PENDIDIKAN ISLAM
Abstract:
Abstrak:
Manusia dalam jagad raya ini adalah makhluk yang unik, keunikannya
sangat menarik dimata manusia sendiri, yaitu yang mendasari perbedaan manusia
dengan makhluk-makhluk Allah lainnya adalah manusia diberikan kemulian
karena memiliki akal, sedangkan mahluk Allah yang lain tidak diberikan, disitulah
kemuliaan manusia dibandingkan dengan makhluk lainnya. Dengan anugerah
akal yang diberikan manusia juga diberikan tugas untuk menjadi khalifah di muka
bumi.
PEMBAHASAN
1
Omar Mohammad Al-Toury Al-Syaibuny, Falsafah Pendidikan Islam, verj. Hasan
Langgulung (Cet 1. Jakarta: Bulan Bintang, 1979), hlm. 103-161.
2
Lihat QS Al-Isra’: 70 dan At Tin: 4
3
Lihat QS Al-Baqarah (2): 30 dan Al-Nür (24): 55 tentang kekhalifahan manusia. QS
Hüd (11): 6 tentang memakmurkan bumi dan QS Al-Hujurat (49): 13 tentang kemuliaan
berdasarkan ketakwaan.
4
Al-Attas menyebutnya dengan istilah "binatang rasional". Maksudnya adalah bahwa
manusia memiliki suatu fakultas batin yang berfungsi untuk merumuskan makna-malina.
Perumusan ini melibatkan penilaian, pembedaan, dan penjelasan sehingga membentak rasionalitas
manusia, Baca Syed Muhammad Al-Naquil Al-Attas, Konsep Pendidikan dalam Islam. Suatu
Rangka Pikir Pembinaan Filafat Pendidikan Islam, terj. Haidar Bagir (Cet. IV. Bandung: Mizan,
1992), hlm. 37. 174
8. Manusia mempunyai sifat luwes dan selalu berubah melalui proses
pendidikan.
Dengan berpegang kepada delapan prinsip ini, kiranya mudah bagi filsafat
pendidikan Islam untuk menentukan konsep tentang hakikat manusia. Konsepsi
ini tentunya mencakup pembahasan tentang proses penciptaan manusia, tujuan
hidup, kedudukan, dan tugas manusia. Semua pembahasan ini berkaitan dengan
pemikiran ontologis tentang manusia. Oleh karena itu, ia senantiasa tidak dapat
dilepaskan dari pandangan dunia Islam.
1. Tahap Jasad
Al-Quran menjelaskan bahwa permulaan penciptaan manusia adalah dari
tanah (turab), yaitu tanah berdebu. Al-Quran terkadang menyebut tanah ini
dengan istilah tin" dan terkadang juga dengan istilah shalshål. Namun
yang jelas, yang dimaksud dengan tanah ini adalah sari patinya atau
sulalah, Penciptaan dari tanah ini tidak berarti bahwa manusia dicetak dari
bahan tanah, seperti orang membuat patung dari tanah. Penciptaan ini
bermakna simbolik, yaitu sari pati yang membentuk tumbuhan atau
binatang yang kemudian menjadi bahan makanan bagi manusia.
2. Tahap Hayat
Awal mula kehidupan manusia menurut Al-Quran adalah air, sebagaimana
kehidupan tumbuhan dan binatang. Maksud air kehidupan di sini adalah
air yang hina atau sperma. Sperma ini kemudian membuahi sel telur yang
ada dalam rahim seorang ibu. Sperma inilah yang merupakan awal mula
hayat (kehidupan) seorang manusia.
3. Tahap Ruh
Maksud dari ruh di sini adalah sesuatu yang diembuskan Tuhan dalam diri
manusia dan kemudian menjadi bagian dari diri manusia. Pada saat yang
sama, Tuhan juga menjadikan bagi manusia pendengaran, penglihatan, dan
hati. Adanya proses peniupan ruh yang ditiupkan Tuhan dalam diri
manusia dan kemudian diiringi dengan pemberian pendengaran,
penglihatan, dan hati merupakan bukti bahwa yang menjadi pimpinan
dalam diri manusia adalah ruh. Ruhlah kiranya yang dapat membimbing
pendengaran, penglihatan, dan hati untuk memahami kebenaran.
4. Tahap Nafs
Kata “nafs” dalam Al-Quran mempunyai empat pengertian, yaitu nafsu,
napas, jiwa, dan diri (keakuan). Dari keempat pengertian ini, Al-Quran
lebih sering menggunakan kata “nafs” untuk pengertian diri (keakuan).
Diri atau keakuan adalah kesatuan dinamik dari jasad, hayat, dan ruh.
Dinamikanya terletak pada aksi atau kegiatannya. Kesatuannya bersifat
spiritual yang tercermin dalam aktivitas kehidupan manusia.
