Anda di halaman 1dari 15

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Islam merupakan salah satu agama samawi yang meletakan nilai-nilai

kemanusia atau hubungan personal, interpersonal dan masyarakat secara agung dan

luhur, tidak ada perbedaan satu sama lain, keadilan, relevansi, kedamaian yang

mengikat semua aspek manusia. Kedamaian yang hadir dalam diri manusia dan itu

sifatnya fitrah. Kedamaian akan hadir, jika manuia itu sendiri menggunakan dorongan

diri ke arah bagaimana memanusiakan manusia dan atau memposisikan dirinya

sebagai makhluk ciptaaan Allah SWT yang bukan saja unik, tapi juga sempurna, namun

jika sebaliknya manusia mengikuti nafsu dan tidak berjalan seiring fitrah, maka janji

Allah SWT adzab dan kehinaan akan datang.

Fitrah kemanusiaan yang merupakan pemberian Allah SWT memang tidak dapat

ditawar, dia hadir seiring tiupan ruh dalam janin manusia dan begitu manusia lahir

dalam bentuk “manusia” punya mata, telinga, tangan, kaki dan anggota tubuh lainnya,

sangat tergantung pada wilayah, tempat, lingkungan di mana manusia itu dilahirkan.

Anak yang dilahirkan dalam keluarga dan lingkungan muslim sudah barang tentu

secara akidah akan mempunyai persepsi keAllah SWTan (iman) yang sama, begitu pun

nasrani dan lain sebagainya. Inilah yang sering dikatakan sebagai sudut lahirnya

keberagamanaan seorang manusia yang akan berbeda satu denganyang lainnya.

Dalam wacana studi agama sering dikatakan bahwa fenomena keberagamaan manusia

1
tidak hanya dapat dilihat dari berbagai sudut pandang normativitas melainkan juga

dilihat dari historisitas.

Manusia merupakan makhluk ciptaan Allah SWT yang begitu sempurna dan kompleks.

Untuk memahami dan mengenal jati diri kita sebagai manusia dan tujuan dari

penciptaan kita di dunia ini, maka sangatlah penting untuk kita mempelajari dan

memahami materi tentang “Manusia dalam Konsepsi Islam”.

Sehingga Berdasarkan latar belakang di atas, maka rumusan dari makalah ini adalah:

“bagaimanakah manusia dalam konsep islam?” dengan tujuan membantu

mempermudah mahasiswa mengikuti perkuliahan Pendidikan Agama Islam,

mengetahui eksistensi manusia secara islam, serta mengetahui tanggung jawab

manusia sebagai hamba dan khalifah Allah SWT.

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. Konsep Manusia dalam Islam

Manusia menurut Islam adalah makhluk ciptaan Allah yang diberikan akal

dan pikiran untuk beribadah kepada-Nya dan menjalankan tugas sebagai

khalifah di bumi. Dalam Al-Quran, Allah berfirman: “Dan (ingatlah), ketika Allah

SWTmu berfirman kepada para malaikat: ‘Sesungguhnya Aku hendak

menjadikan seorang khalifah di muka bumi.’ Mereka berkata: ‘Mengapa Engkau

hendak menjadikan (seorang khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat

kerusakan padanya dan menumpahkan darah, sedangkan kami senantiasa

bertasbih dengan memuji Engkau dan menyucikan Engkau?’ Allah SWT

berfirman: ‘Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui.'” (QS.

Al-Baqarah: 30). Manusia dalam pandangan Islam memiliki beberapa konsep

yang penting, antara lain:

1.1 Fitrah

Fitrah adalah kodrat atau sifat dasar manusia yang telah ditanamkan oleh

Allah sejak manusia dilahirkan. Dalam Al-Quran, Allah berfirman:

“Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-

baiknya. Kemudian Kami kembalikan dia ke tempat yang paling rendah,

kecuali orang-orang yang beriman dan beramal saleh, maka bagi mereka

ada pahala yang tak terhingga.” (QS. At-Tin: 4-6).

