Dosen Pengampu:
Arif Shaifudin, M.Pd.I
i
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami ucapkan atas kehadirat Allah SWT. Atas rahmat-Nya makalah yang berjudul
“Pendidikan Islam Pada Masa Kerajaan” dapat kami susun sampai dengan selesai. Makalah ini
kami susun untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia
pada Semester ini Tahun Akademik 2022/2023.
Tidak lupa kami ucapkan terimakasih kepada semua pihak yang telah berkontribusi dalam
penyusunan makalah ini dengan memberikan sumbangan pikiran maupun materi. Tidak lupa kepada
Bapak Arif Shaifudin selaku dosen pengampu mata kuliah Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia
yang telah memberikan bimbingan dalam menyusun makalah.
Kami berharap makalah ini dapat menambah pengetahuan bagi pembaca. Lebih jauh lagi semoga
makalah ini bermanfaat bagi penulis maupun pembaca.
Kelompok 3/PAI.A
ii
DAFTAR ISI
Halaman Judul............................................................................................................................... i
Kata Pengantar.............................................................................................................................. ii
Daftar Isi....................................................................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN............................................................................................................. 1
A. Latar Belakang Makalah................................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah............................................................................................................. 1
BAB II PEMBAHASAN.............................................................................................................. 2
A. Pengertian Pendidikan Islam............................................................................................. 2
B. Metode Pendidikan Islam.................................................................................................. 3
C. Pendidikan Islam Pada Masa Kerajaan............................................................................. 4
BAB III KESIMPULAN............................................................................................................... 12
DAFTAR PUSTAKA................................................................................................................... 13
iii
BAB I
PENDAHULUAN
B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian pendidikan Islam?
2. Bagaimana metode pendidikan Islam?
3. Bagaimana pendidikan Islam pada masa kerajaan?
1
BAB II
PEMBAHASAN
1
Poerwadamanita, WJS, Kamus Umum Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1976)
2
Sudirman dkk, Ilmu Pendidikan, (Bandung: CF Remaja Karya, 1987) 4
3
Muhammad Fathurrohman, Sulistyorini, Meretas Pendidikan Berkualitas dalam Pendidikan Islam
(Yogyakarta: Teras, 2012) 8-9
2
B. Metode Pendidikan Islam
1. Metode Ceramah
Metode ceramah ialah penerapan atau penuturan secara lian oleh pendidik terhadap
kelas, dengan kata lain dapat pula dimaksudkan, metode ceramah adalah suatu cara
penyajian atau informasi penerapan dan penuturan secara lisan oleh pendidik terhadap
peserta didiknya. Metode ini banyak sekali dipaki karena metode ini mudah
dilaksanakan. Nabi Muhammad saw dalam memberikan pelajaran terhadap umatnya
banyak mempergunakan metode ceramah, disamping metode lain. Begitu pula di dalam
Al-Qur’an itu sendiri banyak terdapat dasar-dasar metode ceramah.4
6
Ramayulis, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Kalam Mulia, 2010) 305
7
Hasbullah, 2001: 29.
8
A.Mustofa, Abdullah, 1999: 54.
9
Mustofa Abdullah, 1999: 54.
4
bermazhab Syafi’i, mengadakan pengajian sampai waktu sholat Ashar dan fasih
berbahasa Arab serta mempraktekkan pola hidup yang sederhana.10
Keterangan Ibnu Batutah tersebut dapat ditarik kesimpulan pendidikan yang berlaku
di zaman kerajaan Pasai sebagai berikut:
a. Materi pendidikan dan pengajaran agama bidang syari’at adalah Fiqh mazhab
Syafi’i.
b. Sistem pendidikannya secara informal berupa majlis ta’lim dan halaqoh.
c. Tokoh pemerintahan merangkap tokoh agama.
d. Biaya pendidikan bersumber dari negara.11
Pada zaman kerajaan Samudra Pasai mencapai kejayaannya pada abad ke-14 M,
maka pendidikan juga tentu mendapat tempat tersendiri. Mengutip keterangan Tome
Pires, yang menyatakan bahwa “di Samudra Pasai banyak terdapat kota yang sebagian
warganya orang-orang berpendidikan”.12
Menurut Ibnu Batutah juga, Pasai pada abad ke-14 M, sudah merupakan pusat studi
Islam di Asia Tenggara, dan banyak berkumpul ulama-ulama dari negara-negara Islam.
