Peran yang hendaknya dilakukan seorang khalifah sebagaimana yang ditetapkan oleh Allah di
antaranya adalah:
1. Belajar
2. Mengajarkan ilmu
3. Membudayakan ilmu
Oleh karena itu semua yang dilakukan harus untuk kebersamaan sesama ummat manusia dan
hamba Allah, serta pertanggung jawabannya pada 3 instansi yaitu pada diri sendiri, pada
masyarakat, pada Allah SWT.
Oleh karena itu, dalam al-quran dinyatakan dengan “quu anfusakun waahlikun naran”(jagalah
dirimu dan keluargamu dengan iman dari api neraka).
Khalifah berarti wakil atau pengganti yang memegang kekuasaan. Manusia menjadi khalifah
memegang mandat tuhan untuk mewujud kemakmuran di muka bumi. Kekuasaan yang
diberikan manusia bersifat kreatif yang memungkinkan dirinya mengolah serta mendayagunakan
apa yang ada di muka bumi untuk kepentingan hidpnya.
Oleh karena itu hidup manusia, hidup seorang muslim akan dipenuhi dengan amaliah. Kerja
keras yang tiada henti sebab bekerja sebagai seorang muslim adalah membentuk amal saleh.
F. Hakikat Manusia
Hakikat manusia adalah sebagai berikut :
1) Makhluk yang memiliki tenaga dalam yang dapat menggerakkan hidupnya untuk memenuhi
kebutuhan-kebutuhannya.
2) Individu yang memiliki sifat rasional yang bertanggung jawab atas tingkah laku intelektual dan
sosial.
3) Seseorang yang mampu mengarahkan dirinya ke tujuan yang positif mampu mengatur dan
mengontrol dirinya dan mampu menentukan nasibnya.
4) Makhluk yang dalam proses menjadi berkembang dan terus berkembang tidak pernah selesai
selama hidupnya.
5) Individu yang dalam hidupnya selalu melibatkan dirinya dalam usaha untuk mewujudkan
dirinya sendiri, membantu orang lain dan membuat dunia lebih baik untuk ditempati.
6) Individu yang mudah terpengaruh oleh lingkungan terutama dalam bidang sosial.
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Jadi manusia merupakan makhluk yang luar biasa kompleks. Sedemikian sempurna manusia
diciptakan oleh Sang Pencipta dan manusia tidak selalu diam karena dalam setiap kehidupan
manusia selalu ambil bagian. Kita sebagai manusia harus menjadi individu yang berguna untuk
diri sendiri dan orang lain.
MENURUT KBBI
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, ‘manusia’ diartikan sebagai ‘makhluk yang berakal budi
(mampu menguasai makhluk lain); insan; orang’ (1989:558). Menurut pengertian ini manusia
adalah makhluk Tuhan yang diberi potensi akal dan budi, nalar dan moral untuk dapat
menguasai makhluk lainnya demi kemakmuran dan kemaslahatannya. Dalam bahasa Arab, kata
‘manusia’ ini bersepadan dengan kata-kata nâs, basyar, insân, mar’u, ins dan lain-lain. Meskipun
bersinonim, namun kata-kata tersebut memilik
PENGERTIAN MANUSIA
Manusia adalah makhluk paling sempurna yang pernah diciptakan oleh Allah swt.
Kesempurnaan yang dimiliki manusia merupakan suatu konsekuensi fungsi dan tugas mereka
sebagai khalifah di muka dumi ini. Al-Quran menerangkan bahwa manusia berasal dari tanah.
Membicarakan tentang manusia dalam pandangan ilmu pengetahuan sangat bergantung
metodologi yang digunakan dan terhadap filosofis yang mendasari.
Para penganut teori psikoanalisis menyebut manusia sebagai homo volens (makhluk
berkeinginan). Menurut aliran ini, manusia adalah makhluk yang memiliki perilaku interaksi
antara komponen biologis (id), psikologis (ego), dan social (superego). Di dalam diri manusia
tedapat unsur animal (hewani), rasional (akali), dan moral (nilai).
