Anda di halaman 1dari 18

EPISTIMOLOGI KURIKULUM PENDIDIKAN ISLAM

Makalah Ini Dibuat sebagai tugas indvidu pada mata Kuliah “kurikulum
pendidikan PAI”

Dosen Pengampu : marzuki,M.pd.I

Disusun Oleh

Ahmad Nur Fauzi 1214.21.19151

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM


SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM (STAI)
SULTHAN SYARIF HASYIM
SIAK SRI INDRAPURA
TA : 2022/2023
KATA PENGANTAR

Syukur alhamdulillah senantiasa kami panjatkan kehadirat ALLAH

SWT yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-NYA,sehingga kami

dapat menyelesaikan makalah ini guna memenuhi tugas kelompok untuk mata

kuliah Kurikulum Pendidikan dengan judul: “Epistimologi Kurikulum

Pendidikan Islam”

Kami menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini tidak terlepas dari

bantuan banyak pihak yang dengan tulus memberikan doa,saran dan kritik

sehingga makalah ini dapat terselesaikan.

Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna di

karenakan terbatasnya pengalaman dan pengetahuan yang kami miliki. Oleh

karena itu, kami mengharapkan segala bentuk saran sera masukan bahkan

kritik yang membangun dari berbagai pihak.Akhirnya kami berharap semoga

makalah ini dapat memperikan manfaat bagi perkembangan dunia pendidikan.

Siak,Desember 2022

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.................................................................................... i

DAFTAR ISI .................................................................................................. ii

BAB I PENDAHULUAN .............................................................................. 1

A. Latar Belakang...................................................................................... 1

B. Rumusan Masalah................................................................................. 2

C. Tujuan Masalah.................................................................................... 2

BAB II PEMBAASAN.................................................................................... 3

A. kurikulum.............................................................................................. 3

B. Pengertian epistimologi........................................................................ 4

BAB III PENUTUP......................................................................................... 12

A. KESIMPULAN..................................................................................... 12

B. SARAN................................................................................................. 13

DAFTAR PUSTAKA...................................................................................... 15

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar belakang

Kurikulum merupakan salah satu komponen yang sangat menentukan

dalam suatu sistem pendidikan, karena itu kurikulum merupakan alat untuk

mencapai tujuan pendidikan dan sekaligussebagai pedoman dalam

pelaksanaan pengajaran pada semua jenis dan tingkat pendidikan. Dalam

Islam, konsep kurikulum bermakna manhaj yaitu jalan terang yang dilalui

oleh pendidik dan anak didiknya untuk mengembangkan pengetahuan,

keterampilan dan sikap mereka.Kurikulum pendidikan Islam adalah bahan-

bahan pendidikan Islam berupa kegiatan, pengetahuan dan pengalaman yang

dengan sengaja dan sistematis diberikan kepada anak didik dalam

rangkamencapai tujuan pendidikan Islam .

Kurikulum pendidikan Islam merupakan suatu rancangan atau

program studi yang berhubungan dengan materi atau pelajaran Islam, tujuan

proses pembelajaran,metode dan pendekatan, serta bentuk evaluasinya. Oleh

karena itu, yang dimaksud dengan kurikulum pendidikan agama Islam adalah

upaya sadar dan terencana dalam menyiapkan peserta didik untuk

mengenal,memahami, menghayati hingga mengimani dan mengamalkan

ajaran Islam secara kaffah(menyeluruh) (Mujtahid, 2011).

Sesuai dengan sistem kurikulum nasional bahwa isi kurikulum setiap

jenis,jalur, dan jenjang pendidikan wajib memuat antara lain pendidikan

agama, tak terkecuali Islam. Hal ini dimaksudkan untuk memperkuat iman

1
dan ketaqwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa sesuai dengan agama yang

dianut oleh peserta didik yang bersangkutan.

