Anda di halaman 1dari 11

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kajian tentang manusia telah banyak dilakukan oleh para ahli, yang kemudian
dikaitkan dengan berbagai kegiatan, seperti politik, ekonomi, sosial, budaya, pendidikan,
agama dan sebagainya. Hal ini dilakukan karena manusia selain sebagai subyek (pelaku),
juga merupakan objek (sasaran) dari berbagai kegiatan tersebut. homo sapiens, (makhluk
yang berakhlak/berakal), animal rasional atau hayawan nathiq (makhluk yang dapat
berpikir), homo laquen (makhluk yang pandai membuat bahasa), zoon politicon (makhluk
yang pandai bekerja sama), homo economicus ( makhluk yang tunduk pada prinsip
ekonomi), homo religi (makhluk yang religius), homo planemanet (makhluk spiritual-
spiritual), homo educandum (makhluk yang dapat dididik/dididik), dan homo faber
(makhluk yang selalu menciptakan bentuk baru).
Dalam konsepsi Islam manusia adalah fitrah yang memiliki dua dimensi, yaitu
dimensi material (jasmani) dan dimensi immaterial (roh, jiwa, akal dan sebagainya).
Unsur jasad akan musnah oleh kematian, sedangkan unsur ruh akan tetap ada dan bangkit
kembali di hari kiamat. (QS. Yasin, 36: 78-79). Manusia adalah makhluk yang mulia,
bahkan lebih mulia dari malaikat (QS. al-Hijr, 15: 29). Padahal, manusia adalah satu-
satunya makhluk yang mendapat perhatian besar dari Al-Qur'an, terbukti dengan
banyaknya ayat-ayat Al-Qur'an yang membahas urusan manusia dalam berbagai aspek,
termasuk nama-nama yang diberikan oleh Al-Qur'an. 'an untuk menyebut manusia,
setidaknya ada lima kata yang sering digunakan al-Qur'an untuk menyebut makna
manusia, yaitu insan atau ins atau al-nas atau unas, dan kata basyar dan kata bani adam
atau zuriat adam.
Berbicara dan berdiskusi tentang manusia memang menarik dan tidak pernah ada
habisnya. Berbicara tentang makhluk psikofisik ini seperti sebuah permainan yang tidak
pernah selesai. Selalu ada pertanyaan tentang manusia. Para ahli telah mencetuskan
pengertian manusia sejak dahulu kala, namun hingga saat ini belum ada kesepakatan
tentang arti manusia yang sebenarnya.
Oleh karena itu, kami sebagai penulis melalui tulisan ini ingin mengingatkan
pembaca tentang keberadaan dan manusia dalam pandangan Islam dan tanggung jawab
manusia sebagai hamba Allah dan khalifah di muka bumi.

1
B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan konsep manusia dalam pandangan islam?
2. Bagaimana kebradaan dan martabat manusia dalam pandaangan islam?
3. Bagaiamana tanggung jawab manusia sebagai hamba allah dan khalifah di muka
bumi?

C. Tujuan
1. Dapat memberikan pemahaman tentang pengertian dan konsep manusia dalam
pandangan Islam
2. Dapat memberikan pemahaman tentang keberadaan dan martabat manusia dalam
pandangan Islam
3. Dapat memberikan pemahaman tentang tanggung jawab manusia sebagai hamba
Allah dan khalifah di muka bumi

