Anda di halaman 1dari 22

MAKALAH

LEMBAGA PENDIDIKAN ISLAM DAN PEMBIAYAAN


PENDIDIKAN

Mata Kuliah : Manajemen Lembaga Pendidikan


Islam
Dosen Pengampu : Dr. Edy Kusnadi, M.Phil
Dr. Abdullah Yunus, M.Pd.I

Disusun oleh :
DESMIYATI
NIM. 801210085

MANAJEMEN PENDIDIKAN ISLAM


PASCA SARJANA UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SULTHAN THAHA SAIFUDDIN JAMBI
TAHUN 2022

i
ii

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kita panjatkan kepada Allah SWT. Shalawat dan salam
kita panjatkan kepada junjungan kita Nabi Muhammad SAW. karena atas
hidayah-Nya-lah makalah ini dapat diselesaikan.
Makalah ini penulis sampaikan kepada pembina mata kuliah
Manajemen Lembaga Pendidikan Islam. sebagai salah satu syarat kelulusan
mata kuliah tersebut. Tidak lupa saya ucapkan terima kasih kepada bapak dosen
yang telah berjasa mencurahkan ilmu kepada penulis dalam mengajar mata
kuliah ini.
Penulis memohon kepada bapak khususnya. umumnya para
pembaca untuk memberikan saran perbaikan apabila menemukan kesalahan atau
kekurangan dalam sistematika penulisan maupun dalam penyampaian isi. Selain
itu. penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun kepada
semua pembaca demi lebih baiknya karya-karya tulis yang akan datang.

Jambi. Oktober 2022

Penulis  
A. Pendahuluan
Pembiayaan Pendidikan adalah merupakan hal yang vital dalam rangka
terlaksananya sebuah pendidikan yang ada. Karena segala aktifitas kegiatan
tersebut memerlukan sebuah penanganan dalam segi finansial yang memadai
pula. Pembiayaan dalam konteks ini dalam berupa uang atau barang dalam rangka
menunjang proses pendidikan tersebut.
Kemudian upaya untuk mewujudkan pendidikan yang berkualitas, perlu
adanya pengelolaan secara menyeluruh dan profesional terhadap sumberdaya
yang ada dalam lembaga Pendidikan Islam salah satu sumberdaya yang perlu
dikelola dengan baik adalah masalah keuangan. Dalam konteks ini keuangan atau
biaya adalah merupakan sumber dana yang sangat diperlukan sekolah Islam
sebagai alat untuk melengkapkan berbagai sarana dan prasarana pembelajaran di
sekolah Islam, meningkatkan kesejahteraan guru, layanan, dan pelaksanaan
program supervisi.1
Dalam sejarah kejayaan Islam dulu, dalam hal pendidikannya menjadi
mercusuar dunia yang kemudian melahirkan tokoh-tokoh yang ahli dalam
berbagai cabang bidang keilmuan yang dimiliki. Dan tentunya mereka juga
terlahir dari sebuah tempat/lembaga pendidikan yang juga sangat baik pada
zamanya. Sebut saja madrasah Nidhomiyah yang merupakan prakarsa dari
penguasa waktu itu yaitu Nizham al-Mulk yang kemudian tersebar di berbagai
wilayah, antara lain, Baghdad, Naisapur, Isfahan, Bashra, dan Mosul.2
Lembaga pendidikan merupakan hal yang sangat penting dalam mencapai
keberhasilan proses pendidikan karena lembaga berfungsi sebagai mediator dalam
mengatur jalannya pendidikan. Dan pada zaman sekarang ini tampaknya tidaklah
disebut pendidikan jika tidak ada lembaganya. Lembaga pendidikan dewasa ini
juga sangat mutlak keberadaannya bagi kelancaran proses pendidikan. Apalagi
lembaga pendidikan itu dikaitkan dengan konsep islam. Lembaga pendidikan
islam merupakan suatu wadah dimana pendidikan dalam ruang lingkup keislaman
melaksanakan tugasnya demi tercapainya cita-cita umat islam. Keluarga, masjid,

1
Sulistyorini, Manajemen Pendidikan Islam, (Surabaya: elKAF, 2006), hal. 98
2
Mahmud Arif, Pendidikan Islam Transformatif, (Yogyakarta: LKiS, 2008), hal. 135

1
2

pondok pesantren dan madrasah merupakan lembagalembaga pendidikan islam


yang mutlak diperlukan di suatu negara secara umum atau disebuah kota secara
khususnya, karena lembaga-lembaga itu ibarat mesin pencetak uang yang akan
menghasilkan sesuatu yang sangat berharga, yang mana lembaga-lembaga
pendidikan itu sendiri akan mencetak sumber daya manusia yang berkualitas dan
mantap dalam aqidah keislaman. Oleh karena itu, dalam makalah ini kami akan
membahas masalah yang berkaitan dengan lembaga pendidikan islam dan
pembiayaan pendidikan tersebut.

B. Pembahasan
1. Pengertian Lembaga Pendidikan Islam
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, kosakata lembaga mempunyai
empat arti, yaitu : 1) Asal mula (yang akan terjadi sesuatu) 2) Bentuk (rupa,
wujud) yang asli, acuan 3) Ikatan. 4) Badan (organisasi) yang bermaksud
melakukan suatu penyelidikan keilmuan atau melakukan sesuatu usaha. Secara
etimologi lembaga adalah asal sesuatu, acuan, sesuatu yang memberi bentuk pada
yang lain, badan atau organisasi yang bertujuan mengadakan suatu penelitian
keilmuan atau melakukan sesuatu usaha. Dari pengertian di atas dapat dipahami
bahwa lembaga mengandung dua arti, yaitu: 1) pengertian secara fisik, materil,
kongkrit, dan 2) pengertian secara non-fisik, non-materil, dan abstrak.3
Dalam bahasa inggris, lembaga disebut institute (dalam pengertian fisik),
yaitu sarana atau organisasi untuk mencapai tujuan tertentu, dan lembaga dalam
pengertian non-fisik atau abstrak disebut institution, yaitu suatu sistem norma
untuk memenuhi kebutuhan. Lembaga dalam pengertian fisik disebut juga dengan
bangunan, dan lembaga dalam pengertian nonfisik disebut dengan pranata.4
Secara terminologi, Amir Daiem mendefinisikan lembaga pendidikan
dengan orang atau badan yang secara wajar mempunyai tanggung jawab terhadap
pendidikan. Rumusan definisi yang dikemukakan Amir Daiem ini memberikan
penekanan pada sikap tanggung jawab seseorang terhadap peserta didik, sehingga