. Manusia
Diciptakan oleh Allah: Banyak orang menganggap ini sebagai sebuah masalah,
karena menurut mereka perkembangan tubuh manusia itu berawal dari dunia
binatang. Tetapi bukankah ini juga termasuk dalam rencana ciptaan Allah, bahwa
ciptaan itu sendiri melanjutkan karya Allah? Ia sendirilah yang memberikan
kekuatan kepada mereka. Bagi Gereja ini tak dapat diganggu gugat: Setiap jiwa
manusia itu diciptakan oleh Allah. Kepada setiap manusia yang lahir ke dunia Allah
mengatakan: Aku menghendaki dirimu! Kedua orang tua, ibu dan bapak, ikut
berpartisipasi dalam karya Allah ini. Mereka mewujudnyatakan cinta Allah. Tetapi
setiap kita secara pribadi adalah ciptaan Allah. Kita bersyukur kepadaNya atas
segala keberadaan kita.
Gambar Allah: Ini digambarkan secara jelas oleh Kitab Suci dalam Kisah Penciptaan.
Tentu kita bertanya: Dalam hal mana saja kita adalah citra Allah? Jawabannya
adalah lewat privilese khusus yang tidak dimiliki oleh ciptaan lain, baik dalam
disposisi badan kita yang tegak, maupun terutama dalam kemampuan rohani berkat
keberadaan jiwa, pikiran/ratio dan kehendak bebas kita. Semuanya ini memang
benar, tetapi belum menjadi yang terpenting. Yang terpenting ialah, bahwa manusia
itu adalah satu-satunya ciptaan yang dapat mendengar dan menjawab Allah. Kita
adalah mitra Allah. Dibandingkan dengan ciptaan-ciptaan lain, hanya kitalah yang
secara sadar berterimakasih dan memuji kemuliaannya. Manusia dapat melupakan
atau menyembunyikan kenyataan ini di bawah sadarnya, tetapi ia tidak dapat
mengelak darinya. Ia tetap tinggal sebagai mitra Allah.
Kita hendaknya memperhatikan harkat dan martabat manusia, baik diri kita sendiri
maupun orang lain tanpa memandang jenis kelamin, pendidikan, agama dan suku.
Kita hendaknya memperhatikan kesehatan diri kita dan menjaga nama baik serta
menentang segala usaha memperbudak manusia. Terutama: Kita hendaknya selalu
berusaha untuk berdialog dengan Allah.
Penghargaan tertinggi bagi umat manusia ialah bahwa putra Allah sendiri menjadi
manusia. Yesus adalah gambar Allah dalam arti yang jauh lebih tinggi daripada kita
manusia. Ia ingin mengangkat kita dan menyempurnakan kemitraan kita dengan
Allah. Kita hendaknya menjadi anak-anak Allah, putra putri bapa yang kekal. Dan Ia
ingin menerima kita sepenuhnya dengan jiwa dan raga ke dalam kemuliaanNya.
Sejak permandian kita mengenakan kehidupan, kemuliaan Allah ini dalam diri kita.
Maka seyogyanya kita hidup menurut martabat kemitraan ini yang diletakkan sendiri
oleh Allah dalam diri kita. Pertanyaan tentang siapa diri kita – berkat rahmat Allah –
hendaknya tidak hilang dari jarak pandang kita setitik pun.
2.Kehidupan
Arti kehidupan itu dalam iman kristen akan menjadi jelas kalau kita menyimak
rahasia kebangkitan Kristus dari orang mati. Paska, pesta kebangkitan Kristus sang
Mesias adalah sebuah pesta kehidupan. Pertanyaannya: Dalam arti mana?
