Disusun Oleh
Andi Saepul Rifli (180101030085)
Fajriyatul Maulidya (180101030620)
Husnul Hatimah (180101030791)
Dosen Pengajar
Idrus, M.Pd.
i
DAFTAR ISI
BAB I
PENDAHULUAN ...................................................................................................... i
BAB II
PEMBAHASAN ......................................................................................................... 1
BAB III
PENUTUP .................................................................................................................. 15
i
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Aqidah adalah dasar, pondasi untuk mendirikan bangunan. Semakin tinggi bangunan
yang akan di dirikan, harus semakin kokoh pondasi yang kuat. Kalau pondasinya lemah
bangunan itu akan cepat ambruk. Tidak ada bangunan tanpa pondasi.
Aqidah adalah inti daripada pendidikan Islam yang merupakan tujuan diutusnya para
Rosul di muka bumi ini. Pendidikan aqidah ini di bawa oleh setiap para Nabi dan Rosul,
dengan seiringnya penyebaran agama Islamdi muka bumi ini, maka pendidikan aqidah tidak
pernah terabaikan, karena Islam yang di sebarkan oleh para Nabi adalah Islam yang masih
murni atau masih utuh, yaitu keutuhan dalam Islam kemudian iman dan ihsan. Aqidah yang
benar adalah yang tercermin dari kemurnian seluruh amal perbuatan manusia danibadahnya
semata-mata hanya untuk Allah Swt semata. Akhir-akhir ini hampir setiap orang banyak yang
membutuhkan pendidikan aqidah karena sekarang merupakan hal yang sangat mahal dan
sulit untuk di cari. Karena juga minimnya tentang pemahaman aqidah yang terkandung di
dalam al-Qur’an hadits akan semakin memperparah aqidah pada seseorang. Oleh karena itu
membentuk aqidah yang kuat dan benar, hendaknya seorang guru maupun orang tua dalam
menanamkan aqidah terhadap anak mulai di galakkan sejak usia dini, karena menanamkan
aqidah yang benar sangat mudah ketika dalam menanamkannya sebelum anak itu menginjak
dewasa. Pendidikan aqidah ini sangat perlu di aplikasikan dalam kehidupan sehari-hari, baik
di lingkungan keluarga, lingkungan sekolah bahkan yang sangat penting lagi adalah
dilingkungan masyarakat sehingga akan tercipta pribadi yang luhur, santun sesuai dengan
kitab Allah yaitu alQur’an dan As-Sunnah.
i
B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian dari pendidikan aqidah?
2. Apa saja dasar pendidikan aqidah?
3. Apa saja ruang lingkup pendidikan aqidah
4. Tingkatan-tingkatan apa saja yang ada dalam aqidah?
5. Metode apa saja yang bisa digunakan untuk mengajarkan aqidah?
6. Apa tujuan dari pendidikan aqidah?
7. Apa manfaat yang didapat dalam mempelajari aqidah?
8. Apa yang dimaksud dengan aqidah sebagai prinsip dalam kehidupan?
C. Tujuan
1. Mengetahui apa pengertian dari pendidikan aqidah.
2. Mengetahui dasar-dasar pendidikan aqidah.
3. Mengetahui ruang lingkup pendidikan aqidah.
4. Mengetahui tingkatan-tingkatan dalam aqidah.
5. Mengetahui metode apa saja yang bisa digunakan untuk mengajarkan aqidah.
6. Mengetahui tujuan dari pendidikan aqidah.
7. Mengetahui manfaat dalam mempelajari pendidikan aqidah.
8. Mengetahui apa yang dimaksud dengan aqidah sebagai prinsip dalam kehidupan.
ii
BAB II
PEMBAHASAN
1
Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan Bahasa, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai
Pustaka, 2005), h. 263.
2
Ramayulis, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Kalam Mulia, 1994), h. 1.
3
Ahmad Warson Munawwir, Kamus al-Munawwir, (Yogyakarta: PP. Al Munawwir, 1989), h. 504.
4
Ibid, h. 461 dan 1526.