3
Ramayulis, Ilmu Pendidikan Islam (Jakarta: Kalam Mulia, 2011), hal. 277
4
Ibid., hal. 278
3

dalam realisasinya merupakan suatu keharusan yang wajar bukan merupakan


keterpaksaan. Definisi lain tentang lembaga pendidikan adalah suatu bentuk
organisasi yang tersusun relatif tetap atas pola-pola tingkah laku, peranan-peranan
relasi-relasi yang terarah dalam mengikat individu yang mempunyai otoritas
formal dan sangsi hukum, guna tercapainya kebutuhan-kebutuhan sosial dasar.5
Daud Ali dan Habibah Daud menjelaskan bahwa ada dua unsur yang
kontradiktif dalam pengertian lembaga, pertama pengertian secara fisik, materil,
kongkrit dan kedua pengertian secara non fisik, non materil dan abstrak. Terdapat
dua versi pengertian lembaga dapat dimengerti karena lembaga ditinjau dari segi
fisik menampakkan suatu badan dan sarana yang didalamnya ada beberapa orang
yang menggerakkannya, dan ditinjau dari aspek non fisik lembaga merupakan
suatu sistem yang berperan membantu mencapai tujuan.6
Lembaga pendidikan Islam secara terminologi diartikan sebagai suatu
wadah atau tempat berlangsungnya proses pendidikan Islam. Lembaga pendidikan
mengandung pengertian kongkrit berupa sarana dan prasarana dan juga pengertian
yang abstrak, dengan adanya norma-norma dan peraturan-peraturan tertentu, serta
penanggung jawab pendidikan itu sendiri.7
Muhaimin menjelaskan bahwa lembaga pendidikan Islam merupakan
suatu sistim pendidikan yang sengaja diselenggarakan atau didirikan dengan
hasrat dan niat untuk mengejawantahkan ajaran dan nilai-nilai Islam.8 Sistim
pendidikan ini dikembangkan dari dan disemangati atau dijiwai oleh ajaran dan
nilai-nilai Islam.
Berdasarkan pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa lembaga
pendidikan Islam adalah suatu wadah berlangsungnya penyelenggaraan
pendidikan Islam dengan berbagai sarana, peraturan, dan penanggung jawab
pendidikan yang dijiwai oleh semangat ajaran dan nilai-nilai Islam dengan niat
untuk mengejawantahkan ajaran-ajaran Islam.

5
Amir Daiem Indrakusuma, Pengantar Ilmu Pendidikan (Surabaya: Usaha Nasional, 2010), hal.
25
6
Ramayulis, Ilmu Pendidikan Islam, Op.Cit., hal. 278
7

8
Muhaimin, Pemikiran dan pendidikan (Jakarta: Rajawali Pers, 2012), hal. 39
4

Adapun lembaga pendidikan islam secara terminologi dapat diartikan


suatu wadah atau tempat berlangsungnya proses pendidikan islam. Dari definisi
diatas dapat disimpulkan bahwa lembaga pendidikan itu mengandung pengertian
kongkrit berupa sarana dan prasarana dan juga pengertian yang abstrak, dengan
adanya norma-norma dan peraturan-peraturan tertentu, serta penananggung jawab
pendidikan itu sendiri.
2.  Tujuan Lembaga Pendidikan Islam
Tujuan lembaga pendidikan Islam (madrasah) maka tidak terlepasdari
tujuan pendidikan Islam itu sendiri. Tujuan pendidikan Islam digalidari nilai-nilai
ajaran Islam yang bersumber dari al-Qur’an dan Hadits.
Menurut Muhaimin dalam Mahmud, menjelaskan Lembaga pendidikan
Islam secara umum bertujuan untuk meningkatkan keimanan, pemahaman,
penghayalan danpengalaman peserta didik tentang agama Islam, sehingga menjadi
manusia muslim yang beriman dan bertakwa kepada Allah SWT serta berakhlak
mulia dalam kehidupan pribadi, bermasyarakat berbangsa dan bernegara.9
Lembaga pendidikan Islam mempunyai tujuan untuk mengembangkan
semua potensi yang dimiliki manusia itu, mulai dari tahapan kognisi, yakni
pengetahuan dan pemahaman siswa terhadap ajaran Islam, untuk selanjutnya
dilanjutkan dengan tahapan afeksi, yakni terjadinya proses internalisasi ajaran dan
nilai agama ke dalam diri siswa, dalam arti menghayati dan meyakininya. Melalui
tahapan efeksi tersebut diharapkan bertumbuh motivasi dalam diri siswa dan
bergerak untuk mengamalkan dan menaati ajaran Islam (tahap psikomotorik) yang
telah diinternalisasikan dalam dirinya. Dengan demikian, akan terbentuk manusia
muslim yang bertakwa dan berakhlak mulia.
3. Fungsi Lembaga Pendidikan Islam
Pendidikan Islam termasuk masalah sosial, sehingga dalam
kelembagaannya tidak lepas dari lembaga-lembaga sosial yang ada, lembaga
disebut juga institusi atau pranata. Dengan demikian lembaga pendidikan Islam
adalah suatu bentuk organisasi yang diadakan untuk mengembangkan

9
Mahmud, Pemikiran Pendidikan Islam (Bandung: Pustaka Setia, 2011), hal. 127
5

lembaga-lembaga sosial, baik yang permanen maupun yang berubah-ubah.