3
1.2 Akhlak

Akhlak atau budi pekerti merupakan konsep penting dalam Islam, karena

akhlak yang baik akan membawa manusia kepada kesuksesan di dunia dan

akhirat. Dalam Al-Quran, Allah berfirman: “Dan demi nafas yang

menyertainya (manusia), Allah telah menciptakan manusia dalam keadaan

sebaik-baiknya. Kemudian Allah menurunkan kepadanya akal dan pikiran

untuk memilih jalan yang benar atau salah.” (QS. Ash-Shams: 7-10).

1.3 Keadilan

Keadilan merupakan prinsip penting dalam Islam, karena keadilan

merupakan salah satu ciri-ciri orang beriman. Dalam Al-Quran, Allah

berfirman: “Sesungguhnya Allah memerintahkan kepada kamu untuk

menunaikan amanah kepada yang berhak mendapatkannya, dan (menuntut

kamu) apabila kamu menghukum antara manusia, hendaklah kamu

menghukum dengan adil.” (QS. An-Nisa: 58).

Istilah kunci yang digunakan Al-Qur’an untuk menunjuk pada pengertian

manusia menggunakan kata-kata basyar, al-insan, dan an-nas. Kata basyar

disebut dalam Al-Qur’an 27 kali. Kata basyar menunjuk pada pengertian

manusia sebagai makhluk biologis (QS Ali ‘Imran [3]:47) tegasnya memberi

pengertian kepada sifat biologis manusia, seperti makan, minum, hubungan

seksual dan lain-lain. Kata al-insan dituturkan sampai 65 kali dalamAl-Qur’an

yang dapat dikelompokkan dalam tiga kategori.

4
Pertama al-insan dihubungkan dengan khalifah sebagai penanggung

amanah (QS AlAhzab [3]:72), kedua al-insan dihubungankan dengan

predisposisi negatif dalam diri manusia misalnya sifat keluh kesah, kikir (QS

Al-Ma’arij [70]:19-21) dan ketiga al-insan dihubungkan dengan proses

penciptaannya yang terdiri dari unsur materi dan nonmateri (QS Al-Hijr

[15]:2829).

Semua konteks al-insan ini menunjuk pada sifat-sifat manusia psikologis dan

spiritual. Kata an-nas yang disebut sebanyak 240 dalam Al-Qur’an mengacu

kepada manusia sebagai makhluk sosial dengan karateristik tertentu

misalnya mereka mengaku beriman padahal sebenarnya tidak (QS Al-

Baqarah [2]:8).Dari uraian ketiga makna untuk manusia tersebut, dapat

disimpulkan bahwa manusia adalah mahkluk biologis, psikologis dan sosial.

Ketiganya harus dikembangkan dan diperhatikan hak maupun kewajibannya

secara seimbang dan selalu berada dalam hukum-hukum yang berlaku

(sunnatullah).

Al-Qur’an memandang manusia sebagaimana fitrahnya yang suci dan mulia,

bukan sebagai manusia yang kotor dan penuh dosa. Peristiwa yang

menimpa Nabi Adam sebagai cikal bakal manusia, yang melakukan dosa

dengan melanggar larangan Tuhan, mengakibatkan Adam dan istrinya

diturunkan dari surga, tidak bisa dijadikan argumen bahwa manusia pada

hakikatnya adalah pembawa dosa turunan.

5
Al-Quran justru memuliakan manusia sebagai makhluk surgawi yang sedang

dalam perjalanan menuju suatu kehidupan spiritual yang suci dan abadi di

negeri akhirat, meski dia harus melewati rintangan dan cobaan dengan

beban dosa saat melakukan kesalahan di dalam hidupnya di dunia ini.

