Anda di halaman 1dari 10

KONSEP MANUSIA DALAM PERSPEKTIF ISLAM

Oleh:
Dwi Nanda Cakra Wiguna (175090200111035)

Manusia adalah makhluk paling sempurna yang pernah diciptakan oleh Allah swt.
Kesempurnaan yang dimiliki manusia merupakan suatu konsekuensi fungsi dan tugas mereka
sebagai khalifah di muka bumi ini. Al-Quran menerangkan bahwa manusia berasal dari tanah.
Manusia memiliki fisik, perasaan, hawa nafsu, juga akal yang membuat manusia berbeda
dengan makhluk lainnya. Hakikat manusia menurut islam bukanlah seperti hewan, tumbuhan,
atau makhluk lainnya yang bernyawa. Makhluk seperti hewan sepintar apapun terlihatnya ia
hanyalah makhluk yang didorong oleh insting dan memori dalam otak atau fisiknya. Sedangkan
manusia dalam dirinya dengan kesempurnaan akal adalah makhluk yang dapat menilai benar
dan salah sebuah perilaku. Tidak hanya itu, ia pun juga bisa mengukut baik dan buruknya suatu
tindakan.
Membicarakan tentang manusia dalam pandangan ilmu pengetahuan sangat bergantung
metodologi yang digunakan dan terhadap filosofis yang mendasari. Penganut teori
psikoanalisis menyebut manusia sebagai homo volens (makhluk berkeinginan). Menurut aliran
ini, manusia adalah makhluk yang memiliki perilaku interaksi antara komponen biologis (id),
psikologis (ego), dan social (superego). Di dalam diri manusia tedapat unsur animal (hewani),
rasional (akali), dan moral (nilai). Sementara penganut teori behaviorisme menyebut manusia
sebagai homo mehanibcus (manusia mesin). Behavior lahir sebagai reaksi terhadap
introspeksionisme (aliran yang menganalisa jiwa manusia berdasarkan laporan subjektif dan
psikoanalisis (aliran yang berbicara tentang alam bawa sadar yang tidak nampak). Behavior
yang menganalisis perilaku yang nampak saja. Menurut aliran ini segala tingkah laku manusia
terbentuk sebagai hasil proses pembelajaran terhadap lingkungannya, tidak disebabkan aspek.
Penganut teori kognitif menyebut manusia sebagai homo sapiens (manusia berpikir). Menurut
aliran ini manusia tidak di pandang lagi sebagai makhluk yang bereaksi secara pasif pada
lingkungannya, makhluk yang selalu berfikir. Penganut teori kognitif mengecam pendapat
yang cenderung menganggap pikiran itu tidak nyata karena tampak tidak memengaruhi
peristiwa. Padahal berpikir, memutuskan, menyatakan, memahami, dan sebagainya adalah
fakta kehidupan manusia. Sementara di dalam Al-Qur’an terdapat 4 kata atau istilah yang
digunakan untuk menunjukkan manusia.1 Pertama, kata ins yang kemudian membentuk kata
insan dan unas. Kata “insan” diambil dari kata “uns” yang mempunyai arti jinak, tidak liar,
senang hati, tampak atau terlihat. Kata insan disebutkan dalam al-Qur’an sebanyak 65 kali,
diantaranya (al-Alaq/96: 5),

Terjemahnya:
“Dia mengajarkan manusia apa yang tidak diketahuinya.” (QS. Al-Alaq: 5).
Firman Allah dalam surah At-Tin/95: 4, yaitu:

Terjemahnya:
“Sesungguhnya kami telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya”. (Q.S
At-Tin: 4).

Bahkan untuk proses biologis terciptanya manusia tertuang dalam Al-Quran surat Al-
Mu’minun: 12- 14 yang berbunyi,

Terjemahnya:
“Dan sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dari suatu saripati (berasal) dari
tanah.Kemudian Kami jadikan saripati itu air mani (yang disimpan) dalam tempat yang kokoh
(rahim).Kemudian air mani itu Kami jadikan segumpal darah, lalu segumpal darah itu Kami
jadikan segumpaldaging, dan segumpal daging itu Kami jadikan tulang belulang, lalu tulang
belulang itu Kami bungkusdengan daging. Kemudian Kami jadikan dia makhluk yang
(berbentuk) lain. Maka Maha sucilah Allah, Pencipta Yang Paling Baik.” (Al-Mu’minun: 12-
14).