Menurut Hasan Langggung pendidikan Islam berputar sekitar pengembangan
jasmani, akal, emosi, rohani, dan akhlak manusia. Begitu juga pendidikan dalam
pengertian yang utuh, bukan terbatas disekolah saja tetapi juga mempengaruhi
pelajaran-pelajaran di rumah, di masyarakat bahkan dijalanan selain itu, Islam
juga mengenal pendidikan seumur hidup.10
Islam mengenal lembaga pendidikan semenjak detik-detik turunnya wahyu
Allah kepada Nabi SAW. Rumah Arqam bin Abi al-Arqam merupakan lembaga
pendidikan pertama. Guru agung pertama dalam dunia Islam adalah Nabi sendiri.
Lembaga pendidikan Islam bukanlah lembaga pendidikan yang beku, Islam justru
memperkenalkan lembaga pendidikannya dengan cara yang fleksibel, berkembang
menurut kehendak waktu dan tempat ketika rumah Al-Arqam dan rumah lain
dianggap sudah tidak dapat memuat bilangan kaum muslim yang begitu besar,
umat Islam kemudian mengalihkan lembaga pendidikannya ke masjid yang
menjadi tempat kedua atau institusi kedua setelah rumah Al-Arqam. Sedangkan
lembaga pendidikan ketiga muncul setelah kerajaan Umayyah. Masjid yang
semula dijadikan tempat belajar utama kini beralih menjadi tempat belajar orang
dewasa sementara anak-anak mulai mempelajari ilmu di Kuttab.11
Menurut Izudin Abbas ada dua macam kuttab diantaranya adalah Satu;
kuttab untuk anak-anak yang membayar iuran pendidikan. Dua; untuk anak-anak
orang miskin yang disebut Kuttab Al-Sabil (pondok orang dalam perjalanan).
Bersama dengan kemajuan peradaban yang dicapai oleh masyarakat Islam di
zaman kerajaan Abbasiyah, lembaga-lembaga pendidikan lain mulai mengarahkan
dirinya terhadap pendidikan Islam dan muncullah Daar al hikmah dengan tujuan
agar gerakan terjemahan bertambah luas.
Setelah itu muncullah sistem madrasah, yang menjadikan system
pendidikan Islam memasuki periode baru dalam pertumbuhan dan
perkembangannya, diman periode ini adalah periode terakhirnya. Sebab di sini

10
Abudin Nata, Manajemen Pendidikan (Bogor: Kencana, 2009), hal. 146
11
Ibid., hal. 152
6

madrasah sudah merupakan salah satu organisasi resmi negara dimana


dikeluarkannya pekerja-pekerja dan pegawai-pegawai negara.
Pelajaran disitu juga resmi berjalan menurut peraturan dan Undang-undang
merupakan hal serupa yang kita kenal hari ini, segala sesuatu diatur seperti
kehadiran dan kepulangan murid-murid, program-program pengajaran, staf-staf
perpustakaan, dan gelar-gelar ilmiah semuanya diatur dan diberi undang-undang.
Bentuk lembaga pendidikan Islam apapun dalam Islam harus berpijak pada
prinsip-prinsip tertentu yang telah disepakati sebelumnya, sehingga antara
lembaga satu dengan lainnya tidak terjadi tumpang-tindih. Prinsip-prinsip
pembentukan lembaga pendidikan Islam itu adalah antara lain.12
a. Prinsip pembebasan manusia dari ancaman kesesatan yang menjerumuskan
manusia pada api neraka.
b. Prinsip pembinaan umat manusia menjadi hamba-hamba Allah yang memiliki
keselarasan dan keseimbangan hidup bahagia didunia dan akherat.
c. Prinsip pembentukan pribadi manusia yang memancarkan sinar keimanan
yang kaya dengan ilmu pengetahuan, yang satu sama lain saling
mengembangkan hidupnya untuk menghambakan diri pada khaliknya.
d. Prinsip amar ma’ruf nahi munkar.
e. Prinsip pengembangan daya pikir, daya nalar, daya rasa, sehingga dapat
menciptakan anak didik yang kreatif dan dapat memfungsikan daya cipta,
rasa dan karsanya.
4. Jenis Lembaga Pendidikan Islam
Untuk mendapatkan gambaran yang lebih luas tentang jenis-jenis lembaga
pendidikan Islam harus ditinjau berbagai aspek, diantaranya:
a. Lembaga Pendidikan Islam Dilihat dari Aspek Ajaran Islam Sebagai Asasnya
Dalam ajaran Islam, perbuatan manusia disebut dengan amal, yang telah
melembaga dalam jiwa seorang muslim, baik amal yang berhubungan dengan
Allah SWT maupun amal yang berhubungan dengan manusia dan alam semesta.
Sedangkan Mahmud Syaltut mengemukakan bahwa ajaran Islam mencakup aspek

12
Abdul Mujib dan Jusuf Mudzakkir, Ilmu Pendidikan Islam (Jakarta: Putra Grafika, 2006), hal.
223-224
7

akidah, syari’ah dan mu’amalah yang dapat membimbing manusia menuju


kehidupan yang lebih baik.
Asas seluruh ajaran dan amalan Islam adalah Iman. Islam telah
menetapkan norma-norma dalam mengamalkan ajaranya. Sebagaiman yang
dikemukakan oleh Sidi Ghazalba, bahwa jenis lembaga pendidikan Islam yang
serba tetap dan tidak boleh berubah dan tidak mungkin berubah adalah sebagai
berikut:
1) Rukun Iman adalah asas ajaran dan amal Islam.
2) Ikrar, keyakinan atau pengucapan dua kalimt syahadat, adalah lembaga
pernyataan.
3) Thaharah, lembaga penyucian.
4) Shalat, lembaga utama agama.
5) Zakat, lembaga pemberian wajib.
6) Puasa, lembaga menahan diri.
7) Haji, lembaga kunjungan ke Baitullah.
8) Ihsan, lembaga membaiki
9) Ikhlas, lembaga yang menjadikan amal agama
10) Taqwa, lembaga menjaga hubungan dengan Allah SWT.13
Adapun lembaga yang dapat berubah, karena perubahan norma-norma
adalah sebagai berikut:
1) Ijtihad, lembaga berfikir
2) Fikih, lembaga putusan tentang hukum yang dilakukan dengan metode
ijtihad.
3) Akhlak, lembaga nilai-nilai tingkah laku perbuatan.
4) Lembaga pergaulan masyarakat
5) Lembaga ekonomi
6) Lembaga politik
7) Lembaga pengetahuan dan tekhnik
8) Lembaga seni
9) Lembaga Negara.