Bahkan manusia diisyaratkan sebagai makhluk spiritual yang sifat aslinya

adalah berpembawaan baik (positif, haniif). Karena itu, kualitas, hakikat,

fitrah, kesejatian manusia adalah baik, benar, dan indah. Tidak ada makhluk

di dunia ini yang memiliki kualitas dan kesejatian semulia itu.

Sungguhpun demikian, harus diakui bahwa kualitas dan hakikat baik benar

dan indah itu selalu mengisyaratkan dilemadilema dalam proses

pencapaiannya. Artinya, hal tersebut mengisyaratkan sebuah proses

perjuangan yang amat berat untuk bisa menyandang predikat seagung itu.

Sebab didalam hidup manusia selalu dihadapkan pada dua tantangan moral

yang saling mengalahkan satu sama lain.

Karena itu, kualitas sebaliknya yaitu buruk, salah, dan jelek selalu menjadi

batu sandungan bagi manusia untuk meraih prestasi sebagai manusia

berkualitas mutaqqin di atas. Gambaran al-Qur’an tentang kualitas dan

hakikat manusia di atas megingatkan kita pada teori superego yang

dikemukakan oleh sigmund Freud, seorang ahli psikoanalisa kenamaan yang

pendapatnya banyak dijadika rujukan tatkala orang berbicara tentang kualitas

jiwa manusia.

6
Menurut Freud, superego selalu mendampingi ego. Jika ego yang

mempunyai berbagai tenaga pendorong yang sangat kuat dan vital (libido

bitalis), sehingga penyaluran dorongan ego (nafsu lawwamah/nafsu buruk)

tidak mudah menempuh jalan melalui superego (nafsu muthmainnah/nafsu

baik). Karena superego (nafsu muthmainnah) berfungsi sebagai badan

sensor atau pengendali ego manusia. Sebaliknya, superego pun sewaktu-

waktu bisa memberikan justifikasi terhadap ego manakala instink, intuisi, dan

intelegensi

B. Eksistensi manusia dan martabat manusia

1.1 Eksistensi Manusia

Manusia adalah ciptaan Allah SWT yang paling luhur, mulia, karena

memiliki keistimewaan dibandingkan ciptaan Allah SWT yang lainnya.

Kestimewaan manusia inilah yang menunjukkan eksistensinya sebagai

makhluk yang bermartabat luhur yang sempurna. ia (manusia) disebut

manusia karena memiliki kemampuan dasar. Kemampuan dasar inilah yang

membedakannya dengan ciptaan Allah SWT yang lain.

Eksistensi manusia adalah keberadaan, kehadiran, dan kebebasan

manusia dalam menghadapi dunia dan dirinya sendiri. Eksistensi manusia

berbeda dengan makhluk lain, karena manusia sadar akan keberadaannya

dan mampu memilih hidupnya. Eksistensi manusia berasal dari kata latin

existere yang artinya muncul, ada, timbul, dan memiliki keberadaan aktual.

Eksistensi manusia menuntut manusia untuk berani mengambil keputusan

7
yang menentukan hidup. Allah menegaskan tujuan penciptaan manusia

dalam firman-Nya, yang artinya: Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia

melainkan agar mereka beribadah kepada-Ku, (Q.S. Adz-Dzariyat : 56)

Hakikat ibadah, menurut Sayyid Quthb tersimpul dalam dua prinsip, yakni:

o Tertanamnya makna menundukkan dan merendahkan diri kepada Allah

(ai-'ubudiyah lillah) di dalam jiwa. Dengan kata lain, manusia senantiasa

menyadari bahwa dalam alam ini hanya ada satu Allah SWT yang kepada-

Nya manusia beribadah.

o Berorientasi kepada Allah dalam segala aktivitas kehidupan. (Sayyid

Quthb. 1975. Jilid VI, Juz 27 : 378)

Nabi Muhammad SAW menggariskan prinsip suatu aktivitas yang bernilai

ibadah atau tidak dalam suatu hadits beliau, yang artinya: Sesungguhnya

nilai segala perbuatan diukur dengan niatnya, dan sesungguhnya setiap

perbuatan seseorang akan dibalas sesuai dengan niatnya. (Bukhari. 1994: 3)

Hadits di atas memberi petunjuk bahwa shalat, puasa, zakat dan haji hanya

merupakan sebagian saja dari sekian banyak lapangan ibadah yang

tersimpul dalam kedudukan manusia sebagai khalifah Allah di muka bumi.

