Oleh :
FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS AHMAD DAHLAN YOGYAKARTA
2023
Hakekat Manusia dalam Perspektif Islam
Abstrak:
Konsep manusia dalam pandangan Islam adalah konsep sentral bagi setiap
disiplin ilmu sosial kemanusiaan yang menjadikan manusia sebagai objek formal
dan materialnya. Agar konsep manusia yang kita bangun bukan semata-mata
merupakan konsep yang spekulatif, maka kita mesti bertanya pada zat yang
mencipta dan mengerti manusia, yaitu Allah SWT, melalui al-Qur’an. Lewat
al-Qur’an Allah memberikan rahasia-rahasia tentang manusia. Secara etimologi
istilah manusia di dalam al-Qur’an ada empat kata yang dipergunakan, yakni al-
Insan, al-Basyar, BaniAdam, Dzurriyat Adam, al-Nas. Para ahli kerohanian Islam
atau lebih populer para ahli ilmu tasawuf, memandang manusia bukan sekedar
makhluk lahir yang berakal, akan tetapi manusia mereupakan seorang hamba
Allah Ta’ala yang mempunyai dua dimensi lahiriyah dan bathiniyah. Berbicara
masalah pertumbuhan dan perkembangan, kata kunci utamanya yaitu
perubahan. Perubahan dalam diri manusia terdiri atas perubahan kualitatif akibat
dari perubahan psikis, dan perubahan kuantitatif akibat dari perubahan fisik.
A. PENDAHULUAN
Dalam al-Quran banyak sekali ditemukan gambaran tentang manusia
dan makna filosofis dari penciptaanya. Manusia merupakan makhluk yang
paling sempurna dan sebaik-baik ciptaan yang dilengkapi dengan akal pikiran.
Misteri tentang manusia sama dengan misteri tentang alam, semakin banyak
dimensi yang telah diketahui, semakin disadari bahwa hal-hal yang belum diketahui
justru lebih banyak lagi. Manusia adalah miniatur dari keajaiban alam ciptaan Tuhan.
Ada orang yang secara individual sangat menarik kepribadiannya dan dari kepribadian
individual yang kuat dan mulia itu ia kemudian sukses secara sosial, menjadi
orang yang terhormat dan dihormati oleh masyarakat. Quraish Syihab dalam
bukunya “Wawasan Al-Qur’an” mengungkapkan pen-dapat Alexis Carrel tentang
kesukaran yang dihadapi untuk mengetahui hakikat manusia bahwa “sebenarnya
manusia telah mencurahkan perhatian dan usaha yang sangat besar untuk
mengetahui dirinya, kendatipun kita memiliki perbendaharaan yang cukup banyak
dari hasil penelitian para ilmuwan, filosof, sastrawan, dan para ahli kerohanian
sepanjang masa ini. Tapi kita manusia hanya mampu mengetahui beberapa segi
tertentu dari diri kita. Kita tidak mengetahui manusia secarautuh. Yang kita ketahui
hanyalah bahwa manusia terdiri dari bagian-bagian tertentu, dan ini pun hakikatnya
dibagi lagi menurut tata cara kita sendiri. Pada hakikatnya pertanyaan-pertanyaan yang
diajukan oleh mereka yang mempelajari manusia kepada diri merekahingga kini
masih tetap tanpa jawaban”.
Manusia adalah makhluk yang paling sempurna yang Allah SWT ciptakan. Hal in
dikarenakan Allah SWT menciptakan manusia dengan akal dan fikiran, berbeda
dengan makhluk ciptaan Allah SWT lainnya. Allah SWT berfirman:
“Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-
baiknya.”( QS. at-Tin [95]: 4)
Surah at-Tin dimulai dengan sumpah Allah dengan at-Tin (zatun) 6 yang
kemudian Allah menjadikan ayat ini sebagai objek sumpah yaitu Allah telah
ciptakan dengan bentuk yang sebaik-baiknya. Allah SWT menjadikan bentuk fisik dan
lahir manusia sempurna, walaupun sebagian dari manusia memiliki kekurangan fisik,
namun itu tidak mengubah bahwa Allah menciptakan manusia itu indah dan
sempurna terlepas keadaannya. Manusia di dalam ayat ini disebutkan dengan , َٰإE َأح
الن ٰ َسان.Dan ada beberapa kata lainnya yang diartikan sebagai manusia. Dalam bahasa
Arab beda kata beda maksud walaupun sama-sama dikatakan satu arti yakni manusia.