5
QS Al-Dzariyat: 56
6
Hasan Langgulung, Manusia dan Pendidikan: Suatu Analisa Prikologi dan Pendidikan
(Cet. III: Jakarta: Pustaka al-Husna, 1995), him. 4.
7
QS. AlAn’am: 162
manusia. Manusia seperti apa yang hendak dibentuk dan diinginkan oleh
pendidikan Islam, jawabannya tergantung kepada tujuan hidup yang hendak
ditempuh oleh seorang Muslim. Dengan demikian, tujuan hidup Muslim
sebenarnya merupakan tujuan akhir pendidikan Islam.
Kedudukan Manusia
8
QS Al-Baqarah (2): 30 dan Al-Nar (24): 55
9
M. Dawam Rahardjo, Ensiklopedi Al-Quran (Cet I; Jakarta: Paramadina, 1996), him
353
10
Berkenaan pertanyaan siapa mengganti slapa, Langgulung mengemukakan tiga
pendapat. Pertama, manusia sebagai makhluk menggantikan makhluk lain, yaitu jin. Kedua,
manusia menggantikan manusia lain. Ketiga, manusia adalah pengganti Allah di bumi, sehingga
manusia bertindak sesuai perintah Allah. Baca Hasan Langgulung, Manusia dan Pendidikan Swain
Analia Pikologi dan Pendidikan (Cer. III: Jakarta: Pustaka Al-Husna, 1995), him. 75.
c. Manusia selaku khalifah memiliki kebebasan berkehendak (free will),
suatu kebebasan yang menyebabkan manusia dapat memilih tingkah
Sendiri.
d. Manusia dibekali akal yang dengan akal itu manusia mampu membuat
pilihan antara yang benar dan yang salah.
Tugas Manusia
Ilmu secara umum adalah apa yang kamu tahu, tapi sesungguhnya ini
bukanlah definisi, melainkan suatu tautology sekedar berkata bahwa ilmu adalah
ilmu, dan sama sekali tidak menyatakan apapun. Dengan demikian, beberapa
Ulama Filosofi mendefinisikan ilmu sebagai berikut:
Oleh karena itu, dalam pandangan imam al- gazhali, kita tidak dapat
mengklaim memiliki ilmu sesuatu kecuali jika kita tahu sesuatu itu apa adanya.
Karena sesungguhnya, sesuatu itu tampak tidak sebagaimana hakikatnya. Maka
dari pengertian yang sudah diuraikan di atas, dapat disimpulkan bahwa ilmu
adalah sejumlah makna, keyakinan, informasi, fakta, pemahaman, dan gambaran
di bidang yang berbeda. Sebagaimana yang sudah terletak dalam diri manusia dari
penghasilan yang sudah di coba berkali-kali untuk memahami apa yang terjadi di
sekitarnya.11
Dalam Islam, tujuan utama dari ilmu adalah untuk mengenal Allah swt.
Dan meraih kebahagiaan (sa’ādah), sebab ilmu mengkaji tentang “ayat-ayat”
11
Dr. Adian Husaini, Filsafat Ilmu Perespektif Barat dan Islam (Jakarta: Gema Insani,
2013), hal 72
(tanda-tanda) – baik ayat kauni atau qauli, Maka dari itu, untuk menjalankan
misinya sebagai ciptaan Allah swt. Manusia diwajibkan memiliki ilmu untuk
menopang kehidupanynya di dunia, sebagai sarana untuk ibadah. Ibadah kepada-
Nya merupakan tujuan pokok kehidupan manusia yang mana seluruh aktivitas
keilmuan apapun jenisnya di arahkan untuk aktivitas tersebut.
Sumber ilmu yang primer dalam Islam adalah wahyu yang di terima oleh
nabi yang berasal dari Allah swt. Sebagai sumber dari segala sesuatu. Pengertian
wahyu secara etimologi adalah apa yang di sampaikan Allah swt. kepada para
malaikat-Nya berupa suatu perintah untuk dikerjakan. Sedangkan arti wahyu
secara terminologi adalah “kalam Allah swt yang diturunkan kepada seorang nabi
Selanjutnya, penjelasan mengenai sumber ilmu dalam Islam yaitu bersumber dari
Al-qurān dan Sunnah dapat juga mengafirmasi sumber ilmu lainnya, yaitu akal,
hati, serta indra-indra yang terdapat dalam diri manusia.12
Kata alam berasal dari bahasa Arab 'a-l-m, satu akar kata dengan 'ilm
(pengetahuan) dan alamat (pertanda). Disebut demikian karena jagad raya ini
adalah pertanda adanya Sang Maha Pencipta, yaitu Tuhan Yang Maha Esa. Bahwa
alam semesta adalah sebuah pertanda yang menunjukkan kepada sesuatu yang
berada di atasnya dan tanpa sesuatu itu alam semesta beserta sebab-sebab
alamiahnya tidak pernah ada. 13
12
Abd Al-‘āl, Ḥasan Ibrāhīm, Muqaddimah fi falsafah al-tarbiyah al-`islāmiyah (Riyad:
Dār ‘Alam Al-kutub, 1985), hal 118
13
Taufiq, Muhammad, Perspektif Filsafat Pendidikan Islam, ( Mataram:
Hermeneia, 2007)
teologi islam. Adapun secara filosofis, alam adalah kumpulan jauhar (substansi)
yang tersusun dari materi (maddah) dan bentuk (surah) yang ada di langit dan
bumi.14 Alam dalam pengertian ini merupakan alam semesta atau jagat raya.