1.2 Martabat manusia

Martabat Manusia dalam pandangan agama Islam adalah makhluk terbaik

yang diciptakan oleh Allah SWT1. Manusia diciptakan sebagai makhluk yang

mempunyai kelebihan dibandingkan dengan makhluk lain. Alquran memberi

tahu kita bahwa manusia telah secara aktif diciptakan dengan cara yang

sangat pribadi oleh Tangan Tuhan yang langsung. Semua anggota umat

8
manusia, termasuk yang saleh dan berdosa, diberkahi dengan martabat,

kemuliaan dan kehormatan.

Manusia mempunyai peran yang ideal yang harus dijalankan, yakni

memakmurkan bumi, mendiami dan memelihara serta mengembangkannya

demi kemaslahatan hidup mereka sendiri, bukan mengadakan pengrusakan

di dalamnya.

Kedudukan yang dipegang dan peranan yang dimainkan manusia dalam

panggung kehidupannya di dunia pasti berakhir dengan kematian. Sesudah

itu, dia akan dibangkitkan atau dihidupkan kembali di alam akhirat. Di alam

akhirat ini segala peranan yang dilaksanakan manusia selama hidup di

dunia, sekecil apapun peranan itu, akan dipertanggungjawabkan, lalu dinilai

dan diperhitungkan oleh Allah Yang Maha Adil. Setiap peranan akan

mendapa balasan. Peranan yang baik akan mendapat balasan yang baik,

sementara peranan yang buruk akan mendapatkan balasan yang buruk pula.

Manusia yang memperoleh balasan yang buruk akan merasakan

kesengsaraan yang teramat sangat, dan manusia yang memperoleh balasan

yang baik akan merasakan kebahagiaan yang abadi.

Tugas atau fungsi manusia di dalam kehidupan ini adalah menjalankan

peranan itu dengan sempurna dan senantiasa menambah kesempurnaan itu

sampai akhir hayat. Hal itu dilakukan agar manusia benar-benar menjadi

makhluk yang paling mulia dan bertaqwa dengan sebenar benar taqwa.

(Q.S. Ali Imran: 102 dan Q.S. Al-Hujurat: 13)

9
C. Tanggung jawab manusia sebagai hamba dan khalifah Allah SWT

1. Tanggung Jawab Manusia sebagai Hamba Allah

Hamba Allah adalah orang yang taat dan patuh kepada perintah Allah.

Ketaatan, ketundukan dan kepaAllah SWT manusia itu hanya layak diberikan

kepada Allah. Dalam hubungannya dengan Allah SWT, manusia menempati

posisi sebagai ciptaan dan Allah SWT sebagai Pencipta. Posisi ini memiliki

konsekuensi adanya keharusan manusia untuk taat dan patuh kepada

Penciptanya. Hal ini sudah termaktub dalam A1-Qur’an tentang tujuan Allah

menciptakan manusia, yakni untuk menyembah kepada-Nya. Konsekuensi

manusia sebagai hamba Allah, dia harus senantiasa beribadah hanya

kepada-Nya. Hanya Allah-lah yang disembah dan hanya kepada Allah-1ah

manusia mohon pertolongan (Q.S. Al-Fatihah : 5).

Beribadah kepada Allah rnerupakan prinsip hidup yang paling hakiki bagi

orang Islam sehingga perilakunya sehari-hari senantiasa mencerminkan

pengabdian itu di atas segala-galanya.