5
Abdul Halim, Filsafat Pendidikan Islam: Pendekatan Historis, Teoritis dan Praktis, (Jakarta: Ciputat
Press, 2002), h. 25
1
Secara terminologi, ada beberapa pengertian pendidikan yang dikemukakan
oleh para ahli, diantaranya:
6
M. Ngalim Purwanto, Ilmu Pendidikan Teoretis dan Praktis, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya,
1995), h.11.
7
Abidin Ibnu Rusn, Pemikiran al-Ghazali tentang Pendidikan, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1998), h.
56
8
Syed Naquib al-Attas, The Concept Of Education In Islam (A Framework for an Islamic Philosophy
of Education), (Malaysia: International Institute Of Islamic Thought and Civilization International Islamic
University, 1991), h. 13
9
Suparlan Suhartono, Filsafat Pendidikan, (Yogyakarta: Ar Ruzz Media, 2009), h. 80
2
usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan latihan; proses,
perbuatan, cara mendidik.10
6. Sementara bapak pendidikan Indonesia, Ki Hajar Dewantara merumuskan
hakikat pendidikan sebagai usaha sadar orangtua bagi anak-anaknya dengan
maksud untuk menyokong kemajuan hidupnya, dalam arti memperbaiki
tumbuhnya kekuatan jasmani dan rohani yang ada pada anak. 11
7. Darmaningtyas mendefinisikan pendidikan sebagai usaha sadar dan sistematis
untuk mencapai taraf hidup atau kemajuan yang lebih baik. 12 Titik tekan dari
definisi adalah “usaha sadar dan sistematis”. Dengan demikian, tidak semua
usaha memberikan bekal pengetahuan kepada anak didik dapat disebut
pendidikan jika tidak memenuhi kriteria yang dilakukan secara sadar dan
sistematis.
Adapun pengertian aqidah secara etimologi adalah bentuk masdar dari kata”
„aqoda-ya‟qidu-„aqidan-„aqidatan yang berarti simpulan, ikatan, perjanjian, dan
kokoh. Setelah terbentuk menjadi aqidah berarti keyakinan. 14 Relevansi antara arti
kata aqdan dan aqidah adalah keyakinan itu tersimpul dengan kokoh di dalam hati,
bersifat mengikat dan mengandung perjanjian.
10
Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan Bahasa, Kamus Besar Bahasa Indonesia, h. 263.
11
Ngainun Naim dan Achmad Sauqi, Pendidikan Multicultural Konsep dan Aplikasi, (Yogyakarta: ar-
Ruzz Media , 2008)h, 31
12
Darmaningtyas, Pendidikan yang Memiskinkan, (Yogyakarta: Galang Press, 2004), h, 1
13
Jalaluddin, Teologi Pendidikan (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2001), h. 51.
14
Ahmad Warson Munawir, Kamus al-Munawir, (Yogyakarta: PP. al-Munawir, Krapyak, 1984), h,
1023
3
Sedangkan menurut istilah aqidah terdapat beberapa definisi diantaranya:
Menurut Gustave Le Bon, pujangga prancis yang terkenal dan seorang ahli
kemasyarakatan dalam kitabnya Al Araa‟ wal Mu‟taqadat mentakrifkan bahwa
aqidah ialah keimanan yang tumbuh dari suatu sumber yang tak dapat dirasakan yang
memaksa manusia mempercayai sesuatu ketentuan tanpa dalih. 16
َّللاُ ث ُ َّم ا ْستَقَا ُموا تَتَن ََّز ُل َعلَ ْي ِه ُم ْال َم ََلئِ َكةُ أ َ ََّّل تَخَافُوا
َّ إِ َّن الَّذِينَ قَالُوا َربُّنَا
ََو ََّل تَحْ زَ نُوا َوأَ ْبش ُِروا ِب ْال َجنَّ ِة الَّ ِتي ُك ْنت ُ ْم تُو َعدُون
Sesungguhnya orang-orang yang mengatakan: "Tuhan kami ialah Allah"
kemudian mereka meneguhkan pendirian mereka, maka malaikat akan turun kepada
15
Yunahar Ilyas, Kuliah Aqidah Islam, (Yogyakarta: Lembaga Pengkajian dan Pengamalan Islam
(LPPI) Universitas Muhammadiyah Yogyakarta, 1993), h. 1-2.
