Anda di halaman 1dari 23

MAKALAH

MANAJEMEN KONFLIK
(Mengelola Konflik)

KELOMPOK VII

DISUSUN OLEH

NAMA : M.FUAD ZAINI SIREGAR

JURUSAN : MPI (I)

FAKULTAS : TARBIYAH DAN KEGURUAN

DOSEN PEMBIMBING : ODA KINATA BANUERA, S.PdI, M.Pd


MANAJEMEN PENDIDIKAN ISLAM

UNIVERSITAS ISLAM SUMATERA UTARA

2015/2016

KATA PENGANTAR

Puji syukur seraya kami ucapkan kepada Tuhan atas rahmat dan berkat-Nya kami
dapat menyelesaikan tugas makalah ini guna melengkapi tugas yang dibebankan oleh dosen
pembimbing kami, yaitu Dosen Pembimbing Manajemen Konflik di UIN SU MEDAN. Di
samping itu, kami juga mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang telah membantu
penyelesaian makalah ini.

Makalah ini berisi materi tentang “Mengelola Konflik”. Tujuan pembuatan makalah
ini seperti sudah kami sebutkan di atas adalah untuk menyelesaikan tugas Mata Kuliah
Manajemen Konfli. Di samping itu juga dapat bermanfaat untuk para pembaca guna
mendapatkan wawasan dan pengetahuan Dari Judul Yang Pemakalah Paparkan.
Dari hati yang terdalam kami meminta maaf atas kekurangan makalah ini, karena
kami tahu makalah yang kami buat ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu, kami
berharap kritikan, saran, dan masukan yang membangun dari pembaca guna
penyempurnaannya ke depan.

Akhir kata kami ucapkan terimakasih dan semoga makalah ini bermanfaat sesuai
dengan fungsinya. Amin.

Medan, 16 Desember 2015

Pemakalah
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR....................................................................................................... i i
DAFTAR ISI....................................................................................................................... ii
BAB I
PENDAHULUAN............................................................................................................... 1
BAB II
KAJIAN TEORITIS.......................................................................................................... 2
A. Pandangan dan Pengertian Konflik.......................................................................... 2
B. Bentuk-Bentuk Konflik........................................................................................... 3

BAB III
PEMBAHASAN................................................................................................................. 5
A. Pedoman Manajemen Konflik................................................................................. 5
B. Pengelolaan Konflik berdasarkan pandangan Leonard Greenhalgh....................... 6
C. Lima Gaya Penanganan Konflik (Five Conflict-Handing Styles) Model Kreitner dan
Kinicki……............................................................................................................. 8
D. Mengelola Konflik Secara Efektif……………………………………….............. 10
E. Strategi Penanggulangan Konflik...................………………………………........ 10
F. Mengelola Tujuan Yang Berkonflik…………………………………................... 12
G. Manajemen Konlik: Menuju Solusi Sama-Sama Memang (Win-win Solutions)... 13
H. Sukses Mengelola Konflik Dengan Memahami Diri Sendiri…………………..... 14
I. Taktik Untuk Mengurangi Konflik......................................................................... 15
J. Hal Yang Tidak Boleh Dilakukan Selama Menghadap Konflik............................ 16
BAB III
KESIMPULAN................................................................................................................... 18
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................................... 19

BAB I
PENDAHULUAN

Seorang pemimpin adalah manusia. Orang-orang yang dipimpin juga manusia. Manusia ii
yang berbeda-beda itu mewujudkan kebersamaan dalam wadah yang disebut organisasi.
Kepribadiannya tidak sama antara yang satu dengan lainnya, begitu juga kepentingannya
sudah pasti berbeda-beda. Dalam kebersamaan banyak ditemui individu yang senang
memaksakan kehendak atau keinginannya, dengan tidak menghiraukan atau bahkan
menantang kepentingan individu yang lain. Persaingan menjadi meruncing dan terjadilah
konflik antara individu dalam organisasi. Disinilah peran para manajer sangat diperlukan
selain dari program-program yang dikeluarkan dan profesi jabatan. Karena apabila konflik
yang timbul kepermukaan bila lebih cepat diatasa akan lebih baik, sebelum adanya konflik
yang semakin besar lagi.

Para manajer menghabiskan banyak waktu dan energi untuk menangani konflik. Upaya
penanganan konflik sangat penting dilakukan karena setiap jenis perubahan dalam suatu
organisasi cenderung mendatangkan konflik. Sebagaimana saat ini, dalam rangka otonomi
daerah, banyak sekali perubahan institusional yang terjadi, yang tidak hanya berdampak pada
perubahan struktur dan personalia, tetapi juga berdampak pada terciptanya hububngan pribadi
dan organisasional yang berpotensi menimbulkan konflik.

Konflik apabila tidak ditangani secara tuntas dan baik, konflik akan mengganggu
keseimbangan sumberdaya, dan menegangkan hubungan antara orang-orang nyang terlibat.
Kegagalan dalam menagani konflik dapat mengarah pada yang mencelakakan. Konflik dapat
menghancurkan organisasi melalui penciptaan dinding pemisah di antara rekan sekerja,
menghasilkan kinerja yang buruk, dan bahkan pengunduran diri.
Para menejer organisasi publik harus menyadari bahwa konflik karena konflik
disebabkan oleh faktor-faktor yang berlainan, bergantung pada keadaan. Memilih sebuah
model pemecahan konflik yang cocok bergantung pada beberapa faktor, termasuk alasan
mengapa konflik terjadi, dan hubungan khusus antara pimpinan dan pihak yang terlibat
konflik. Efektivitas pimpinan organisasi dalam menangani konflik bergantung pada seberapa
baik mereka memahami dinamika dasar dari konflik, dan apakah mereka dapat mengenali
hal-hal penting yang terdapat dalam konflik tersebut.