2. Tugas Khalifah

Sebagai khalifah di bumi, manusia memiliki tugas utama untuk beribadah

kepada Allah dan menjalankan amanah-Nya. Selain itu, manusia juga

memiliki tanggung jawab untuk memelihara lingkungan dan menjaga

kelestarian alam. Dalam hal ini, Al-Quran berfirman: “Dan janganlah kamu

membuat kerusakan di bumi setelah diperbaiki-Nya, dan berdoalah kepada-

Nya dengan rasa takut dan harapan. Sesungguhnya rahmat Allah amat dekat

kepada orang-orang yang berbuat baik.” (QS. Al-A’raf: 56).

10
Manusia juga diberikan akal dan pikiran sebagai alat untuk beribadah dan

menjalankan tugas sebagai khalifah di bumi. Dalam Al-Quran, Allah

berfirman: “Dan sesungguhnya Kami telah menghormati anak-anak Adam,

Kami angkut mereka di darat dan di laut, Kami beri mereka rezeki dari yang

baik-baik dan Kami lebihkan mereka dengan kelebihan yang sempurna atas

kebanyakan makhluk yang Kami ciptakan.” (QS. Al-Isra: 70).

Tugas manusia sebagai khalifah Allah di muka bumi ini dapat dipahami

dari firman Allah dalam Q.S Al-Baqarah : 30, “Ingatlah ketika Allah SWTmu

berfirman kepada para Malaikat: “sesungguhnya Aku hendak menjadikan

seorang khalifah di muka bumi. “mereka berkata :” Mengapa engkau

hendakmenjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang akn membuat kerusakan

padanya dan menumpahkan darah, padahal kami enantiasa bertasbih

dengan memuji Engkau dan mensucikan Engkau?” Allah SWT berfirman :

”sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui”.

Apa yang dimaksud dengan khalifah? Kata khalifah berasal dari kata

“khalf” (menggantikan, mengganti), atau kata “khalaf” (orang yang datang

kemudian) sebagai lawan dari kata “salaf” (orang yang terdahulu).

Sedangkan arti kata khilafah adalah menggantikan yang lain, adakalanya

karena tidak adanya (tidak hadirnya) orang yang diganti, dan adakalanya

karena memuliakan (memberi penghargaan) atau mengangkat kedudukan

orang yang dijadikan pengganti.

11
Pengertian terakhir inilah yang dimaksud dengan “Allah mengangkat

manusia khalifah di muka bumi”, sebagaimana firman-Nya dalam Q.S Fathir

ayat 39, Q.S Al an’am ayat 165. Manusia adalah makhluk yang termulia di

antara mahluk- makhluk yang lain (Q.S Al Isra : 70) dan ia dijadikan oleh

Allah SWT dalam sebaik- baik bentuk/ kejadian, baik fisik maupun psihisnya

(Q.S At Tin : 5), serta dilengkapi dengan berbagai alat potensial dan potensi-

potensi dasar (fitrah) yang dapat dikembangkan dan diaktualisasikan

seoptimal mungkin melalui proses pendidikan. Karena itulah maka sudah

selayaknya manusia menyandang tugas sebagai khalifah Allah di muka bumi.

Tugas manusia sebagai khalifah Allah di muka bumi antara lain

menyangkut tugas mewujudkan kemakmuran di muka bumi (Q.S Hud : 61 ),

serta mewujudkan keselamatan dan kebahgiaan hidup di muka bumi (Q.S al-

maidah : 16), dengan cara beriamn dan beramal shaleh (Q.S Al-ra’ad : 29),

bekerjasama dalam menegakkan kebenaran dan bekerjasama dalam

menegakkan kesabaran (Q.S Al-Ashr : 1-3). Karena itu tugas kekhalifahan

merupakan tugas suci dan amanah dari Allah sejak manusia pertama hingga

manusia akhir zaman yang akan datang, dan merupakan perwujudan dari

pelaksanaan pengabdian kepadaNya (’abdullah). Tugas- tugas kekhalifahan

tersebut menyangkut :