16
Teungku Hasbi Ash-Shiddieqy, Sejarah dan Pengantar Ilmu Tauhid/Kalam, (Semarang: Pustaka
Rizki Putra, 2009), hlm, 32
17
Muhammad Abdul Qadir Ahmad, Metodologi Pengajaran Agama Islam, terj. H.A. Mustofa,
(Jakarta: Rineka Cipta, 2008), h. 116.
4
mereka dengan mengatakan: "Janganlah kamu takut dan janganlah merasa sedih; dan
gembirakanlah mereka dengan jannah yang telah dijanjikan Allah kepadamu". 18
Dari dua pengertian antara aqidah dan pendidikan di atas, dapat ditarik
kesimpulan bahwa pendidikan aqidah adalah suatu proses usaha yang berupa
pengajaran, bimbingan, pengarahan, pembinaan kepada manusia agar nantinya dapat
memahami, menghayati, dan mengamalkan aqidah Islam yang telah diyakini secara
menyeluruh, mengembangkan dan memantapkan kemampuannya dalam mengenal
Allah, serta menjadikan aqidah Islam itu sebagai suatu pandangan hidupnya dalam
berbagai kehidupan baik pribadi, keluarga, maupun kehidupan masyarakat demi
keselamatan dan kesejahteraan hidup di dunia dan akhirat dengan dilandasi oleh
keyakinan kepada Allah semata.
Hal ini sesuai dengan karakteristik ajaran Islam sendiri yaitu, mengesakan
Allah dan menyerahkan diri kepada-Nya. Allah-lah yang mengatur hidup dan
kehidupan umat manusia dan seluruh alam. Dialah yang berhak ditaati dan dimintai
pertolongan-Nya.
18
Darsono, T. Ibrahim, Membangun aqidah dan Akhlak, (Solo, PT. Tiga Serangkai Pustaka Mandiri,
2008) h. 3.
5
Al-Qur’an merupakan firman Allah, maka kebenarannya harus diyakini oleh setiap
muslim.
a. Al-Qur’an
Al-Qur’an dijadikan sumber pendidikan yang pertama dan utama
karena ia memiliki nilai absolut yang diturunkan dari Tuhan. Menciptakan
manusia dan Dia pula yang mendidik manusia, yang mana isi pendidikan
itu termaktub dalam wahyu-Nya. Tidak satu pun persoalan, termasuk
persoalan pendidikan. Al-Qur‟an bukan rekayasa manusia, ia semata-
mata firman Allah yang diturunkan kepada nabi Muhammad saw
ajarannya mencakup keseluruhan ilmu pengetahuan. ia merupakan
sumber yang mulia yang esensinya tidak dimengerti kecuali bagi orang
yang berjiwa suci dan berakal cerdas. Nilai esensi dalam al-Qur‟an
selamanya abadi dan selalu relevan pada setiap waktu dan zaman, tanpa
ada perubahan sama sekali. Perubahan dimungkinkan hanya menyangkut
masalah interpretasi mengenai nilai-nilai instrumental dan menyangkut
masalah teknik operasional. Pendidikan Islam yang ideal harus
sepenuhnya mengacu pada nilai dasar al-Qur‟an, tanpa sedikitpun
menguranginya.19
Pada dasarnya ayat-ayat al-Qur‟an membentuk seluruh sistem
pendidikan. Dalam pandangan Abdurrahman Shalih Abdullah, banyak
orang yang tidak mengerti tentang aspek pendidikan yang terkandung
dalam al-Qur‟an. Menurutnya ini dimungkinkan karena mereka bingung
dalam membuat koneksi antara al-Qur‟an dengan pendidikan serta tidak
menemukan dalam al-Qur‟an istilah umum yang dipergunakan dalam
dunia pendidikan. Mereka menganggap al-Qur‟an sama sekali tidak
mempunyai pandangan tentang pendidikan. 20
b. As-Sunnah
19
Abdul Mujib dan Yusuf Mudzakir, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Kencana Prenada Media, 2006),
h, 32-33
20
Abdurrahman Shalih Abdullah, Landasan dan Tujuan Pendidikan Menurut al-Qur‟an dan
Implementasinya, (Bandung: Diponegoro, 1992), h 43
6
Dasar aqidah akhlak yang kedua bagi seorang muslim adalah Al-
Hadits atau Sunnah Rasul. Untuk memahami Al Qur’an lebih terinci,
umat Islam diperintahkan untuk mengikuti ajaran Rasulullah SAW,
karena perilaku Rasulullah adalah contoh nyata yang dapat dilihat dan
dimengerti oleh setiap umat Islam (orang muslim). Penjelasan al-Qur‟an
dapat dijumpai dalam sunnah Rasul. Sunnah rasul itu merupakan cermin
dari segala tingkah laku Rasulullah saw yang harus diteladani. Inilah salah
satu alat pendidikan yang paling efektif dalam pembentukan pribadi.
