Penciptaan. Nya
Reza Fitri Yanti (221102013), Nellis Eka Risnita (221102049)
dan Luthfiyah Purnama Juwita (221102018)
Kesehatan Masyarakat Universitas Muhammadiyah Gresik
Pendahuluan
Secara fungsional, akal terbagi dalam dua daya: kemampuan kognitif atau teoritis
(al-quwwah al-’âlimah) yang dengannya manusia dapat mengetahui sesuatu,
bahkan lebih jauh dapat meraih dan menyusun ilmu pengetahuan, dan kemampuan
manajerial atau praktis (al-quwwah al-’âmilah) yang dengannya manusia mampu
mengelola dan mengendalikan dorongan-dorongan jiwanya yang biasa disebut
nafsu karena itu ada yang menyebutnya moral (ibnu sina dalam nasution, 1973: 31;
thusi, 1964: 51-52; dan kartanegara, 2002: 50
Secara fungsional, akal terbagi dalam dua daya: kemampuan kognitif atau teoritis
(al-quwwah al-’âlimah) yang dengannya manusia dapat mengetahui sesuatu,
bahkan lebih jauh dapat meraih dan menyusun ilmu pengetahuan, dan kemampuan
manajerial atau praktis (al-quwwah al-’âmilah) yang dengannya manusia mampu
mengelola dan mengendalikan dorongan-dorongan jiwanya yang biasa disebut
nafsu karena itu ada yang menyebutnya moral (ibnu sina dalam nasution, 1973: 31;
thusi, 1964: 51-52; dan kartanegara, 2002: 50
c. Kemampuan akal manusia
Secara fungsional, akal terbagi dalam dua daya: kemampuan kognitif atau teoritis (al-
quwwah al-’âlimah) yang dengannya manusia dapat mengetahui sesuatu, bahkan lebih
jauh dapat meraih dan menyusun ilmu pengetahuan, dan kemampuan manajerial atau
praktis (al-quwwah al-’âmilah) yang dengannya manusia mampu mengelola dan
mengendalikan dorongan-dorongan jiwanya yang biasa disebut nafsu karena itu ada
yang menyebutnya moral.
d. Secara fungsional, akal terbagi dalam dua daya: kemampuan kognitif atau teoritis
e. (al-quwwah al-’âlimah) yang dengannya manusia dapat mengetahui sesuatu,
f. bahkan lebih jauh dapat meraih dan menyusun ilmu pengetahuan, dan kemampuan
g. manajerial atau praktis (al-quwwah al-’âmilah) yang dengannya manusia mampu
h. mengelola dan mengendalikan dorongan-dorongan jiwanya yang biasa disebut
i. nafsu karena itu ada yang menyebutnya moral (ibnu sina dalam nasution, 1973: 31;
j. thusi, 1964: 51-52; dan kartanegara, 2002: 50
d. Kemampuan spiritual
Manusia sebagai puncak atau tujuan akhir penciptaan alam dengan daya-daya yang
dimilikinya disempurnakan Tuhan dengan dikaruniai sesuatu yang bersifat ruhani,
yang menjadikan manusia bukan hanya makhluk fisik, melainkan juga makhluk
spiritual. Itulah qalb (hati, intuisi). Seperti akal, hati (intuisi) juga berpotensi untuk
menangkap objek-objek immaterial walau dengan cara yang berbeda.
Di samping itu, hati (intuisi) berpotensi untuk berkomunikasi dengan entitas-entitas
ruhani, serta menerima ilham dan wahyu Wahyu merupakan sabda atau firman Tuhan
yang disampaikan kepada manusia yang menjadi pilihan-Nya (yang telah mencapai
tingkat kesempurnaan, disebut al-insân al-kâmil, yaitu Nabi atau Rasul) untuk terus
disampaikan kepada manusia lainnya sebagai pegangan dan panduan hidup menjadi
khalîfah (wakil) Tuhan di muka bumi [QS Al-Baqarah (2): 31].
e. Tugas Akhir
Bila tujuan penciptaan untuk beribadah kepada Tuhan dialamatkan juga kepada
makhluk selain manusia, seperti jin dalam QS Al-Dzâriyât (51): 56 atau bahkan
seluruh isi bumi dan langit dalam QS Al-Hasyr (59); 24], maka lain halnya dengan
tujuan penciptaan untuk menjadi khalîfah Tujuan penciptaan yang terakhir ini hanya
dimandatkan kepada manusia.