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. Konsep Manusia
Pemikiran tentang sifat manusia, dari zaman dahulu hingga zaman modern, belum
berakhir dan tidak akan pernah berakhir. Ternyata orang menyelidiki manusia dari
berbagai sudut pandang, ada yang memandang manusia dari sudut pandang kebudayaan
disebut Antropologi Budaya, dan ada yang memandang dari sudut hakikatnya disebut
Antropologi Filosofis. Memikirkan dan membicarakan tentang hakikat manusia inilah
yang menyebabkan manusia tak henti-hentinya berusaha mencari jawaban yang
memuaskan atas pertanyaan mendasar tentang manusia, yaitu apa, bagaimana, dan di
mana manusia akan berada. Berbicara tentang apa itu manusia, ada beberapa aliran yang
mendasarinya, yaitu:
1. Aliran semua substansi, mengatakan bahwa yang benar-benar ada hanyalah substansi
atau materi. Substansi atau materi yang merupakan hakikat dari sesuatu. Alam ini
bersifat material dan manusia adalah unsur alam, oleh karena itu hakikat manusia
adalah substansi atau materi.
2. Mazhab serba ruh, berpandangan bahwa semua hakikat benda yang ada di dunia ini
adalah ruh, demikian pula hakikat manusia adalah ruh. Adapun substansi itu adalah
manifestasi dari ruh di dunia ini.
3. Aliran dualisme, mencoba meyakinkan kedua aliran di atas. Aliran ini beranggapan
bahwa manusia pada hakikatnya terdiri dari dua substansi, yaitu jasmani dan rohani.
Kedua zat ini masing-masing merupakan unsur asal, tidak bergantung satu sama lain.
Jadi badan tidak berasal dari ruh, begitu pula sebaliknya. Hanya dalam
perwujudannya terdapat dua manusia, yaitu jasad dan ruh, yang keduanya menyatu
membentuk apa yang disebut manusia.
4. Mazhab eksistensialisme yang memandang manusia secara keseluruhan, artinya
mazhab ini memandang manusia bukan dari segi materi atau ruh atau dualisme, tetapi
memandangnya dari segi keberadaan manusia itu sendiri, yaitu cara manusia sendiri
ada di dunia ini.

Dari keempat aliran tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa hakikat manusia adalah
sesuatu yang mendasari keberadaannya di dunia ini sebagai manusia yang terdiri dari

3
jasad dan ruh. Sedangkan dalam Islam sendiri, hakikat manusia didasarkan pada apa yang
dijelaskan dalam Al-Qur'an dan As-Sunnah, atau melalui pengenalan asal muasal
peristiwa manusia itu sendiri. Hakikat manusia dalam Islam merupakan suatu eksistensi
yang mendasari penciptaan manusia yang diberi amanah untuk menguasai bumi
(Khalifah), yaitu mengabdi atau beribadah kepada Allah SWT sebagaimana firman Allah
SWT dalam Q.S.Adz-Dzariyat [51:56] :

‫ُون‬ َ ‫ت ْٱل ِجنَّ َوٱِإْل‬


ِ ‫نس ِإاَّل ِل َيعْ ُبد‬ ُ ‫َو َما َخلَ ْق‬

Yang artinya “Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia kecuali agar mereka
beribadah kepada-Ku.”

Hakikat manusia sebagai makhluk mulia yang diciptakan Allah memberikan arti
bahwa ciptaan adalah pihak yang menentukan dan yang diciptakan adalah pihak yang
ditentukan, baik mengenai syarat maupun makna penciptaannya. Manusia tidak memiliki
peran apapun dalam proses dan hasil ciptaannya sendiri. Oleh karena itu ketidakmampuan
manusia adalah peringatan bagi manusia. Seperti halnya manusia tidak ikut menentukan
atau memilih orang tuanya, suku atau bangsanya dan lain-lain. Oleh karena itu manusia
harus menyadari ketentuan yang telah diberikan oleh Allah SWT. Sebagai makhluk yang
mulia, manusia dapat dilihat dari beberapa hal diantaranya:

1. Manusia adalah makhluk yang keberadaannya di dunia ini adalah untuk melakukan
sesuatu, artinya manusia mempunyai tugas untuk bekerja dalam hidupnya.
2. Manusia ada untuk berbuat baik dan membahagiakan manusia, artinya manusia ada
untuk berbuat sesuatu yang benar dan bermanfaat, disitulah segala bentuk karya
manusia muncul, termasuk kreativitas dan dinamika dalam kehidupannya.
3. Manusia adalah makhluk yang memiliki kebebasan dalam hidup, artinya kebebasan
manusia muncul melalui berbagai ciptaan dalam segala aspek kehidupan dan melalui
kebebasan itu muncul berbagai aktivitas.
4. Manusia adalah makhluk yang bertanggung jawab. Dalam diri manusia terdapat
kesadaran untuk bertanggung jawab atas apa yang dilakukan dalam hidupnya.
Misalnya dalam salah satu bentuk kesadaran beragama, bahwa manusia harus
mempertanggungjawabkan perbuatannya kepada Tuhan.
5. Manusia adalah makhluk yang memiliki keterbatasan, padahal manusia adalah
makhluk yang mulia.