Konsep Manusia dilihat dari Tujuannya diciptakan


Manusia diciptakan tentu memiliki tujuan. Bagi umat islam konsep manusia adalah
dilihat dari bagaimana maksud atau tujuan Allah di dalam kehidupan ini. Sebagian ummat lain
menganggap bahwa manusia tercipta sendirinya dan melakukan hidup dengan apapun yang
mereka inginkan, sebebas-bebasnya. Dalam ilmu pendidikan islam, yang berbicara mengenai
konsep manusia tentunya tidak didefinisikan seperti itu.

1. Beribadah kepada Allah


”Dan tidaklah Aku menciptakan Jin dan Manusia kecuali hanya untuk beribadah
kepada-Ku” (QS Adzariyat : 54)

Konsep manuia menurut islam berdasarkan dari tujuannya diciptakan, semata-mata


adalah untuk beribadah kepada Allah. Beribadah kepada Allah artinya kita menganggap
Allah sebagai satu-satunya Tuhan yang layak untuk disembah, menjadi tempat bergantung,
diagungkan, dan diikuti seluruh perintahnya. Tanpa melakukan ibadah kepada Allah
niscaya manusia akan tersesat dan kehilangan arah hidupnya.

2. Mendapatkan Ujian Dunia untuk Masa Depan Akhirat


“Dan sungguh akan Kami berikan cobaan kepadamu, dengan sedikit ketakutan,
kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. Dan berikanlah berita gembira
kepada orang-orang yang sabar (yaitu) orang-orang yang apabila ditimpa musibah,
mereka mengucapkan, “Inna lillaahi wa innaa ilaihi raaji’uun.” Mereka itulah yang
mendapat keberkatan yang sempurna dan rahmat dari Tuhan mereka dan mereka itulah
orang-orang yang mendapat petunjuk,” (QS. Al-Baqarah: 155-157).

Dalam surat tersebut, Allah menunjukkan kepada manusia bahwa manusia diciptakan
adalah untuk diberikan ujian di dunia. Barangsiapa bisa melalui ujian di dunia dengan
berbagai tantangan dan kesulitannya, maka Allah akan memberikan pahala akhirat dan
rahmat bagi yang benar-benar melaksanakannya dengan baik. Menghadapi musibah dalam
islam hakikatnya adalah menghadapi ujian di dunia yang harus dilalui dengan kesabaran.
Maka itu islam melarang berputus asa, karena ada banyak bahaya putus asa dalam islam.
Salah satunya adalah tidak bisa optimis untuk menjalankan hidup di dunia untuk masa
depan akhirat yang baik. Ujian di dunia adalah agar Allah bisa mengetahui siapa yang bisa
mengikuti dan mengabdi pada Allah dengan membalas segala perbuatan dan usahanya
untuk menghadi ujian, di akhirat. Untuk itu pahala adalah credit poin yang harus tetap diisi
agar kelak sebelum masa pembalasan, proses penghisaban (perhitungan) kita mendapatkan
hasil terbaik ujian di dunia.

3. Melakukan Pembangunan di Muka Bumi dan Tidak berbuat Kerusakan


“Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para Malaikat: “Sesungguhnya Aku
hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi.” Mereka berkata: “Mengapa Engkau
hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya
dan menumpahkan darah, padahal kami senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan
mensucikan Engkau?” Tuhan berfirman: “Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak
kamu ketahui.” (QS : Al Baqarah : 30)