Terdapat empat kata dalam Al-Qur’ān yang akan dibahas pada kajian kali ini yaitu Al-
Insān, al-Ins, an-Nāas, al-Basyar dan Bani Adam.
B. PEMBAHASAN
Manusia Menurut Pandangan Islam
Allah SWT banyak menjelaskan tentang manusia, baik dari aspek asal
penciptaannya, bentuk penciptaannya, tujuan diciptakan, bagaimana menjalani
hidup hingga kemana ia akan kembali pasca kehidupannya di dunia yang pana ini.
Berikut ini beberapa penjelasan Allah SWT tentang manusia dari berbagai
dimensinya, yaitu:
Manusia wajib mengabdi dan taat kepada Allah selaku Pencipta karma
adalah hak Allah untuk disembah dan tidak disckutukan. Bentuk pengabdian
manusia sebagai hamba Allah tidak terbatas hanya pada ucapan dan perbuatan
saja, melainkan juga harus dengan keikhlasan hati. Manusia dalam posisiny
sebagai hamba Allah dijelaskan dalam al-Qur’an surat al-Bayyinah:
َّ َ و َم ۤا ا ُ ِمر ۤ ُْوا ِااَّل لِ َيعْ ُب ُدوا هّٰللا َ م ُْخلِصِ ي َْن لَـ ُه ال ِّدي َْن ۙ ُح َن َفٓا َء َو ُيقِ ْيمُوا الص َّٰلو َة َويُْؤ ُتوا
َ ِالز ٰكو َة َو ٰذل
ك ِديْنُ ْال َق ِّي َم ِة
"Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan agar mereka beribadah
kepada-Ku." (QS. Az-Zariyat 51: Ayat 56)
Dengan demikian manusia sebagai hamba Allah akan menjadi manusia
yang taat, patuh dan mampu melaksanakan perannya sebagai hamba yang
hanya mengharapkan ridha Allah.
Manusia, di dalam al-Qur'an juga disebut dengan al- nas. Konsep al- nas
ini cenderung mengacu pada status manusia dalam kaitannya dengan
lingkungan masyarakat di sekitarnya. Berdasarkan fitrahnya manusia memang
makhluk sosial. Dalam hidupnya manusia membutuhkan pasangan, dan
memang diciptakan berpasang-pasangan seperti dijelaskan dalam surat an-Nisa'
ayat 1:
َد هّٰللا ِ اَ ْت ٰقٮ ُك ْم ۗ اِنَّ هّٰللا َ َعلِ ْي ٌمE َر َم ُك ْم عِ ْنEوا ۗ اِنَّ اَ ْكEْ Eُع ُْوبًا َّو َقبَٓاِئ َل لِ َتعَ ا َرفEش
ُ كَر َّوا ُ ْن ٰثى َو َج َع ْل ٰن ُك ْم
ٍ ا َ يُّهَا ال َّنا سُ ِا َّنا َخلَ ْق ٰن ُك ْم مِّنْ َذEٰي
ۤ
َخ ِب ْي ٌر
Hakikat manusia sebagai khalifah Allah di bumi dijelaskan dalam Surah al-
Baqarah ayat 30:
ُ ِفE ُد فِيْهَا َو َي ْسEض َخلِ ْي َف ًة ۗ َقا لُ ۤ ْوا اَ َتجْ َع ُل فِيْهَا َمنْ ُّي ْف ِس ٓ َ َو ِا ْذ َقا َل َر ُّب
ِّب ُحE ِّد َمٓا َء َۚ و َنحْ نُ ُن َسEك ال ِ ْك ل ِْل َم ٰلِئ َك ِة ِا ِّنيْ َجا عِ ٌل فِى ااْل َ ر
ك ۗ َقا َل ِا ِّن ۤيْ اَعْ لَ ُم َما اَل َتعْ لَم ُْو َن َ ك َو ُن َق ِّدسُ َلـَ ِب َح ْم ِد
ك َعنْ َس ِبي ِْل هّٰللا ِ ۗ اِنَّ الَّ ِذي َْن يَضِ لُّ ْو َن