BAB II

KAJIAN TEORITIS
1
C. Pandangan dan Pengertian Konflik

Konflik dalam suatu organisasi adalah sesuatu yang tidak dapat dihindarkan. Meskipun
konflik itu mengandung makna pertentangan atau ketidak sesuaian, ternyata pandangan para
ahli tentang kedudukan dan peran konflik begi kelompok dan organisasi pun bermacam-
macam. Berikut beberapa pandangan:

1. Pandangan tradisional. Pandangan ini mengatakan bahwa konflik harus


dihindarkan, karena itu menunjukkan adanya kerusakan fungsi dalam kelompok.
2. Pandanagan hubungan kemanusiaan. Menyatakan bahwa konflik adalah suatu yang
alami dan merupakan hal yang tidak dapat dikesampingkan dalam setiap kelompok.
Karenanya, konflik tidak harus bersifat buruk, tetapi memiliki potensi kesatuan
yang positif didalam menentukan kinerja kelompok.
3. Paham interaksionis. Menyatakan bahwa konflik tidak hanya menjadi kekuatan
positif di dalam kelompok, tetapi justru mutlak perlu bagi kelompok agar dapat
menghasilkan kinerja yang efektif.

Ada banyak defenisi yang dapat ditemui dalam berbagai leteratur manajemen dan
prilaku organisasi. Berikut beberapa sumbangan pemikiran oleh para ahli terhadap konflik.
Seperti yang dikatakan oleh Robbin, bahwa konflik sebagai suatu proses dengan mana usaha
yang dilakukan oleh A untuk mengimbangi usaha-usaha B dengan cara merintangi yang
menyebabkan B frustasi dalam mencapai tujuan atau meningkatkan keinginannya. Albanese,
memberi rumusan pengertian konflik sebagai kondisi yang dipersepsikan ada diantara pihak-
pihak atau lebih merasakan atanya ketidaksesuaian tujuan dan peluang untuk mencampuri
usaha pencapaian tujuan pihak lain.

Dari kedua defenisi diatas kiranya dapat dipahami bahwa konflik itu padasarnya adalah
proses yang dinamis, dan keberadaanya lebih banyak menyangkut persepsi dari orang tau
pihak yang mengalamidan merasakannya. Jadi, jika suatu keadaan tidak dirasakan sebagai
konflik, maka konflik itu dapat dikatakan tidak ada.

D. Bentuk-Bentuk Konflik

Konflik merupakan suasana bati yang berisi kegelisahan karena pertentangan dua motif
atau lebih, yang mendorong seseorang berbuat dua atau lebih kegiatan yang saling
bertentangan, pada waktu bersamaan. Oleh karena kedua motif itu sama kuatnya, maka
berkembang rasa kegelisahan yang relatif berat. Motivasi dapat dibedakan antara yang
mendorong mendekati sesuatu yang menyenangkan dan yang mendorong untuk menjauhi
yang tidak menyenagkan atau yang menyakitkan. Berdasarkan perbedaan itu, maka konflik
dapat terjadi dalam tiga bentuk. Ketiga bentuk itu adalah:

1. Konflik Mendekati

Konflik ini terjadi apabila pasa satu saat yang sama seseorang didorong oleh dua motif
untuk mendekati dua hal yang menyenangkan. Motif itu ibarat dorongan yang mengharuskan
seseorang menuju ke kota A yang terletak diarah selatan. Namun pada saat yang sama itu
juga orang tersebut didiorong oleh motif harus berangkat ke kota B di arah utara. Pada saat
yang bersamaan itu di dua kota tersebut akan diperolehnya sesuatu yang menyenangkan.
Apabila pada saat itu orang tersebut tidak berada di salah satu kota, berarti tidak akan
memperoleh salah satu diantaranya. Kedua motif tersebut sama sekuatnya dalam mendorong
dua kegiatan.

Dari uraian di atas berarti pada saat yang sama seseorang harus memilih, yang tidak
dapat ditundanya. Konflik seperti ini membuat sesorang bimbang dan gelisah karena harus
memilih dari dua sesuatu yang sama menarik atau sama menyenangkan.

2. Konflik Menghindar
Konflik ini terjadi apabila pada satu saat yang sama seseorang didorong oleh dua motif,
untuk emnghindari dari hal/sesuatu tidak menyenangkan. Dan tidak dapat melakukan yang
lain selain harus menjauhi kedua hal/sesuatu tersebut. Konflik ini ibarat seseorang harus
melalui dua jalan, yang satu dipenuhi bara api dan yang satu lagi berpaku-paku tajam. Sedang
jalan lain tidak ada dan untuk tetap di tempat bahaya lain telah mengancam.

Dalam keadaan itu dua motif yang sama kuatnya pada saat yang sama pula, yang satu
mendorong agar bergerak kebarat dan yang lain mendorong agar bergerak ke timur.
Dorongan untuk bergerak ke dua arah yang berbeda itu karena akan menghindari dua kondisi
yang tidak menyenangkan. Dengan kata lainseseorang terjepit antara dua hal yang tidak
menyenangkan, yang kalau dipilih salah satu akan menimbulkankerugian yang sama, sedang
pilihan yang lain tidak ada. Konflik seperti itu menimbulkan perasaan gelisah, karena tidak
dapat berlaku tegas dalam memilih untuk menghindari sua sesuatu yang tidak menyenangkan.
3
Konflik ini dapat juga berbentuk dorongan untuk menghindari suatu keadaan yang tidak
menyenangkan, dengan kemungkinan memilih bergerak kedua arah yang berlawanan. Sedang
dalam memilih sala satu arah itu resikonya sama akan menimbulkan kerugian, yang sama
beratnya, sementara tidak ada arah yang lain dari kedua arah itu yang dapat dipilihnya.