Ibnu Batutah menyatakan bahwa Sultan Malikul Zahir adalah orang yang cinta kepada
para ulama dan ilmu pengetahuan. Bila hari jum’at tiba, Sultan shalat di Masjid dengan
berpakaian 'ulama, kemudian berdiskusi dengan para 'alim dalam agama, antara lain:
Amir Abdullah dari Delhi, dan Tajudin dari Ispahan. Bentuk pendidikan dengan cara
diskusi disebut Majlis Ta’lim atau halaqoh. Sistem halaqoh yaitu para murid mengambil
posisi melingkari guru. Guru duduk di tengah-tengah lingkaran murid dengan posisi
seluruh wajah murid menghadap guru.
10
Zuhairini,et.al, 2000: 135.
11
Zuhairini, et.al., 2000: 136.
12
M.Ibrahim, et.al, 1991: 61.
5
pada hari jum’at di sebuah masjid merupakan suatu kekuasaan wilayah yang disebut
mukim, yang memegang peranan pimpinan mukim disebut Imeum mukim.13
Jenjang pendidikan yang ada di Kerajaan Aceh Darussalam diawali pendidikan
terendah Meunasah (Madrasah). Yang berarti tempat belajar atau sekolah, terdapat di
setiap gampong dan mempunyai multi fungsi antara lain:
a. Sebagai tempat belajar Al-Qur’an.
b. Sebagai Sekolah Dasar, dengan materi yang diajarkan yaitu menulis dan membaca
huruf Arab, Ilmu agama, bahasa Melayu, akhlak dan sejarah Islam.
Fungsi lainnya adalah sebagai berikut:
a. Sebagai tempat ibadah sholat 5 waktu untuk kampung itu.
b. Sebagai tempat sholat tarawih dan tempat membaca Al-Qur’an di bulan puasa.
c. Tempat kenduri Maulud pada bulan Mauludan.
d. Tempat menyerahkan zakat fitrah pada hari menjelang Idhul Fitri atau bulan puasa.
e. Tempat mengadakan perdamaian bila terjadi sengketa antara anggota kampung.
f. Tempat bermusyawarah dalam segala urusan.
g. Letak meunasah harus berbeda dengan letak rumah, supaya orang segera dapat
mengetahui mana yang rumah atau meunasah dan mengetahui arah kiblat sholat.14
Selanjutnya sistem pendidikan di Dayah (Pesantren) seperti di Meunasah tetapi
materi yang diajarkan adalah kitab Nahu, yang diartikan kitab yang dalam Bahasa Arab,
meskipun arti Nahu sendiri adalah tata bahasa (Arab). Dayah biasanya dekat masjid,
meskipun ada juga di dekat Teungku yang memiliki dayah itu sendiri, terutama dayah
yang tingkat pelajarannya sudah tinggi. Oleh karena itu orang yang ingin belajar nahu itu
tidak dapat belajar sambilan, untuk itu mereka harus memilih dayah yang agak jauh
sedikit dari kampungnya dan tinggal di dayah tersebut yang disebut Meudagang. Di
dayah telah disediakan pondok-pondok kecil mamuat dua orang tiap rumah. Dalam buku
karangan Hasbullah, Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia, istilah Rangkang
merupakan madrasah seringkat Tsanawiyah, materi yang diajarkan yaitu bahasa Arab,
ilmu bumi, sejarah, berhitung, dan akhlak. Rangkang juga diselenggarakan disetiap
mukim.15
Bidang pendidikan di kerajaan Aceh Darussalam benar-benar menjadi perhatian.
