Anda di halaman 1dari 26

A.

Capaian Pembelajaran*)
Setelah mempelajari materi ini diharapkan mahasiswa :
1. Mampu menjelaskan konsep dasar hakikat manusia dan
mediskusikan dengan anggota kelas dan menunjukkan pentingnya
dalam proses pembelajaran hakekat manusia menurut al-quran dan
pakar secara lisan maupun tulisan

B. Indikator Pencapaian Kompetensi


Untuk mencapai kompetensi yang ditetapkan maka mahasiswa
diharapkan mampu:
1. Menjelaskan hakikat manusia menurut pandangan Al-quran, filsafat dan
psikologi.
2. Menjelaskan harkat dan martabat manusia
3. Mengenali dimensi-dimensi manusia dan pengembangannya bagi
pendidikan
4. Memberikan contoh pengembangan dimensi-dimensi kemanusiaan.
5. Menjelaskan peran pendidik dalam mengembangkan dimensi-dimensi
kemanusiaan.
6. Menjelaskan hubungan hakikat manusia dengan pendidikan

C. Pokok – Pokok Materi


Pokok-pokok materi yang akan dibahas pada modul ini adalah :
1. Hakikat manusia menurut pandangan Al-quran, filsafat dan psikologi.
2. Harkat dan martabat manusia
3. Dimensi-dimensi manusia dan pengembangannya bagi pendidikan
4. Peran pendidik dalam mengembangkan dimensi-dimensi kemanusiaan.
5. Hubungan hakikat manusia dengan pendidikan
D. Uraian Materi
1. Pendahuluan
Hakikat penciptaan manusia adalah mengemban tugas-tugas pengabdian
kepada Penciptanya, sehingga manusia dianugerahi berbagai macam potensi
yang dapat ditumbuhkembangkan. Potensi tersebut dalam bentuk kemampuan
dasar, yang hanya mungkin berkembang secara optimal melalui bimbingan dan
arahan yang sejalan dengan petunjuk Sang Penciptanya. Pada dasarnya
pendidikan adalah aktivitas sadar berupa bimbingan bagi
menumbuhkembangkan potensi manusia, dengan demikian pendidikan
merupakan aktivitas yang bertahap, terprogram, dan berkesinambungan.
Pengetahuan atau pemahaman tentang hakikat manusia ini sungguh sangat
berguna dalam segala lapangan kehidupan, dan tidaklah hanya menjadi
keharusan bagi seorang guru saja. Karena itu sangat diharapkan kepada semua
mahasiswa, agar mempelajari hakikat manusia dan dimensi-dimensinya dengan
bersungguh-sungguh, dan sekaligus menerapkan pengetahuan yang diperoleh
itu disaat berinteraksi dengan sesama manusia, di dalam segala lapangan
kehidupan
2. Hakikat Manusia menurut beberapa pandangan
1) Pandangan Islam
Islam memandang hakikat manusia bukan berdasarkan pandangan
pribadi atau individu orang yang memandang, akan tetapi pandangan yang
didasarkan atas ayat-ayat Allah SWT yang terkandung di dalam Al-Qur’an
dan hadist.
Ada beberapa dimensi manusia dalam pandangan Islam, yaitu:
a) Manusia sebagai Hamba Allah (Abd Allah) Sebagai hamba Allah,
manusia wajib mengabdi dan taat kepada Allah selaku Pencipta karena
adalah hak Allah untuk disembah dan tidak disekutukan. Bentuk
pengabdian manusia sebagai hamba Allah tidak terbatas hanya pada
ucapan dan perbuatan saja, melainkan juga harus dengan keikhlasan
hati, seperti yang diperintahkan dalam surah Bayyinah: “Padahal
mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan
memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam menjalankan agama yang
lurus …,” (QS:98:5). Surah adz- Dzariyat Allah menjelaskan:
“Tidaklah Aku ciptakan jin dan manusia, melainkan supaya mereka
menyembah Aku.” (QS51:56). Dengan demikian manusia sebagai