3. Konflik Mendekati dan Menghindari

Konflik ini terjadi apabila seseorang pada suatu saat yang sama didorong oleh dua
motif, yang satu mendorong untuk mendekati, sedang yang satu lagi menjauhi obyek/kondisi
yang sama, pada waktu/saat yang bersamaan pula. Motif yang mendorong untuk mendekat
karena obyek/kondisi itu menyenangkan, dan mendorong untuk menjauhi karena
obyek/kondisi yang sama itu tidak menyenangkan.

Konflik tersebut ibarat seseorang yang mengharapkan menduduki suatu jabatan yang
mengaharuskannya mendekatkan diri pada atasannya yang berwenang. Namun atasan
tersebut juga dirasakannya sangat menjengkelkan karena berwatak keras, suka marah didepan
orang lain, bahkan juga cenderung tidak menyenangi dirinya.
BAB III

PEMBAHASAN 4

A. Pedoman Manajemen Konflik

Suatu organisasi atau perusahaan perlu mempunyai pedoman untuk memanajemeni


konflik yang terjadi. Isi pedoman tersebut antara lain sebagai berikut:

1. Prosedur proses untuk menyelesaikan konflik. Konflik yang terjadi dalam


organisasi harus diselesaikan agar tidak menganggu produksi dan operasi organisasi
ini dalam mencapai tujuannya.
2. Siapa yang bertanggung jawab menyelesaikan konflik dan siapa yang bertanggung
jawab untuk mengambil keputusan jika terjadi konflik.
3. Apakah kewajiban dan tanggung jawabpihak-pihak yang terlibat konflik. Sebagai
contoh, pegawai yang terlibat konflik harus merahasiakannya dan wajib
mengutamakan penyelesaian konflik di dalam organisasi dengan tidak meminta
bantuan dari orang luar pengadilan.

Jika suatu organisasi mulai menghadapai konflik antara anggota atau pegawainya, ada
sejumlah langkah yang dapat dilakukan organisasi untuk mengurangi konflik tersebut.
Berikut ini adalah langkah-langkah tersebut.

1. Melaksanakan prinsip-prinsip berokrasi organisasi. Setiap organisasi melaksanakan


prinsip birokrasi yang menurut Max Weber (1947) disebut sebagai berokrasi yang
ideal. Jika terjadi konflik harus dilaksanakan prinsif hirarki, yaitu alasan mengambil
keputusan serta pelaksanaan peraturan dan prosedur kerja.
2. Pemisahan fisik. Pihsk-pihsk ysng terlibat konflik dipisahkan, misalnya, melalui
rotasi tugas.
3. Mengintegrasikan. Menyatukan kembali pihak-pihak yang terlibat konflik melalui
intervensi pihak ketiga, atasan, penasihat, atau mediator profesional.
4. Pelatihan. Melaksanakan pelatihan mengenai konflik dan manajemen konflik.

B. Pengelolaan Konflik berdasarkan pandangan Leonard Greenhalgh

Menurut Greenhalgh (1999: 391), konflik bukanlah suatu fenomena yang objektif dan
nyata, tetapi ada dalam benak orang-orang yang terlibat dalam konflik tersebut. Oleh karena 5
itu, untuk menagani konflik, seseorang perlu sikap empati, yaitu memahami keadaan
sebagaimananya yang dilihat oleh para pelaku penting yang terlibat konflik. Unsur yang
penting dalam manajemen konflik adalah persuasi, dan inilah bentuk penyelesaian konflik
yang selalu ditekankan oleh greenhalgh dalam model kontinumnya.

Dimensi Sulit Dipecahkan Mudah Dipecahkan


Masalah yang menjadi Masalah prinsip Masalah yang dapat dibagi-
peranyaan bagi
Ukuran taruhan Besar Kecil
Saling kebergantungan antara Berjumlah nol Berjumlah positif
pihak yang terlibat
Kontinuitas interaksi Transaksi tunggal Hubungan jangka panjang
Struktur pihak-pihak yang Tak berbentuk atau terpecah- Terpadu dengan
terlibat pecah dengan kepemimpinan kepemimpinan yang kuat
yang lemah
Keterlibatan pihak ketiga Tidak ada pihak ketiga yang Dipercaya, kuat, dihormati,
netral dan netral
Kemajuan konflik yang Tidak seimbang, satu pihak Pihak-pihak telah saling
dipandang dirugikan merasa lebih dirugikan merugikan satu sama lain
1. Masalah-masalah yang dipertanyakan

Jika masalah yang menjadi sumber konflik adalah masalah prinsip, konflik akan sulit
untuk dipecahkan karena mengorbankan prinsip dipandang sebagai mengorbankan integritas
pribadi. Untuk itu perlu adanya pengakuan disetiap orang terhadap prinsip orang lain. Cara
seperti ini lebih memungkinkan semua pihak untuk maju dalam proses negosiasi daripada
tetap pada posisi masing-masing.

2. Ukuran taruhan

Semakin besar nilai yang dipertaruhkan dalam perdebatan, semakin sulit konflik
dipecahkan. Seperti, taruhan jabatan atau kedudukan. Dalam kasusu ini pendekatan persuasif
dengan cara menunda penyelesaian, hingga semua pihak menjadi kurang emosional, sangat
baik untuk dilakukan.