B. Rumusan masalah

1. Apa pengertian dari epistimologi pendidikan

2. Apa pengertian dari kurikulim pendidikan

C. Tujuan pembahasan

1. Mengetahui penjelasan dari epistmologi pendidikan

2. Mengetahui penjelasan dari kurikulum pendidikan

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian kurikulum

Kurikulum adalah semua rencana yang terdapat dalam proses

pembelajaran.Kurikulum dapat diartikan pula sebagai semua usaha lembaga

pendidikan yang direncanakan untuk mencapai tujuan yang

disepakati.Kurikulum merupakan rancangan pendidikanyang merangkum

semua pengalaman belajar yang disediakan untuk siswa sekolah. Kurikulum

disusun oleh para pendidikan/ahli kurikulum, ahli bidang ilmu, pendidik,

pejabat pendidikan, pengusaha serta masyarakat lainnya. Rencana ini disusun

dengan maksudmemberi pedoman kepada para pelaksana pendidikan, dalam

proses pembimbinganperkembangan siswa, mencapai tujuan yang dicita-

citakan oleh siswa sendiri, keluargamaupun masyarakat. Kurikulum

dalampengertian mutakhir adalah semua kegiatan yang memberikan

pengalaman kepada siswa(anak didik) di bawah bimbingan dantanggung

jawab sekolah.

Kurikulum pendidikan Islam adalah bahan-bahan pendidikan Islam

berupa kegiatan, pengetahuan dan pengalaman yang dengan sengaja dan

sistematis diberikan kepada anak didik dalam rangka mencapai tujuan

pendidikan Islam. Atau dengan kata lain kurikulum pendidikan Islam adalah

semua aktivitas, pengetahuan dan pengalaman yang dengan sengaja dan

secara sistematis diberikan oleh pendidik kepada anak didik dalam rangka

tujuan pendidikan Islam.

3
Berdasarkan keterangan di atas, maka kurikulum pendidikan Islam itu

merupakan satu komponen pendidikan agama berupa alat untuk mencapai

tujuan. Ini bermakna untuk mencapai tujuan pendidikan agama (pendidikan

Islam) diperlukan adanya kurikulum yang sesuai dengan tujuan pendidikan

Islam dan bersesuaian pula dengan tingkat usia, tingkat perkembangan

kejiwaan anak dan kemampuan pelajar.1

B. Pengertian epistimologi

Epistimologi berasal dari bahasa yunani episteme yang berarti

pengetahuan dan logos artinya diskursus adalah cabang filsafat yang

berkaitan dengan teori pengetahuan. Justifikasi dan rasionalitas keyakinan2

Menurut noeg muhadjir, jika ontologi berupa mencari secara reflektif

tentang yang ada, sedangkan epistimolgi membahas tentang terjadinya

kesahihan atau kebenaran ilmu3.

Epistemologi atau filsafat pengetahuan adalah cabang filsafat yang

menyelidiki asal mula, susunan, metode dan sahnya pengetahuan. Pertanyaan

mendasar yang dikajinya ialah: Apakah mengetahui itu? Apakah yang

merupakan asal mula pengetahuan kita? Bagaimanakah cara kita

membedakan antara pengetahuan dengan pendapat? Apakah yang merupakan

bentuk pengetahuan itu? Corak corak pengetahuan apakah yang ada?

1
Noor zannah itihad Jurnal Kopertais Wilayah XI Kalimantan Volume 15 No.28 Oktober 2017
,

2
http://id.wikipedia.org/wiki/wpistimologi. [Diakses pada 20 desember 2022]
3
Zainal arifin,manajemen pengembangan kurikulum pendidikan islam,uin sunan kalijaga
yogyakarta maret 2008 hal 97

4
Bagaimana cara kita memperoleh pengetahuan? Apakah kebenaran dan

kesesatan itu? Apakah kesalahan itu?4

Dalam perspektif Islam, Allah adalah sumber-sumber kebenaran dan

pengetahuan. Maka, pendidikan Islam juga harus mendorong oranguntuk

belajar dari berbagai sumber kebenaran, dan menguji kebenaran itu dari

prinsip-prinsip Al-Qur’an dan al-Hadis.Sebagaimana pendapat M. Bahri

Ghazali yang dikutip oleh Baharuddin, dkk, bahwa yang dikatakan “ilmu”

adalah segala sesuatu yang diketahui oleh manusia, yang hakikatnya berasal

dari Allah dan diperoleh manusia melalui usahanya sendiri berdasarkan

kekuatan rekayasanya (basyariyah) ataupun anugerah yanglangsung diberikan

oleh Allah (mukasyafah).