hamba Allah harus taat dan mampu melakoni perannya sebagai hamba
yang hanya mengharapkan ridha Allah.
b) Manusia Sebagai an- Nas Manusia, di dalam al- Qur’an juga disebut
dengan al- nas. Konsep al- nas ini cenderung mengacu pada status
manusia dalam kaitannya dengan lingkungan masyarakat di sekitarnya.
Berdasarkan fitrahnya manusia memang makhluk sosial yang
membutuhkan pasangan, dan memang diciptakan berpasang-pasangan
seperti dijelaskan dalam surah an- Nisa’, “Hai sekalian manusia,
bertaqwalah kepada Tuhan-mu yang telah menciptakan kamu dari
seorang diri, dan dari padanya Allah menciptakan istirinya, dan dari
pada keduanya Alah memperkembangbiakkan laki-laki dan perempuan
yang banyak, dan bertakwalah kepada Allah dengan (mempergunakan)
namanya kamu saling meminta satu sama lain dan peliharalah
hubungan silaturahim, sesungguhnya Allah selalu menjaga dan
mengawasi kamu.” (QS:4:1). Selanjutnya dalam surah al- Hujurat
dijelaskan: “Hai manusia sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari
seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu
berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-
mengenal. Sesungguhnya yang paling mulia di antara kamu disisi
Allah adalah yang paling taqwa di antara kamu. Sesungguhnya Allah
Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal.” (QS: 49:13).
Dari dalil di atas bisa dijelaskan bahwa manusia adalah makhluk
sosial, yang dalam hidupnya membutuhkan manusia dan hal lain di
luar dirinya untuk mengembangkan potensi yang ada dalam dirinya
agar dapat menjadi bagian dari lingkungan soisal dan masyarakatnya.
c) Manusia Sebagai khalifah Allah Hakikat manusia sebagai khalifah
Allah di bumi dijelaskan dalam surah alBaqarah ayat 30: “Ingatlah
ketika Tuhan-mu berfirman kepada para malaikat: “Sesungguhnya Aku
hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi.” Mereka
berkata:”Mengapa Engkau hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu
orang yang akan membuat kerusakan dan menumpahkan darah,
padahal kami senantiasa bertasbih dengan memuji engkau dan
mensucikan Engkau?” Tuhan berfirman: “Sesungguhnya Aku
mengetahui apa yang kamu tidak ketahui.” (QS:2: 30), dan surah Shad
ayat 26,“Hai Daud, sesungguhnya Kami menjadikan kamu khalifah
(peguasa) di muka bumi, maka berilah keputusan di antara manusia
dengan adil dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu. Karena ia akan
menyesatkan kamu dari jalan Allah. …” (QS:38:26). Dari kedua ayat
di atas dapat dijelaskan bahwa sebutan khalifah itu merupakan
anugerah dari Allah kepada manusia, dan selanjutnya manusia
diberikan beban untuk menjalankan fungsi khalifah tersebut sebagai
amanah yang harus dipertanggungjawabkan. Sebagai khalifah di bumi
manusia mempunyai wewenang untuk memanfaatkan alam (bumi) ini
untuk memenuhi kebutuhan hidupnya sekaligus bertanggung jawab
terhadap kelestarian alam ini, seperti dijelaskan dalam surah al-
Jumu’ah, “Maka apabila telah selesai shalat, hendaklah kamu
bertebaran di muka bumi ini dan carilah karunia Allah, dan ingatlah
Allah banyak-banyak agar kamu beruntung.” (QS: 62: 10), selanjutnya
dalam surah AlBaqarah disebutkan: “Makan dan minumlah kamu dari
rezeki yang telah diberikan Allah kepadamu, dan janganlah kamu
berbuat bencana di atas bumi.” (QS: 2 : 60).