3. Saling ketergantungan pihak-pihak yang terlibat

Pihak-pihak yang terlibat dalam suatu konflik dapat memandang dirinya sendiri dalam
suatu rangkaian saling ketergantungan “berjumlah nol” hingga “berjumlah positif”. Saling
ketrgantungan berjumlah nol adalah persepsi bahwa jika suatu pihak memperoleh sesuatu
dari proses interaksi, hal tersebut berarti pengorbanan dari pihak lain. Berbeda dengan saling
ketergantungan positif, yang artinya kedua belah pihak sama-sama merasa memperoleh
keuntungan dari proses interaksi yang dilakukan Suatu hubungan berju mlah nol membuat
konflik sulit dipecahkan karena hubungan ini memutuskan perhatia secara sempit pada
perolehan pribadi dan bukan pada perolehan kedua belah pihak melalui kerjasama dan
pemecahan masalah. Jika hal ini terjadi, kedua belah pihak harus dibujuk untuk
mempertimbangkan cara agar mereka dapat saling memperoleh manfaan dari suatu situasi.

4. Kontinuitas interaksi

Dimensi kontinuitas interaksi berhubungan dengan horizon waktu ketika semua pihak
melihat dirinya sendiri hubungan satu sama lain. Jika mereka memvisualisasikan interaksi
yang terjadi sebagai interaksi jangka panjang atau suatu hubungan yang terus-menerus,
konflik yang terjadi akan lebih mudah diselesaikan. Sebaliknya, jika transaksi dipandang
sebagai hubungan jangka pendek atau hubungan episodik, konflik tersebut akan sulit
dipecahkan. Oleh karena itu, pihak-pihak yang terlibat harus di bujuk agar mau menyadari
bahwa hubungan mereka tidak berhenti di sini, atau pada saat konflik terjadi, tetapi akan ada
hubungan lain terus menerus pada masa yang kan datang.

5. Struktur pihak-pihak yang terlibat

Konflik lebih mudah dipecahkan jika suatu pihak mempunyai seseorang pemimpin
yang kuat, yang dapat menyatukan pengikutnya menerima dan melaksanakan kesepakatan.
Jika kepemimpinannya lemah, sub-sub kelompok serikat pekerja yang paling merasa
berkewajiban untuk mematuhi semua kesepakatan akan melakukan protes tanpa
memerhatikan hal-hal yang telah disepakati oleh pemimpin mereka, sehingga konflik sulit
dipecahkan. Namun apabila serikat pekerjaan yang dipimpinan oleh pemimpin yang kuat
mungkin menyulitkan dalam perundingan, tetapi ketika kesepakatan dicapai, hasil
perundungan tersebut dihormati oleh anggota serikat pekerja.

6. Keterlibatan pihak ketiga


7
Pihak ketiga yang netral akan lebih bisa diterima oleh pihak-pihak yang terlibat karena
mereka lebih menyukai evaluasi pihak lain dari pada evaluasi pihak lawan. Semakin
berwibawa, berkuasa, dipercaya, dan netral pihak ketiga, semakin besar kemungkinan pihak-
pihak yang terlibat konflik untuk menahan emosi.

7. Kemajuan konflik

Sulit mengatasi konflik jika semua pihak yang terlibat tidak siap untuk suatu
rekonsialisasi. Jika masing-masing pihak merasa bahwa diri mereka paling dirugikan, konflik
akan sulit dipecahkan. Karena itu, hal penting yang harus dilakukan adalah membujuk pihak-
pihak yang terlibat agar menyadari bahwa mereka sama-sama menderita akibat konflik.
Pihak-pihak yang terlibat harus dibawa pada “posisi yang sama” sehingga mau secara
sukarela berpartisipasi dalam penyelesaian konflik yang terjadi.

C. Lima Gaya Penanganan Konflik (Five Conflict-Handing Styles) Model Kreitner


dan Kinicki

Ada beberapa macam model penanganan konflik menurut Kreitner dan Kinicki yaitu
sebagai berikut.

1. Integrating (Problem Solving)


Dalam gaya ini, pihak-pihak yang berkepentingan secara bersama-sama
mengidentifikasikan masalah yang dihadapai, kemudian mencari, mempertimbangkan, dan
memilih solusi alternatif pemecahan masalah. Gaya ini cocok untuk memecahkan isu-isu
komplesk yang disebabkan oleh kesalah pahaman (misunderstanding), tetapi tidak sesuai
untuk memecahkan masalah yang terjadi karena sistem nilai yang berbeda. Kelemahan
utamanya adalah memerlukan waktu yang lama dalam penyelesaian masalah.

2. Obliging (smoothing)

Sesuai dengan posisinya dalam gambar di atas, seseorang dengan gaya obliging lebih
memusatkan perhatian pada upaya untuk memuaskan pihak lain dari pada diri sendiri. Gaya
ini sering pula disebut smoothing (melicinkan) karena berupaya mengurangi perbedaan-
perbedaan dan menenkankan pada persamaan atau kebersamaan diantara pihak-pihak yang
terlibat. Kekuatan strategi ini terletak pada upaya untuk mendorong terjadi kerja sama.
8
Adapaun kelemahannya, penyelesaian bersifat sementara dan tidak menyentu masalah pokok
yang ingin dipecahkan.

3. Dominating (Forcing)

Orientasi pada diri sendiri yang tinggi, dan rendahnya kepedulian pada kepentingan
orang lain, mendorong sesorang untuk menggunakan taktik “saya menang, kamu kalah”.
Gaya ini sering disebut memaksa (forcing) karena menggunakan legalitas formal dalam
menyelesaikan masalah. Gaya ini cocok digunakan jika cara-cara yang tidak populer hendak
diterapkan dalam penyelesaian masalah, masalah yang dipecahkan tidak terlalu penting, dan
waktu untuk mengambil keputusan sudah mepet.