13
Ramayulis, Ilmu Pendidikan Islam, Op.Cit., hal. 317
8

Agama Islam adalah agama yang universal, serba tetap dan tidak terikat
oleh ruang dan waktu, dan merupakan agama yang diridhai Allah SWT.14
b. Lembaga Pendidikan Islam Ditinjau dari Aspek Penanggung Jawab
Tanggung jawab kependidikan merupakan suatu tugas wajib yang harus
dilaksanakan, karena tugas ini satu dari beberapa instrumen masyarakat dan
bangsa dalam upaya pengembangan manusia sebagai khalifah di bumi. Tanggung
jawab ini dapat dilaksanakan secara individu dan kolektif. Secara individu
dilaksanakan oleh orang tua dan kolektif kerjasama seluruh anggota keluarga,
masyarakat dan pemerintah.
Menurut al-Qabisy, pemerintah bertanggung jawab terhadap pendidikan
anak baik berupa bimbingan, pengajaran secara menyeluruh. Konsep tanggung
jawab pendidikan yang dikemukakan al-Qabiys ini berimplikasi secara tidak
langsung dalam melahirkan jenis-jenis lembaga pendidikan sesuai dengan
penanggung jawabnya. Jika penangung jawabnya orang tua maka jenis lembaga
pendidikan dimunculkan adalah lembaga pendidikan keluarga. Jika penanggung
jawabnya pemerintah maka jenis lembaga pendidikan yang dilahirkan ini ada
beberapa macam, seperti sekolah lembaga pemasyarakatan dan sebagainya. Jika
penanggung jawabnya adalah masyarakat, lembaga pendidikan yang dimunculkan
seperti panti asuhan, panti jompo, dan sebagainya. Dengan demikian ada tiga jenis
lembaga pendidikan.15
1) Lembaga Pendidikan In-Formal (keluarga)
Keluarga sebagai unit terkecil dalam masyarakat adalah persekutuan antara
sekelompok orang yang mempunyai pola-pola kepentingan masing-masing dalam
mendidik anak yang belum ada dilingkunganya. Kegiatan pendidikan dalam
lembaga ini tanpa ada satu organisasi yang ketat. Tanpa ada program waktu dan
evaluasi.
Dalam islam istilah keluarga dikenal dengan istilah usrah, dan nasb.
Sejalan dengan pengerian di atas, keluarga juga dapat diperoleh lewat persusuan

14
Ramayulis, Ilmu Pendidikan Islam, Op.Cit., hal. 318
15
Ibid., hal. 318
9

dan pemerdekaan. Pentingnya serta keutamaan keluarga sebagai lembaga


pendidikan Islam disyaratkan dalam al-Qura’an :
      
       
       
Artinya: Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari
api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya
malaikat-malaikat yang kasar, keras, dan tidak mendurhakai Allah
terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu
mengerjakan apa yang diperintahkan. (QS al-Tahrim:6).16
Hal ini juga dipraktekkan Nabi dalam sunahnya. Diaantara orang yang
dahulu beriman dan masuk Islam adalah anggota keluarga, yaitu: Khadijah, Ali
bin Abi Thalib, dan Zaid bin Harisah. Keluarga merupakan orang pertama,
dimana sifat kepribadian akan tumbuh dan terbentuk. Seorang akan menjadi
warga masyarakat yang baik, bergantung pada sifatnya yang tumbuh dalam
kehidupan keluarga, dimana anak dibesarkan. Melihat peran yang dapat
dimainkan oleh lembaga pendidikan keluarga maka tidak berlebih bila Sidi
Ghazalba mengkatagorikannya pada jenis lembaga pendidikan primer, utamanya
untuk masa bayi dan masa kanak-kanak sampai usia sekolah. Dalam lembaga ini
sebagai pendidik adalah orang tua, kerabat, famili dan sebagainya. Orang tua
selain sebagai pendidik, juga sebagai penanggung jawab.17 
Fungsi keluarga sebagai tempat pendidikan sesungguhnya dapat dilihat
dari dua aspek dengan penjelasnya pertama dari segi pendidikan informal, yakni
pendidikan yang dilakukan oleh kedua orang tua terhadap putra-putrinya.
Pendidikan dirumah ini ditekankan pada pembinaan watak, karakter, kepribadian
dan keterampilan mengerjakan pekerjaan tugas yang biasa dilakukan dalam rumah
tangga. Kedua dari segi pendidikan nonformal, yakni pendidikan yang dilakukan
dirumah yang bentuk materi pengajaran, guru, metode pengajaran dan lainya tidak
dibakukan secara formal. Pendidikan nonforma yang berkaitan dengan penanaman

16
Kementerian Agama RI, Al-Qur’an Dan Terjemah, Tafsir Perkata (Bandung: PT. Sygma
Examedia Arkenleema, 2010) hal. 522
17
Ibid., hal. 522
10

akidah, bimbingan membaca dan menghafal al-Qura’an, peraktik beribadah dan


peraktik akhlak mulia.18
2) Lembaga Pendidikan Formal (Sekolah/Madrasah)
Abu Ahmad dan Nur Uhbiyati memberi pengertian tentang lembaga
pendidikan tersebut diadakan di tempat tertentu, teratur, sistimatis, mempunyai
perpanjangan dan dalam kurun waktu tertentu, berlangsung mulai dari pendidikan
dasar sampai pendidikan tinggi, dan dilaksanakan berdasarkan auran resmi yang
telah ditetapkan.
Sementara Hadari Nawwi mengelompokkan lembaga pendidikan sekolah
kepada lembaga pendidikan yang kegiatan pendidikannya diselenggarakan secara
sengaja, berencana, sisitimatis dalam rangka membantu menjalankan tugasnya
sebagi khalifah Allah di bumi. Gazalba memasukkan lembaga pendidikan formal
ini dalam jenis pendidikan sekunder, sementara pendidikannya adalah guru yang
profesional.
Di Negara Republik Indonesia ada tiga lembaga pendidikan yang
diindentikkan sebagai lembaga pendidikan Islam, yaitu : pesantren, madrasah dan
sekolah milik organisasi Islam setiap jenis dan jenjang yang ada. Lembaga
pendidikan pesantren dapatlah dikatagorikan sebagai lembaga pendidikan non
formal. Sedang madrasah sebagai lembaga  pendidikan formal. Lembaga
pendidikan Islam di Indonesia adalah:
a) Raudhatul Athfal atau Busthanul Athfal, atau nama lain yang disesuaikan
dengan organisasi pendirinya.
b) Madrasah Ibtidaiyah (MI) atau Sekolah Dasar Islam (SDI)
c) Madrasah Tsanawiyah (MTs), sekolah Menengah Pertama Islam (SMPI) atau
nama-nama lain yang setingkat dengan pendidikan ini, seperti Madrasah
Mu’allimin Mu’allimat (MMA), atau Madrasah Mu’allimin Atas (MMA)
d) Perguruan Tinggi, antara lain Sekolah Tinggi Agama Islam (STAIN), Institut
Agama Islam Negeri (IAIN), Universias Islam Negeri (UIN) atau lembaga

