan karenanya, setiap peserta didik harus mendapatkan
perlakuan yang sebaik-baiknya.
7. Prinsip Pendidikan yang Ilmiah
Pendidikan dan pembelajaran harus dijalankan atas dasar teori, fakta,
dan data yang dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah. Siapa pun
yang terlibat dalam proses pendidikan dan pembelajaran sepatutnya
menghindarkan diri dari materi, informasi, dan data yang sumbernya
tidak jelas (tidak valid) dan tidak dapat dipertanggungjawabkan
(Rohman, 2020).

E. Jenis Lembaga Pendidikan Islam


Tanggung jawab kependidikan merupakan suatu tugas wajib yang harus
dilaksanakan karena tugas ini adalah satu dari beberapa instrumen masyarakat
dan bangsa dalam upaya pengembangan manusia sebagai khalifah di bumi.
Tanggung jawab ini dapat dilaksanakan secara individu dan kolektif. Secara
individu dilaksanakan oleh orang tua dan kolektif kerja sama seluruh anggota
keluarga, masyarakat, dan pemerintah.
Menurut al-Qabisy, pemerintah bertanggung jawab terhadap pendidikan
anak, baik berupa bimbingan maupun pengajaran secara menyeluruh. Konsep
tanggung jawab pendidikan yang dikemukakan al-Qabisy ini berimplikasi
secara tidak langsung dalam melahirkan jenis-jenis lembaga pendidikan sesuai

9
dengan penanggung jawabnya (Irwanto, 2018). Oleh karena itu, ditinjau dari
aspek penanggung jawabnya, ada tiga jenis lembaga pendidikan Islam, yaitu:
1. Lembaga Pendidikan Islam Informal (Keluarga)
Keluarga sebagai unit terkecil dalam masyarakat adalah
persekutuan antara sekelompok orang yang mempunyai pola-pola
kepentingan masing-masing dalam mendidik anak yang belum ada di
lingkungannya. Kegiatan pendidikan dalam lembaga ini tanpa ada satu
organisasi yang ketat, tanpa ada program waktu dan evaluasi. Dalam
Islam, istilah keluarga dikenal dengan istilah usrah dan nasb. Sejalan
dengan pengertian di atas, keluarga juga dapat diperoleh lewat
persusuan dan pemerdekaan. Pentingnya serta keutamaan keluarga
sebagai lembaga pendidikan Islam diisyaratkan dalam Al-Qur’an surat
At-Tahrim [66]: 6.
‫ا‬ ‫ا‬
َُ ‫ٰۤيَيُّ َها الَّ ِذيْ ََن اۤ َمنُ ْوَا قُ ْوا اَنْ ُف َس ُك َْم َواَ ْهلِْي ُك َْم ََن ًرَا َّوقُ ْو ُد َها الن‬
َ‫َّاس َوا ْْلِ َج َارَةُ َعلَْي َه َام ۤلٰٓئِ َكةَ غِ ََلظ‬
‫ا‬ ِ
ُ ‫ش َدادَ ََّّليَ ْع‬
َّۤ ‫ص ْو َن‬
َ‫اللَ َمااََمَرُه َْم َويَ ْف َعلُ ْو َن َمايُ ْؤَم ُرْون‬
“Wahai orang-orang yang beriman! Peliharalah dirimu dan keluargamu
dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu;
penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, keras, dan yang tidak
durhaka kepada Allah terhadap apa yang Dia perintahkan kepada
mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan.”
Keluarga merupakan orang pertama, di mana sifat kepribadian
akan tumbuh dan terbentuk. Seorang akan menjadi warga masyarakat
yang baik, bergantung pada sifatnya yang tumbuh dalam kehidupan
keluarga, di mana anak dibesarkan. Hal ini dipraktikkan Nabi dalam
sunahnya. Di antara orang yang dahulu beriman dan masuk Islam
adalah anggota keluarga, yaitu Khadijah, Ali bin Abi Thalib, dan Zaid
bin Haritsah.
Melihat peran yang dapat dimainkan oleh lembaga pendidikan
keluarga, maka tidak berlebih bila Sidi Gazalba mengategorikannya