َ َّس ِبا ْل َح ِّق َواَل َت َّت ِب ِع ْال َه ٰوى َفيُضِ ل َ ٰيدَ ٗاو ُد ِا َّنا َج َع ْل ٰن
ِ ْك َخلِ ْي َف ًة فِى ااْل َ ر
ِ ض َفا حْ ُك ْم َبي َْن ال َّنا
هّٰللا
بِ َعنْ َس ِبي ِْل ِ لَ ُه ْم َع َذا بٌ َش ِد ْي ٌد ِۢب َما َنس ُْوا َي ْو َم ْال ِح َسا
Dari kedua ayat di atas dapat dijelaskan bahwa sebutan khalifah itu
merupakan anugerah dari Allah kepada manusia, dan selanjutnya manusia
diberikan beban untuk menjalankan fungsi khalifah tersebut sebagai amanah
yang harus dipertanggungjawabkan. Sebagai khalifah di bumi manusia
mempunyai wewenang untuk memanfaatkan alam (bumi) ini untuk memenuhi
kebutuhan hidupnya sekaligus bertanggung jawab terhadap kelestarian alam
ض َوا ْب َت ُغ ْوا مِنْ َفضْ ِل هّٰللا ِ َوا ْذ ُكرُوا هّٰللا َ َك ِثيْرً ا لَّ َعلَّ ُك ْم ُت ْفلِح ُْو َن
ِ ْت الص َّٰلوةُ َفا ْن َتشِ ر ُْوا فِى ااْل َ ر
ِ َف ِا َذا قُضِ َي
... 6: )البقرةE.(كلوا واشربوا من رزق هللا وال تعلوا في األرض تقيدين
"Makan dan minumlah kamu dari rezeki yang telah diberikan Allah kepadamu,
dan janganlah kamu berbuat bencana di atas bumi." (QS: 2:60).
) ( ت هّٰللا ِ لَ َعلَّ ُه ْم َي َّذ َّكر ُْو َن ِ ك مِنْ ٰا ٰي َ ِك َخ ْي ٌر ٰۗ ذل َ ِٰادَ َم َق ْد اَ ْن َز ْل َنا َعلَ ْي ُك ْم لِ َبا سً ا ي َُّوا ِريْ َس ْو ٰا ِت ُك ْم َو ِر ْي ًشا َۗ ولِ َبا سُ ال َّت ْق ٰوى ٰۙ ذل ْٰي َبن ِۤي
هEٗ Eُٰا َد َم اَل َي ْف ِت َنـ َّن ُك ُم ال َّشي ْٰطنُ َك َم ۤا اَ ْخ َر َج اَ َب َو ْي ُك ْم م َِّن ْال َجـ َّن ِة َي ْن ِز ُع َع ْن ُه َما لِ َبا َس ُه َما لِي ُِر َي ُه َما َس ْو ٰا ت ِِه َما ۗ ِا َّن ٗه َي ٰرٮ ُك ْم ه َُو َو َق ِب ْيل ْٰي َبن ِۤي
ْث اَل َت َر ْو َن ُه ْم ۗ ِا َّنا َج َع ْل َنا ال َّش ٰيطِ ي َْن اَ ْولِ َيٓا َء لِلَّ ِذي َْن اَل يُْؤ ِم ُن ْو َنُ مِنْ َحي
Manusia disebut al-insan dalam al-Qur'an mengacu pada potensi yang diberikan
Tuhan kepadanya. Potensi-potensi tersebut antara lain adalah; a) Kemampuan
berbicara;
Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman:
اَلرَّ حْ ٰمنُ ( ) َعلَّ َم ْالقُرْ ٰا َن ( ) َخلَ َق ااْل ِ ْن َسا َن ( ) َعلَّ َم ُه ْال َب َيا َن
Selain dua kemampuan positif tersebut, manusia sebagai al-insan juga memiliki
kecenderungan untuk lupa dan berprilaku negatif. Sebagaimana dijelaskan
dalam surat hud ayat 9;
َولَِئنْ اَ َذ ْق َنا ااْل ِ ْن َسا َن ِم َّنا َرحْ َم ًة ُث َّم َن َزعْ ٰن َها ِم ْن ُه ۚ ِا َّن ٗه َل َيــُئ ْوسٌ َكفُ ْو ٌر
"Dan jika Kami berikan rahmat Kami kepada manusia, kemudian (rahmat itu)
Kami cabut kembali, pastilah dia menjadi putus asa dan tidak berterima kasih."