Baharuddin mengutip pendapat M. Quraish Shihab, ilmu mukasyafah

disebut juga ‘ilm ladunni, yaitu ilmu yang diperoleh tanpa upaya

manusia5.Sedangkan ilmu basyariyah yang disebut juga dengan ‘ilm kasbi

yaitu ilmu yang diperoleh karena usaha manusia yang melakukan pelacakan

terhadap konstruksi ilmu itu sendiri. Konstruksi ilmu yang demikian

merupakan susunan fakta empirik yang merupakan postulat, beberapa

contohnya adalah dalam penciptaan langit dan bumi, silih bergantinya malam

dan siang, bahtera yang berlayar di laut membawa apa yang berguna bagi

manusia, dan apa yang Allah turunkan dari langit berupa air, lalu dengan air

tersebut mampu menghidupkan bumi sesudah matinya dan tersebarnya di

4
Louis O. Kattsoff, Pengantar Filsafat, terj. oleh Soejono Soemargono, cetakan IX, (Yogyakarta:
Tiara Wacana Yogya, 2004), hlm.74
5
Ibid hal-100

5
bumi itu segala jenis hewan dan pengisaran angin dan awan yang

dikendalikan antara langit dan bumi.6

Jadi, dalam pandangan Islam, ditinjau dari cara mem peroleh ilmu

(dataran epistemologis) dibagi menjadi dua, yaitu ilmu kasbi

(mubasyarah/hushuli) dan ilmu ladunni (mukasyafah/hudluri). Ilmu kasbi

didapat karena ketekunan dalam mempelajari ayat-ayat Tuhan, sedangkan

ilmu ladunni didapatkan karena kedekatan manusia kepada Allah, sehingga

tertuntun hidayah-Nya. Atas dasar ini, epistemologikurikulum pendidikan

Islam berbeda dengan kurikulum pendidikan sekuler, sebab perbedaan basis

epistemologi, khususnya ilmu ladunni dalam kurikulum pendidikan Islam

berbasis intuitif (irfani) bukan wilayah rasional dan empirik. Dalam

pembahasan epistemologi kurikulum Pendi dikan Islam, penulis mengambil

teori epistemologi al Jabiri. Mohammed ‘Abed al-Jabiri lahir di Figuig,

bagian tenggara Maroko. Dia tumbuh dalam keluarga pendukung Partai

Istiqlal yang memimpin perjuangan kemerdekaan dan persatuan Maroko

ketika dibawah penjajahan Prancis dan Spanyol. Pada tahun 1958, al-Jabiri

mulai belajar filsafat di universitas Damaskus di Syiria setahun kemudian

pindah ke Universitas Rabat. Aktivitas politiknya tidak pernah berhenti, pada

Juli 1963 dia dipenjara, sebagaimana anggota Union Socilieste des Forces

Populaires (USFP) yang lain. USFP dibentuk oleh Mehdi Ben Barka,

pemimpin sayap kiri Partai Istiqlal yang selama ini membimbing Jabiri7.

6
Qs.al-baqarah [2]:164
7
Ibid hal.101

6
pada 1980, al-Jabiri mengumpulkan dan menerbitkan sejumlah artikel

yang telah dipresentasikan dalam pelbagai konferensi tentang filsuf Islam.

Karya-karya al-Jabiri adalah Nahnu wa at-Turaats (Kita dan Tradisi), dua

tahun kemudian mempublikasikan buku tentang pemikiran Arab

kontemporer, al-Khithaab al-‘Arabi al-Mu’ashir: Diraasah Tahliiliyyah

Naqdiyyah (Wacana Arab Kontemporer: Studi Kritis dan Analitis). Buku ini

diikuti dengan tiga volume magnum opusnya yang berjudul:

Naqdal-‘Aqlal-‘Arabi (Kritik Nalar Arab) yang dipublikasikan pada 1984,

1986, dan 1990. Tiga volume Naqdal-‘Aqlal-‘Arabi adalah: (1) Takwiin

al-‘Aql al-‘Arabi, (2) Bunyah al-‘Aql al-‘Arabi, dan (3) ‘Aql as-Siyaasi

al-‘Arabi.130 Dalam dua bukunya, Takwiin al-‘Aql al-‘Arabi dan Bunyah

al-‘Aql al-‘Arabi, al-Jabiri banyak menjelaskan tentang tiga kebudayaan

(epistemologi) masyarakat Arab tentang tradisi atau pendekatan dalam

memahami agama, yaitu bayani,‘irfani, dan burhani. Pertama, epistemologi

bayani. Istilah al-bayan menurut al-Jabiri berasal dari tiga huruf ba’-ya’-nun

yang memiliki arti: (1) al-washl (kesinambungan); (2) al-fashl (keterpilahan);