Pada saat itu terdapat lembaga-lembaga negara yang bertugas dalam bidang pendidikan
dan ilmu pengetahuan yaitu:
13
M. Ibrahim, et.al., 1991: 75.
14
M. Ibrahim, 1991: 76.
15
Hasbullah, 2001: 32.
6
a. Balai Seutia Hukama, merupakan lembaga ilmu pengetahuan, tempat berkumpulnya
para ulama, ahli pikir dan cendikiawan untuk membahas dan mengembangkan ilmu
pengetahuan.
b. Balai Seutia Ulama, merupakan jawatan pendidikan yang bertugas mengurus
masalah-masalah pendidikan dan pengajaran.
c. Balai Jama’ah Himpunan Ulama, merupakan kelompok studi tempat para ulama dan
sarjana berkumpul untuk bertukar fikiran membahas persoalan pendidikan dan ilmu
pendidikannya.
4. Pendidikan Islam di Kerajaan Jawa
Dengan berdirinya kerajaan Islam Demak yang merupakan kerajaan Islam pertama
di Jawa tersebut, maka penyiaran agama Islam makin meluas, pendidikan dan
pengajaran Islam pun bertambah maju.
Pelaksanaan pendidikan dan pengajaran agama Islam di Demak punya kemiripan
dengan yang dilaksanakan di Aceh, yaitu dengan mendirikan masjid di tempat-tempat
yang menjadi sentral di suatu daerah, di sana diajarkan pendidikan agama di bawah
pimpinan seoran Badal untuk menjadi seorang guru yang menjadi pusat pendidikan dan
pengajaran serta sumber agama Islam. Wali suatu daerah diberi gelaran Resmi, yaitu
gelar Sunan dengan ditambah nama daerahnya, sehingga tersebutlah nama-nama seperti:
Sunan Gunung Jati, Sunan Gresik, Kia Ageng Tarub dan lain-lain.16
Adanya kebijaksanaan wali-wali menyiarkan agama dan memasuki anasiranasair
pendidikan dan pengajaran Islam dalam segala cabang kebudayaan nasional Indonesia,
sangat menggembirakan, sehingga agama Islam dapat tersebar di seluruh kepulauan
Indonesia.17
Salah satu peninggalan bersejarah kerajaan Demak yakni masjid Agung Demak
sebagai lambang kekuasan Islam yang didirikan pada tahun 1388 M. masjid tersebut
telah mempengaruhi alam pikiran orang Jawa selama berabad-abad, menjadi pusat
kegiatan ibadat dan keagamaan, pusat kerajaan Islam pertama di Jawa.18
Sementara di Kerajaan Pajang, ketika pemerintahan Sultan Adiwijaya, kesustraan
dan kesenian kraton yang sudah maju di Demak dan Jepara lambat laun dikenal di
pedalaman Jawa.19 Setelah pusat kerajaan Islam berpindah dari Pajang ke Mataram
(1586 M), terutama di saat Sultan Agung (1613 M) berkuasa terjadi beberapa macam
perubahan termasuk dalam bidang pendidikan Islam.
16
Mahmud Yunus, Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia (Jakarta: Hidayakarya Agung, 1979), h. 219.
17
Mahmud Yunus, Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia
18
Dewan Redaksi Ensiklopedi Islam, Ensiklopedi Islam 1, op. cit., h. 299.
19
Dewan Redaksi Ensiklopedi Islam, Ensiklopedi Islam 4, h. 70.