Menurut Abu al- ‘Ainain alam dibedakan dalam dua jenis yaitu alam al-
syahadah (alam fisik) yang dapat dikenali dan dijangkau melalui panca indera
seperti manusia, hewan, dan tumbuhan, langit, dan alam al-ghaib (alam nonfisik)
yang dapat dikenali dan dipahami dengan keterbukaan ruhani/hati atau melalui
wahyu Illahi seperti alam malaikat, jin, dan ruh. 15 Bahwa alam ini tercipta tidak
dengan sendirinya, tetapi adalah diciptakan, dalam proses sesuai dengan sunnah
Sang Pencipta, dapat dipahami hanya oleh manusia-manusia yang menggunakan
akal budinya.
Cerita tentang penciptaan alam ini cukup luas di dalam al-Qur'an antara lain
ayat 7 dari surat Hud yang mengisyaratkan alam ini diciptakan dalam 6 hari.
14
Suharto, Toto, Filsafat Pendidikan Islam, (Jogjakarta:ar-Ruzz Media,2011),
hlm.92.
15
Suharto, Toto, Filsafat Pendidikan Islam, (Jogjakarta:ar-Ruzz Media,2011),
hlm.93.
16
Taufiq,Muhammad, Perspektif Filsafat Pendidikan Islam, ( Mataram: Hermeneia,2007)
Namun demikian menurut Abu al-'Ainain, bagaimana penyempurnaan penciptaan
dan kapan dimulai penciptaan itu bukan merupakan urusan aqidah, tetapi urusan
akal pikir manusia, sepanjang tidak bertentangan dengan al Qur'an. 17
17
Taufiq,Muhammad, Perspektif Filsafat Pendidikan Islam, ( Mataram: Hermeneia,2007)
Karena kehidupan dapat digunakan untuk berharap dan mencari
kebahagiaan di dunia dan akhirat, maka tentunya dan seharusnya manusia tidak
menyia-nyiakannya. Bahwa semua yang diciptakan oleh Allah adalah untuk
kemanfaatan dan kemaslahatan bagi manusia itu sendiri. Kita dapat mengetahui
perbedaan terpenting antara Allah dan ciptaannya adalah bahwa Allah itu tak
terhingga dan mutlak sedangkan ciptaannya adalah terhingga. Jika Allah
menciptakan sesuatu, maka Allah akan memberikan kekuatan atau hukum tingkah
laku, yang oleh al-Qur’an disebut petunjuk, perintah, atau ukuran. Dengan hukum
ini segala ciptaan Allah dapat selaras dengan ciptaan-ciptaan lainya yang ada di
alam semesta ini. Jika suatu ciptaan Allah melanggar hukumnya dan melampaui
ukuranya, alam semesta menjadi kacau. Inilah maksud dari al-Qur’an bahwa alam
semesta yang sempurna ini selain sebagai bukti bagi adanya Allah, juga
merupakan bukti sebagai keesaan-Nya.18
18
Suharto, Toto, Filsafat Pendidikan Islam, (Jogjakarta:ar-Ruzz Media, 2011), hlm 93.
mampu menyingkap hubungan seluruh bagian alam semesta dan kesatuan yang
tersembunyi dibalik dunia yang penuh keragaman ini.
19
Omar Mohammad al-Toumy al-Syaibany, Falsafah Pendidikan Islam, hlm. 57-99.
Dengan prinsip tersebut, menurut al-Syaibany filsafat pendidikan Islam
dapat menentukan pemikiran implementasinya diantara filsafat-filsafat pendidikan
lainya. Filsafat pendidikan Islam sebagai ilmu harus mampu menentukan sikapnya
terhadap permasalahan seputar alam. Sikap ini akan melahirkan prinsip yang
dapat dijadikan landasan filosofis bagi penentuan tujuan pendidikan, kurikulum,
metode, dan komponen lainya. Filsafat pendidikan Islam hendaknya dapat
membina dan membangun pemikiran filsafatnya sesuai pandangan dan ajaran
yang diambil dari sumber Islam.
KESIMPULAN
DAFTAR PUSTAKA