Anda di halaman 1dari 10

Tugas Individu Resume

HAKIKAT, HARKAT, MARTABAT, SERTA FITRAH MANUSIA, KHALIFAH DIBUMI

(Astri Purwanti/ 23330001)

MATKUL: LANDASAN PEDAGOGIK

Pendidikan Guru Pendidikan Anak Usia Dini, Fakultas Ilmu Pendidikan,

Universitas Negeri Padang (UNP)

(astripurwanti@yahoo.com/ astripurwanti91@admin.paud.belajar.id)

1. Pengertian Manusia

Manusia adalah makhluk ciptaan Allah SWT yang paling sempurna


dibandingkan dengan makhluk lainnya, karena manusia mempunyai akal dan pikiran
untuk berfikir secara logis dan dinamis, dan bisa membatasi diri dengan perbuatan
yang tidak dilakukan. Manusia bisa memilih perbuatan mana yang baik (positif) atau
buruk (negartif) untuk diri mereka sendiri. Secara umum manusia sebagai makhluk
pribadi dan makhluk sosial, karena bukan hanya diri sendiri saja tetapi manusia perlu
bantuan dari orang lain. Adapun beberapa definisi manusia menurut para ahli, yaitu :

a. Abineno J.I

Manusia adalah “tubuh” yang “berjiwa” dan bukan “jiwa abadi yang
berada atau yang terbungkus dalam tubuh yang fana”

b. Upanisads

Manusia adalah kombinasi dari unsur-unsur roh (atman), jiwa, pikiran, dan
prana atau badan fisik.

c. Wayan Watra I

Manusia adalah mahluk yang dinamis dengan trias dinamikanya, yaitu


cipta, rasa dan karsa.
d. Omar mohammad AL-Toumy AL-Syaibany

Manusia adalah mahluk yang paling mulia, manusia adalah mahluk yang
berfikir, dan manusia adalah mahluk yang memiliki 3 dimensi (badan,
akal, dan ruh), manusia dalam pertumbuhannya dipengaruhi faktor
keturunan dan lingkungan Dalam Al-Quran manusia dipanggil dengan
beberapa istilah, antara lain Al- Insaan, Al- Naas, Al-Abd, Bani Adam, dan
sebagainya. Al-Insaan berarti suka, senang, jinak, ramah, atau makhluk
yang sering lupa. Al-Naas berarti manusia (jama’). Al-Abd berarti manusia
sebagai berkualitas bajik, terampil serta berkepribadian dan berakhlak
luhur adalah dengan melalui pendidikan. Dengan demikian manusia
sebagai makhluk yang memiliki fitrah, akal, kalbu, kemauan serta amanah.