Perjanjian Lama sudah selalu memandang Allah sebagai Allah yang hidup, Allah
yang menciptakan kehidupan. Itu jugalah yang menjadi harapan umat Israel sejak
zaman para nabi. Allah tidak menyerahkan kehidupan manusia itu sepenuhnya
kepada kuasa kematian. Pada awalnya harapan ini muncul samar-samar, kemudian
– terutama pada zaman pengejaran dan penganiayaan – ia pun berkobar-kobar:
Malah sampai pada pernyataan, bahwa pada akhirnya Ia akan membangkitkan
semua orang dari alam maut. Dengan demikian, kebangkitan Yesus berarti
dimulainya saat keabadian. Kerajaan Allah ditegakkan, ciptaan baru pun dimulai.
Karena itu di malam paska dibacakan perikop tentang penciptaan dunia. Ini adalah
ciptaan pertama. Dengan kebangkitan Yesus dimulailah ciptaan baru. Mata kita
mulai terarah ke masa depan: Allah akan tetap tinggal sebagai pemenang, keadilan
dan cinta akan mengatasi ketidakadilan dan kebencian. Kita sendiri pun akan
bangkit. Seluruh dunia akan berubah menuju sesuatu yang baru. Segala-galanya
akan hidup lembali: Juga segala hal yang baik yang diam-diam dilakukan tanpa ada
yang mengetahuinya.
Pada saat paska kita memiliki sebuah nama baru untuk Allah: Allah kehidupan yang
membangkitkan orang-orang mati. Segala pikiran dan perasaan kita akan tertuju
pada masa depan: Kristus telah bangkit, Allah akan membangkitkan kita
bersamaNya menuju kehidupan yang kekal. Bukan kematian lah yang memiliki kata
akhir, melainkan kehidupan. Jaminannya adalah Allah sendiri. Dialah yang menjadi
tumpuan harapan yang terakhir, ketika segala kemungkinan kita hancur dan
musnah. Siapa yang menaruh kepercayaan padaNya akan memperoleh orientasi
baru dalam hidup. Baginya yang terpenting bukanlah „apa yang dapat ia miliki
dalam kehidupannya“ di sini dan sekarang, melainkan apa yang Tuhan perbuat
bersamaku. PadaNya kita dapat menyerahkan seluruh hidup dan diri kita!
Tentu ini tidak berarti, bahwa orang-orang kristen adalah orang-orang yang terasing
dari dunia. Memang kita harus berusaha, bagi diri kita dan bagi orang lain. Tetapi
adalah sebuah perbedaan mendasar untuk mengatakan, apakah seorang berusaha
tanpa harapan, bahwa semuanya akan menjadi baik – ataukah seorang percaya dan
merasa pasti, bahwa segala usahanya akan berakhir dalam kemenangan Allah.
Justru karena bersama Yesus kita adalah pemenang, maka kita dapat memikul
segala yang baik dan segala penderitaan dengan penuh kepercayaan. Tanpa
kehilangan harapan. Inilah iman paska.
(Disadur dari: Winfried Henze, Glauben ist schön. Harsum, 2001, h
Anthony Hoekema – Manusia menjadi salah satu problem paling krusial pada zaman
kita. Para filsuf bergumul dengannya, para sosiolog mencoba untuk menjawabnya, para
psikolog dan psikiater tengah menghadapinya, pakar etika dan aktivis sosial mencoba untuk
memecahkannya. Bahkan para penulis novel dan dramawan juga melibatkan diri dalam
pertanyaan ini…Hampir setiap novel atau drama kontemporer bergumul dengan pertanyaan,
“Apakah manusia itu?” (Manusia : Ciptaan Menurut Gambar Allah,hal. 2-3).
Secara historis, orang mulai berpikir tentang manusia sudah dari zaman yang sangat lama.
Protagoaras (480-411 SM), Socrates (469-399 SM), Aristoteles (384-322 SM), Mencius
(371-288 SM), filsafat Tiongkok kuno maupun filsafat India kuno telah membicarakan juga
tentang manusia. Dan menjawab pertanyaan ini tidak mudah. Mengapa? Dari sisi pertanyaan
itu saja, karena subyek dan obyek dari pertanyaan ini adalah satu/sama yakni “MANUSIA”.
Siapa yang bertanya? Manusia! Kepada siapa ditanyakan? Manusia! Tanya tentang apa?