Dari Al-Quran surat Al-Baqarah ayat 30 diatas, menunjukkan bahwa manusia


diciptakan di muka bumi adalah untuk menjadi khalifah di muka bumi. Khalifah di atas
bukan berarti hanya sekedar pemimpin. Manusia yang hidup semuanya menjadi pemimpin.
Pemimpin bukan berarti hanya sekedar status atau jabatan dan tidak perlu mendapatkan
jabatan tertentu untuk menjadi khalifah di muka bumi. Khalifah di muka bumi bukan berarti
melaksanakannya hanya saat ada jabatan kepemimpinan seperti presiden, ketua daerah,
pimpinan tertentu di organisasi/kelompok. Khalifah di muka bumi adalah misi dari Allah
yang telah diturunkan sejam Nabi Adam sebagai manusia pertama. Untuk itu, khalifah
disini bermaksud sebagai fungsi.
Fungsi dari pemimpin adalah mengatur, mengelola, menjaga agar sistem dan
perusahaannya menjadi baik dan tidak berantakan. Pemimpin juga menjadi figur atau
teladan, tidak melakukan sesuatu dengan semena-mena atau tidak adil. Pemimpin membuat
segalanya berjalan dengan baik, teratur, dan bisa tercapai tujuannya. Untuk itu, khalifah
adalah tugas dari semua manusia untuk mengelola, mengatur segala kehidupan di dunia.
Mengelola bumi artinya bukan hanya mengelola alam atau diri sendiri saja, melainkan
seluruh kehidupan yang ada di bumi termasuk sistem ekonomi, politik, sosial, budaya,
hukum, IPTEK, pendidikan, dan lain sebagainya. Maka itu manusia manapun dia wajib
menghidupkan, mengembangkan, dan menjalankan seluruhnya dengan baik agar adil,
sejahtera, dan sesuai fungsi dari bidang tersebut (masing-masing).

Manusia adalah makhluk kosmis yang sangat penting, karena dilengkapi dengan semua
pembawaan atau fitrahnya dan syarat-syarat yang diperlukan untuk mengemban tugas dan
fungsinya sebagi makhluk Allah di muka bumi.2 Sedikitnya ada enam konsep yang digunakan
Al-Qur’an untuk menunjuk pada makna manusia, namun secara khusus memiliki penekanan
pengertian yang berbeda. Perbedaan tersebut dapat dilihat pada konsep berikut :
1. Konsep Abd Allah
Beda dari Darwinisme, al-Qur’an dengan tegas menyatakan bahwa manusia adalah
ciptaan Allah. Dalam kontek ini manusia dipossikan sesuai dengan hakikat penciptaanya
dalam surat 51:56 Artinya: “Dan tidak Aku jadikan jin dan manusia kecuali untuk
mengabdi kepadaku”.
Secara hierarkis, abd atau abdi berada dalam kedudukan yang paling rendah. Ia menjadi
milik dan hamba “Tuan” nya. Di antara sikap seorang hamba yang harus diperlihatkan
kepada tuannya, adalah sikap tunduk, patuh dan taat. Semuanya tanpa pamrih. Sikap seperti
menjadi indikator utama dalam penilaian tuan terhadap hambanya. Apakah ia termasuk
seorang hamba yang taat dan setia atau menentang. Sebagai hamba Allah, manusia
merupakan makhluk ciptaan Allah SWT yang kecil dan tak memiliki kekuasaan. Tugas
Abdullah hanya menyembah kepada-Nya dan berpasrah diri kepada-Nya.Menyembah
Allah SWT dengan arti sempit mengerjakan salat, puasa, zakat dll. Namun, dalam arti luas
sebagai hamba mempunyai kewajiban atas hablu minannas (hubungan muamalat atau
sosial antar manusia) dan hablu mina Allah (hubungan baik antara hamba dengan Allah
SWT.
2. Konsep al-Basyar
Kata al-Basyar dinyatakan dalam Al-Qur’an sebanyak 36 kali dan tersebar dalam 26
surat. Secara etimologi al-Basyar juga artikan mulamasah, yaitu persentuhan kulit antara
laki-laki dan perempuan. Makna ini dapat dipahami bahwa manusia merupakan makhluk
yang memiliki segala sifat kemanusiaan yang terbatas, seperti makan, minum, seks,
keamanan, kebahagiaan, dan lain sebagainya.Penunjukkan kata al-Basyar ditunjukan Allah
kepada seluruh manusia tanpa kecuali.Demikian pula halnya dengan para rasul-rasul-Nya.
Hanya saja kepada mereka diberikan wahyu, sedangkan kepada manusia umumnya tidak
diberikan. Berdasarkan konsep al- Basyar, manusia tak jauh berbeda dengan makhluk
biologis lainnya. Dengan demikian kehidupan manusia terikat kepada kaidahkaidah prinsip
kehidupan biologis lain seperti berkembang biak, mengalami fase pertumbuhan dan
perkembangan dalam mencapai tingkat kematangan serta kedewasaan. Manusia dalam
pengertian basyar ini banyak juga dijelaskan dalam Al-Qur‟an, diantaranya dalam surat
Ibrahim ayat 10, Artinya: “Berkata rasul-rasul mereka: "Apakah ada keragu-raguan
terhadap Allah, Pencipta langit dan bumi? Dia menyeru kamu untuk memberi ampunan
kepadamu dari dosa-dosamu dan menangguhkan (siksaan)mu sampai masa yang
ditentukan?" Mereka berkata: "Kamu tidak lain hanyalah manusia seperti kami juga.
Kamu menghendaki untuk menghalang-halangi (membelokkan) kami dari apa yang selalu
disembah nenek moyang kami, karena itu datangkanlah kepada kami, bukti yang nyata"
Manusia dalam konsep al-Basyr ini dapat berubah fisik, yaitu semakin tua fisiknya akan
semakin lemah dan akhirnya meninggal dunia. Dan dalam konsep al-Basyr ini juga dapat
tergambar tentang bagaimana seharusnya peran manusia sebagai makhluk biologis.
Bagaimana dia berupaya untuk memenuhi kebutuhannya secara benar sesuai tuntunan
Penciptanya. Yakni dalam memenuhi kebutuhan primer, sekunder dan tersier.