10
pada jenis lembaga pendidikan primer, utamanya untuk fase bayi dan
fase kanak-kanak sampai usia sekolah. Dalam lembaga ini, pendidiknya
adalah orang tua, kerabat, famili, dan sebagainya. Orang tua selain
sebagai pendidik, juga sebagai penanggung jawab (Ramayulis, 2006).
Fungsi keluarga sebagai tempat pendidikan sesungguhnya dapat
dilihat dari dua aspek dengan penjelasannya. Pertama dari segi
pendidikan informal, yakni pendidikan yang dilakukan oleh kedua
orang tua terhadap putra-putrinya. Pendidikan di rumah ini ditekankan
pada pembinaan watak, karakter, kepribadian, dan keterampilan
mengerjakan pekerjaan yang biasa dilakukan dalam rumah
tangga. Kedua dari segi pendidikan nonformal, yakni pendidikan yang
dilakukan di rumah yang bentuk materi pengajaran, guru, metode
pengajaran, dan lainnya tidak dibakukan secara formal. Pendidikan ini
berkaitan dengan penanaman akidah, bimbingan membaca dan
menghafal Al-Qur’an, praktik beribadah, dan praktik akhlak mulia
(Nata, 2010).
Secara umum, kewajiban orang tua terhadap keluarganya
termasuk anak-anaknya adalah sebagai berikut:
a. Mendoakan anak-anaknya dengan doa yang baik dan jangan
sekali-kali mengutuk anaknya dengan kutukan yang tidak
manusiawi.
b. Memelihara anak dari api neraka.
c. Menyerukan salat pada anaknya.
d. Menciptakan kedamaian dalam rumah tangga.
e. Mencintai dan menyayangi anak-anaknya.
f. Mendidik anak-anaknya agar berbakti terhadap orang tua
(Jamaluddin, 2022).
2. Lembaga Pendidikan Islam Formal (Sekolah/Madrasah)
Abu Ahmad dan Nur Uhbiyati memberi pengertian tentang
lembaga pendidikan formal ini sebagai lembaga pendidikan yang
diselenggarakan di tempat tertentu, bersifat teratur, sistematis,

11
mempunyai perpanjangan, berlangsung dalam kurun waktu tertentu,
mulai dari pendidikan dasar sampai pendidikan tinggi, serta
dilaksanakan berdasarkan aturan resmi yang telah ditetapkan. Sidi
Gazalba memasukkan lembaga pendidikan formal ini dalam jenis
pendidikan sekunder yang mendidik anak mulai dari usia masuk
sekolah sampai ia keluar dari sekolah tersebut, sementara pendidiknya
adalah guru yang profesional (Irwanto, 2018).
Dalam konteks Indonesia, terdapat tiga jenis lembaga
pendidikan yang diidentikkan sebagai lembaga pendidikan Islam, yaitu:
(1) pesantren; (2) madrasah; dan (3) sekolah milik organisasi Islam
dalam setiap jenis dan jenjang yang ada. Lembaga pendidikan pesantren
dikategorikan sebagai lembaga pendidikan non formal. Sedangkan
madrasah dan sekolah milik organisasi Islam dapat dikategorikan
sebagai lembaga pendidikan formal.
Berbicara tentang lembaga pendidikan formal, dalam kategori
lembaga pendidikan Islam biasanya dikelola oleh Kementerian Agama.
Lembaga pendidikan umum berciri khas Islam yang ada di bawah
naungan Kementerian Agama Islam RI antara lain:
a. Raudhatul/Busthanul Athfal (RA/BA);
b. Madrasah Ibtidaiyah (MI);
c. Madrasah Tsanawiyah (MTs), Madrasah Aliyah (MA),
Madrasah Aliyah Kejuruan (MAK), dan nama-nama lain yang
setingkat dengan pendidikan ini seperti Madrasah Mu’allimin
Mu’allimat (MMA);
d. Perguruan Tinggi Keagamaan Islam (PTKI);
e. Pendidikan Diniyah Formal (PDF) dan Ma’had Aly.
Dengan demikian, organisasi lembaga pendidikan Islam pada
dasarnya dikelola oleh Kementerian Agama. Sementara lembaga
pendidikan umum seperti SD, SMP, dan SMA Swasta yang dimiliki
oleh organisasi Islam juga dikategorikan sebagai lembaga pendidikan