18
Abudin Nata. Ilmu Pendidikan Islam, Op.Cit., hal. 192
11

sejenis milik yayasan atau organisasi keislaman, seperti Sekolah Tinggi,


Universias atau institut swasta milik organisasi atay yaysan tertentu.19
Demikianlah beberapa lembaga pendidikan Islam yang dapat
dikatagorikan kepada pendidika formal
3) Lembaga Pendidikan Non-Formal (masyarakat)
Lembaga pendidikan non forma adalah lembaga pendidikan yang teratur
namun tidak mengikuti peraturan-peraturan yang tetap dan ketata. Masyarakat
merupakan kumpulan individu dan kelompok yang terikat oleh kesatuan bangsa,
negara, kebudayaan, dan agama. Setiap masyarakat, memiliki cita-cita yang
diwujudkan melalui peraturan-peraturan dan sistem kekuaskan tertentu. Islam
tidak membebaskan manusia dari tanggung jawabnya sebagai anggota
masyarakat, dia merupakan bagian yang integral sehingga harus tunduk pada
norma-norma yanng berlaku dalam masyarakat. Begitu juga dengan tanggug
jawabnya dalam melaksanakan tugas-tugas kependidikan.20
Berpijak pada tanggung jawab masyarakat di atas, lahirlah lembaga
pendidikan Islam yang dapat dikelompokkan dalam jenis ini adalah:
a) Masjid, Mushalla Langgar, Surau dan Rangkang.
b) Madrasah Diniyah yang tidak mengikuti ketetapan resmi
c) Majlis Ta’lim, Taman Pendidikan al-Qura’an, Taman Pendidikan Seni al-
Qura’an, Wirid Remaja/Dewasa.
d) Kursus-kursus keislaman
e) Badan pembinaan Rohani
f) Badan-badan Konsultasi Keagamaan
g) Musabaqah Tilawah al-Qura’an
h) Pengelolaan dan Pengembangan Lembaga Pendidikan Islam.21
Berdasarkan orientasi pendidikan Islam tersebut yang tampaknya
berdimensi ganda lembaga pendidikan Islam dalam semua bentuknya (pesantren,
madrasah, sekolah, serta perhuruan tinggi) harus dikelola dengan strategi tertentu
yang mampu menyehatkan keberadaan lembaga-lembaga tersebut, bahkan dapat
19
Ramayulis, Ilmu Pendidikan Islam, Op.Cit., hal. 320
20
Ibid., hal. 321
21
Ibid., hal. 322
12

mengantarkan pada kemajuan yang signifikan. Namun, strategi yang dipilih harus


mempertimbangkan berbagai kondisi yang dirasakan lembaga pendidikan Islam
itu, sehingga menjadi strategi yang fungsional. Suatu strategi yang benar-benar
mampu menyelesaikan masalah-masalah yang sedang dihadapi sehingga ia dapat
berfungsi layaknya resep yang mujarab dalam mengatasi berbagai masalah.
Strategi itu harus berbentuk langkah-langkah operasional yang dapat
dipraktikkan dengan suatu mekanisme tertentu yang memberikan jalan keluar.
Tilaar menyarankan bahwa pengelolaan dan pengembangan lembaga pendidikan
Islam sebaiknya meliputi empat langkan bidang prioritas berikut ini:
a) Peningkatan kualitas
b) Pengembangan inovasi dan kreativitas
c) Membangun jaringan kerja sama (networking), dan
d) Pelaksanaan otonomi daerah.22
Ada beberapa strategi yang perlu ditawarkan dalam mengelola dan
mengembangkan lembaga pendidikan Islam baik berupa pesantren, madrasah,
sekolah, serta perguruan tinggi, yaitu berikut.
a) Merumuskan visi, misi dan tujuan lembaga secara jelas serta berusaha keras
mewujudkannya melalui kegiatan-kegiatan riil sehari-hari.
b) Membangun kepemimpinan yang benar-benar professional (terlepas dari
intervensi ideology, politik, organisasi, dan mazhab dalam menempuh
kebijakan lembaga).
c) Menyiapkan pendidik yang benar-benar berjiwa pendidik sehingga
mengutamakan tugas-tugas pendidikan dan bertanggung jawab terhadap
kesuksesan peserta didiknya.
d) Merumuskan kurikulum yang sesuai dengan kebutuhan peserta didik dan
masyarakat.
e) Menggali sumber-sumber keuangan nonkonvensional dan
mengembangkannya secara produktif.
f) Meningkatkan promosi untuk membangun citra (image building), dsb.23