4. Avoiding (Menghindar)

Takting menghindar (avoiding) cocok digunakan untuk menyelesaikan masalah yang


sepele atau remeh, atau jika biaya yang harus dikeluarkan untuk konfrontasi jauh lebih besar
daripada keuntungan yang akan diperoleh. Gaya ini tidak cocok untuk menyelesaikan
masalah-masalah yang sulit atau buruk. Kekuatan dari strategi penghindaraan adalah ketika
menghadapai situasi yang membingungkan atau mendua (ambiguoaus situation), sedangkan
kelemahannya, penyelesaian masalah hanya bersifat sementara dan tidak menyelesaikan
pokok masalah.

5. Compromising
Gaya ini menempatkan seseorang pada posisi moderat, yang secara seimbang
mamadukan antara kepentingan sendiri dan kepentingan orang lain. Ini merupakan
pendekatan saling memberi dan menerima (give-and-take approach) dari pihak-pihak yang
terlibat. Kompromi cocok digunakan untuk menagani masalah yang melibatkan pihak-pihak
yang memiliki tujuan yang berbeda, tetapi memiliki kekuatan yang sama. Kekuatan
kompromi bahwa dalam penyelesaiannya cendrung demokratis dan tidak ada pihak yang
merasa dirugikan.

Model-model ini hanya merupakan sebagian dari banyak model yang dapat dipilih
dalam manajemen konflik. Model yang dipilih tergantung pada beberapa faktor, antara lain :
(1) latar belakang terjadinya konflik; (2) kategori pihak-pihak yang terlibat dalam konflik; (3)
kompleksitas masalah yang dipecahkan; (3) Kompleksitas organisasi.

D. Mengelola Konflik Secara Efektif


9

Meskipun konflik tidak dapat dihindarkan, terdapat beberapa langkah yang dapat
dilakukan manajer untuk menghindari konsekuensi terjadinya konflik negatif di antara orang-
orang di tempat kerja. Langkah tersebut dapat ditempuh dengan cara berikut ini.

1. Menyetujui lebih dahulu proses membuat keputusan sebelum timbul konflik, dengan
cara ini, apabila konflik perlu diperhatikan, setiap orang tahu bagaimana hal tersebut
ditangani.
2. Memastikan bahwa setiap orang tahu bidang tanggung jawab, kewenangan dan
akuntabilitas secara spesifik sehingga tidak ada alasan bagi terjadinya perbedaan yang
mengakibatkan konflik.
3. Mengenali pokok pangkal konflik dari kesalahan sistem organisasi, seperti sistem
pengupahan yang menhargai satu departemen atas beban lain. Dalam hal ini yang
dikerjakan adalah mengubah sistem dan bukannya melakukan training pekerja.
4. Mengenali reaksi emosional terhadapa konflik, konflik tidak akan hilang sampai rasa
sakit hati orang diselesaikan.
5. Mempertimbangkan bagaimana cara menghindari masalah yang dapat menimbulkan
konflik dari pada hanya dengan sekedar memarahi mereka.
6. Memahami bahwa konflik tidak akan hilang dengan memercayai bahwa sebenarnya
konflik tersebut tidak ada mengingkari bahwa yang terjadi sebenarnya merupakan
perwujudan konflik.
E. Strategi Penanggulangan Konflik
Telah diketahui bersama bahwa setiap konflik yang terjadi tidak semua menimbulkan
kerugian bagi individu, kelompok, ataupun organisasi. Sudah kita ketahui pula bahwa konflik
dapat bermanfaat bagi perorangan, kelompok, ataupun organisasi. Penanggulangan konflik
bergantung pada tingkat kematangan pihak yang terlibat dalam konflik. Berikut beberapa
strategi penanggulangannya, yaitu:

1. Pemecahan Persoalan

Dalam strategi pemecahan persoalan diambil asumsi dasar bahwa semua pihak
mempunyai keinginan menanggulangi konflik yang terjadi dan karenanya perlu dicarikan
ukuran-ukuran yang dapat memuaskan pihak-pihak yang terlibat dalam konflik. Atas dasar
asumsi tersebut, maka dalam strategi pemecahan persoalan harus selalu dilalui dua tahap
penting, yaitu proses penemuan gagasan dan proses pematangannya.
10
2. Musyawarah

Dalam strategi ini, terlebih dahulu harus ditentukan secara jelas apa sebenarnya yang
menjadi persoalan. Berdasarkan jelasnya persoalan itulah kemnudian kedua belah pihak yang
sedang dalam pertikaian mengadakan pembahasan untuk mendapatkan titik pertemuan. Pada
perundingan atau musnyawarah tersebut dapat pula dikembangkan konsensus bahwa setelah
terjadi kesepakatan, masing-masing pihak berusaha mencegah timbulnya konflik.

3. Mengajak (Persuasi)

Dalam strategi ini usaha penanggulangan konflik dilakukan dengan menenemukan


kepentingan dan tujuan lebih tinggi dari kepentingan dan tujuan pihak-pihak yang sedang
bertikai. Persuasi berhasil atau tidak tergantung pada komunikasi yang dilakukan.

4. Meminta bantuan pihak ketiga

Tidak jarang terjadi suatu konflik tidak dapat dipecahkan hanya oleh pihak-pihak yang
terlibat dalam konflik itu. Dalam keadaan demikian, bantuan dari pihak ketiga sangat
diharapkan. Bila terjadi konflik atar kelompok yang ada dalam organisasi, bantuan dari
pimpinan organisasi merupakan salah satu strategi yang dapat diharapkan menyelesaikannya.
Yang terpentin pula ialah mengetahui di bidang apa terjadi pertikaian, dalam arti apakah
terjadinya berkaitan dengan konflik politik, konflik wewenang, konflik hukum dan lain-lain.
Hal ini penting guna dapat memilih pihak ketiga yang kiranya dapat dianggap tepat untuk
menanggulangi akibat yang lebih negatif dar suatu konflik.
5. Peningkatan Interaksi dan Komunikasi

Alasan penggunaan strtegi itu bahwa bila pihak-pihak yang berkonflik dapat
meningkatkan interaksi dan komunikasi mereka, pada suatu saat mereka akan dapat lebih
mengerti dan menghargai dasar pemikiran dan perilaku pihak lain. Pemikiran dan
penghargaan ini penting, karena dapat mengurangi pandangan buruk terhadap kelompok lain.