d) Manusia Sebagai Bani Adam Sebutan manusia sebagai bani Adam
merujuk kepada berbagai keterangan dalam al- Qur’an yang
menjelaskan bahwa manusia adalah keturunan Adam dan bukan
berasal dari hasil evolusi dari makhluk lain seperti yang dikemukakan
oleh Charles Darwin. Konsep bani Adam mengacu pada penghormatan
kepada nilainilai kemanusiaan. Konsep ini menitikbertakan pembinaan
hubungan persaudaraan antar sesama manusia dan menyatakan bahwa
semua manusia berasal dari keturunan yang sama. Dengan demikian
manusia dengan latar belakang sosia kultural, agama, bangsa dan
bahasa yang berbeda tetaplah bernilai sama, dan harus diperlakukan
dengan sama. Dalam surah al- A’raf dijelaskan: “Hai anak Adam,
sesungguhnya Kami telah menurunkan kepadamu pakaian untuk
menutup auratmu dan pakaian indah untuk perhiasan, dan pakaian
taqwa itulah yang paling baik, yang demikian itu adalah sebagian dari
tanda-tanda kekuasaan Allah, semoga mereka selalu ingat. Hai anak
Adam janganlah kamu ditipu oleh syaitan sebagaimana ia telah
mengeluarkan kedua ibu bapamu dari surga, …” (QS : 7; 26-27).
e) Manusia Sebagai al- Insan, manusia disebut al- insan dalam al- Qur’an
mengacu pada potensi yang diberikan Tuhan kepadanya. Potensi antara
lain adalah kemampuan berbicara (QS:55:4), kemampuan menguasai
ilmu pengetahuan melalui proses tertentu (QS:6:4-5), dan lain-lain.
Namun selain memiliki potensi positif ini, manusia sebagai al- insan
juga mempunyai kecenderungan berprilaku negatif (lupa). Misalnya
dijelaskan dalam surah Hud: “Dan jika Kami rasakan kepada manusia
suatu rahmat, kemudian rahmat itu kami cabut dari padanya, pastilah ia
menjadi putus asa lagi tidak berterima kasih.” (QS: 11:9).
f) Manusia Sebagai Makhluk Biologis (al- Basyar) Hasan Langgulung
mengatakan bahwa sebagai makhluk biologis manusia terdiri atas
unsur materi, sehingga memiliki bentuk fisik berupa tubuh kasar
(ragawi). Dengan kata lain manusia adalah makhluk jasmaniah yang
secara umum terikat kepada kaedah umum makhluk biologis seperti
berkembang biak, mengalami fase pertumbuhan dan perkembangan,
serta memerlukan makanan untuk hidup, dan pada akhirnya mengalami
kematian. Dalam al- Qur’an surah alMu’minūn dijelaskan: “Dan
sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dari sari pati tanah.
Lalu Kami jadikan saripati itu air mani yang disimpan dalam tempat
yang kokoh (rahim). Kemudian air mani itu Kami jadikan segumpal
darah, lalu menjadi segumpal daging, dan segumpal daging itu
kemudian Kami jadikan tulang belulang, lalu tulang belulang itu Kami
bungkus dengan daging. Kemudian Kami jadikan dia makhluk
berbentuk lain, maka Maha Sucilah Allah, Pencipta yang paling
baik.”(QS: 23: 12-14).
Manusia adalah keyword yang harus dipahami terlebih dahulu bila
kita ingin memahami pendidikan. Untuk itu perlu kiranya melihat secara
lebih rinci tentang beberapa pandangan mengenai hakikat manusia.
2) Pandangan Psikoanalitik
Psikoanalitik meyakini bahwa pada hakikatnya manusia digerakkan
oleh dorongan-dorongan dari dalam dirinya yang bersifat instingtif. Hal ini
menyebabkan tingkah laku seorang manusia diatur dan dikontrol oleh
kekuatan psikologis yangmemangada dalam diri manusia. Terkait hal ini
diri manusia tidak memegang kendali atau tidak menentukan atas nasibnya