2. Hakikat Manusia Menurut Pandangan Islam.

Penciptaan manusia terdiri dari bentuk jasmani yang bersifat kongkrit, juga
disertai pemberian sebagian Ruh ciptaan Allah swt yang bersifat abstrak. Manusia
dicirikan oleh sebuah intelegensi sentral atau total bukan sekedar parsial atau
pinggiran. Manusia dicirikan oleh kemampuan mengasihi dan ketulusan, bukan
sekedar refles-refleks egoistis. Sedangkan, binatang, tidak mengetahui apa-apa diluar
dunia inderawi, meskipun barangkali memiliki kepekaan tentang yang sakral.
Manusia perlu mengenali hakikat dirinya, agar akal yang digunakannya untuk
menguasai alam dan jagad raya yang maha luas dikendalikan oleh iman, sehingga
mampu mengenali ke- Maha Perkasaan Allah dalam mencipta dan mengendalikan
kehidupan ciptaanNya. Dalam memahami ayat-ayat Allah dalam kesadaran akan
hakekat dirinya, manusia menjadi mampu memberi arti dan makna hidupnya, yang
harus diisi dengan patuh dan taat pada perintah-perintah dan berusaha menjauhi
larangan-larangan Allah. Berikut adalah hakekat manusia menurut pandangan Islam:
Manusia adalah Makhluk Ciptaan Allah SWT. Hakekat pertama ini berlaku umum
bagi seluruh jagat raya dan isinya yang bersifat baru, sebagai ciptaan Allah SWT di
luar alam yang disebut akhirat. Alam ciptaan meupakan alam nyata yang konkrit,
sedang alam akhirat merupakan ciptaan yang ghaib, kecuali Allah SWT yang bersifat
ghaib bukan ciptaan, yang ada karena adanya sendiri. Firman Allah SWT mengenai
penciptaan manusia dalam Q. Al-Hajj ayat 5 : “Sesungguhnya Kami telah menjadikan
kamu dari tanah, kemudian dari setetes air mani menjadi segumpal darah, menjadi
segumpal daging yang diberi bentuk dan yang tidak berbentuk, untuk Kami
perlihatkan kekuasaan Tuhanmu.” Firman tersebut menjelaskan pada manusia tentang
asal muasal dirinya, bahwa hanya manusia pertama Nabi Adam AS yang diciptakan
langsung dari tanah, sedang istrinya diciptakan dari satu bagian tubuh suaminya.
Setelah itu semua manusia berikutnya diciptakan melalui perantaraan seorang ibu dan
dari seorang ayah, yang dimulai dari setetes air mani yang dipertemukan dengan sel
telur di dalam rahim. Hakikat pertama ini berlaku pada umumnya manusia di seluruh
jagad raya sebagai ciptaan Allah diluar alam yang disebut akhirat. Alam ciptaan
merupakan alam nyata yang konkrit sedangkan alam akhirat merupakan ciptaan yang
ghaib kecuali Allah yang bersifat ghaib bukan ciptaan yang ada karena dirinya
sendiri. 2. Kemandirian dan Kebersamaan (Individualitas dan Sosialita).
Kemanunggalan tubuh dan jiwa yang diciptakan Allah SWT , merupakan satu diri
individu yang berbeda dengan yang lain. setiap manusia dari individu memiliki jati
diri masing - masing. Jati diri tersebut merupakan aspek dari fisik dan psikis di dalam
kesatuan. Setiap individu mengalami perkembangan dan berusah untuk mengenali jati
dirinya sehingga mereka menyadari bahwa jati diri mereka berbeda dengan yang lain.
Firman Allah dalam Q. Al-A’raf 189: “Dialah yang menciptakanmu dari satu diri”
Firman tersebut jelas menyatakan bahwa sebagai satu diri (individu) dalam
merealisasikan dirinya melalui kehidupan, ternyata diantaranya terdapat manusia yang
mampu mensyukurinya dan menjadi beriman. Di dalam sabda Rasulullah SAW
menjelaskan petunjuk tentang cara mewujudkan sosialitas yang diridhoiNya, diantara
hadist tersebut mengatakan: “Seorang dari kamu tidak beriman sebelum mencintai
kawannya seperti mencintai dirinya sendiri” (Diriwayatkan oleh Bukhari)
“Senyummu kepada kawan adalah sedekah” (Diriwayatkan oleh Ibnu Hibban dan
Baihaqi) Kebersamaan (sosialitas) hanya akan terwujud jika dalam keterhubungan itu
manusia mampu saling menempatkan sebagai subyek, untuk memungkinkannya
menjalin hubungan.
a. Hakikat Manusia Sebagai Makhluk Psikis

Menurut Imam Ghazali ada empat unsur-unsur kejiwaan pada manusia, yaitu:

a) Qalbu

Qalbu mempunyai dua arti yaitu fisik dan metafisik. Qalbu dalam arti
fisik adalah jantung, berupa segumpal daging berbentuk lonjong,
terletak di dalam dada sebelah kiri. Sedangkan dalam arti metafisik
dinyatakan sebagai karunia Tuhan yang halus, bersifat ruhaniyah dan
ketuhanan, yang mempunyai hubungan dengan jantung. Qalbu yang
halus dan indah inilah hakikat kemanusiaan yang mengenal dan
mengetahui segalanya, serta menjadi sasaran perintah, cela, hukuman
dan tuntutan Tuhan.

b) Kognisi ruh Yang diartikan sebagai “nyawa” atau sumber hidup dan
diartikan sebagai suatu yang halus dan indah dalam diri manusia yang
mengetahui dan mengenal segalanya seperti halnya qalbu dalam arti
metafisik.