Tugas kekhalifahan terhadap diri sendiri meliputi tugas- tugas :

o Menuntut ilmu pengetahuan (Q.S Al-Nahl : 43), karena manusia itu

adalah makhluk yang dapat dan harus dididik/ diajar (Q.S al-

12
baqarah :31) dan yang mampu mendidik /mengajar (Q.S Ali imran:187,

al-an’am :51)

o Menjaga dan memelihara diri dari segala sesuatu yang bisa

menimbulkan bahaya dan kesengsaraan (Q.S al-Tahrim : 6) termasuk

di dalamnya adalah menjaga dan memelihara kesehatan fisiknya,

memakan makanan yang halal dn sebagainya

o Menghiasi diri dengan akhlak yang mulia. Kata akhlak berasal dari kata

khuluq atau khalq. Khuluq merupakan bentuk batin/ rohani, dan khalq

merupakan bentuk lahir/ jasmani.

Tugas kekhalifahan dalam keluarga/ rumah tangga meliputi tugas :

o Membentuk rumah tangga bahagia dan sejahtera atau keluarga

sakinah, mawaddah dan wa rahmah / cinta kasih (Q.S ar-Rum : 21)

dengan jalan menyadari akan hak dan kewajibannya sebagai suami-

istri atau ayah-ibu dalam rumah tangga.

Tugas kekhalifahan dalam masyarakat meliputi tugas-tugas :

o Mewujudkan persatuan dan kesatuan umat (Q.S al-Hujurat : 10 dan 13,

al-Anfal : 46 )

o Tolong menolong dalam kebaikan dan ketaqwaan (Q.S al-Maidah : 2)

o Menegakkan keadilan dalam masyarakat (Q.S al-Nisa : 135 )

o Bertanggung jawab terhadap mar ma’ruf nahi munkar ( Q.S Ali Imran 104

dan 110)

o Berlaku baik terhadap golongan masyarakat yang lemah, termasuk di

dalamnya adalah para fakir miskin serta anak yatim (Q.S al Taubah : 60,

13
al Nisa’ : 2), orang yang cacat tubuh (Q.S ‘Abasa : 1-11), orang yang

berada di bawah penguasaan orang lain.

Tugas kekhalifahan terhadap alam (natur) meliputi :

o Mengulturkan natur (membudayakan alam), yakni alam yang tersedia

ini agar dibudayakan, sehingga menghasilkan karya- karya yang

bermanfaat bagi kemaslahatan hidup manusia.

o Menaturkan kultur (mengalamkan budaya), yakni budaya atau hasi

karya manusia harus disesuaikan dengan kondisi aam, jangan sampai

merusak alam atau lingkungan hidup, agar tidakmenimbulkan

malapetaka bagi manusia dan lingkungannya.

o MengIslamkan kultur (mengIslamkan budaya), yakni dalam berbudaya

harus tetap komitmen dengan nilai- nilai Islam yang rahmatan

lil-‘alamin, sehingga berbudaya berarti mengerahkan segala tenaga,

cipta, rasa dan karsa, serta bakat manusia untuk mencari dan

menemukan kebenaran ajaran Islam atau kebenaran ayat-ayat serta

keagungan dan kebesaran Ilahi.

14
BAB III

PENUTUP

A. KESIMPULAN DAN SARAN

Manusia menurut Islam memiliki konsep dan makna yang sangat penting,

karena manusia adalah makhluk yang memiliki tugas sebagai khalifah di bumi.

Dalam Islam, manusia juga memiliki beberapa konsep dan karakteristik yang

unik, seperti fitrah, akhlak, keadilan, makhluk sosial, makhluk berakal, dan

makhluk yang rentan. Untuk menjalankan tugas dan tanggung jawab sebagai

khalifah di bumi, manusia harus senantiasa berdoa dan memohon perlindungan

kepada Allah agar terhindar dari godaan syetan dan kesalahan.

15

Anda mungkin juga menyukai