4
Kelima hal tersebut merupakan rincian kehidupan manusia dalam Islam sebagai makhluk
yang istimewa.

B. Eksistensi dan Martabat Manusia


Manusia perlu mengetahui dan memahami hakikat dirinya agar mampu menyadari
keberadaan yang ada dalam dirinya. Pemahaman dalam hidup akan mengantarkan
manusia pada kemauan untuk mencari arti dan makna dalam hidup agar hidupnya tidak
sia-sia. Keberadaan manusia di dunia merupakan tanda kekuasaan Allah SWT atas
hamba-Nya, bahwa Dialah yang menciptakan, menghidupkan dan memelihara kehidupan
manusia. Dengan demikian, tujuan penciptaan manusia dalam konteks hubungan manusia
dengan Allah SWT adalah beriman kepada Allah SWT dan memikirkan ciptaan-Nya
untuk meningkatkan keimanan dan ketakwaan kepada Allah SWT. Sedangkan dalam
konteks hubungan antara manusia dengan manusia dan manusia dengan alam adalah
beramal, yaitu berbuat kebaikan dan tidak melakukan kejahatan terhadap sesama
manusia, serta tidak merusak alam. Terkait dengan tujuan hidup manusia dengan manusia
lainnya dapat dijelaskan sebagai berikut:
1. Tujuan Umum Manusia di Dunia
Dalam Q.S. Al-Anbiya [21:107] yang artinya “Dan kami tidak mengutus kamu,
melainkan untuk rahmat bagi alam semesta” Ayat ini menjelaskan bahwa tujuan
manusia diciptakan oleh Allah SWT dan berada di dunia ini adalah untuk menjadi
rahmat bagi alam semesta. semesta. Arti kata rahmat adalah rahmat, belas kasihan dan
kasih sayang. Jadi manusia sebagai rahmat adalah manusia yang diciptakan oleh Allah
SWT untuk menyebarkan dan memberikan cinta kasih kepada alam semesta.
2. Tujuan Khusus Manusia di Dunia
Tujuan khusus keberadaan manusia di dunia adalah keberhasilan dunia dan akhirat
dengan melakukan perbuatan baik yang merupakan investasi pribadi manusia sebagai
individu. Allah berfirman dalam Q.S. An-Nahl ayat [16:97] yang artinya
“Barangsiapa yang beramal baik, baik laki-laki maupun perempuan dalam keadaan
beriman, maka pasti Allah SWT akan memberinya kehidupan yang baik dan dibalas
dengan yang lebih baik dari apa yang mereka miliki. Selesai."
3. Tujuan Individu dalam Keluarga
Manusia di dunia tidak hidup sendirian. Manusia adalah makhluk sosial yang
memiliki sifat hidup berkelompok dan saling membutuhkan. Hampir semua manusia