c) Nafsu

Nafsu terbagi menjadi tiga yaitu nafsu mutmainnah yang memberi


ketenangan batin,nafsu amarah yang mendorong kepada tindakan
negatif, nafsu lawwamah yang menyadarkan manusia dari kesalahan
hingga timbul penyesalan. Nafsu mencakup gejala ambang sadar dan
yang berada di bawah ambang sadar. Sedangkan qalbu sebagai wadah
dari gejala ambang sadar manusia.

d) Akal Yaitu daya pikir atau potensi intelligensi manusia yang mencakup
dorongan moral untuk melakukan kebaikan dan menghindarkan dari
kesalahan karena adanya kemampuan manusia untuk berpikir dan
memahami persoalan.
b. Hakikat Manusia Dalam Wujud dan Sifatnya.

Mengenai wujud sifat hakikat manusia (yang tidak dimiliki oleh


hewan), akan dipaparkan oleh paham eksistensialisme dengan tujuan agar
menjadi masukan dalam membenahi konsep pendidikan, yaitu:

a) Kemampuan Menyadari Diri

b) Kemampuan Bereksistensi

c) Kata Hati

d) Moral

e) Tanggung Jawab

f) Rasa Kebebasan

g) Kewajiban dan Hak

h) Kemampuan Menghayati Kebahagian

c. Jenis-jenis Hakikat Manusia Secara Umum

a) Kodrat adalah sesuatu yang tidak bisa dirubah atau sifat pembawaan
alamiah yang terjelma dalam diri manusia itu ketika diciptakan oleh
tuhan.

b) Harkat adalah nilai manusia sebagai mahluk tuhan yang di bekali cipta,
rasa, karsa dan hak-hak serta kewajiban assasi manusia.

c) Martabat adalah tingkatan harkat kemanusiaan dan kedudukan yang


terhormat

d) Hak asasi adalah sesuatu atau sebuah anugrah yang diberikan oleh tuhan
kepada umatnya dari kita lahir.

e) Kewajiban manusia terhadap Tuhan yang Maha Esa


2. Harkat Manusia

Harkat memiliki arti mulia, kualitas, nilai, dan kekuatan. Harkat adalah
kualitas suatu hal yang menjadikan hal itu dapat di sukai, diinginkan, berguna,
atau dapat menjadi obyek kepentingan. Keistimewaan artinya, apa yang
dihargai, dinilai tinggi, atau dihargai sebagai suatu kebaikan.

Harkat diberikan arti kualitas diri dan kemuliaan. Secara pengertian


dapat dikatakan bahwa harkat adalah nilai manusia sebagai makhluk Tuhan
Yang Maha Esa yang dibekali daya cipta, rasa, dan karsa, serta hak dan
kewajiban asasi. Harkat dapat dicapai bila manusia memiliki daya tersebut dan
mampu mengamalkannya dengan baik.

Dengan harkat inilah manusia menjadi berbeda dengan makhluk lain


ciptaan Tuhan di alam semesta. Harkat dapat dicapai hanya dengan jalan usaha
mengamalkan nilai-nilai dalam Al-Qur’an.