7
Dalam bidang pendidikan Islam, perhatian Sultan Agung cukup besar. Pada zaman
itu telah dibagi tingkatan-tingkatan pesantren itu kepada beberapa tingkatan, yaitu:
a. Tingkatan pengajian al-Qur’an, tingkatan ini terdapat pada setiap desa, yang
diajarkan meliputi huruf hijaiyah, membaca al-Qur’an, barazanji, rukun Islam, rukun
iman.
b. Tingkatan pengajian kitab. Para santri yang belajar pada tingkat ini ialah mereka
yang telah khatam al-Qur’an. Tempat belajar biasanya di serambi masjid dan mereka
umumnya mondok. Guru yang mengajar di sini diberi gelar Kiai Anom. Kitab yang
mula-mula dipelajari adalah kitab-kitab 6 Bis, yaitu sebuah kitab yang berisi 6 kitab
dengan 6 Bismillāhirrahmānirrahīm. Kemudian dilanjutkan dengan Matan Taqrīb
dan Bidāyatul Hidāyah karangan Imam al-Ghazāli.
c. Tingkat Pesantren Besar. Tingkat ini didirikan di daerah kabupaten sebagai lanjutan
dari pesantren desa. Kitab-kitab yang diajarkan di sini adalah kitabkitab besar dalam
bahasa Arab, lalu diterjemahkan ke dalam bahasa daerah. Cabang-cabang ilmu yang
diajarkan adalah fikih, tafsir, hadis, ilmu kalam, tasawuf, dan sebagainya.
d. Pondok pesantren tingkat keahlian (takhassus), ilmu yang dipelajari pada tingkatan
ini adalah satu cabang ilmu dengan secara mendalam. Tingkatan ini adalah tingkatan
spesialis.20
Sementara proses pendidikan Islam di Cirebon sebagai pusat keagamaan di Jawa
Barat juga berlangsung dengan baik. Peranan historis yang di jalankan Sunan Gunung
Jati tidak pernah hilang dalam kenangan masyarakat. Pendidikan keagamaan di Cirebon
terus berkembang. Pada abad ke-17 dan ke-18 di kraton-kraton Cirebon berkembang
kegiatan-kegiatan sastra yang sangat memikat perhatian. Hal ini antara lain terbukti dari
kegiatan karang-mengarang suluk, nyanyian keagamaan Islam yang bercorak mistik. Di
samping itu, pesantren-pesantren yang pada masa awal Islam berkembang di daerah
pesisir Pulau Jawa hanya bertahan di Cirebon, selebihnya mengalami kemunduran atau
npindah ke pedalaman.21
Adapun di Banten, ketika Sultan Maulana Hasanuddin memerintah Banten selama
18 tahun (1552-1570 M). Ia telah memberikan andil terbesarnya dalam meletakkan
fondasi Islam di nusantara sebagai salah seorang pendiri Kesultanan Banten. Hal ini
dibuktikan dengan kehadiran bangunan peribadatan berupa masjid dan sarana
pendidikan Islam, seperti pesantren. Di samping itu, ia juga mengirim muballig ke
berbagai daerah yang telah dikuasainya. Usaha yang telah dirintis oleh Sultan Maulana
20
7Haidar Putra Daulay, h.18-19.
21
Dewan Redaksi Ensiklopedi Islam, Ensiklopedi Islam I, h. 274.
8
Hasanuddin dalam menyebarluaskan Islam dan membangun Kesultanan Banten
kemudian dilanjutkan oleh sultan-sultan berikutnya.22
Dari uraian di atas dapat diketehui bahawa kontribusi kerajaan-kerajaan Islam di
Pulau Jawa sangat besar terhadap proses pendidikanIslam di nusantara, hal tersebut
terlihat dari kesungguhan para raja atau sultan dalam menumbuhkembangkan lembaga-
lembaga pendidikan Islam serta memfasilitasi proses pendidikan Islam pada masa
kepemimpinannya.
22
Dewan Redaksi Ensiklopedi Islam, Ensiklopedi Islam 1, h. 238.
23
Dewan Redaksi Ensiklopedi Islam, Ensiklopedi Islam 1, h. 229.
24
Hasbullah, h. 38-39.
25
Hasbullah, h. 38-39.
9
Sulawesi Selatan sangat besar dalam mengembangkan syiar agama dan pendidikan
Islam.
