Di susun Oleh :
Kelompok 1
Nadila Tri Anjani (21221011223)
Amalina Mutia Hamida (21221011248)
Kelompok 1
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR......................................................................................İ
DAATAR ISI.............................................................................................................İİ
BAB I PENDAHULUAN............................................................................................<
A. Latar Belakang................................................................................................<
B. Rumusan Masalah..........................................................................................<
C. Tujuan Masalah..............................................................................................<
BAB II PEMBAHASAN............................................................................................2
A. Pengertian Manajemen Pendidikan Islam................................................2
B. Pendekatan Manajemen Pendidikan Islam.............................................
C. Tantangan dalam Manajemen Pendidikan Islam di Era
Globalisasi.........................................................................................................1
D. Cara menghadapi tantangan dalam Manajemen Pendidikan Islam
di Indonesia.......................................................................................................0
BAB III PENUTUP....................................................................................................<3
A. KESIMPULAN.............................................................................................<3
DAATAR PUSTAKA......................................................<<
B
PE
N
A. Latar Belakang
B. Rumusan Masalah
Apa pengertian manajemen pendidikan islam ?
Apa saja pendekatan manajemen pendidikan islam ? Apa
saja tantangan manajemen pendidikan islam ?
Bagaimana cara menghadapi tantangan manajemen pendidikan islam
indonesia?
C. Tujuan Masalah
Untuk mengetahui pengertian manajemen pendidikan
Islam.
Untuk mengetahui apa saja pendekatan manajemen
pendidikan Islam
Untuk mengetahui tantangan manajemen pendidikan
Islam.
B
N
A. Pengertian Manajemen Pendidikan Islam
Aktivitas kependidikan islam ada sejak adanya manusia
itu sendiri (Nabi Adam dan Ibu Hawa), bahkan ayat Al Qur'an
yang pertama kali diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW
adalah bukan perintah tentang sholat, puasa dan lainnya, tetapi
justru perintah iqra (membaca, merenung, menelaah, meneliti
atau mengkaji) atau perintah untuk mencerdaskan kehidupan
manusia yang merupakan inti dari aktivitas pendidikan.
Banyak definisi yang dikemukakan oleh para ahli
mengenai pendidikan islam, tetapi menurut penulis intinya ada
dua yaitu : pertama, pendidikan islam merupakan aktivitas
pendidikan yang mengejawantahkan ajaran-ajaran dan nilai-nilai
islam. Dalam prakteknya di Indonesia, pendidikan islam ini
setidak-tidaknya dapat dikelompokkan ke dalam lima jenis, yaitu
:
1. Pondok Pesantren atau Madrasah Diniyah, menurut UU
No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional
disebut sebagai pendidikan keagamaan (islam) formal,
seperti pondok pesantren / Madrasah Diniyah.
2. PAUD / RA, BA, TA, Madrasah dan pendidikan
lanjutan seperti IAIN / STAIN atau Universitas Islam
Negeri dibawah naungan Departemen Agama.
3. Pendidikan Usia Dini / RA, BA, TA Sekolah / Perguruan
Tinggi yang diselenggarakan oleh dan / atau dibawah
naungan yayasan dan organisasi islam.
4. Pelajaran agama islam di sekolah / madrasah / perguruan
tinggi sebagai suatu mata pelajaran atau mata kuliah, dan
/ atau sebagai program studi.
5. Pendidikan islam dalam keluarga atau tempat-tempat
ibadah dan / atau forum- forum kajian ke islaman, majelis
taklim dan institusi-institusi yang sedang digalakkan oleh
masyarakat, atau pendidikan (islam) melalui jalur
pendidikan formal dan informal.
Kedua pendidikan islam adalah sistem pendidikan yang dikembangkan
dari dan disemangati atai dijiwai oleh ajaran dan nilai-nilai islam. Dalam
pengertian yang kedua ini pendidikan islam mencakup.
1. Pendidikan / guru / dosen, Kepala Madrasah / Sekolah
atau pemimpin perguruan tinggi dan / atau tenaga
kependidikan lainnya yang melakukan dan
mengembangkan aktivitas kependidikannya disemangati
atau dijiwai oleh ajaran dan nilai-nilai islam.
dibutuhkan profesionalisme yang tinggi tetapi juga misi, niat suci dan
mental berlimpah.
B. Pendekatan Manajemen Pendidikan Islam
Pendekatan menurut H.M Habib Thaha adalah cara
pemrosesan subyek atas obyek untuk mencapai tujuan.
Pendekatan ini juga berarti cara pandang terhadap sebuah obyek
permasalahan, dimana cara pandang tersebut memiliki cakupan
yang luas. Sedangkan menurut Prof. Dr. Oteng Sutisna, M.Sc
pendekatan adalah apa yang hendak ia kerjakan dan bagaimana
ia akan mengerjakan sesuatu. Yang pertama disebut dalam
pengertian “tugas” dan yang kedua adalah pendekatan dalam
pengertian “proses”.
1. Pendekatan Kontekstual
Salah satu unsur terpenting dalam penerapan pendekatan kontekstual adalah
pemahaman guru untuk menerapkan strategi pembelajaran konstektual i dalam
kelas. Akan tetapi, fenomena yang ada menunjukkan sedikitnya pemahaman
guru-guru PAI mengenai strategi ini.
di dalam kelas. Akan tetapi, fenomena yang ada menunjukkan sedikitnya
pemahaman guru-guru PAI mengenai strategi ini.
Pembelajaran kontekstual didasarkan pada hasil
penelitian John Dewey (1961) yang menyimpulkan bahwa
siswa akan belajar dengan baik jika apa yang dipelajari
terkait dengan apa yang terjadi di sekelilingnya.