3. Martabat Manusia

Kata martabat memiliki arti pangkat atau derajat yang dimiliki manusia
sebagi manusia. Dengan memiliki martabat ini maka manusia menjadi beda
dengan makhluk lain. Kata martabat juga memiliki arti tingkat, derajat,
pangkat, dan harga diri, sedangkan kata manusia sendiri memiliki arti,
manusia yang berakal budi. Martabat manusia adalah dasar dan hak asasi yang
dimiliki oleh setiap orang yang berasal secara kodrati dari Allah. Martabat
manusia tersebut tidak dapat dirampas oleh siapapun sampai kapanpun.
Martabat manusia bukan dilihat hanya berasal dari sisi tertentu saja, melainkan
pada seluruh diri manusia. Tubuh dan jiwa manusia adalah dua hal yang
membentuk pribadi manusia yang utuh. Keberadaan manusia yang intelektual,
sensitif, afektif, dan biologis menyandang gelar “Persona” manusia adalah
seorang pribadi yang utuh. Ia adalah sebuah realitas yang personal. Persona
berarti manusia adalah pribadi yang utuh, pesona juga berarti manusia adalah
seorang individu yang tidak ada duanya. Persona juga dapat berarti
“personeita” yang berarti seorang pribadi yang mampu untuk merefleksikan
dirinya sendiri. Ia mempunyai kemampuan yang memungkinkan ia mampu
melihat dirinya sendiri. Dengan bahasa lain, Guardini menyebutkan manusia
adalah pribadi yang utuh dan integral, spiritual dan kreatif, selalu dan di mana
saja ia berada, ia menjadi dirinya sendiri dan tahu manusia adalah realitas
yang kreatif, Ia dapat menciptakan sesuatu. Sebagai pribadi, tidak ada seorang
manusia pun yang lebih atau yang kurang dari yang lain. Ia memberi dirinya
dari kedalamannya kepada yang lain apa adanya dan menyelami kedalaman
orang lain dalam dirinya. Manusia adalah mahkluk yang dalam dirinya
mempunyai hubungan dengan orang lain. Keberadaan manusia yang demikian
ini mengantarnya menjadi pribadi yang penuh dan utuh. Oleh karena itu nilai
martabat seorang manusia atau seorang pribadi dihormati oleh hak asasi.
Penghormatan atas hidup seseorang manusia yang masih dalam kandungan
juga mendapat dasar dari prinsip etika dasar, yakni prinsip vulnerability.
Prinsip ini berarti yang kuat memiliki kewajiban untuk melindungi yang
lemah. Perlindungan akan hak dan martabat ini pun sudah dicanangkan oleh
Deklarasi Hak Asasi Manusia

4. Fitrah Manusia

Adapun arti fitrah berdasarkan penafsiran ulama terhadap ayat-ayat al-


Qur’an tersebut cukup beragam. Hal ini disebabkan karena perbedaan
penafsiran terhadap teks ayat al-Qur’an tersebut. Misalnya saja Ismail Raji al-
Faruqi dan Imam Al-Qurtubi dalam Tafsir al-Qurthubi, mendefinisikan fitrah
dengan mengacu pada ayat al-Qur’an diatas adalah suci (tuhr) dalam jasmani
dan rohani. Islam menyangkal setiap gagasan mengenai dosa warisan, dosa
asal dan tanggung jawab penebusan dosa serta keterlibatan dalam rasial. Dari
pengertian diatas maka dapat dipahami bahwa setiap manusia memebawa
potensi suci. Artinya setiap anak yang dilahirkan mempunyai potensi yang
sama meskipun beragam watak, agama dan struktur sosialnya.

Hampir senada dengan pendapat diatas, Hamka dalam Tafsir Al-Azhar


memberikan makna fitrah sebagai rasa asli murni dalam jiwa yang belum
dimasuki pengaruh dari yang lainnya. Jelas sekali dalam pandangan Hamka
bahwa tidak ada perbedaan manusia ketika dilahirkan dari sisi Jiwa,
tergantung bagaimana nanti pengolahannya.

Menurut Mustafa al-Maraghi dalam dalam kitabnya Tafsir al-Maroghi


mengatakan bahwa fitrah adalah sebagai kondisi penciptaan manusia yang
mempunyai kecenderungan untuk menerima kebenaran. Secara fitri, manusia
cenderung dan berusaha mencari serta menerima kebenaran walaupun hanya
bersemayam dalam hati kecilnya. Definisi ini berbeda dengan Muhammad an-
Nawawi al-Jawi dalam kitabnya Tafsir Munir, yang mengatakan bahwa fitrah
berarti mengakui ke-Esaan Allah (at-tauhid). Sementara itu, Prof. Dr. H.M.
Quraish Shihab mengartikan fitrah sebagai asal kejadian, bawahan sejak lahir,
jati diri dan naluri manusia.