Manusialah bukan makhluk lain yang diharapkan Tuhan untuk menjadi
instrumen melaksanakan kehendak-kehendak-Nya di bumi. Bentuk lebih konkrit dari
pelaksanaan kehendak Tuhan di bumi secara literal adalah memakmurkannya [QS
Hûd (11): 61] dan secara kontekstual adalah membangun kebudayaan, peradaban.
Untuk melaksanakan fungsi khalifah ini, manusia diberi anugerah oleh tuhan
dengan dua buah hadiah yang sangat istimewa, yaitu ilmu pengetahuan (‘ilm) dan
kebebasan memilih (ikhtiyâr) (kartanegara, 2002: 138). Dan untuk menerima kedua
hadiah itu, manusia telah dilengkapi di dalam dirinya sarana atau piranti, berupa akal,
dan fasilitas lain di luar dirinya, berupa wahyu tuhan yang diturunkan kepada manusia
yang telah mencapai tingkat kesempurnaan (alinsân al-kâmil) yang dalam bentuk
konkretnya diwakili oleh nabi muhammad s.a.w.
Dengan kata lain, dibekali sarana internal, yaitu akal, dan anugerah fasilitas
wahyu, manusia itu potensial memiliki pengetahuan dan kebebasan memilih dalam
kerangka menjalankan peran khalifah membangun kebudayaan/peradaban sebagai
tujuan penciptaannya.
Kesimpulan
Manusia merupakan makhluk yang diciptakan Allah dengan segala kesempurnaan dari
makhluk yang lainnya karena manusia dilengkapi dengan akal dan fikiran walaupun manusia
dengan makhluk lainnya sama-sama makhluk ciptaan Allah dan Allah menjadikan manusia
tidak sia-sia karena manusia tersebut dengan akal dan potensi yang dimilikinya dapat menjadi
khalifah dan ‘abdun.
Manusia diciptakan Allah SWT bertujuan di antaranya adalah untuk beribadah kepada-
Nya dan menjadi khalifah Allah SWT di muka bumi (Khalifah Allah fi al-Ardh). Dalam
menjalankan kedua misi tersebut, manu-sia juga diberi beban yang cukup berat, yaitu berupa
al-amanah atau beban takhlif. Semua itu akan dipertanggungjawabkan di hadapan Allah SWT
berupa pahala dan dosa atau balasan syorga dan neraka sesuai dengan kadar al-ibadah, al-
khalifah dan al-amanah yang ia lakukan selama hidup di dunia.
Manusia sebagai Puncak (Tujuan Akhir) Penciptaan Alam. Manusia adalah puncak atau
tujuan akhir penciptaan alam. Dalam konteks tujuan akhir penciptaan alam, maka seluruh isi
alam adalah untuk manusia. Dalam konteks puncak penciptaan alam, manusia secara biologis
adalah makhluk yang paling lengkap dan paling canggih, dalam pengertian mengandung
semua unsur yang ada dalam kosmos, mulai unsur-unsur mineral, tumbuh-tumbuhan, hewan,
hingga unsur-unsur khas manusia itu sendiri yang merupakan daya-dayanya yang istimewa.
Manusia sebagai puncak atau tujuan akhir penciptaan alam dengan daya-daya yang
dimilikinya disempurnakan Tuhan dengan dikaruniai sesuatu yang bersifat ruhani, yang
menjadikan manusia bukan hanya makhluk fisik, melainkan juga makhluk spiritual. Manusia
juga dibekali oleh kemampuan kognitif yang membuat manusia mampu mengembangkan
ilmu pengetahuan.
Referensi
[1] Hakikat Manusia Menurut Islam
https://repository.unsri.ac.id/20830/3/4._BAB_IV_HAKIKAT_MANUSIA_MENURUT
_ISLAM.pdf Di akses pada 29 Maret 2023
[3] Khusnah, Farisa Nur Asmaul. 2022. Proses Penciptaan Manusia Dalam Al-Qur’an
Menurut Tantawi Bin Jauhari. Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Ponorogo.
[6] Hasan, M. 2010. Tujuan Penciptaan Manusia dan Fungsi Lembaga-Lembaga Pendidikan.
Jurnal Hunafa, Vol 7, No 1