Pembelajaran ini menekankan pada daya pikir yang
tinggi. Transfer ilmu pengetahuan,
4. Pendekatan Religius
Pendekatan religius yaitu suatu pendekatan untuk
menyusun teori-teori pendidikan dengan bersumber
dan berlandaskan pada ajaran agama
m
islealm
ahiairhkanyaninte
g alepklitukatlif mduaslalim m
y ansygaram
kattmpiuslam
melyaahnirgkahnidukponsdeapl-akmonseerpa
globalisasi inii. Khususnya untuk masyarakat islam Indonesia, kebhinekaan
masyarakat Indonesia merupakan tantangan tersendiri bagi perimusan
konsep- konsep tersebut.
Tuntutan masa depan bagi sekolah tinggi agama islam adalah
menghasilkan alumni yang memiliki moral yang tinnggi serta kedalaman ilmu
pengetahuan. Selain itu secara institusi, perguruan tinggi agama islam
diharapkan dapat mengaplikasikan nilai-nilai moral yang tinggi secara
internal di lingkungan kampus dan dapat menyebarluaskan di masyarakat.
1. Masih kuatnya manajemen patriarki
Dalam ruang lingkup lembaga pendidikan agama/keagamaan masih
sering kita dapatkan mamajemen patriarki (kekeluargaan). Artinya semua
unsur pemangku kebijakan di lembaga tersebut adalah terdiri dari satu
keluarga/kerabat, misalnya dari unsur ketua yayasan, pembina, pengawas,
pengurus, kepala sekolah, bahkan guru dan staf. Pendekatan manajemen
sepertiini dalam banyak hal akan menimbulkan difusi manajemen
organisasi kelembagaan pendidikan yang ada, hal tersebut sudah barang
tertentu akan menggangu profesionalitas manajemen pengelolaan lembaga
tersebut, sehingga dapat dikatakan tingkat akuntabilitasnya sulit
dipertanggungjawabkan.
Kondisi tersebut dapat mengakibatkan kurang berfungsinya unsur-
unsur manajemen secara baik, dan memungkinkan akan terhambatnya
akselerasi pencapain program-program sekolah yang ada, termasuk
dalam
bidang pendidikan agama. Karena akuntabilitas dan realinilitas unsur-
unsur yang ada sulit ditegakan secara ideal. Maka dalam konteks inilah
peran serta masyarakat dapat saling mengawasi terhadap manajemen
lembaga pendidikan agama yang ada. Kalaupun ada unsur
kekeluargaan sebaiknya tetap memperhatikan profesionalitas.
Guna mencapai biokrasi seperti diatas, perlu dilakukan terobosan
tradisi baru. Misalnya, mengedepankan transparasi dan kompetensi
dalam proses penerimaan calon tenaga administrasi, calon PNS dan
honorer. Terobosan seperti ini hanya bias berjalan bila dalam waktu
yang sama juga dilakukan pemberantasan proses rekrutmen dengan
cara-cara klasik yang umumnya didasarkan pada ikatan primordial
yang sempit (hubungan saudara, sedaerah, seorganisasi, sekolega) serta
sarat dengan kolusi dan nepotisme. Disamping mementingkan aspek
kompetensi, ketrampilan, keahlian, dan integritas, mamnajemen
pendidikan modern juga masyarakat bersendikan pada system
promosi jabatan yang transparan atas dasar pertimbangan yang
rasional dan objektif. Jika hal-hal yang demikian dapat diwujudkan
secara konkrit dalam kebijakan birokrasi, maka pemberdayaan
manajemen birokrasi akan berjalan semakin baik pula di masa depan.
Salah satu indikatornya adalah, setiap pegawai memiliki etos kerja
sebagai pegawai yang professional. Satu yang perlu dicatat bahwa
corporate culture dari sekolah agama islam adalah bersifat akademik.
Oleh karenanya, iklim birokasi yang hendak dikembangkan harus pula
diarahkan kepada iklim birokasi akademis. Hal ini membawa
implikasi
b
pauhlawm
a epm
ihialikk-ipvih
isaikbiyraonkgratseiralikbaadtedmii ds.alam system
birokrasi sekolah harus
2. Semakin diminatinya pendidikan umum
Telah lama dirasakan bahwa sekolah agama islam dianggap
sebagai “kelas kedua”. Mereka masuk sekolah islam setelah mereka
tidak diterima di sekolah umum. Pendidikan umum yang ternyata
lebih mampu menghadapi tantangan duniawi dalam arti jasmaniah
dan materi, sedangkan pendidikan umum yang lebih bercorak islam
milik lembaga atau yayasan umat islam tidak mampu bersaing
dalam segi kualitas dan kuantitas.
3. Pendidikan menjadi tuntutan duniawi
Masyarakat cenderung untuk memilih pendidikan yang lebih
dapat menjawab tuntutan dan tantangan atas kebutuhan
hidup duniawi.
Sedangkan pendidikan umum hanya memberikan bagian waktu
terkecil bagi pelajaran agama, misalnya hanya 2 kali 45 menit
saja dalam satu
minggu. Berarti kekuranagan yang terjadi dalam pendidikan agama ini
harus diperoleh dari sumber-sumber lain (pendidikan non formal). Jika
kekurangan ini tidak terisi berarti akan hilanglah keseimbangan antara
IMTAQ dan IPTEK dari pada peserta didik. Akibat pendidikan umum
telah “lebih mampu” menjawab tantangan duniawi dan materi dari
masyarakat, maka pendidikan agama dalam arti lembaga (institusional)
merupakan pendidikan yang kurang mempunyai daya tarik bagi
sebagian
masyarakat islam Indonesia.
Yogyakarta.2006