Adapun usaha-usaha dalam bidang pendidikan dan agama, diantaranya:
a. Memperluas dan menyempurnakan Masjid
b. Mendatangkan Ulama dari Madinah (Syekh Madinah)
c. Mengeluarkan perintah kepada raja-raja bawahannya, agar masjid yang ada di
daerahnya dipelihara dan diperbaiki, yang belum memiliki masjid segera
membangun, agar rakyat melaksanakan salat secara berjamaah.26
Demikian juga di Kerajaan Bone, atas bantuan Petta Mangkau Bone, Andi
Mappanyukki, pada tahun 1929 M, didirikan sebuah Madrasah yang diberi nama
“Madrasah Amirah” di Watampone. Para pengasuh Madrasah ini, selain para Ulama dari
Bone yang pernah mukim lama di Mekkah, juga didatangkan ulama-ulama dari luar
seperti Abdul Azis al-Hasyim al-Murabbi dan Abdul Hamid dari Mesir.27
Adapun di Maluku khususnya Kerajaan Ternate perkembangan Islam berjalan
lambat dan mendapat tantangan dari penduduk yang masih terikat pada kepercayaan
lama, sehingga penyembahan patung-patung masih terus berlangsung bercampur dengan
ajaran Islam dan menyebabkan akal pikiran rakyat mengambang dalam keraguan.
Kedatangan dan perkembangan agama Islam di Ternate dan daerah-daerah
taklukannya berkaitan erat dengan sultan. Penyebaran dakwah melalui jalur “atas” ini
melahirkan kelompok-kelompok masyarakat yang lebih bercorak formalitas. Pendidikan
agama berlanngusung secara tradisional, anak-anak mengaji ke seorang kasisi (pegawai
masjid). Oleh sebab itu paham keagamaan tampak sempit dan statis. 28 Walaupun
demikian Kerajaan Ternate telah memberikan pengaruh yang baik terhadap proses
pertumbuhan pendidikan Islam di Maluku.
Setelah memperhatikan uraian-uraian di atas, tentang proses pendidikan Islam di
Kalimantan, Sulawesi dan Maluku, dapat memberikan pemahaman dan pengetahuan
tentang peranan raja-raja Islam dalam membangung sistem pendidikan di daerahnya
masing-masing.
26
Azhar Arsyad, et al., eds., h. 17.
27
Azhar Arsyad, et al., eds., h. 18.
28
10
BAB III
KESIMPULLAN
1. Pendidikan Islam; pendidikan berakar dari perkataan didik yang berarti pelihara ajar dan
jaga. Setelah dijadikan analogi pendidikan boleh diuraikan sebagai suatu proses yang
berterusan untuk menjaga dan memelihara pembesaran tubuh badan dan pertumbuhan bakat
manusia dengan rapih supaya dapat melahirkan orang yang berilmu, baik tingkah laku dan
dapat mengekalkan nilainilai budaya dikalangan masyarakat.
2. Pendidikan Islam mempunyai 3 metode pengajaran yang dibahas dalam makalah ini yaitu
metode ceramah, metode moral reasoning dan metode tanya jawab.
3. Pendidikan Islam pada masa kerajaan berkembang dengan sangat pesat. Dan yang jelas pada
setiap kerajaan mempunyai cara-cara tersendiri untuk mengembangkan pendidikan.
11
DAFTAR PUSTAKA
A. Khozim Afandi (Terj, Pengetahuan Modern dalam Al-Qur’an, (Surabaya: Al-Ikhlas, 1995),
Rosdakarya, 1995)
Sajadi Dahrun. Sistem Pendidikan Islam di Indonesia. Vol.4 No.1. 2021
Susmihara. Jurnal Rihlah, Pendidikan Islam Masa Kerajaan Islam di Nunasntara. Vol.06
No.01.2018
Zakiah Derajat, dkk, Pendidikan Islam Keluarga dan Sekolah (Bandung: PT Remaja
12