5
pada awalnya merupakan bagian dari kelompok sosial yang disebut keluarga. Dalam
ilmu komunikasi dan sosiologi, keluarga merupakan bagian dari klasifikasi kelompok
sosial dan termasuk dalam kelompok kecil atau kelompok terkecil karena memiliki
anggota yang paling sedikit. Namun keberadaan keluarga sangat penting karena
merupakan bentuk khusus dalam kerangka sistem sosial secara keseluruhan.
Kelompok kecil tersebut seolah-olah merupakan miniatur masyarakat yang juga
memiliki pembagian kerja, kode etik pemerintahan, prestise, ideologi, dan sebagainya.
Dalam kaitannya dengan tujuan individu dalam keluarga adalah agar individu
menemukan ketentraman, kebahagiaan dan membentuk keluarga yang sakinah,
mawaddah dan warahmah. Manusia diciptakan berpasang-pasangan. Oleh karena itu,
wajar bagi laki-laki dan perempuan untuk membentuk sebuah keluarga.
Tujuan berkeluarga menurut Q.S. Ar-Rum [30:21] yang artinya “Dan di antara tanda-
tanda kekuasaan-Nya adalah Dia menciptakan untukmu istri-istri dari jenismu sendiri,
agar kamu merasa tentram, dan Dia jadikan di antara kamu rasa kasih sayang.
Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar ada tanda-tanda bagi orang yang
mau berpikir.”
Tujuan hidup berkeluarga bagi setiap manusia adalah untuk damai. Untuk menjadi
keluarga yang damai, Allah SWT memberikan cinta. Oleh karena itu, dalam keluarga
harus dibangun rasa kasih sayang satu sama lain.
4. Tujuan Individu dalam Masyarakat
Setelah hidup berkeluarga, manusia memiliki kebutuhan untuk bersosialisasi. Tujuan
hidup bermasyarakat adalah untuk mencari keberkahan yang melimpah dalam
kehidupan. Kecukupan kebutuhan hidup menyangkut kebutuhan fisik seperti
perumahan, pangan, sandang, kebutuhan sosial (bertetangga), kebutuhan keamanan,
dan kebutuhan aktualisasi diri. Kebutuhan tersebut dapat dengan mudah diperoleh jika
manusia beriman dan bertakwa. Jika orang tidak beriman dan bertakwa, maka Allah
akan memberikan siksaan dan jauh dari berkah. Oleh karena itu, jika suatu masyarakat
ingin hidup damai dan mandiri, maka kita harus mengajak setiap anggota masyarakat
untuk memelihara keimanan dan ketakwaan. Allah berfirman dalam Q.S. Al-A'raf
[7:96] yang artinya “Seandainya penduduk bumi beriman dan bertakwa, pasti Kami
berikan kepada mereka nikmat dari langit dan bumi, tetapi mereka mengingkarinya,
maka Kami siksa mereka karena perbuatan mereka. tindakan."
Pada dasarnya manusia memiliki dua keinginan atau hasrat utama, yaitu:
a. Keinginan untuk menjadi satu dengan manusia lain disekitarnya yaitu masyarakat.

6
b. Keinginan untuk menyatu dengan suasana alam di sekitarnya.
5. Tujuan Individu dalam Negara
Sebagai makhluk hidup yang selalu ingin berkembang untuk menemukan jati diri
sebagai pribadi yang utuh, manusia harus hidup bermasyarakat/bersinggungan dengan
dunia sosial. Lebih dari itu, manusia sebagai individu dari masyarakat memiliki
jangkauan yang lebih luas yaitu dalam kehidupan bernegara. Jadi, tujuan individu
dalam bernegara adalah menjadi warga negara yang baik di lingkungan negara untuk
mewujudkan negara yang aman, nyaman, dan sejahtera.
6. Tujuan Individu dalam Asosiasi Internasional
Setelah kehidupan bernegara tidak dapat dipisahkan dari kehidupan
internasional/dunia luar. Di era globalisasi, kita sebagai makhluk hidup ingin tetap
eksis, sehingga kita harus bersaing keras untuk menemukan jati diri dan
mengembangkan kepribadian kita. Jadi tujuan individu dalam hubungan internasional
adalah menjadi individu yang saling membantu dalam kebaikan dan individu yang
dapat membedakan antara baik dan buruk dalam dunia globalisasi agar tidak kalah
dan terbawa oleh keindahan dunia.

C. Tanggung Jawab Manusia sebagai Hamba Allah dan Khalifatullah


Manusia diturunkan ke bumi ini bukan hanya sebagai hiasan atau pelengkap di
bumi, tetapi manusia sebenarnya memiliki kedudukan, peran, dan tugas yang melekat
pada dirinya yang dibawa sejak lahir ke dunia.
Manusia telah dipilih oleh Allah untuk menjalankan tanggung jawabnya sebagai
hamba Allah dan khalifah di muka bumi, karena manusia adalah makhluk yang paling
istimewa dibandingkan dengan makhluk lainnya. Mereka dipilih untuk menyelesaikan
masalah yang ada dengan caranya sendiri dan tanpa melepaskan tanggung jawab.
1. Tanggung Jawab Manusia sebagai Hamba Tuhan
Ayat al-Qur’an menyatakan bahwa manusia adalah makhluk yang diciptakan Allah
dari tanah, kemudian berkembang biak melalui sperma dan ovum dalam ikatan
perkawinan yang suci dan proses biologis produktivitas manusia (Q.S Al-Mukminun:
12-16) Dalam konteks ini, Nabi Muhammad SAW bersabda, “Bahwa seseorang yang
kamu kumpulkan itu terjadi di dalam perut ibunya selama 40 hari, kemudian berupa
segumpal darah dalam waktu yang sama, kemudian berupa segumpal daging untuk
selama-lamanya. Kemudian Allah mengutus seorang malaikat, kemudian dia
diperintahkan kepada malaikat itu: kamu tuliskan amalnya, rezekinya, kematiannya,