22
Mujamil Qomar, Manajemen Pendidikan Islam (Malang; Erlangga, 2013), hal. 47-52
23
Ibid., hal. 55-56.
13

5. Kebijakan Pembiayaan Pendidikan


a. Tinjauan Kebijakan Pembiayaan Pendidikan
Kebijakan pembiayaan, istilah yang digunakan dalam beberapa jenis
kebijakan yang ada dalam pemerintaha ataupun politik. Kata “Policy” mengurus
permasalahan ataupun kepentingan umum, pula administrasi pemerintah.24 Disisi
lain, Sebutan kebijakan (Policy) kerap kali dicampur adukkan dengan kebijakan
(Wisdom).25 Kedua isitilah ini arti yang berbeda berdasar pada pertimbangan ide
dalam proses pembuatannya.
Nanang Fatah melansir komentar Hogwood serta Gun yang membedakan
kebijakanseperti label buat bidang aktivitas menyatakan bahwa kebijakan seperti
sesuatu ekspresi universal dari tujuan universal ataupun kondisi yang diidamkan.
Selain itu, Kebijakan seperti proposal spesial keputusan pemerintah, otorisasi
resmi, serta program.26
Pendapat Eaulau dan Prewitt dikutip oleh H.M. Hasbullah yang
menjelaskan Kebijakan sebagi keputusan tetap yangberkarakter konsistensi
danpengulangan tingkah laku dari mereka yang membuat serta dari mereka yang
mematuhi keputusan tersebut.27
Disisi lain, Biaya pendidikan dapat diartikan dengan segala sesuatu yang
dikeluarkan dalam bentuk sumber daya, untuk mendapatkan pengambilan berupa
barang atau layanan jasa dalam rangka pencapaian tujuan di bidang pendidikan.
Biaya merupakan suatu unsur yang menentukan dalam mekanisme penganggaran.
Penentuan biaya akan mempengaruhi tingkat efisiensi dan efektivitas kegiatan
dalam suatu organisasi yang akan mencapai suatu tujuan tertentu. Kegiatan yang
dilaksanakan dengan biaya yang rendah dan hasilnya mempunyai kualitas yang
baik dapat dikatakan kegiatan tersebut dilaksanakan secara efisien dan efektif.28
24
H.M. Hasbullah, Kebijakan Pendidikan (Dalam Perspektif Teori, Aplikasi, dan Kondisi Objektif
Pendidikan di Indonesia) (Jakarta: Rajawali Pers, 2015), hal. 37
25
H.A.R Tilaar dan Riant Nugroho, Kebijakan Pendidikan: Pengantar Untuk memaami
Kebjijakan Pendidikan dan Kebijakan Pendidikan Sebagai Kebijakan Publik (Yogyakarta:
Pustaka Pelajar, 2009), hal. 16
26
Nanang Fatah, Analisis Kebijakan Pendidikan (Bandung: Remaja Rosda Karya, 2013), hal. 135
27
H.M. Hasbullah, Op.Cit., hal. 38
28
Ayu Komang Ratna Dewi, I Made Yudana & Anak Agung Gede Agung, “Efektivitas Program
Bantuan Operasional Sekolah (BOS) Pada SMP Negeri 4 Seririt Kabupaten Buleleng” e-Journal
Program Pascasarjana Universitas Pendidikan Ganesha Program Studi Administrasi Pendidikan.
14

Biaya pendidikan, satu komponen masukan instrumental input dalam


menyelenggarakan pendidikan di sekolah, dalam setiap upaya pencapaian tujuan
pendidikan, baik tujuan-tujuan yang bersifat kuantitatif biaya pendidikan memiliki
peran yang angat penting. Hampir tidak ada pendidikan yang dapat mengabaikan
peranan biaya, sehingga dapat dikatakan bahwa tanpa biaya proses pendidikan
tidak akan berjalan. Biaya dalam pengertian ini memiliki cangkupan yang sangat
luas, yakni semua jenis pengeluaran yang berkenaan dengan penyelenggaraan
pendidikan, baik dalam bentuk uang maupun barang dan tenaga. 6
Berdasrkan pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa kebijakaan
pembiayaan pendidikan adalah keputusan tetap yang dicirikan oleh konsistensi
dan pengulangan tingkah laku yang membuat dan dari mereka yang mematuhi
keputusan dari semua jenis pengeluaran yang berkenaan dengan penyelenggaraan
pendidikan, baik dalam bentuk uang maupun barang dan tenaga.
b. Pengelolaan Pembiayaan Pendidikan Islam
Pengelolaan anggaranya masih tetap terpusat di Kementerian Agama
RI; berbeda dengan pendidikan yang dikelola oleh Kementerian Pendidikan dan
Kebudayaan yang tidak termasuk instansi vertikal yang biaya pendidikannya
diserahkan pada pemerintah Kabupaten /Kota. Alasannya bahwa agama
tidak termasuk yang diotonomikan atau didesentralisasikan. Menurut hemat
penulis, alasan ini perlu diberi catatan khusus, karena tampaknya maksud
awalnya adalah kenapa urusan agama tetap dipegang oleh pemerintah pusat,
adalah dalam pengertian tentang pembinaan kehidupan beragama, yang
kemungkinannya bukan meliputi pendidikan yang dibinanya. Akibatnya
kedudukan madrasahpun menjadi tanggung, yaitu tetap dikelola oleh
pemerintah pusat (secara terpusat-menggantung keatas) pada saat yang sama,
semua sekolah lainnya telah didesentralisasikan pengelolaannya. Karenanya
madrasah menjadi sebuah anomali pada era otonomi yang berkembang
dewasa ini. Salah satu akibatnya pembiayaan madrasah tidak diperhitungkan
oleh pemerintah Kabupaten/Kota. Karena madrasah dianggap telah memperoleh
dana dari pemerintah pusat melalui jalur Kantor Wilayah Kementerian Agama

Volume 6, No 1 Tahun (2015)