Sedangkan akal tidaklah menjadi sumber aqidah, tetapi hanya
berfungsi memahami nash-nash yang terdapat dalam kedua sumber
tersebut dan mencoba kalau diperlukan- membuktikan secara ilmiah
kebenaran yang disampaikan oleh al-Qur‟an dan sunnah. Itupun harus
didasari oleh suatu kesadaran bahwa kemampuan akal sangat terbatas,
sesuai dengan terbatasnya semua makhluk Allah. Akal tidak akan mampu
menjangkau masail ghaibiyah (masalah ghaib), bahkan akal tidak akan
mampu menjangkau sesuatu yang tidak terikat dengan ruang dan waktu.
Oleh Karena itu akal tidak boleh dipaksa memahami hal-hal ghaib
tersebut.21
21
Munzir Haitami, Mengonsep Kembali Pendidikan Islam, (Pekanbaru: Infinite Press, 2004), h 11
7
Beberapa ulama lain dalam kajiannya menggunakan pembahasan aqidah yang
mencakup:
1. Illahiyyat (ketuhanan). Yaitu yang memuat pembahasan yang berhubungan
dengan Illah (Tuhan, Allah) dari segi sifat-sifat- Nya, nama-nama-Nya, dan af’al
Allah. Juga dipertalikan dengan itu semua yang wajib dipercayai oleh hamba
terhadap Tuhan.
2. Nubuwwat (kenabian). Yaitu yang membahas tentang segala sesuatu yang
berhubungan dengan Nabi dan Rasul mengenai sifat-sifat mereka, ke-ma‟shum-
an mereka, tugas mereka, dan kebutuhan akan keputusan mereka. Dihubungkan
dengan itu sesuatu yang bertalian dengan pari wali, mukjizat, karamah, dan kitab-
kitab samawi.
3. Ruhaniyyat (kerohanian). Yaitu pembahasan tentang segala sesuatu yang
berhubungan dengan alam bukan materi (metafisika) seperti jin, malaikat, setan,
iblis, dan ruh.
4. Sam’iyyat (masalah-masalah yang hanya didengar dari syara‟). Yaitu
pembahasan yang berhubungan dengan kehidupan di alam barzakh, kehidupan di
alam akhirat, keadaan alam kubur, tanda-tanda hari kiamat, ba‟ts (kebangkitan
dari kubur), mah}syar (tempat berkumpul), hisab (perhitungan), dan jaza‟
(pembalasan).22
Berbeda dengan dua sistematika di atas, Prof. Dr. H. Syahrin Harahap, MA,
dalam Ensiklopedi Aqidah Islam menjabarkan obyek kajian aqidah mengacu pada
tiga kajian pokok, yaitu:
1. Pengenalan terhadap sumber ajaran agama (ma’rifatul mabda’), yaitu kajian
mengenai Allah.Termasuk dalam bidang ini sifat-sifat yang semestinya ada
(wajib), yang semestinya tidak ada (mustahil), dan yang boleh ada dan tiada (jaiz)
bagi Allah. Menyangkut dengan bidang ini pula, apakah Tuhan bisa dilihat pada
hari kiamat (ru’yat Allah).