Dalam kehidupan organisasi sehari-hari, penggunaan strategi ini tidak selalu berhasil,
ada beberapa sebabnya. Sebab pertama ialah, bahwa bila pihak-pihak yang bertikai terlibat
dalam konflik yang bersifat fundamental, misalnya konlik akibat perbedaan sistem nilai dan
tujuan suatu kelompok, maka interaksi tersebut justru dapat lebih menperuncing keadaan.
Sebab kedua adalah bahwa anggota kelompok tersebut dalam berinteraksi dan berkomunikasi
cenderung merasa sebagai wakil pihaknya. Perasaan semacam ini mempengaruhi pola 11
berpikir dan pola perilakunya dalam berinteraksi dan berkomunikasi dengan anggota pihak
lain.

6. Latihan Kepekaan

Strategi lainnya yang dapat digunakan adalah latihan kepekaan (sensitivity training)
atau sering pula disebut “T-Group”. Strategi ini umumnya digunakan untuk menaggapi
konflik yang terjadi dalam suatu kelompo. Tetapi ini tidak berarti bahwa strategi ini tidak
dapat digunakan terhadap konflik organisasi. Dalam strategi ini pihak-pihak yang berkonflik
diajak masuk dalam satu kelompok. Dalam kelompok inin masing-masing pihak diberi
kesempatan untuk menyatakan pendapatnya, termasuk pendapat yang negatif mengenai pihak
lainnya. Sementara itu, pihak yang dikritik diharapkan mendengarkannya terlebih dahulu,
kemudian dapat pula mengemukakan pendapatnya.

7. Koordinasi

Koordinasi merupakan salah satu strategi penangan konflik, baik konflik anggota dalam
kelompok, antar-kelompok, dan antar-organisasi. Hal yang penting diperhatikan adalah
bahwa dalam pandangan perilaku organisasi, koordinasi bukan hanya merupakan penentuan
dan pelaksanaan aturan permainan yang sudah ditetapkansecara formal, tetapi merupakan
pula sesuatu yang dapat menimbulkan konflik dan juga dapat digunakan untuk menanganin
suatu konflik. Karena dengan melaluli koordinasi seseorang diharapakan berperan sebagai
yang di koordinator dan yang laiinya berperan sebagai yang dikoordinasikan. Bagi kedua
belah pihak dituntut utuk melaksanakan peran tersebut dengan baik.
F. Mengelola Tujuan Yang Berkonflik

Agar dapat dikelola, tujuan harus diklarifikasi sehingga setiap pihak dapat memahami
posisi lawan. Baik itu tujuan konten maupun relasional harus didiskusikan secara jujur dan
terbuka untuk mencegah kebingungan dan kesalahpahaman. Satu-satunya cara untuk berbagi
perspektif dengan lawan dalam konflik adalah dengan memahami tujuan masing-masing
pihak. Langkah berikut ini dapat membantu mengklarifikasi tujuan:

1. Nyatakan tujuan dengan bahasa yang jelas dan tidak ambigu. Gunakan bahasa yang
dipahami semua pihak yang terlibat.
2. Kemukakan kembali dengan jelas tujuan dari pihak lain. 12
3. Diskusi secara terbuka perbedaan antara tujuan konten dan rasional anda.
4. Pastikan bahwa lawan dan kita sama-sama memahami tujuan masing-masing.
5. Tunjukan bahwa tujuan kita akan mencegah manajemen konflik yang produktif.

Langkah selanjutnya adalah menyususn tujuan kolaboratif. Kunci untuk mengelola


setiap konflik adalah bekerja sama mencari solusi yang interdependen. Jika kita hanya
memandang tujuan sendiri, tanpa memperhatikan kepentingan pihak lain, maka kita tidak
akan mendapatkan resolusi yang produktif. Lawan kita kemungkinan tidak akan mau bekerja
sama kecuali kita bersedia melakukan hal yang serupa bagi mereka.

Kolaborasi dimulai dengan mengklarifikasi tujuan masing-masing pihak. Kemudian


masing-masing pihak berusaha melakukan kerjasama dengan menolak tujuan yang
mementingkan diri sendiri dan tidak besesuaian satu sama lain. Berikut ini beberapa cara
untuk mendorong kolaborasi:

1. Carilah kesamaan antara tujuan-tujuan yang bertentangan.


2. Akuilah babarapa tujuan lawan anda mungkin tidak berimplikasi jangka panjang
dan anda tak perlu menolaknya.
3. Beri beberapa kosesi saat meminta konsesi
4. Kembangkan tujuan baru yang memadukan dan melengkai tujuan semua pihak.

G. Manajemen Konlik: Menuju Solusi Sama-Sama Memang (Win-win Solutions)

Mengelola konflik adalah menyelesaikan konflik dengan cara yang positif. Ada tiga
strategi yang paling umum untuk menangani konflik. Ketiganya meliputi pembingkaian
situasi dalam hal menentukan siapa yang ‘menang” (yang mendapatkan apa yang diinginkann
ya) dan siapa yang “kalah” (yang tidak mendapatkan yang diinginkannya).

Ketiga strategi itu disebut....