Manusia! Pertanyaan ini mirip dengan pertanyaan “Siapakah aku ini?” Dalam pertanyaan ini
subyek dan obyek satu yakni “AKU”. Siapa yang bertanya? “AKU!” Kepada siapa
ditanyakan? “AKU!” Tanya tentang apa? “AKU!” Jadi subyek dan obyeknya sama. Yang
bertanya adalah yang ditanya. Yang mencari tahu adalah yang dicaritahu. Yang ingin
mengetahui adalah yang ingin diketahui.
Stephen Tong – Bukankah suatu hal yang lucu jika siapakah manusia itu ditanyakan kepada
manusia dan dijawab oleh manusia sendiri? (Peta dan Teladan Allah, hal. vii).
Pertanyaannya adalah bagaimana manusia bisa bertanya “Siapakah manusia
itu?”Jawabannya adalah karena manusia adalah makluk yang bertanya. Manusia bertanya
tentang segala sesuatu di luar/di sekeliling dirinya (Biologi, Fisika, Kimia, dll).Selanjutnya
manusia bertanya segala sesuatu di dalam dirinya (Antropologi, Psikologi).Dan akhirnya
manusia bertanya tentang segala sesuatu di atas dirinya (Teologi)
MANUSIA MENURUT AGAMA HINDU
Manusia adalah atman dan pada hakikatnya “atman” itu ialah Brahman. Manusia tidak mempunyai
kehidupan pribadi dan tidak mempunyai tanggungjawab perseorangan. Karena disesatkan oleh
avidya (ketidaktahuan), manusia menganggap gejala-gejala kosmis itu sebagai suatu kenyataan. Jika
manusia telah melebur ke dalam Brahman, maka lenyaplah segala perbedaan. Maka tak ada artinya
lagi perbedaan antara kebajikan dengan keburukan, antara baik dengan jahat.
Dewasa ini di India, Etika itu disusun terutama di sekitar pengertian “Varna Dharma”. Berdasarkan
pengertian ini, diuraikanlah kesanggupan moral manusia, dibentangkan juga moral jabatan dan
akhirnya diterangkan kebajikan manakah yang diperlukan untuk memenuhi tugas-tugas jabatan
dengan sebaik-baiknya. Dalam Agama Hindu Penciptaan, dan Kepercayaan Berbeda menurut
gambaran Islam.
Dalam agama Hindu, Manu adalah pemimpin setiap Manwantara, yaitu suatu kurun zaman dalam
satu kalpa. Ada empat belas Manwantara, sehingga ada empat belas Manu. Zaman sekarang adalah
Manwantara ketujuh dan diperintah oleh Manu ketujuh yang bergelar Waiwaswata Manu.
Manu yang pertama adalah Swayambu Manu, yang dianggap sebagai kakek moyang manusia.
Swayambu Manu menikah dengan Satarupa dan memiliki keturunan. Anak cucu dari Manu
disebut Manawa (secara harfiah berarti keturunan Manu), merujuk kepada manusia zaman sekarang.
Menurut agama Hindu, Swayambu Manu dan Satarupa merupakan pria dan wanita pertama di dunia,
sama seperti Adam dan Hawa dalam agama Yahudi, Kristen dan Islam.
Waiwaswata Manu, atau Manu yang sekarang, dikatakan merupakan putra dari Surya (Wiwaswan),
yaitu dewa matahari menurut mitologi Hindu. Waiwaswata Manu terlahir pada zaman Satyayuga dan
mendirikan kerajaan bernama Kosala, dengan pusat pemerintahan di Ayodhya. Ia memiliki sepuluh
anak: Wena, Dresnu (Dresta), Narisyan (Narisyanta), Nabaga, Ikswaku, Karusa, Saryati, Ila, Persadru
(Persadra), dan Nabagarista. Dalam kitabMatsyapurana, ia muncul sebagai raja yang menyelamatkan
umat manusia dari bencana air bah setelah mendapat pesan dari Wisnu yang berwujud ikan
(Matsya Awatara).