7
dan celaka atau kebahagiaannya. Kemudian ruh ditiupkan ke dalam makhluk itu”
(HR. Bukhari). 20
Kesadaran bahwa manusia hidup di dunia sebagai makhluk Tuhan dapat
menumbuhkan sikap sadar diri dan kesadaran diri bahwa dirinya bukanlah Tuhan.
Oleh karena itu, ia memandang sesama manusia sebagai sesama makhluk, tidak ada
penghambaan antar manusia. Jadi, istri tidak melayani suaminya, pegawai tidak
melayani pengusaha, dan warga negara tidak melayani pemerintah. Bagi manusia,
yang berhak menerima peradaban dari manusia tidak lain adalah Tuhan. Allah tidak
menciptakan manusia selain untuk beribadah atau beribadah kepada-Nya (Q.S. Adz-
Dzariyat: 56). Segala sesuatu yang ada di langit dan di bumi, mau atau tidak,
sebenarnya berserah diri kepada Allah (Q.S. Ali Imran: 83). Oleh karena itu, konsep
manusia sebagai homo homini lupus atau manusia sebagai pemangsa manusia lain
tidak berlaku. Tidak ada keistimewaan antara manusia yang satu dengan manusia
yang lain kecuali ketakwaannya kepada Allah. Keberadaan manusia bukanlah untuk
menjadi yang terkuat (berjuang untuk yang terkuat dan terbesar), tetapi menjadi yang
paling bijaksana (berjuang untuk yang paling bijaksana).
Sebagai hamba Allah, manusia memikul tanggung jawab pribadi, pendosa tidak akan
menanggung dosa orang lain (Q.S. Al-An'am: 164) dan pada hari kiamat mereka akan
menghadap Allah secara pribadi (Q.S. Maryam: 95). Hal ini membuktikan bahwa
manusia sebagai hamba Tuhan memiliki kebebasan individu atas dirinya sendiri
namun tetap bertanggung jawab atas lingkungannya.
2. Tanggung Jawab Manusia sebagai Khalifah di Bumi
Khalifah berasal dari kata “khalafa” yang artinya menggantikan. Khalifah diartikan
sebagai pengganti karena ia menggantikan yang ada di hadapannya. Dalam bahasa
Arab, kalimat “Allah menjadi khalifah bagimu” berarti Allah menjadi pengganti
bagimu dari kedua orang tuamu yang telah meninggal. Allah menjadikan manusia
sebagai khalifah di muka bumi artinya Allah menyerahkan pengolahan dan
kemakmuran bumi tidak mutlak kepada manusia. Selain makna tersebut, khalifah juga
menunjukkan makna pemimpin negara atau rakyat. Kata khalifah yang berarti
pemimpin terdapat dalam Q.S. Shaad [38:26] dimana Allah mengangkat Nabi Daud
As. sebagai khalifah di muka bumi untuk memimpin manusia secara adil dan tidak
mengikuti hawa nafsu.
Allah SWT. Memberikan rahmat-Nya kepada Bani Adam sebagai makhluk yang
paling mulia; mereka disebutkan di antara makhluk tertinggi, yaitu para malaikat,