3. Konsep al-Insan
Kata al-Insan yang berasal dari kata al-uns, dinyatakan dalam al-Qur’an sebanyak 73
kali dan tersebar dalam 43 surat. Secara etimologi, al-Insan dapat diartikan harmonis, lemah
lembut, tampak, atau pelupa. Dan ada juga dari akar kata Naus yang mengandung arti
“pergerakan atau dinamisme”. Merujuk pada asal kata al- Insan dapat kita pahami bahwa
manusia pada dasarnya memiliki potensi yang positif untuk tumbuh serta berkembang
secara fisik maupun mental spiritual. Di samping itu, manusia juga dibekali dengan
sejumlah potensi lain, yang berpeluang untuk mendorong ia ke arah tindakan, sikap, serta
perilaku negatife dan merugikan. Al-Insan dihubungkan dengan keistimewaan manusia
sebagai khalifah dan pemikul amanah, yang dapat dipahami melalui:
Pertama, Manusia dipandang sebagai makhluk unggulan atau puncak penciptaan
Tuhan. Keunggulannya terletak pada wujud kejadiannya sebagai makhluk yang diciptakan
dengan sebaik-baik penciptaan yang berbeda dengan hewani.
Kedua, manusia adalah makhluk yang memikul amanah (33: 72), amanah adalah
menemukan hukum alam, menguasainya atau dalam istilah al-Qur'an "mengetahui nama-
nama semuanya" dan kemudian menggunakannya dengan inisiatif moral insani, untuk
menciptakan tatanan dunia yang baik. Mengutip berbagai pendapat para mufassir tentang
makna amanah dan memilih makna amanah sebagai predisposisi (isti'dad) untuk beriman
dan mentaati Allah.
Ketiga, karena manusia memikul amanah, maka insan dalam alQur'an juga
dihubungkan dengan konsep tanggung jawab (75: 36; 75:3; 50:16). Ia diwasiatkan untuk
berbuat baik (29:8; 31:14; 46:15); amalnya dicatat dengan cermat untuk diberi balasan
sesuai dengan apa yang dikerjakannya.
Keempat, dalam menyembah Allah, insan sangat dipengaruhi lingkungannya. Bila ia
ditimpa musibah, ia cenderung menyembah Allah dengan ikhlas; bila ia mendapat
keberuntungan ia cenderung sombong, takabur, dan bahkan musyrik.
4. Konsep an-Nas
Kata an-Nas dinyatakan dalam Al-Qur’an sebanyak 240 kali dan tersebar dalam 53
surat. Kosa kata An- Nas dalam AlQur’an umumnya dihubungkan dengan fungsi manusia
sebagai makhluk sosial. Manusia diciptakan sebagai makhluk bermasyarakat, yang berawal
dari pasangan laki-laki dan wanita kemudian berkembang menjadi suku dan bangsa untuk
saling kenal mengenal “berinterksi”.
Hal ini sejalan dengan teori “strukturalisme” Giddens yang mengatakan bahwa manusia
merupakan individu yang mempunyai karakter serta prinsip berbeda antara yang lainnya
tetapi manusia juga merupakan agen social yang bisa mempengaruhi atau bahkan di bentuk
oleh masyarakat dan kebudayaan di mana ia berada dalam konteks sosial.
Tentunya sebagai makhluk sosial manusia harus mengutamakan keharmonisan
bermasyarakat. Manusia harus hidup ber-sosial artinya tidak boleh sendiri-sendiri, karena
manusia tidak bisa hidup sendiri. Jika kita kembali ke asal mula terjadinya manusia yang
bermula dari pasangan laki-laki dan wanita (Adam dan Hawa), dan berkembang menjadi
masyarakat, ini menunjukkan bahwa manusia harus hidup bersaudara dan tidak boleh