Dalam konteks Psikologis hakekat manusia juga relevan bila dikaitkan dengan
hakekat manusia menurut agama Hindu Dalam tinjauan psikologis, hakekat manusia
adalah sebagai berikut :
1. Makhluk yang memiliki tenaga dalam yang dapat menggerakkan hidupnya untuk
memenuhi kebutuhan-kebutuhannya.
2. Individu Individu yang memiliki sifat rasional yang bertanggung jawab atas tingkah
laku intelektual dan sosial.
1. Individu yang mampu mengarahkan dirinya ke tujuan yang positif mampu mengatur
dan mengontrol dirinya dan mampu menentukan nasibnya.
2. Makhluk yang dalam proses menjadi berkembang dan terus berkembang tidak
pernah selesai (tuntas) selama hidupnya. Long life development
3. Individu yang dalam hidupnya selalu melibatkan dirinya dalam usaha untuk
mewujudkan dirinya sendiri, membantu orang lain dan membuat dunia lebih baik
untuk ditempati,
6. Makhluk Tuhan yang berarti ia adalah makhluk yang mengandung kemungkinan
baik dan jahat.
7. Individu yang sangat dipengaruhi dan mempengaruhin oleh dan kepada lingkungan
turutama lingkungan sosial, bahkan ia tidak bisa berkembang sesuai dengan
martabat kemanusaannya tanpa hidup di dalam lingkungan sosial
Dikaitkan dengan azas kehidupan :Satyam, Sivam, Sundaram. Dimana Satyam atau kebenaran; Sivam atau kebajikan;
dan Sundaram atau keharmonisan / keseimbangan, yang tidak seimbang akan menimbulkan ketimpangan ketimpangan
dalam kehidupan. Kebajikan tanpa kebenaran adalah sia-sia. Keharmonisan / keseimbangan tanpa kebenaran, dan kebajikan
adalah kondisi yang sangat jauh dari ukuran moralitas kemanusiaan.
Pitra Yajna, yaitu mempersembahkan upacara Sraddha kepada leluhur. Nr (Nara) Yajna, yaitu memberikan makanan kepada
masyarakat. BhutaYajna, yaitu menghaturkan upacara Bali Karma (di Bali berubah menjadi Valikrama) kepada para Bhuta.
5. Selanjutnya sumber-sumber berbahasa Jawa Kuno yang menguraikan rumusan tentang Panca Yajna antara lain:
Korawasrama dan Agastyaparwa yang masing masing merumuskan sebagai berikut: Korawasrama: Dewa Yajna, yaitu
persembahan sesajen dengan mengucapkan Sruti dan Stava pada waktu bulan purnama. Rsi Yajna, yaitu mempersembahkan
punia, buah buahan dan makanan, serta barang-barang yang tidak mudah rusak (Daksina) kepada para Rsi. Bhuta Yajna,
yaitu mempersembahkan puja dan caru. Manusa Yajna,yaitu memberikan makanan kepada masyarakat. Pitra Yajna. yaitu
mempersembahkan puja dan bhakti kepada para leluhur.
6. Agastyaparwa: Dewa Yajna, yaitu mempersembahkan minyak, biji-bijian kepada, Sivagni (dalam bentuk Agnihotra). Rsi
Yajna, yaitu penghormatan kepada orang-orang bijaksana serta memiliki pengetahuan tentang hakekat penjelmaan sebagai
makhluk hidup. Pitra Yajna, yaitu upacara kematian agar roh mencapai alam Siva. Bhuta Yajna, yaitu upacara
menyejahterakan tumbuh-tumbuhan, bumi dan bulan. Persembahan berupa caru (Tawur) dan Pancavalikrama. Manusa
Yajna, yaitu memberikan makanan kepada masyarakat.