22
Hasan al-Banna, Aqidah Islam, terj. M. Hasan Baidaei, (Bandung: Al-Ma‟arif, 1980), h. 14.
8
2. Pengenalan terhadap pembawa kabar (berita) keagamaan (ma’rifat al-
wasithah).Bagian ini mengkaji tentang utusan-utusan Allah (nabi dan rasul), yaitu
kemestian keberadaan mereka, sifat-sifat yang semestinya ada (wajib), yang
semestinya tidak ada (mustahil), serta yang boleh ada dan tiada (jaiz) bagi mereka.
Dibicarakan juga tentang jumlah kitab suci yang wajib dipercayai, termasuk juga
cirri-ciri kitab suci. Kajian lainya ialah mengenai malaikat, menyangkut hakekat,
tugas dan fungsi mereka.
3. Pengenalan terhadap masalah-masalah yang terjadi kelak di seberang kematian
(ma’rifat al-ma’ad). Dalam bagian ini dikaji masalah alam barzakh, surga, neraka,
mizan, hari kiamat dan sebagainya.
4. Tingkatan Aqidah
Aqidah atau iman yang dimiliki seseorang tidak selalu sama dengan orang
lain. Ia memiliki tingkatan-tingkatan tertentu bergantung pada upaya orang itu. Iman
pada dasarnya berkembang, ia bisa tumbuh subur atau sebaliknya. Iman yang tidak
terpelihara akan berkurang, mengecil atau hilang sama sekali.
Tingkatan aqidah tersebut adalah:
a. Tingkat ragu (taqlid), yakni orang yang ber aqidah hanya karena ikut-ikutan saja,
tidak mempunyai pendirian sendiri hanya didasarkan atas pendapat orang yang
diikutinya tanpa dipikirkan.. Akan tetapi dalam masalah keyakinan yang bersifat
individual harus memiliki keyakinan utuh, dan tidak dibenarkan adanya taqlid
(kepercayaan atas dasar pernyataan atau keyakinan orang lain).
b. Tingkat yakin, yaitu orang yang ber aqidah atau sesuatu dan mampu menunjukkan
bukti, alasan, atau dalilnya, tapi belum mampu menemukan menemukan
hubungan yang kuat antara obyek keyakinan dan dalil yang diperolehnya. Hal ini,
memungkinkan orang terkecoh oleh sanggahan-sanggahan atau dalil-dalil lain
yang lebih rasional dan lebih mendalam.
c. Tingkat ‘Ainul Yakin, yaitu tingkat keyakinan yang didasarkan atas dalil-dalil
rasional, ilmiah dan mendalam, sehingga mampu membuktikan hubungan antara
obyek keyakinan dengan dalil-dalil serta mampu memberikan argumentasi yang
9
rasional terhadap sanggahan-sanggahan yang datang. Ia tidak mungkin terkecoh
oleh argumentasi lain yang dihadapkan kepadanya.
d. Haqqul yakin, yaitu tingkat keyakinan yang di samping didasarkan atas dalil-
dalil rasional, ilmiah, dan mendalam, dan mampu membuktikan hubungan antara
obyek keyakinan dengan dalil-dalil serta mampu menemukan dan merasakan
keyakinan tersebut melalui pengalaman agamanya. Seseorang yang telah berada
di tingkatan in tidak akan tergoyahkan dari sisi manapun, ia akan berani berbeda
dari orang lain walaupun hanya dirinya sendiri.
10
c. Metode Tanya jawab bertujuan agar anak didik memiliki kemampuan
berfikir dan dapat mengembangkan pengetahuan yang berpangkal pada
kecerdasan otak dan intelktualitas. Ini merupakan tujuan dalam aspek
kognitif. Didalam pengjaran aqidah islamiah dapat dicontohkan, sperti:
dialog/Tanya jawab antara nabi Ibrahin as dengan umatnya. Dengan cara
sperti itu akan menghasilkan nilai-nilai yang berhubungan tingkah laku.