(QS. Hud 11: Ayat 9)
2. Kemampuan Bereksistensi
Melalui kemampuan ini manusia menyadari bahwa dirinya memang ada
dan eksis dengan sebenarnya. Dalam hal ini manusia punya kebebasan
dalam ke ‘beradaan nya. Berbeda dengan hewan di kandang atau tumbuhan
di kebun yang ‘ada’ tapi tidak menyadari ‘keberadaan nya sehingga mereka
menjadi onderdil dari lingkungannya. Sementara itu manusia mampu menjadi
manajer bagi lingkungannya. Kemampuan ini juga perlu dibina melalui
pendidikan. Manusia perlu diajarkan belajar dari pengalaman hidupnya, agw
mampu mengatasi masalah dalam hidupnya dan siap menyambut masa
depannya.
1. Perkembangan (Development)
2. Pertumbuhan (Growth)
3. Potensi Manusia
Berbeda dengan makhluk lainnya, manusia adalah ciptaan Allah yang paling
potensial. Artinya potensi yang dibekali oleh Allah untuk manusia sangatlah
lengkap dan sempurna. Hal ini menyebabkan manusia mampu mengembangkan
dirinya melalui potensi-potensi (innate potentials atau innate tendencies)
tersebut.
Potensi Inderawi (Fisikal) atau Hidayat al-Hasiyyat. Potensi fisik ini bisa
dijabarkan atas anggota tubuh atau indra-indra yang dimiliki manusia seperti
indra penglihatan, pendengaran, penciuman, peraba dan perasa. Potensi ini
difungsikan melalui indra-indra yang sudah siap pakai hidung, telinga, mata,
lidah, kulit, otak dan sisten saraf manusia. Pada dasarnya potensi fisik ini
digunakan manusia untuh mengetahui hal-hal yang ada di luar diri mereka,
seperti warna, rasa, suara, bau, bentuk ataupun ukuran sesuatu. Jadi bisa
dikatkan poetensi merupakan alat bantu atau media bagi manusia untuk
mengenal hal-hal di luar dirinya. Potensi fisikal dan emosional ini terdapat juga
pada binatang.
Potensi Akal (Intelektual) atau Hidayat al-Aqliyat Potensi akal atau intelektual
hanya diberikan Allah kepada manusia sehingga potensi inilah yang benar-benar
membuat manusia menjadi makhluk sempurna dan membedakannya dengan
binatang. Jalaluddin mengatakan bahwa: "potensi akal memberi kemampuan
kepada manusia untuk memahami simbolsimbol, hal-hal yang abstrak,
menganalisa, membandingkan, maupun membuat kesimpulan yang akhirnya
memilih dan memisahkan antara yang benar dengan yang salah. Kebenaran
akal mendorong manusia berkreasi dan berinovasi dalam menciptakan
kebudayaan serta peradaban. Manusia dengan kemampuan akalnya mampu
menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi, mengubah serta merekayasa
lingkungannya, menuju situasi kehidupan yang lebih baik, aman. dan nyaman.
Potensi Agama (Spiritual) atau Hidayat al-Diniyyat Selain potens akal, sejak
awal manusia telah dibekali dengan fitrah beragama atau kecenderungan pada
agama. Fitrah ini akan mendorong manusia untuk mengakui dan mengabdi
kepada sesuatu yang dianggapnya memiliki kelebihan dan kekuatan yang lebih
besar dari manusia itu sendiri. Nantinya, pengakuan dan pengabdian ini akan
melahirkan berbagai macam bentuk ritual atau upacara-upacara sakral yang
merupakan wujud penyembahan manusia kepada Tuhannya. Dalam pandangan
Islam kecenderungan kepada agama ini merupakan dorongan yang bersal dari
dalam diri manusia sendiri yang merupakan anugerah dari Allah. Dalam al-
Qur'an dijelaskan: "Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama
Allah; (tetaplah atas) fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah
itu. Tidak ada perubahan pada fitrah Allah. (Itulah) agama yang lurus; tetapi
kebanyakan manusia tidak mengetahui". (QS: ar-Rum:30).
Dari ayat di atas bisa dikatakan bahwa yang dimaksud dengan fitrah Allah
adalah ciptaan Allah. Artinya Allah menciptakan manusia dengan memberinya
potensi beragama yaitu agama tauhid sehingga apabila ada manusia yang tidak
beragama tauhid maka itu tidak wajar. Dan bisa dipastikan bahwa keadaan
seperti itu adalah karena pengaruh dari luar diri manusia. Dalam sebuah hadits
yang diriwayatkan dari Bukhari menyatakan bahwa setiap anak yang lahir itu
sesuai dengan fitrah atau potensi beragama tauhid dari Allah, namun orang
tuanya (lingkungannya) yang menyebabkan anak tersebut keluar dari fitrah Allah
tersebut. Untuk mempertahankan fitrah tersebut, manusia juga dibekali dengan
potensi emosi, sehingga dengan emosi yang ada dalam dirinya manusia dapat
merasakan bahwa Allah itu ada. Dalam ayat lain dijelaskan bahwa: "Dan ingatlah
ketika Tuhan-mu mengeluarkan keturunan anak-anak Adam dari sulbi mereka,
dan Allah mengambil kesaksian terhadap jiwa mereka dan berfirman, Bukankah
Aku ini Tuhan mu?" Mereka menjawab, "Betul, Engkau adalah Tuhan kami, kami
menjadi saksi". (QS: al- A'raf;172).