Dan kutipan tersebut di atas, maka rumusan PancaYajna menurut Agastyaparwa kiranya yang sangat dekat dengan
pelaksanaan upacara Panca Yajna di Bali (Indonesia) walaupun C. Hooykaas (1975 : 251) mengatakan, bahwa khusus untuk
Manusa Yajna telah terjadi penafsiran yang berbeda, yakni upacara yang berhubungan kelahiran (rites depassages). Di India,
upacara yang berhubungan dengan kelahiran manusia (sejak kehamilan) disebut Sarira Samskara (upacara penyucian diri
manusia /Rajbah Pandey, 1991 ).
Beberapa fungsi Upacara Yajna:
Makna teologis, sebagai persembahan dan penggambaran keagungan-Nya; Makna edukatif (pendidikan), sebagai sarana
perubahan perilaku. Makna sosiologis, sebagai wujud solidaritas (kebersamaan dalam kehidupan) dalam suka dan duka.
Hakekat pelaksanaan upacara adalah perubahan perilaku. Pengorbanan diri, seperti halnya kutipan Bhagavadgita di atas yang
sumbernya kitab suci Veda (Purusa Sukta/Rgveda X.90. 7-8). Memperoleh kebahagiaan yang sejati. Meningkatkan
kesadaran untuk mengumpulkan Dana Sosial.
Yajna merupakan salah satu perwujudan dari 7 jenis pelaksanaan Dharma (kebajikan) menurut Wrhaspati Tattwa (26)
berupa: Sila (etika), Yajna (pengorbanan), Tapa (pengendalian diri), Dana (pemberian / dana punya), Pravrijya (berkeliling
memperluas wawasan pengetahuan), Diksa (penyucian diri/dvijati), dan Yoga (senantiasa menghubungkan diri dengan
Tuhan Yang Maha Esa)
MANUSIA MENURUT PANDANGAN UMUM
Pengertian dan Sumber Pandangan Hidup
Setiap manusia pasti mempunyai pandangan hidup karena pada dasarnya pandangan hidup
bersifat kodrati. Dengan adanya pandangan hidup, manusia dalam menjalani hidup akan
fokus dan tidak bingung menentukan arah. Untuk itu perlu dijelaskan arti dari pandangan
hidup. Pandangan hidup artinya gagasan atau pertimbangan yang menjadi pedoman,
pegangan, arahan, petunjuk untuk hidup. Gagasan itu merupakan hasil perenungan manusia
berdasarkan pengalaman sejarah menurut waktu dan tempat hidupnya.
Dengan demikian pandangan hidup itu bukanlah suatu produk (hasil berfikir) yang instan,
melainkan membutuhkan proses waktu yang panjang. Sehingga gagasan itu dapat diterima
oleh akal manusia dan dapat diakui kebenarannya. Atas dasar itu manusia menerima hasil
pemikiran itu sebagai pedoman, pegangan, arahan, petunjuk yang disebut pandangan hidup.
Pandangan hidup cenderung diikat oleh nilai-nilai sehingga berfungsi sebagai pelengkap
nilai-nilai dalam pembenaran atau rasionalisasi nilai-nilai.
Pandangan hidup berbeda dengan ideologi. menurut William j. goode dalam bukunya
vocabulary for sociologi (1959) ideologi mengandung dua hal, yaitu :
1. unsur-unsur filsafat yang digunakan, atau usulan-usulan yang digunakan sebagai dasar untuk
kegiatan.
2. pembenaran intelektual untuk seperangkat norma-norma.
Ideologi merupakan komponen dasar dari system budaya. Suatu ideologi masyarakat tersusun
dari pandangan hidup, nilai-nilai dan norma. Jadi dapat dikatakan bahwa pandangan hidup
merupakan bagian dari ideologi. Ideologi lebih luas dari pandangan hidup. Ideologi tidak
digunakan untuk hubungan individu tetapi untuk hal hal yang lebih luas seperti ideologi
Negara, masyarakat atau kelompok tertentu.
1. Pandangan hidup yang bersumber dari agama yaitu pandangan hidup yang mempunyai
kebenaran mutlak.
2. Pandangan hidup yang bersumber dari ideologi merupakan abstraksi dari nilai-nilai budaya
suatu Negara tau bangsa. Misalnya, ideologi pancasila dapat menjadi sumber pandangan
hidup.