15

Propinsi dan Kantor Kementerian Agama Kabupaten/Kota. Terlepas dari sumber


pembiayaan yang vertikal bagi madrasah dan otonomi daerah bagi sekolah,
maka pada prinsipnya anggaran pendidikan terus mengalami kenaikan.
Pemerintah dewasa ini cenderung untuk terus menerus meningkatkan
anggaran pendidikan. Salah satu tujuannya adalah untuk mengimbangi beban
yang ditanggungn oleh orang tua murid. Karenanya, “peningkatan anggara
pemerintah untuk sektor pendidikan sesungguhnya bertujuan untuk mengimbangi
besarnya kontribusi keluarga agar minimal tidak terlalu timpang, sehingga
pemerintah yang selama ini sangat berperan dalam mengendalikan sekolah
secara moral cukup memiliki legitimasi dalam memainkan perannya”.29
Jika saat ini pemerintah hanya menanggung sebagian kecil dari satuan
biaya pendidikan, maka setahap demi setahap jumlah tersebut perlu dinaikan,
tanpa harus mengurangi peran serta keluarga yang sudah cukup tinggi. Memang
tidak akan sanggup pemerintah menanggung semua biaya pendidikan tanpa
dibantu oleh masyarakat dan swasta. Untuk merealisasikan berbagai
kebutuhan dalam pendidikan Islam diperlukan pembiayaan yang cukup.
Padahal kenyataannya masih banyak berbagai biaya yang dikeluarkan
oleh orang tua murid dalam pendidikan anak-anaknya. Pemberian subsidi
dari pemerintah belum sanggup untuk menggratiskan pendidikan warga.
Untuk menutupi kekeurangan biaya tersebut bagaimana mengatasinya. Dalam
pembiayaan pendidika Islam bisa diperoleh dari berbagai sumber misalnya
dari (1) dana fi sabilillah, (2) dana dari siswa, (3) dana dari wakaf, (4) dana
dari kas negara, (5) dan dari hibah perorangan dan lainnya.30
Hanya saja, ada sebagian dari masyarakat bahwa biaya seperti dari sumber
wakaf dan hibah yang sudah diwakafkan atau dihibahkan sekarang ini terdapat
komplein dari ahli warisnya yaitu mengambil kembali harta tersebut
untuk dijadikan sebagai hak pribadi, jadi kelihatannya dana dari sumber
tersebut menjadi kurang efektif. Menyangkut kebiajakan pemerintah tentang

29
Dedi Supriadi, Satuan Biaya Pendidikan dasar dan Menengah, Rujukan bagi Penetapan
Kebijakan Pembiayaan Pendidikan pada Era Otonomi dan manajemen Berbasis Sekolah,
Bandung: PT.Remaja Rosdakarya, Cet.V, 2010, hal.. 94
30
Abudin Nata. Ilmu Pendidikan Islam, Op.Cit., hal. 197
16

pembiayaan pendidikan, maka pemerintah wajib menjamin pembiayaan


pendidikan sebagaimana pendapat Ibnu Hazm dalam kitab Al-Ahkam fi Ushulil
Ahkam mengatakan bahwa “seorang imam atau kepala negara berkewajiban
memenuhi sarana-sarana pendidikan, sampai pada ungkapannya diwajibkan
atas seorang imam untuk menangani masalah itu dan menggaji orang-orang
tertentu untuk mendidik masyarakat”.31
Standar Pembiayaan dalam Peraturan Peraturan Pemerintah Republik
Indonseia No. 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan (SNP) BAB
IX pasal 63 menyebutkan bahwa: Pembiayaan pendidikan terdiri atas biaya
investasi, biaya operasi, dan biaya personal. Biaya investasi satuan pendidikan
meliputi biaya penyediaan sarana dan prasarana, pengembangan sumber daya
manusia, dan modal kerja tetap. Biaya operasional satuan pendidikan meliputi:
gaji pendidik dan tenaga kependidikan serta segala tunjangan yang melekat pada
gaji, bahan atau peralatan pendidikan habis pakai, dan biaya operasi pendidikan
tak langsung berupa daya, air, jasa telekomunikasi, pemeliharaan sarana dan
prasarana, uang lembur, transportasi, konsumsi, pajak, asuransi, dan lain
sebagainya. Biaya personal meliputi biaya pendidikan yang harus dikeluarkan
oleh peserta didik untuk bisa mengikuti proses pembelajaran serta teratur dan
berkelanjutan.32

c. Prinsip-prinsip Pengelolaan Pembiayaan Pendidikan dalam Islam


Terdapat sejumlah prinsip yang menjadi pegangan dalam pengelolaan dana
pcndidikan dalam Islam. Prinsip ini sebagai berikut.
1) Pertama, prinsip keikhlasan. Prinsip ini antara lain terlihat pada dana yang
berasal dari wakaf sebagaimana tersebut di atas.
2) Kedua, prinsip tanggung jawab kepada Tuhan. Prinsip ini antara lain terlihat
pada dana yang berasal dari para wali murid. Mereka mengeluarkan dana atas

31
Ibnu Hazm, Al-Ahkam fi Ushulil Ahkam (Kairo: Al-Azhar, Darul Hadits, 1984), hal. 114
32
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional
Pendidikan
17

dasar kewajiban mendidik anak yang diperintahan oleh Tuhan, dengan cara
membiayai pendidikan anak tersebut.
3) Ketiga, prinsip, suka rela. Prinsip ini antara lain terlihat pada dana yang
berasal dari bantuan hibah perorangan yang tergolong mampu dan menyukai
kemajuan Islam. Keempat, prinsip halal. Prinsip ini terlihat pada seluruh dana
yang digunakan untuk pendidikan yang berasal dari dana yang halal dan
menurut hukum Islam.
4) Kelima, prinsip kecukupan. Prinsip ini antara lain terlihat pada dana yang
dikeluarkan oleh pemerintah yang berasal dari kas negara.
5) Keenam, prinsip berkelanjutan. Prinsip ini antara lain terlihat pada dana yang
berasal dari wakaf yang menegaskan, bahwa sumber (pokok) dana tcrsebut
tidak boleh hilang atau dialihkan kepada orang lain, yang menyebabkan
hilangnya hasil dari dana pokok tersebut.
6) Ketujuh, prinsip keseimbangan dan proporsional. Prinsip ini antara lain
terlihat dari pengalokasian dana untuk seluruh kegiatan yang berkaitan
dengan pelaksanaan pendidikan, seperti dana untuk membangun infrastruktur,
sarana prasarana, peralatan belajar mengajar, gaji guru, beasiswa para pelajar,
dan sebagainya. 33

C. Kesimpulan
1. lembaga pendidikan Islam adalah suatu wadah berlangsungnya
penyelenggaraan pendidikan Islam dengan berbagai sarana, peraturan, dan
penanggung jawab pendidikan yang dijiwai oleh semangat ajaran dan nilai-
nilai Islam dengan niat untuk mengejawantahkan ajaran-ajaran Islam.
2. Lembaga pendidikan Islam secara umum bertujuan untuk meningkatkan
keimanan, pemahaman, penghayalan danpengalaman peserta didik tentang