12
Islam, namun tetap berada di bawah naungan Kementerian Pendidikan
dan Kebudayaan.
Sebagai lembaga pendidikan formal yang bertugas untuk
menambah ilmu pengetahuan dan kecerdasan akal, sekolah atau
madrasah tersebut tentu memiliki visi dan misi tertentu dengan
mengacu kepada nilai-nilai ajaran Islam. Kemudian di dalamnya
terdapat struktur organisasi yang dipimpin oleh seorang kepala
sekolah/madrasah dan dibantu oleh beberapa orang wakil, seperti wakil
bidang kurikulum, wakil bidang sarana prasarana, dan wakil bidang
kesiswaan. Para guru juga diorganisir sesuai dengan kebutuhan, seperti
wali kelas, koordinator masing-masing mata pelajaran, pembina OSIS,
dan sebagainya (Jamaluddin, 2022).
3. Lembaga Pendidikan Islam Non Formal (Masyarakat)
Sebagai bentuk tanggung jawab terhadap pendidikan Islam,
masyarakat juga melahirkan beberapa lembaga pendidikan nonformal.
Lembaga pendidikan nonformal adalah lembaga pendidikan yang
teratur namun tidak mengikuti peraturan-peraturan yang tetap dan ketat.
Abu Ahmadi mengartikan lembaga nonformal adalah semua bentuk
pendidikan yang diselenggarakan dengan sengaja, tertib, dan terencana
di luar kegiatan lembaga sekolah (lembaga pendidikan formal)
(Jamaluddin, 2022). Sebagai lembaga pendidikan nonformal,
masyarakat menjadi bagian penting dalam proses pendidikan, tetapi
tidak mengikuti peraturan-peraturan yang tetap dan ketat. Meskipun
demikian, lembaga-lembaga tersebut juga memerlukan pengelolaan
yang profesional dalam suatu organisasi dengan manajemen yang baik.
Berpijak pada tanggung jawab masyarakat di atas, lahirlah
lembaga-lembaga pendidikan Islam yang dapat dikelompokkan dalam
jenis ini, antara lain:
a. Taman Kanak-kanak Al-Qur’an (TKQ);
b. Diniyah Takmiliyah Awaliyah (DTA), Diniyah Takmiliyah
Wustha (DTW), Diniyah Takmiliyah Ulya (DTU), dan DT Aly

13
untuk jenjang pendidikan tinggi;
c. Lembaga Pendidikan Al-Qur’an;
d. Masjid, mushala, langgar, dan rangkang;
e. Pondok pesantren;
f. Majelis taklim;
g. Badan pembinaan rohani;
h. Badan-badan konsultasi keagamaan.

F. Pondok Pesantren sebagai Lembaga Pendidikan Islam


Pondok pesantren adalah suatu lembaga pendidikan agama Islam yang
tumbuh serta diakui oleh masyarakat sekitar, dengan sistem asrama yang santri-
santrinya menerima pendidikan agama melalui sistem pengajian atau madrasah
yang sepenuhnya berada di bawah kedaulatan dan kepemimpinan seorang Kiai
dengan ciri khas yang bersifat kharismatis, serta independen dalam segala hal
(Djamaluddin, 1999). Adapun tujuan dibentuknya pondok pesantren adalah
sebagai berikut:
1. Secara umum, pondok pesantren bertujuan untuk membimbing anak
didik menjadi manusia yang berkepribadian Islam, yang dengan ilmu
agamanya itu sanggup menjadi mubaligh Islam dalam masyarakat
sekitar melalui ilmu dan amal yang dilakukannya.
2. Tujuan secara khusus dibentuknya pondok pesantren adalah untuk
mempersiapkan para santri untuk menjadi orang alim dalam ilmu
agama yang diajarkan oleh Kiai yang bersangkutan, serta dalam
mengamalkan dan mendakwahkannya dalam masyarakat (Jamaluddin,
2022).
Sistem yang ditampilkan dalam pondok pesantren, mempunyai
keunikan tersendiri dibandingkan dengan sistem yang diterapkan pada
lembaga-lembaga lain pada umumnya. Adapun sistem yang diterapkan sebagai
berikut:

14
1. Memakai sistem tradisional, yang memiliki kebebasan penuh
dibandingkan dengan sekolah modern, sehingga terjadi hubungan dua
arah antara para santri dengan Kiainya.
2. Kehidupan di pesantren menampakkan semangat demokrasi, karena
mereka praktis bekerja sama mengatasi problem nonkurikuler mereka
sendiri. Jadi, di sini lebih ditekankan pada kemandirian dengan tujuan
untuk menumbuhkan kedewasaan.
3. Para santri tidak mengidap penyakit simboli, yaitu perolehan gelar dan
ijazah, karena sebagian besar pesantren tidak mengeluarkan ijazah,
sedangkan para santri dengan ketulusan hatinya masuk pesantren tanpa
ijazah tersebut. Hal itu karena tujuan utama mereka hanya ingin
mencari keridhaan Allah Swt. semata.
4. Sistem pondok pesantren mengutamakan kesederhanaan, idealisme,
persaudaraan, persamaan, rasa percaya diri, dan keberanian hidup
(Jamaluddin, 2022).
Pada tahap selanjutnya, pondok pesantren mulai menampakkan
eksistensinya sebagai lembaga pendidikan Islam yang di dalamnya didirikan
sekolah, baik formal maupun non formal. Akhir-akhir ini, pondok pesantren
mempunyai kecenderungan-kecenderungan baru dalam rangka inovasi
terhadap sistem yang selama ini digunakan, yaitu:
1. Mulai akrab dengan metodologi modern.
2. Semakin berorientasi pada pendidikan yang fungsional, artinya terbuka
atas perkembangan di luar lingkungan.
3. Diversifikasi program dan kegiatan makin terbuka dan
ketergantungannya dengan kiai tidak absolut, sekaligus dapat
membekali santri dengan berbagai pengetahuan di luar mata pelajaran
agama.
4. Dapat berfungsi sebagai pusat pengembangan masyarakat.
5. Di pihak lain, pondok pesantren kini mengalami transformasi kultur,
sistem, dan nilai. Pondok pesantren yang dikenal dengan salafiyah
(kuno), kini telah berubah menjadi khalafiyah (modern). Transformasi

15
tersebut sebagai jawaban atas kritik-kritik yang diberikan pada
pesantren dalam arus transformasi ini, sehingga dalam sistem dan kultur
pesantren terjadi perubahan yang drastis. Misalnya:
a. Perubahan sistem pengajaran dari perseorangan atau sorogan
menjadi sistem klasikal yang kemudian kita kenal dengan
istilah madrasah (sekolah);
b. Pemberian pengetahuan umum selain masih mempertahankan
pengetahuan agama dan bahasa Arab;
c. Bertambahnya komponen pendidikan pondok pesantren,
misalnya keterampilan sesuai dengan kemampuan dan
kebutuhan masyarakat sekitar, kepramukaan untuk melatih
kedisiplinan, pendidikan olahraga dan kesehatan, serta kesenian
yang Islami;
d. Lulusan pondok pesantren diberikan syahadah (ijazah) sebagai
tanda tamat dari pesantren tersebut dan ada sebagian syahadah
tertentu yang nilainya sama dengan ijazah sekolah negeri
(Basyit, 2002).