Dengan partisifasi aktif seseorang akan dapat menilali yang baik dan yang
buruk dan kemudian dapat mengambil manfaat didalam kehidupan sehari-
hari yang dapat mendatangkan kebaikan atau kebahagiaan.
d. Metode sosiodrama, digunakan dalam pokok bahasan:
1) Adat disekolah, mengujungi orang sakit, ta’ziyah dan jiarah kubur.
2) Kisah siti Mashitoh, Abu bakar assidiq, Umar bin khatab, Bilal bin
Rabbah dan lain sebagainya.
e. Metode demonstarasi, dipergunakan dalam pokok bahasan:
1) Sifat-sifat Allah, sifat-sifat Rasulullah.
2) Akhlak terpuji, akhlak tercela dan sebagainya.
f. Metode bermain peran, dipergunakan dalam pokok bahasan
1) Berbakti kepada ayah dan ibu.
2) Adab makan dan minum yang baik.
3) Adab kepada guru, orang yang lebih tua, teman dan sebagainya. 23
23
Zakiah Daradjat, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 1992), hal. 39.
11
6. Tujuan Ilmu Aqidah
Ketauhidan tidak hanya menyangkut hal-hal yang bersifat bathin saja, tetapi juga
meliputi sikap, tingkah laku, perbuatan dan perkataan. Secara terperinci maksud dan
tujuan ilmu tauhid adalah :24
1) Sebagai sumber dan motivator perbuatan kebajikan dan keutamaan
2) Membimbing ke arah jalan yang benar dan sekaligus pendorong mengerjakan
ibadah dengan penuh keikhlasan.
3) Mengeluarkan jiwa manusia dari kegelapan, kekacauan dan kegoncangan
hidup yang dapat menyesatkan.
4) Mengantarkan umat manusia kepada kesempurnaan lahir dan batin
24
Aminuddin, dkk, Membangun Karakter dan Kepribadian melalui Pendidikan Agama Islam, (Jakarta
: GRAHA ILMU, 2006), h. 57
25
Dikembangkan dari tulisan Syaikhuna -guru kami- Dr. Sholih bin Fauzan bin ‘Abdillah Al Fauzan –
hafizhohullah– dalam kitab “Durus fii Syarh Nawaqidhil Islam”, terbitan Maktabah Ar Rusyd, tahun 1425 H,
hal. 14-16.
12
musyrik. Yang berserah diri pada Allah semata, itulah yang disebut muwahhid
(ahli tauhid).
Tauhid adalah mengesakan Allah dalam ibadah. Sesembahan itu beraneka
ragam, orang yang bertauhid hanya menjadikan Allah sebagai satu-satunya
sesembahan.
Allah Ta’ala berfirman,
“Padahal mereka hanya disuruh menyembah Tuhan yang Esa, tidak ada Tuhan
(yang berhak disembah) selain Dia. Maha suci Allah dari apa yang mereka
persekutukan.” (QS. At Taubah: 31).
Dalam ayat lain, Allah menyebutkan mengenai Islam sebagai agama yang lurus,
ِ َّلِل أَ َم َر أَ ََّّل تَ ْعبُدُوا ِإ ََّّل ِإيَّالُ ذَلِكَ ال ِدِّينُ ْالقَ ِِّي ُم َولَ ِك َّن أَ ْكاَ َر الن
َاا ََّل َي ْعلَ ُمون ِ َّ ِ ِإ ِن ْال ُح ْك ُم ِإ ََّّل
“Hukum itu hanyalah kepunyaan Allah. Dia telah memerintahkan agar kamu
tidak menyembah selain Dia. Itulah agama yang lurus, tetapi kebanyakan
manusia tidak mengetahui.” (QS. Yusuf: 40).
13
Inilah yang disebut Islam. Sedangkan yang berbuat syirik dan inginnya
melestarikan syirik atas nama tradisi, tentu saja tidak berprinsip seperti ajaran
Islam yang dituntunkan.
“Sesungguhnya telah ada suri tauladan yang baik bagimu pada Ibrahim dan
orang-orang yang bersama dengan dia; ketika mereka berkata kepada kaum
mereka: “Sesungguhnya kami berlepas diri daripada kamu dari daripada apa
yang kamu sembah selain Allah.” (QS. Al Mumtahanah: 4). Ibrahim berlepas diri
dari orang musyrik dan sesembahan mereka.