Dari pengertian fitrah yang terkandung dalam ayat-ayat tersebut di atas


dan beberapa penafsiran yang dilakukan oleh Ahli Tafsir diatas, maka
sesungguhnya fitrah merupakan wujud abstrak yang membutuhkan aktualisasi.
Bentuk aktualisasi fitrah yang sesungguhnya adalah ibadah dengan berbagai
bentuknya termasuk ibadah Puasa di bulan Ramadhan ini. Ibadah dalam
konteks ini memiliki ruang lingkup yang luas, mencakup keseluruhan aktivitas
manusia dalam rangka mencari ridla Allah SWT. Oleh karenanya struktur
Psiko-fisik adalah sebuah bentuk struktur aktualisasi fitrah kedalam bentuk
konkrit. Sebab pada hakekatnya esensi fitrah bersifat psikis, baik pada fitrah
beragama, fitrah akliyah, fitrah sosial maupunf fitrah yang lainnya.

5. . Khalifah dibumi

Dalam buku "Pendidikan Agama Islam" oleh Bachrul Ilmy, di surat Al


Baqarah ayat 30, Allah SWT menerangkan kepada malaikat akan menciptakan
manusia untuk mengelola bumi. Sehingga terjadi dialog antara Allah SWT dan
malaikat berkaitan dengan penciptaan manusia. Dalam dialog tersebut, malaikat
seolah meragukan kemampuan manusia karena sifatnya yang selalu merusak dan
menumpahkan darah. Namun, manusia memiliki keunggulan dari makhluk lain.
Disebut sebagai khalifah di muka bumi, artinya manusia sebagai wakil atau pemimpin
di bumi. Tentunya tugas ini sangat berat sehingga setiap manusia harus memiliki
kemampuan mengelola alam semesta sesuai amanat yang diemban. Hal tersebut
sesuai dengan sabda Rasulullah SAW dalam hadits dari Abu Hurairah yang artinya:

"Masing-masing kalian adalah pemimpin, dan ia akan dimintai


pertanggungjawaban tentang orang yang dipimpinnya. Penguasa adalah pemimpin
bagi manusia, dan ia akan diminta pertanggungjawaban tentang mereka. Seorang
laki-laki adalah pemimpin bagi keluarganya dan dia akan diminta
pertanggungjawaban tentang mereka. Wanita adalah pemimpin bagi rumah
suaminya dan anaknya, dan dia akan diminta pertanggungjawaban tentang mereka.
Seorang budak adalah pemimpin terhadap harta tuannya, dan dia akan diminta
pertanggungjawaban tentang harta yang diurusnya. Ingatlah, masing-masing kalian
adalah pemimpin dan masing-masing kalian akan diminta pertanggungjawaban
tentang kepemimpinannya." (HR. Bukhari)

Dengan begitu, Al Baqarah ayat 30 menjelaskan bahwa setiap manusia adalah


khalifah yang memimpin bumi sehingga akan ditanya pertanggung jawabannya
nanti.
DAFTAR PUSTAKA

Ilyas, R. (2016). Manusia sebagai khalifah dalam persfektif Islam. MAWA IZH JURNAL
DAKWAH DAN PENGEMBANGAN SOSIAL KEMANUSIAAN, 7(1), 169-195.

Mardiati, A., Ahmad, N., & Suhartini, A. (2021). Konsep peran dan tanggung jawab manusia
dalam kehidupan di dunia dan implikasinya terhadap pendidikan islam. Jurnal
NARATAS, 3(1), 50-54.

Solihin, S. (2021). Manusia Ideal Perspektif Pendidikan Islam. Aksioma Ad Diniyah: The
Indonesian Journal Of Islamic Studies, 9(2).

Khairullah, K. (2011). Peran dan Tanggung Jawab Manusia dalam al-Qur’an. Al-Fath, 5(1),
79-96.

Hasibuan, A. (2021). Memahami Manusia Sebagai Khalifah Allah. ANSIRU PAI:


Pengembangan Profesi Guru Pendidikan Agama Islam, 5(1), 34-44.

Khasinah, S. (2013). Hakikat manusia menurut pandangan islam dan Barat. Jurnal Ilmiah
Didaktika: Media Ilmiah Pendidikan Dan Pengajaran, 13(2).

Anda mungkin juga menyukai