1. Menang-kalah
2. Sama-sama kalah
3. Sama-sama menang

Strategi menang-kalah dapat mengelabui. Konflik sebenarnya hanya selesai


dipermukaan, tetapi pihak yang kalah tidak benar-benar puas. Seiring berlalunya waktu,
perasaan tidak suka terbentuk akhirnya mencuat kepermukaan, dan konflik pun bisa terjadi
13
lagi. Orang-orang seperti di negara Amerika cenderung lebih menghindari konflik. Mereka
menakinin bahwa konflik tidak menguntungkan dan tidak sehat. Menghindari konflik
sebenarnya berarti secara aktif menyisihkan orang-orang dari situasi konflik.

Sedangkan strategi sama-sama kalah bisa ditemukan dalam beberapa keadaan yaitu:

1. Ada kompromi dari semua pihak yang terlibat. Setiap pihak harus berhenti
menuntut apa yang semula mereka inginkan.
2. Pihak-pihak yang terlibat menggunakan arbiter. Arbiter ini lalu mengusulkan solusi
yang tidak membuat kedua belah pihak puas 100 persen.
3. Pihak-pihak yang terlibat dipaksa tunduk pada peraturan tanpa ada kelonggaran.
Kedua pihak kalah karena aturan tersebut diikuti dengan tegas.

Strategi sama-sama kalah digunakan ketika anda membutuhkan sulusi yang cepat.
Dalam hal ini, biasanya tidak ada cukup waktu untuk melakukan negosiasi. Tetapi strategi ini
hanya memberikan perbaikan jangka pendek, karena ia hanya berfokus pada penyelesaian
kilat ukan pada akar maslahnya.

Strategi sama-sama menang diarahkan pada akar permasalahan yang menimbulkan


konflik. Implementasi strategi ini menuntut pada kesabaran dan fleksibilitas mediator.
Kuncinya adalah pada konsentrasi untuk mengidentifikasi solusi yang bisa diterima oleh
setiap orang. Untuk mencapai solusi sama-sama menang ini diperlukan rasa saling percaya
dan kemampuan menyimak. Pihak-pihak yang terlibat tidak boleh bersifan kompetitif dan
berfokus pada kemenangan.
H. Sukses Mengelola Konflik Dengan Memahami Diri Sendiri

Sebagai seorang leader, anda meluangkan banyak waktu untuk memecahkan masalah
konflik, kecakapan dan kemampuan tertentu dapat membuat kita lebih berhasil dalam
menagani konflik. Begitu banyaknya waktu yang dihabiskan oleh manajer dalam mengatasi
konflik, sampai sampai ada yang mengatakan “manajer meluangkan sekitar 21 persen waktu
mereka, atau sehari dalam seminggu guna menangani konflik”

Agar berhasil mengelola konflik, pertama dan terutama anda harus mencermati sikap
anda. Anda harus selalu bersikap positif. Anda harus memahami bahwa ada konflik yang baik
untuk anda, karyawan anda, dan organisasi anda. Ketidak sepahaman itu sehat. Selain itu,
14
anda harus menjaga emosi. Anda tidak boleh membiarkan emosi mengendalikan proses.
Meskipun diketahui bahwa kemarahan adalah bagian dari resolusi konflik. Tetapi kemarahan
tidak boleh menjadi emosi utama yang mengatur proses.

Anda harus tegar agar berhasil dalam mengelola konflik. Anda harus bisa berdiri untuk
diri anda sendiri dan hak-hak anda sendiri. Tetapi saat itu juga anda tidak boleh melanggar
hak-hak orang lain.

Orang yang tidak tegas (disebut juga orang yang pasif) membiarkan orang lain melangkah
hak-haknya sendiri. Orang inin biasanya memiliki harga diri yang rendah dan tidak efektif
dalam mengelola konflik. Kebalikan orang ini juga sama tidak efektifnya. Orang yang agresif
akan melanggar hak-hak orang lain. Mereka cenderung berpikir bahwa hak-hak mereka harus
lebih didahulukan daripad ahak-hak orang lain. Mereka memfokuskan pada bagaimana
menguasai, apapun tebusannya.

Untuk mengelola konflik diperlukan banyak kecakapan dan kemampuan. Pertimbangan


sangat diperlukan sekali, berikut beberapa pertimbangan.

- Upayakan mencapai strategi sama-sama menang


- Hargai pandangan orang lain
- Lakukan penyimpulan yang tepat
- Empati menerima ide-ide orang lain

I. Taktik Untuk Mengurangi Konflik


Dinsmore (1990) memberikan taktik untuk mengurangi konflik dengan cara mengikuti
sarannya seperti berikut:

Meminimalkan konflik dengan atasan Meminimalkan konflik dengan bawahan


 Tempatkan dirinya sebagai “sepatu  Temukan profesional dan tujuan
bos”. personal anggota tim
 Analisis pola pikir bos.  Jelaskan harapan anda
 Jangan menyampaikan masalah  Defenisikan ukuran kontrol
kepada bos, tetapi pemecahan  Kembangkan toleransi kegagalan
masalahnya. untuk membangkitkan kreativitas.
 Dengarkan dengan baik informasi bos  Beri umpan balik positif.
untuk rencana dan pengembangan  Beri kesempatan dan penghargaan
 Berkonsultasi dengan bos terhadap
kebijakan, prosedur, dan kriteria
 Jangan memaksaa bos
15
Meminimalkan konflik dengan teman Meminimalkan konflik dengan pelanggan
selevel  Dorong pelanggan menuju yang
 Bantu kelompok mencapai tujuannya mereka inginkan.
 Bangun iklim kerja sama.  Pelihara kontak tertutup dengan
 Beri catatan kemajuan untuk pelanggan.
membantu anda dari kelompok.  Hindari kejutan.
 Usahakan saluran komunikasi  Siaplah melayani setiap level
informal.  Kembangkan hubungan informal
 Coba mereka dengan percobaan yang sebaik mungkin
anda inginkan.  Laksanakan proyek pertemuan reguler

J. Hal Yang Tidak Boleh Dilakukan Selama Menghadap Konflik

Berikut beberapa hal yang tidak boleh dilakukan selama menghadapai konflik yang
sedang terjadi.