14
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Pendidikan aqidah adalah adalah suatu proses usaha yang berupa pengajaran,
bimbingan, pengarahan, pembinaan kepada manusia agar nantinya dapat memahami,
menghayati, dan mengamalkan aqidah Islam yang telah diyakini secara menyeluruh,
mengembangkan dan memantapkan kemampuannya dalam mengenal Allah. Dasar
pendidikan aqidah adalah al-Qur’an dan as-Sunnah. Ruang lingkup pendidikan
aqidah adalah Illahiyyat (ketuhanan), Nubuwwat (kenabian), Ruhaniyyat
(kerohanian). Sam’iyyat (masalah-masalah yang hanya didengar dari syara‟).
Tingkatan aqidah ada empat yaitu, taqlid, yakin, ‘ainul yakin, dan haqqul yakin.
Metode pengajaran aqidah bermacam-macam diantaranya dengan metode bercerita
dan ceramah. Ilmu aqidah bertujuan salah satunya untuk mengantarkan umat manusia
kepada kesempurnaan lahir dan batin.
Manfaat mempelajari aqidah adalah untuk memupuk dan membentuk
kepribadian manusia. Aqidah sebagai prinsip dalan kehidupan seperti berserah diri
kepada Allah SWT dengan bertauhid, taat kepada Allah, dan berlepas diri dan Syirik
dan pelaku syirik.
B. Saran
Dengan mengetahui arti dari pendidikan aqidah, dasar-dasar, tingkatan,
maupun tujuan dan manfaat yang didapat dalam mempelajari aqidah, semoga
pembaca akan sangat terbantu dalam memahami maupun mengajarkan pendidikan
aqidah.
15
DAFTAR PUSTAKA
Abdullah, Abdurrahman Shalih, 1992, Landasan dan Tujuan Pendidikan Menurut al-Qur‟an
dan Implementasinya, Bandung: Diponegoro,
Ahmad, M. Abdul Qadir, 2008, Metodologi Pengajaran Agama Islam, terj. H.A. Mustofa,
Jakarta: Rineka Cipta,
al-Banna, Hasan, 1980, Aqidah Islam, terj. M. Hasan Baidaei, Bandung: Al-Ma‟arif,
al-Attas, Syed Naquib, 1991, The Concept Of Education In Islam (A Framework for an
Islamic Philosophy of Education), Malaysia: International Institute Of Islamic Thought
and Civilization International Islamic University,
Darsono, T. Ibrahim, 2008, Membangun aqidah dan Akhlak, Solo: PT. Tiga Serangkai
Pustaka Mandiri,
Haitami, Munzir, 2004, Mengonsep Kembali Pendidikan Islam, Pekanbaru: Infinite Press,
Halim, Abdul, 2002, Filsafat Pendidikan Islam: Pendekatan Historis, Teoritis dan Praktis,
Jakarta: Ciputat Press, 2002
16
Jalaluddin, 2001, Teologi Pendidikan Jakarta: Raja Grafindo Persada,
Mujib,Abdul, Yusuf Mudzakir, 2006, Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta: Kencana Prenada
Media,
Naim, Ngainun, Achmad Sauqi, 2008, Pendidikan Multicultural Konsep dan Aplikasi,
Yogyakarta: ar-Ruzz Media,
Naim, Ngainun, Achmad Sauqi, 2008, Pendidikan Multicultural Konsep dan Aplikasi,
Yogyakarta: ar-Ruzz Media,
Purwanto, M. Ngalim, 1995, Ilmu Pendidikan Teoretis dan Praktis, Bandung: PT. Remaja
Rosdakarya,
Rusn, Abidin Ibnu, 1998, Pemikiran al-Ghazali tentang Pendidikan, (Yogyakarta: Pustaka
Pelajar,
Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan Bahasa, 2005, Kamus Besar Bahasa Indonesia,
Jakarta: Balai Pustaka
17