8
sebelum mereka diciptakan. Untuk itu Allah SWT berfirman dalam Q.S. Al-Baqarah
[2:30] yang artinya “Sesungguhnya aku akan mengangkat khalifah di muka bumi.”
mereka berkata: "Mengapa kamu ingin menjadikan (khalifah) di bumi seseorang yang
akan merusaknya dan menumpahkan darah." Arti khalifah dalam Q.S. Shaad [38:26]
bertugas menegakkan hukum Allah di muka bumi dan menciptakan kemaslahatan
umat manusia sedangkan pengertian khalifah dalam Q.S. Al-Baqarah [2:30] bertugas
memakmurkan dan mengelola bumi.
Setiap kebaikan yang dilakukan manusia atas kehendak dan pilihannya adalah
kemuliaan, malaikat dengan karakter penurut tidak dapat mencapai kemuliaan itu.
Untuk itu, ada dua dalil manusia dijadikan khalifah di muka bumi, yang dapat
dikemukakan, yaitu:
a. Kemuliaan manusia pertama (Nabi Adam As) yang dapat digambarkan dengan
perintah Allah, sehingga para malaikat bersujud kepada Nabi Adam As. karena
kekhususan Nabi Adam As. yang memiliki ilmu, yang berbeda dengan ilmu
malaikat yang tidak mungkin karena usaha mereka sendiri sesuai dengan firman
Allah dalam Q.S. Al-Baqarah [2:32] yang artinya “Mereka menjawab: “Maha
Suci Engkau, kami tidak mengetahui apa-apa selain apa yang telah Engkau
ajarkan kepada kami; Sesungguhnya Engkau Maha Mengetahui lagi Maha
Bijaksana.”
b. Kekhalifahan Nabi Adam As. di bumi ini karena memiliki kemungkinan untuk
dibebani dengan amanat manusia, serta pertanggungjawaban atas amal usaha,
serta rangkaian cobaan, berbeda dengan malaikat yang ditakdirkan untuk taat dan
bebas dari godaan.

Ayat-ayat Alquran yang menjelaskan tentang khalifah selalu terkait dengan tugas dan
tanggung jawabnya. Hal ini memberikan peringatan dan pelajaran kepada manusia
sebagai khalifah agar melihat dan memahami keadaan di hadapannya dan apa yang
harus dilakukannya sebagai khalifah karena segala tindakan yang dilakukan akan
dipertanggungjawabkan di hadapan Allah SWT.

9
BAB III

PENUTUPAN

A. Kesimpulan
Dapat disimpulkan bahwa manusia adalah makhluk yang kompleks. Manusia
diciptakan di muka bumi oleh Sang Pencipta bukan hanya untuk diam saja, tetapi manusia
dituntut untuk selalu berperan aktif dalam berbuat baik. Sebagai manusia, kita juga harus
menjadi individu yang dapat bermanfaat bagi diri sendiri dan orang lain.
Manusia bukanlah makhluk yang sempurna, masih banyak kekurangan yang melekat
pada manusia. Salah satu contohnya adalah kurangnya pemahaman manusia akan agama,
oleh karena itu manusia dianjurkan untuk saling menghormati dan mencintai karena kita
diciptakan tanpa ada perbedaan. Selain itu, sebagai manusia kita harus mematuhi aturan
yang ada.
B. Saran
Dari penulisan makalah ini, penulis berpesan bahwa sebagai manusia kita harus
menjadi pribadi yang dapat bermanfaat bagi diri sendiri dan orang lain. Sebagai makhluk
sosial, manusia tidak dapat hidup sendiri, oleh karena itu kita harus saling membantu
dalam kebaikan antar sesama.
Ke depan, tugas pembuatan makalah ini sangat dianjurkan untuk dilanjutkan, karena
dapat menambah wawasan manusia tentang ilmu agama. Selain itu, makalah ini
diharapkan dapat membantu para pembaca untuk menggali lebih dalam tentang Sifat
Manusia menurut Islam.

10
DAFTAR PUSTAKA

IMM Tarbiyah. 2011. Tanggung Jawab Manusia sebagai Khilafah di


http://immdakwahpwt.blogspot.com/2011/09/babI-pendahuluan-manusiaadalah-
makhluk.html (diakses 2 maret 2023)
Sayyida Ulya. 2014. Eksistensi dan Martabat Manusia di
https://saydaulya.blogspot.com/2014/12/makalah-eksistensi-dan-martabat-
manusia.html (diakses 2 maret 2023)
Prasasti Lia. 2016. Eksistensi dan Martabat Manusia – Agama Islam di
http://lhialicious.blogspot.com/2016/03/eksistensi-dan-martabat-manusia-agama.html
(diakses 3 maret 2023)
Finastri Annisa. 2016. Konsep Manusia dalam Islam di
https://dalamislam.com/info-islami/konsep-manusia-dalam-islam (diakses 3 maret
2023)

11

Anda mungkin juga menyukai