1. Jangan memberikan kesempatan untuk perjuangan mendapatkan kekuasaan

Satu respon yang kreatif dapat anda lakukan untuk menyelesaikan konflik asal anda
memeliki kemampuan untuk melemahkan kekuasaan, memperbolehkan pihak lain untuk
mengendalikan perasaan mereka dan bahkan mengajukan pertanyaan.

Otorita akan meningkat apabila kita memberi wewenang pihak lain yang sedang
berusaha untuk mendapatkan kekuasaan. Kekuasaan akan cenderung menjadi kuat,
kewenangan lebih merujuk pada rasa segan atau hormat. Jika anda dapat menemukan jalan
untuk membelokkan perjuangan mendapat kekuasaan, kita akan menjadi lebih efektif selama
berada dalam konflik. Sekali perjuangan kekuasaan dimulai, ada tiga kemungkinan akibat
yang timbul:

a) Orang lain diberhentikan atau mungkin dilumpuhkan.


b) Orang lain dikeluarkan.
c) Dimulainya perebutan kedudukan yang terus-menerus.
2. Jangan memihak dalam konflik

Memihak konflik akan berpengaruh besar tehadap konflik yang sedang terjadi, dengan
tidak memihak konflik kita akan lebih nyaman untuk memantau konflik dan menjaga agar
konflik itu tetap berada dalam kontrol.

3. Jangan membiarkan konflik menempati agenda ada


16
Membiarkan konflik menjadi prioritas kita sungguh bukan hal yang positif, sebagai
seorang manajer dalam organisasi kita memiliki prioritas utama dalam jabatan tersebut.
Jangan sampai konflik memakan waktu terlalu banyak. Berikut ada bebarapa tips yang dapat
membantu untuk mengelola hal-hal yang bersifat mendesak.

a. Jangan menghabiskan seluruh waktu dan energi hanya untuk satu isu.
b. Waspadalah terhadap perangkap waktu, tugas-tugas yang anda lakukan apakah terlalu
lama memakan waktu.
c. Identifikasi isu yang penting dan mendesak, terutama isu negatif atau isu konflik.
4. Jangan terperangkap “Awfulizing” (kengerian)

Joan Borysenko memberikan defenisi Awfulizing yaitu kecenderungan untuk


memebesar-besarkan situasi dengan menarik kesimpulan tentang kemungkinanan yang paling
buruk. Ini mudah untuk menekan pada skenario kasus buruk saat menghadapi konflik tahap
dua dan tiga. Mereka yang terjebak dalam konflik yang memiliki tingkat lebih tinggi
kehilangan kemampuan mereka untuk mengukur intensitas masalah.
BAB IV

KESIMPULAN

Konflik menjadi persoalan yang sangat rumit, memakan energi dan waktu serta dana. 17
Ini lah pandangan tradisional yang mengatakan lebih baik konflik itu tidak perlu ada karena
dapat merusak sistem organisasi. Namun tidak dengan pandangan humanisme yang
mengatakan konflik sesutau yang wajar dalam organisasi, konflik ada karena adanya berbagai
hal. Namun konflik tidak harus dipandang dengan hal-hal negatif, ada dampak positifnya juga
apabila konflik dapat terselelsaikan. Lain hal dengan pandangan interaksionis yang malah
mengatakan konflik harus ada didalam organisasi atau bila perlu dibuat demi menunjang
kemajuan anggota-anggota didalam organisasi.

Dari pernyataan diatas bila kita cermati lebih dalam ternyata konlik tidak mengandung
sisi negatifnya saja, hal-hal positif ada pada konflik. Konflik akan memiliki hal-hal positif
apa bila konflik dapat dikelola dengan baik dan benar. Setiap konflik yang terjadi baik itu
terhadapa individu, kelompok, dan organisasi memiliki cara dan alternatif dalam mencari
solusi untuk meredakan konflik. Metode-metode konflik banyak dijumpai serta para ahli juga
memberikan sumbangan pemikirannya terhadapa cara mengelola konflik. Terlepas dari itu,
hal yang terpenting adalah melihat situasi, kondisi, jenis konflik tersebut.
DAFTAR PUSTAKA

Nawawi Hadari, Hadari Martini. 1995. Kepemimpinan Yang Efektif. Yogyakarta: 18


Gadjah madah University Press

Siswanto, Agus Sucipto. 2008. Teori & Perilaku Organisasi. Malang: UIN-Malang
Press

O’hair Dan, dkk. 2009. Strategic Communication In Business And The Proffessions.
Jakarta: Pernada Media Group

Usman Husaini. 2009. Manajemen Teori, Praktik, Dan Riset Pendidikan. Jakarta: Bumi
Aksara

Umam Khaerul. 2012. Manajemen Organisasi, Bandung: Pustaka Setia

Buhler Patricia. 2001. Management Skills Dalam 24 Jam, Diterjemahkan Oleh Sugeng
Haryanto, dkk. Jakarta: Prenada Media Group

Wibowo. 2006. Manajemen Perubahan, Jakarta: Raja Grafindo Persada

Hendrick William. 1992. Bagaimana Mengelola Konflik, Diterjemahkan Oleh Arif


Santoso. Jakarta: Bumi Aksara

Wirawan. 2009. Konflik dan Manajemen Konflik, Jakarta: Salemba Humanika

Sofyandi Herman, Garniwa Iwa. 2007. Perilaku Organisasional, Yogyakarta: Graha


Ilmu
19

Anda mungkin juga menyukai