33
Abudin Nata. Ilmu Pendidikan Islam, Op.Cit., hal. 230
18

agama Islam, sehingga menjadi manusia muslim yang beriman dan bertakwa
kepada Allah SWT serta berakhlak mulia dalam kehidupan pribadi,
bermasyarakat berbangsa dan bernegara.
3. Lembaga pendidikan Islam berfungsi sebagai pengembangan jasmani, akal,
emosi, rohani, dan akhlak manusia dan peserta didiknya.
4. Jenis lembaga pendidikan Islam di dilihat dari Aspek ajaran Islam sebagai
asasnya terbagi dua, yakni yang tidak berubah dan yang berubah. lembaga
pendidikan islam ditinjau dari aspek penanggung jawab terbagi menjadi 3
yakni Lembaga pendidikan in-formal (keluarga), lembaga pendidikan formal
(sekolah/madrasah) dan lembaga pendidikan non-formal (masyarakat).
5. Strategi yang perlu ditawarkan dalam mengelola dan mengembangkan
lembaga pendidikan Islam baik berupa pesantren, madrasah, sekolah, serta
perguruan tinggi, yaitu pertama, Merumuskan visi, misi dan tujuan lembaga
secara jelas serta berusaha keras mewujudkannya melalui kegiatan-kegiatan
riil sehari-hari. Kedua. Membangun kepemimpinan yang benar-benar
professional (terlepas dari intervensi ideology, politik, organisasi, dan mazhab
dalam menempuh kebijakan lembaga). Ketiga, Menyiapkan pendidik yang
benar-benar berjiwa pendidik sehingga mengutamakan tugas-tugas
pendidikan dan bertanggung jawab terhadap kesuksesan peserta didiknya.
Keempat, Merumuskan kurikulum yang sesuai dengan kebutuhan peserta
didik dan masyarakat dan sebagainya.
Realitas pembiayaan pendidikan islam yang terjadi diberbagai daerah
(otonomi daerah) mengindikasikan bahwa implementasi tentang kebijakan
pendidikan berdasarkan peraturan dan perundang-undangan yang berlaku
secara umum masih belum banyak memperhatikan eksistensi madrasah baik
dalam kebijakan pembinaan pendidikan, anggaran maupun bantuan sarana
prasarana. Masih banyak dijumpai berbagai kebijakan yang kurang
memperhatikan pada madrasah, terutama yang berkaitan dengan alokasi
anggaran daerah yang tidak mempertimbangkan aspek rasionalisasi anggaran
pendidikan dengan jumlah lembaga yang ada atau jumlah siswa yang berada
dibawah pembinaan Kemendikdub dan lembaga pendidikan yang berada
19

dibawah pembinaan Kemenag. Dengan diberlakukannya otonomi daerah


diharapkan kemajuan daerah itu disegala bidang akan makin cepat. Demikian
halnya dengan pendidikan agama. Dengan otonomi daerah perkembangan
dan arah pendidikan agama di suatu daerah akan lebih sesuai dengan
harapan dan aspirasi masyarakat agama didaerah.

D. Saran
Adapun saran yang dapat penulis sampaikan dalam penyusunan makalah
ini antara lain yaitu perlunya banyak literasi dan pemahaman dalam mengkaji
pembahsan ini. Juga adanya keluesan dalam menerima pendapat dari beberapa
tokoh dan literasi amat sangat membantu dalam pemahaman. Kepada seluruh
pembaca, diharapkan kritik dan sarannya yang bersifat membangun demi
memperbaiki makalah dan peneliti menjadi lebih baik lagi dimasa mendatang.
20

DAFTAR PUSTAKA

Abdul Mujib dan Jusuf Mudzakkir, Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta: Putra Grafika,
2006.
Abudin Nata, Manajemen Pendidikan. Bogor: Kencana, 2009.
Amir Daiem Indrakusuma, Pengantar Ilmu Pendidikan. Surabaya: Usaha
Nasional, 2010.
Ayu Komang Ratna Dewi, I Made Yudana & Anak Agung Gede Agung,
“Efektivitas Program Bantuan Operasional Sekolah (BOS) Pada SMP
Negeri 4 Seririt Kabupaten Buleleng” e-Journal Program Pascasarjana
Universitas Pendidikan Ganesha Program Studi Administrasi Pendidikan.
Volume 6, No 1 Tahun (2015)
Dedi Supriadi, Satuan Biaya Pendidikan dasar dan Menengah, Rujukan bagi
Penetapan Kebijakan Pembiayaan Pendidikan pada Era Otonomi dan
manajemen Berbasis Sekolah, Bandung: PT.Remaja Rosdakarya, Cet.V,
2010, hal.. 94
H.A.R Tilaar dan Riant Nugroho, Kebijakan Pendidikan: Pengantar Untuk
memaami Kebjijakan Pendidikan dan Kebijakan Pendidikan Sebagai
Kebijakan Publik. Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2009.
H.M. Hasbullah, Kebijakan Pendidikan (Dalam Perspektif Teori, Aplikasi, dan
Kondisi Objektif Pendidikan di Indonesia). Jakarta: Rajawali Pers, 2015.
Ibnu Hazm, Al-Ahkam fi Ushulil Ahkam. Kairo: Al-Azhar, Darul Hadits, 1984.
Kementerian Agama RI, Al-Qur’an Dan Terjemah, Tafsir Perkata. Bandung: PT.
Sygma Examedia Arkenleema, 2010.
Mahmud, Pemikiran Pendidikan Islam. Bandung: Pustaka Setia, 2011.
Mahmud Arif, Pendidikan Islam Transformatif, Yogyakarta: LKiS, 2008.
Muhaimin, Pemikiran dan pendidikan. Jakarta: Rajawali Pers, 2012.
Mujamil Qomar, Manajemen Pendidikan Islam. Malang; Erlangga, 2013.
Nanang Fatah, Analisis Kebijakan Pendidikan. Bandung: Remaja Rosda Karya,
2013.
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No 19 tahun 2005 tentang Standar
Nasional Pendidikan
Ramayulis, Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta: Kalam Mulia, 2011.
Sulistyorini, Manajemen Pendidikan Islam, Surabaya: elKAF, 2006.

Anda mungkin juga menyukai