Dari ayat di atas bisa kita simpulkan bahwa potensi beragama tauhid telah
ada jauh sebelum manusia lahir. Potensi positif ini harus dipupuk dan dibimbing
melalui proses pendidikan agar tidak menyimpang dari esensi potensi tersebut.
Dalam menjalani hidup di dunia ini manusia memang membutuhkan agama.
Selain potensi atau fitrah dari Allah tersebut, Abuddin Nata25 mengatakan ada
dua hal lain lagi mengapa manusia membutuhkan agama Manusia memang
makhluk sempurna, namun meskipun memiliki banyak potensi tetap saja
manusia mempunyai banyak kelemahan dan kekurangan. Hal ini menyebabkan
manusia membutuhkan sesuatu yang lain yang lebih hebat dari dirinya sendiri,
yang dalam hal ini adalah Tuhan. Hal lain adalah tantangan dalam hidup yang
berupaya menjauhkan atau melencengkan manusia dari potensi beragama ini.
Tantangan ini bisa berasal dari dalam diri manusia, seperti dorongan hawa nafsu
dan bisikan setan ataupun dari luar diri manusia yaitu lingkungan atau manusia
lain yang ingin menjauhkannya dari agama tauhid.
a. Pendekatan Filosofis
b. Pendekatan Kronologis
Dari ayat-ayat di atas jelaslah bahwa manusia itu diciptakan melalui berberta
tahap yang kronologis. Setiap tahap pertumbuhan dan perkembangan ditandai
dengan adanya ciri khas atau karakteristik yang berbeda pula. Kemampuan
manusiapun mengalami peningkatan sesuai periode pertumbuhan dan
perkembangannya. Dengan demikian maka pengembangan potensi manusia
juga harus mengikuti pertumbuhan fisiknya dan perkembangan mentalnya.
Artinya pengembangan potensi manusia harus diarahkan dan dibina sesuai
tahapantahapan tumbuh kembang manusia.
C. Pendekatan Fungsional
Potensi-potensi yang dimiliki manusia diberikan Tuhan untuk dapat
dipergunakan dan difungsikan dalan kehidupan mereka. Karena tidak mungkin
Tuhan menciptakan sesuatu yang tidak bermanfaat. Semua ciptaan Tuhan
mempunyai maksud dan tujuan, temasuk potensi-potensi yang diberikan kepada
manusia. Dalam surat ad-Dukhan ayat 38 dijelaskan; “Dan Kami tidak
menciptakan langit dan bumi dan apa yang ada di antara keduanya dengan
bermain-main.”
D. Pendekatan Sosial
C, Kesimpulan
Manusia adalah makhluk Allah yang paling sempurna dan dalam berbagai
ayat al-Qur’an dijelaskan tentang kesempurnaan penciptaan manusia tersebut.
Kesempurnaan penciptaan manusia itu kemudian semakin “disempurnakan” oleh
Allah dengan mengangkat manusia sebagai khalifah di muka bumi yang
mengatur dan memanfaatkan alam. Allah juga melengkapi manusia dengan
berbagai potensi yang dapat dikembangkan untuk memenuhi kebu Tuhan hidup
manusia itu sendiri. Di antara potensi-potensi tersebut adalah potensi emosional,
potensi fisikal, potensi akal dan potensi spritual. Keseluruhan potensi manusia ini
harus dikembangkan sesuai dengan fungsi dan tujuan pemberiannya oleh
Tuhan. Ada berbagai pandangan dan pendapat seputar pengembangan potensi
manusia, seperti pandangan filosofis, kronologis, fungsional dan sosial. Di
samping memiliki berbagai potensi manusia juga memiliki berbagai karakteristik
atau ciri khas yang dapat membedakannya dengan hewan yang merupakan
wujud dari sifat hakikat manusia.
Daftar Pustaka