saling menjatuhkan. Inilah sebenarnya fungsi manusia dalam konsep an-Naas.
5. Konsep Ins
Kata ins merupakan salah satu turunan dari kata anasa. Kata ini juga sering pula
diperhadapkan dengankata al-jinn. Kedua jenis kata ini tentu sangat bertolak belakang
bahwa yang yang pertama bersifat nyata (kasat mata), sedangkan yang kedua bersifat
tersembunyi. Ada sebanyak 17 kali Allah menyebutkan kata al-ins yang disandingkan
dengan al-jinn atau jan. Dalam pemakaiannya, kata ins dalam AlQuran mengarah kepada
jenis dan menunjukkan manusia sebagai nomina kolektif. Secara keseluruhan, penyebutan
al-Ins dalam Al-Quran sebanyak 22 kali. Pendapat lain menyebutkan, sisi kemanusiaan
pada manusia yang disebut dalam al-Qur‟an dengan kata al-Ins dalam arti “tidak liar” atau
“tidak biadab” merupakan kesimpulan yang jelas bahwa manusia yang nampak itu
merupakan kebalikan dari jin yang bersifat metafisik dan identik dengan liar atau bebas.
6. Konsep Bani Adam
Manusia sebagai Bani Adam, termaktub di tujuh tempat dalam Al-Qur’an Muhammad
Fuad Abdal- Baqi:1989). Menurut al-Gharib al-Ishfahany, bani berarti keturunan dari darah
daging yang dilahirkan. Berkaitan dengan penciptaan manusia menurut Christyono
Sunaryo, bahwa bumi dan dunia ini telah diciptakan Allah SWT jutaan tahun sebelum Nabi
Adam AS diturunkan dibumi, 7000 tahun yang lalu. Adapun yang dikatakan dalam kitab-
kitab suci, ilmu pengetahuan ataupun teknologi dapat membuktikan bahwa ada sisa-sisa
“manusia” yang telah berumur jutaan tahun. Bahkan teori Darwin-pun mengalami kesulitan
dalam menghubungkan manusia purba dengan manusia masa kini (The missing link
theorema). Dalam konsep ini dapat ditarik beberapa kesimpulan bahwa: “Jelaslah dengan
penjelasan di atas bahwa Adam AS bukanlah merupakan hasil evolusi ataupun “keturunan
monyet”, seperti dikatakan Darwin. Al-Qur'an mempergunakan istilah ini, terutama dalam
rangka mengingatkan asal-usulnya yang berkaitan dengan kisah Adam yang pernah
dijerumuskan oleh setan ke dalam tindakan yang dilarang Tuhan dalam QS. al-A’raaf: 27
Allah berfirman yang artinya: “Hai anak Adam, janganlah sekalikali kamu dapat ditipu
oleh syaitan sebagaimana ia telah mengeluarkan kedua ibu bapamu dari surga, ia
menanggalkan dari keduanya pakaiannya untuk memperlihatkan kepada keduanya
auratnya. Sesungguhnya ia dan pengikutpengikutnya melihat kamu dan suatu tempat yang
kamu tidak bisa melihat mereka. Sesungguhnya Kami telah menjadikan syaitan-syaitan itu
pemimpin-pemimpim bagi orang-orang yang tidak beriman”
Oleh karena itu, ungkapan bani Adam lebih menekankan pada peringatan terhadap
manusia agar memegang nikmat yang telah diberikan kepada Allah, apakah nikmat itu
berupa pemberian kemuliaan, penghidupan di darat dan laut, pemberian rizki ataupun
kedudukan di atas makhluk lainnya (QS. al-Isra': 70); ikatan janji primordial untuk tidak
menyembah setan karena telah bersaksi bahwa Allah adalah Tuhannya (QS. Yaasiin: 60,
dan QS. Al-A’raaf: 172), yang telah memberikan pakaian takwa yang harus mereka
pergunakan setiap kali mereka menuju ke tempat sujud, dan itu bumi itu sendiri (QS. al-
A’raaf: 31).