(3) al-dhuhuur wa al-wujuuh (jelas dan terang); (4) al-fashaahah wa al-qudrah

‘alaa al-tabliig wa al iqnaa’(kemampuan membuat terang dan jelas); (5) al-

insaan hayawaan mubiin (manusia makhluk yang nyata).131 Ciri pemikiran

bayani adalah tekstual, hegemoni nalar analogi yang tercermin dari

penggunaan otoritas salaf sebagai sumber pengetahuan, hegemoni nalar

okasionalistik, yaitu tidak adanya kepastian dalam tatanan realitas karena

semua berjalan serba mungkin atas kehendak Tuhan yang absolut dalam

7
segala hal.8 Proses penalaran bayani bergerak dari telaah Nahwu, Sharaf,

Balaghah, Fikih, dan Kalam serta memposisikan al-Qur’an dan Hadis sebagai

sesuatu yang sakral. Kebenaran yang dicari sesuai dengan al-Qur’an dan

Hadis.

Bayani sebagai suatu sistem pemikiran, dapat dipahami sebagai suatu

episteme yang menjadikan nash (al-Qur’an dan hadis), ijma’ dan qiyas

sebagai sumber dasar dalam pengetahuan terutama dalam menggambarkan

ajaran Islam.134 Contohnya pendapat Imam Syafi’i yang dikutip al-Jabiri,

selamanya, seseorang tidak diperkenan mengatakan sesuatu tersebut

dihukumi halal maupun haram kecuali menggunakan ilmu. Ilmu tersebut

bersumber dari Al-Qur’an, Hadis, Ijmi’, atau Qiyas. Jika berhadapan dengan

agama lain, argumen berpikir keagamaan model tekstual-bayani biasanya

mengambil sikap mental yang bersifat dogmatik, defensif, apologis, dan

polemis, dengan semboyan kurang lebih semakna dengan “right or wrong my

country”. Inilah jenis pengetahuan keagamaan al-‘ilm al-tauqify.9

Kurikulum pendidikan Islam yang bersumber pada epistemologi

bayani lebih menekankan pada kajian-kajian yang bersumber pada Al-

Qur’an-Hadis, ijma’, danqiyas secara tekstual-normatif. Dampak

epistemologikurikulum bayani adalah mengajarkan pemahaman Islam secara

tekstual normatif, dogmatif, cenderung fanatik terhadap doktrin teks al-

Qur’an-Hadis dengan mengesampingkan asbab an nuzulatau asbab al-wurud

teks dan menghindari pemaknaan kontekstual. Contohnya, memakai celana


8
Muqowim,keterpaduan sains dan agama,bahan ajar fakultas tarbiyah dan keguruan uin sunan
kalijaga,hal.27-28
9
Ibid,hal.104

8
cingkrang bagi laki-laki dan bercadar (Niqab) bagi perempuan. Materi yang

dapat dikembangkan dalam epistemologi kurikulum bayani adalah Al-Qur’an,

Hadis, Nahwu, Sharaf, Balaghah, Fikih, dan Kalam yang dipahami secara

tekstual.

Kedua, epistemologi ‘irfani. Menurut al-Jabiri, istilah al-‘irfan dalam

bahasa Arab merupakan mashdar dari ‘arafa. Dalam lisan Arab, al-‘irfaan

artinya ilmu. Istilah al-‘irfaan menurut ahli tasawuf menunjukkan arti

ma’rifah yang berarti kasyaf atau ilhaam.Pola epistemologi irfani lebih

bersumber pada intuisi dan bukannya teks. Menurut sejarah, epistemologi ini

telah ada baik di Persi maupun Yunani jauh sebelum datangnya teks-teks

keagamaan baik oleh Yahudi, Kristen, maupun Islam. Jika sumber terpokok

ilmu pengetahuan dalam tradisi bayani adalah “teks” (wahyu), maka sumber

terpokok ilmu pengetahuan dalam tradisi berpikir ‘irfani adalah “experience”

(pengalaman). Pengalaman batin yang amat terdalam, otentik, fitri,

hanafiyyah samhah dan hampir-hampir tak terkatakan oleh logika dan tak

terungkap oleh bahasa inilah yang disebut-sebut sebagai (al-ilm al-hudluury)