3. Pandangan hidup yang bersumber dari perenungan seseorang sehingga dapat merupakan
ajaran atau etika untuk hidup. Misalnya aliran kepercayaan.
Pandangan hidup terdiri dari atas cita-cita, kebajikan, dan sikap hidup.[4] Untuk lebih
jelasnya akan di bahas sebagai berikut:
1. Cita-cita
Cita-cita adalah sesuatu yang terkandung dalam hati seseorang baik angan-angan, keingina,
harapan, maupun tujuan yang akan diperoleh di massa mendatang. Manusia memiliki cita-
cita dan diberikan ruang untuk memperoleh suatu yang diinginkanya akan tetapi Allah yang
menentukan. Agar cita-citanya terkabul, manusia harus mendekatkan diri kepada Allah serta
berusaha dengan totalitas. Hal ini berdasarkan QS. Al-Anfaal: 53 “Allah tidak akan
mengubah nasib suatu kaum, sehingga kaum itu merubah nasibnya sendiri.”
Bila cita-cita belum tercapai akibat terpenuhinya persyaratan maka cita-cita itu disebut
harapan. Sebagai contoh, ada seorang guru yang bercita-cita lulus dalam kualifikasi pendidik.
Secara pedagogik, professional, dan sosial sudah memadai. Namun secara kepribadian belum
mencapai persyaratan sehingga cita-citanya untuk lulus dalam kualifikasi pendidik masih
dalam harapan.
Namun demikian cita-cita yang bertaruh harapan masih merupakan unsur pandangan hidup,
karena masih memberi kemungkinan ada keberhasilan dan ini mendorong manusia untuk
tetap berusaha mengatasi kegagalan yang dialami. Seperti seorang guru di atas, apabila ia
sudah memenuhi uji kompetensi secara kepribadian , dengan ridha Allah ia akan berhasil
dalam meraih cita-citanya. Jadi harapan mampu membangkitkan kreativitas menuju
keberhasilan cita-cita. Dalam hal ini manusia hanya berusaha tetapi Allahlah yang
menentukan.
2. Kebajikan
Kebajikan atau kebaikan atau perbuatan yang mendatangkan kebaikan pada hakekatnya sama
dengan perbuatan moral, perbuatan yang sesuai dengan norma-norma agama atau etika.
Kebajikan merupakan sesuatu yang dapat mendatangkan keselamatan, keuntungan,
kemakmuran, keselarasan, kebahagiaan, dan kesejahteraan. Manusia berbuat kebaikan,
karena sesuai dengan kodratnya manusia dilahirkan dalam keadaan fitrah atau suci. Dengan
kesucian hatinya mendorong manusia mendorong untuk berbuat baik.
Untuk melihat apa itu kebajikan, kita harus melihat dari tiga sudut pandang yaitu, manusia
sebagai pribadi, manusia sebagai anggota masyarakat, dan manusia sebagai makhluk Tuhan.
Manusia sebagai pribadi dapat menentukan sesuatu yang baik atau buruk, karena manusia
dibekali hati untuk menentukan itu. Hal itu berdasarkan pertimbangan uara hati manusia.
Pada dasarnya suara hati menunjukkan manusia kepada sesuatu yang baik, namun terkadang
manusia mengingkarinya.
Demikian pula dengan suara hati masyarakat, yang menentukan baik buruknya tentang
sesuatu adalah masyarakat itu sendiri. Karena belum tentu baik menurut pribadi, baik pula
jika diterapkan pada masyarakat. Sebagai anggota dari masyarakat manusia tidak dapat bebas
dari persoalan kemasyarakatan.
Sebagai manusia sebagai makhluk tuhan, manusia harus mendengarkan serta menjalankan
apa yang yang menjadi perintah dan larangan-Nya.
Jadi dapat dikatakan bahwa kebajikan adalah suatu perbuatan atau tindakan yang terpadu
antara suara hati manusia, suara hati masyarakat dan hokum-hukum tuhan.
3. Sikap hidup