Hikmah dari Konsep Manusia dalam Islam


Konsep manusia dalam islam adalah konsep yang utuh dan integral mempertimbangkan
seluruh aspek kehidupan manusia mulai dari perangkat fisik hingga perangkat akal dan
psikologisnya. Konsep manusia dalam islam juga tidak menghalangi manusia untuk memilih,
menggunakan kehendak bebasnya, dan melakukan apapun yang diinginkan manusia. Hanya
saja segala sesuatu yang diperbuat oleh manusia pasti akan ada efek dan resikonya. Tentu hal
tersebut tidak bisa dihindari dan harus diterima atau dilakukan oleh manusia.
Untuk itu, konsep manusia dalam islam tidak timpang sebelah. Konsep manusia dalam
islam juga tidak menganggap bahwa manusia boleh sebebas-bebasnya. Untuk itu, ada aturan
bagi manusia. Aturan tersebut bukan dalam rangka untuk membatasi atau membuat manusia
tersiksa. Hakikatnya aturan tersebut dibuat agar manusia terhindar dari keterpurukan dan
kesesatan. Manusia sengaja diberikan aturan agar tidak melakukan hal yang merugikan dirinya.
Maka itulah fungsi agama memberikan petunjuk agar manusia bisa benar-benar selamat hidup
di dunia dan akhirat. Itulah konsep manusia dalam islam. Sangat seimbang dan integral.
Memperhitungkan semua aspek dalam kehidupan manusia. Dari konsep manusia islam, maka
tidak ada manusia yang bisa menyombongkan dirinya. Sifat sombong dalam islam itu sendiri
sangat dibenci, karena sejatinya tidak ada yang bisa disombongkan dari manusia. Manusia
senantiasa memiliki kelemahan.
DAFTAR PUSTAKA

Annisa, Finastri. 2016. Konsep Manusia dalam Islam. https://dalamislam.com/info-


Islami/konsep-manusia-dalam-islam. (Diakses pada 10 Desember 2019)

Muhlasin. 2019. Konsep Manusia Dalam Perspektif Al-Qur’an. Idarotuna. Vol.1., 2.

Rahmatiah, Siti. 2015. Konsep Manusia Menurut Islam. Jurnal Bimbingan Penyuluhan Islam
Vol.2., 1 :93-115.

Anda mungkin juga menyukai