(direct experience) oleh tradisi isyraqy di Timur atau preverbal, tradisi

eksistensialis di Barat.Bagi kaum ‘irfani, hati yang lebih dapat diandalkan

sebagai alat pengetahuan.10

Validitas kebenaran epistemologi ‘irfani hanya dapat dirasakan dan

dihayati secara langsung (alru’yah al-mubaa syirah; directexperience), intuisi,

al-dzauq atau psiko-gnosis.Proses penalaran ‘irfani adalah penalaran

10
Mulyadi kartanegara,gerbang kearifan sebuah pengantar filsafat islam(jakarta:lentera hati,2006)
hlm.59-60

9
naqliyyah yang bergerak secara intuitifmenuju ma’rifah, penalaran sufistik,

mementingkan penempaan moral spiritual dan pengakuan kebenaran gnostik

dan kebenaran Tuhan itu segalanya.Kurikulum pendidikan Islam yang

bersumber pada epistemologi irfani lebih menekankan pada kajian-kajian

yang bersumber pada intuisi (dzauq) dan bukan teks atau rasional-empirik.

Dampak epistemologi kurikulum irfani adalah mengajarkan pemahaman

Islam secara intuitif, penalaran sufistik, dan moral spiritual. Materi yang

dapat dikembangkan dalam epistemologikurikulum irfani adalah akhlak-

tasawuf, ihsan, thoriqah (tarekat) atau kajian-kajian sufistik. Ketiga,

epistemologi burhani. Menurut al-Jabiri, istilah al-burhaan dalam bahasa

Arab berarti al-hujjah al fashiilah al-bayyinah. Penalaran burhani adalah

penalaran ‘aqliyyah. Metodologi epistemologi burhani bergerak dalam

pembuktian dengan penalaran empirik rasional lewat uji eksperimental

dengan tujuan naqliyyah, yaitu menyempurnakan ibadah, sebagaimana bukti

tujuan filsafat empiri Peripathetik Islam. Jika sumber (origin) ilmu dari corak

epitemologi bayani adalah teks, sedang ‘irfani adalah directexperience

(pengalaman langsung), maka epistemologi burhani bersumber pada realitas

atau al-waaqi’ baik realitas alam, sosial, humanitas maupun keagamaan.

Ilmu-ilmu yang muncul dari tradisi Burhani disebut juga al-‘ilm al-hushuli,

yakni ilmu yang dikonsep, disusun dan disistematisasikan lewat premis-

premis logika (al-mantiq), bukan lewat otoritas teks atau salaf dan bukan pula

lewat otoritas intuisi.

10
Tolak ukur validitas keilmuan burhani sangat berbeda dari nalar

bayani dan ‘irfani. Nalar bayani tergantung pada kedekatan dan keserupaan

teks atau nash dan realitas, nalar ‘irfani lebih pada kematangan social skill

(empati, simpati, verstehen), dan nalar burhani menekankan pada (1)

koresponsdensi, yaitu kesesuaian antara rumus-rumus yang diciptakan oleh

akal manusia dengan hukum-hukum alam, (2) koherensi, yaitu keruntutan dan

keteraturan berpikirlogis, dan (3) pragmatik, yaitu upaya memperbaiki dan

menyempurnakan temuan, rumus dan teori yang telah dibangun dan disusun

oleh jerih payah akal manusia.146 Kurikulum pendidikan Islam yang

bersumber pada epistemologi burhanilebih menekankan padakajian-kajian

yang bersumber pada rasional-empirik bukan intuisi (dzauq) dan teks.