16
BAB III
PENUTUP

A. Simpulan
1. Lembaga pendidikan Islam adalah suatu wadah berlangsungnya
penyelenggaraan pendidikan Islam dengan berbagai sarana, peraturan,
dan penanggung jawab pendidikan yang dijiwai oleh semangat ajaran
dan nilai-nilai Islam dengan niat untuk mengejawantahkan ajaran-ajaran
Islam.
2. Lembaga pendidikan Islam bertujuan untuk meningkatkan keimanan,
mengembangkan potensi dan pemahaman peserta didik terhadap ajaran
Islam, serta terjadinya proses internalisasi ajaran dan nilai-nilai agama
Islam ke dalam diri peserta didik, sehingga ia mampu menjadi manusia
muslim yang beriman dan bertakwa kepada Allah, berakhlak mulia,
memiliki kecakapan dalam ilmu pengetahuan dan teknologi, serta
mampu menghadapi segala tantangan dalam hidup.
3. Lembaga pendidikan Islam berfungsi untuk mengembangkan pola
tingkah laku yang telah melembaga dalam diri manusia dan berperan
sebagai wadah untuk memberikan pengarahan, bimbingan, dan
pelatihan agar manusia dan segala potensi yang dimilikinya dapat
dikembangkan dengan sebaik-baiknya.
4. Prinsip-prinsip lembaga pendidikan Islam antara lain: (1) Prinsip
pembebasan manusia dari ancaman kesesatan yang menjerumuskan
manusia pada api neraka; (2) Prinsip pembinaan umat manusia menjadi
hamba Allah yang memiliki keselarasan dan keseimbangan hidup
bahagia di dunia dan di akhirat; (3) Prinsip pembentukan pribadi
manusia yang memancarkan cahaya keimanan yang kaya akan ilmu
pengetahuan; (4) Prinsip amar ma’ruf nahi munkar dan membebaskan
manusia dari belenggu kejahatan; dan (5) Prinsip pengembangan daya
pikir, daya nalar, daya rasa, sehingga dapat menciptakan anak didik
yang kreatif, serta dapat memfungsikan daya cipta, rasa, dan karsanya.

17
5. Ditinjau dari aspek penanggung jawabnya, ada tiga jenis
lembaga pendidikan: (1) lembaga pendidikan Islam informal (keluarga);
(2) lembaga pendidikan Islam formal (sekolah/madrasah); dan (3)
lembaga pendidikan Islam non formal (masyarakat).
6. Pondok pesantren adalah suatu lembaga pendidikan agama Islam yang
tumbuh serta diakui oleh masyarakat sekitar, dengan tujuan untuk
membimbing anak didik menjadi manusia yang berkepribadian Islam
dan menjadi orang alim dalam ilmu agama. Sistem yang ditampilkan
dalam pondok pesantren, mempunyai keunikan tersendiri dibandingkan
dengan sistem yang diterapkan pada lembaga-lembaga lain pada
umumnya.

B. Saran
Materi Lembaga Pendidikan Islam ini sangat penting untuk para
pembaca pelajari dalam rangka menambah dan memperluas wawasan terkait
lembaga pendidikan Islam yang tersebar di Indonesia.

18
DAFTAR PUSTAKA

Buku:
Djamaluddin, A. A. (1999). Kapita Selekta Pendidikan Islam. Bandung: Pustaka
Setia.
Jamaluddin, D. (2022). Ilmu Pendidikan Islam. Depok: PT RajaGrafindo Persada.
Marimba, A. D. (1996). Pengantar Filsafat Pendidikan Islam. Bandung: Al-
Ma'arif.
Muhaimin. (2012). Pemikiran dan Pendidikan. Jakarta: Rajawali Pers.
Muhaimin, A. M. (1993). Pemikiran Pendidikan Islam . Bandung: PT Trigenda
Karya.
Nata, A. (2010). Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta: Kencana Prenada Media Group.
Ramayulis. (2006). Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta: Kalam Mulia.

Artikel Jurnal:
Basyit, A. (2002). Format Lembaga Pendidikan Perspektif Pendidikan Islam.
Islamika: Jurnal Agama, Pendidikan, dan Sosial Budaya, 19.
Rohman, T. (2020). Planning dan Organizing : Prinsip-Prinsip dan Fungsinya Bagi
Pengembangan Lembaga Pendidikan Islam. Prosiding Nasional: Peluang
dan Tantangan Studi Islam Interdisipliner dalam Bingkai Moderasi.

Situs Web:
Irwanto. (2018, Juni 8). Lembaga Pendidikan Islam. Diambil kembali dari Irwanto
krc: http://irwantokrc.blogspot.com

iii

Anda mungkin juga menyukai