Dampak epistemologikurikulum burhani adalah mengajarkan pemahaman

Islam secara rasional dan pembuktian secara empirik. Misalnya proses

penciptaan manusia dalam al-Qur’an dikaji dengan pendekatan ilmu

kedokteran. Materi yang dapat dikembangkan dalam epistemologi kurikulum

burhani seperti ilmu-ilmu sains dan humaniora. Ilmu sains bersumberkan

pada sunatullah (hukum kausalitas/ayat kauniyah), sedangkan ilmu

humaniora bersumberkan pada hukum insaniyah/ nafsiyah.11

11
Ibid,hal.106

11
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan

Kurikulum adalah semua rencana yang terdapat dalam proses

pembelajaran.Kurikulum dapat diartikan pula sebagai semua usaha lembaga

pendidikan yang direncanakan untuk mencapai tujuan yang

disepakati.Kurikulum merupakan rancangan pendidikanyang merangkum

semua pengalaman belajar yang disediakan untuk siswa sekolah. Kurikulum

disusun oleh para pendidikan/ahli kurikulum, ahli bidang ilmu, pendidik,

pejabat pendidikan, pengusaha serta masyarakat lainnya. Rencana ini disusun

dengan maksudmemberi pedoman kepada para pelaksana pendidikan, dalam

proses pembimbinganperkembangan siswa, mencapai tujuan yang dicita-

citakan oleh siswa sendiri, keluargamaupun masyarakat. Kurikulum

dalampengertian mutakhir adalah semua kegiatan yang memberikan

pengalaman kepada siswa(anak didik) di bawah bimbingan dantanggung

jawab sekolah.

Kurikulum pendidikan Islam adalah bahan-bahan pendidikan Islam berupa

kegiatan, pengetahuan dan pengalaman yang dengan sengaja dan sistematis

diberikan kepada anak didik dalam rangka mencapai tujuan pendidikan Islam.

Atau dengan kata lain kurikulum pendidikan Islam adalah semua aktivitas,

pengetahuan dan pengalaman yang dengan sengaja dan secara sistematis

12
diberikan oleh pendidik kepada anak didik dalam rangka tujuan pendidikan

Islam.

Epistimologi berasal dari bahasa yunani episteme yang berarti

pengetahuan dan logos artinya diskursus adalah cabang filsafat yang

berkaitan dengan teori pengetahuan. Justifikasi dan rasionalitas keyakinan12

Menurut noeg muhadjir, jika ontologi berupa mencari secara reflektif

tentang yang ada, sedangkan epistimolgi membahas tentang terjadinya

kesahihan atau kebenaran ilmu13.

Epistemologi atau filsafat pengetahuan adalah cabang filsafat yang

menyelidiki asal mula, susunan, metode dan sahnya pengetahuan. Pertanyaan

mendasar yang dikajinya ialah: Apakah mengetahui itu? Apakah yang

merupakan asal mula pengetahuan kita? Bagaimanakah cara kita

membedakan antara pengetahuan dengan pendapat? Apakah yang merupakan

bentuk pengetahuan itu? Corak corak pengetahuan apakah yang ada?

Bagaimana cara kita memperoleh pengetahuan? Apakah kebenaran dan

kesesatan itu? Apakah kesalahan itu?14

B. saran

Demikian makalah ini kami susun yang tentunya tidak terlepas dari

kekuragan, baik dalam penyusunan maupun penyajian. Tentunya penulis

menyadari bahwa dalam penyusunan makalah di atas masih banyak terdapat

12
http://id.wikipedia.org/wiki/wpistimologi. [Diakses pada 20 desember 2022]
13

14
Louis O. Kattsoff, Pengantar Filsafat, terj. oleh Soejono Soemargono, cetakan IX, (Yogyakarta:
Tiara Wacana Yogya, 2004), hlm.74

13
kesalahan yang tidak di segaja dan jauh dari kata sempurna. Kami selaku

penulis yang membuat maklah ini mengiginkan kritik dan saran yang bersifat

membagun dari para pembaca, harapan kami semoga makalah ini dapat

bermanfaat bagi para pembaca, aamiin.

14
Daftar pustaka

http://id.wikipedia.org/wiki/wpistimologi. [Diakses pada 20 desember 2022]

Louis O. Kattsoff, Pengantar Filsafat, terj. oleh Soejono Soemargono, cetakan


IX, (Yogyakarta: Tiara Wacana Yogya, 2004), hlm.74

Mulyadi kartanegara,gerbang kearifan sebuah pengantar filsafat


islam(jakarta:lentera hati,2006) hlm.59-60
Muqowim,keterpaduan sains dan agama,bahan ajar fakultas tarbiyah dan
keguruan uin sunan kalijaga,hal.27-28
Noor zannah, itihad Jurnal Kopertais Wilayah XI Kalimantan Volume 15 No.28
Oktober 2017

Zainal arifin,manajemen pengembangan kurikulum pendidikan islam,uin sunan


kalijaga yogyakarta maret 2008 hal 97

15

Anda mungkin juga menyukai