tapi tingkah lakun yaitu semata-mata diarahkan untuk mememuaskan
kebutuhan dan insting biologisnya.
Menurut Freud dalam Akta Mengajar V oleh Universitas Terbuka,
secara hakiki kepribadian manusia terdiri dari tiga komponen yaitu: Id, ego,
dan superego. Istilah lain yang juga dipakai yaitu Id = das es, dan ego = das
ich, serta superego = das uber ich. Selanjutnya dijelaskan bahwa Id meliputi
berbagai jenis keinginan, dorongan, kehendak, dan insting manusia yang
mendasari perkembangan individu, yang sering juga disebut libido seksual
atau dorongan untuk mencapai kenikmatan hidup. Di dalam Id itu terdapat dua
unsur yang paling utama yaitu unsur seksual dan sifat agresif sebagai daya
penggerak kejiwaan/tingkah laku manusia. Setiap individu akan berusaha
memuaskan libido seksualnya. Ego berfungsi untuk menjembatani antara Id
dengan dunia luar dari individu itu. Yang muncul ke dunia luar dari perbuatan
individu adalah egonya. Ego mengatur gerak-gerik Id dalam memuaskan
libidonya, dengan cara tidak memunculkan semua dorongan yang timbul atau
ada di dalam Id. Selanjutnya superego, tumbuh dan berkembang berkat
interaksi antara individu dengan lingkungannya, yang bersifat mengatur
seperti: nilai (value) moral, adat, tradisi, hukum, norma dan yang sejenis
lainnya. Dapat ditarik kesimpulan bahwa superego adalah pengawas tingkah
laku individu dalam berinteraksi dengan lingkungan. Beberapa kritikan
terhadap teori Freud ini muncul dari kaum agama yang berpendapat bahwa
tingkah laku manusia, bukan hanya diatur atau dikendalikan oleh faktor
lingkungan melalui superego, melainkan oleh aturan yang datang dari Tuhan.
Sepanjang pengetahuan penulis, memang Freud tidak pernah mengaitkan
teorinya dengan Tuhan. Menurut Islam yang dasarnya Al-Qur’an, superego
dalam teori Freud dapat dianalogikan dengan nurani (insane kamil = kalbu)
manusia. Dalamnurani (insane kamil) itulah terkandungnya potensi fitrah
manusia yaitu sifat-sifat Tuhan yang dianugerahkan-Nya kepada manusia
sebagai khalifatullah di muka bumi ini. Lihat Q.S. 30 : 30. Menurut ajaran
Islam, unsur untuk menetapkan/kriteria tentang buruk dan baik secara
potensial telah diletakkan Tuhan di dalam setiap diri manusia. Kondisi
lingkungan yang dibuat manusialah yang berfungsi untuk
menumbuhkembangkan nurani libido yang terpendam di dalamnya.
Pandangan teori Freud ini disebut juga psiko analitik, yang artinya psiko =
jiwa yang pantulannya dari tingkah laku manusia; dan selanjutnya analitik =
analisis yaitu mengklasifikasikan unsur-unsur yang ada di dalam kejiwaan
yaitu Id, ego, dan superego sebagaimana telah diuraikan. Untuk jelasnya hasil
analisis itu dapat diilustrasikan dalam gambar ini.
Ego

Superego

Id

Gambar 1: Analisis unsur kejiwaan manusia menurut Freud.

3) Pandangan Humanistik
Pandangan humanistik ini ditokohi oleh Roger, Hansen, Adlet, dan
Martin Buber (Akta Mengajar V oleh Universitas Terbuka, 1985). Human
artinya manusia, yaitu memahami secara hakiki keberadaan manusia, oleh
manusia dan dari manusia berdasarkan ratio (pemikiran manusia). Para
humanis menyatakan bahwa manusia memiliki dorongan-dorongan dari
dalam dirinya untuk mengarahkan diri mencapai tujuan yang positif. Mereka
menganggap manusia itu rasional dan dapat menentukan nasibnya sendiri.
Hal ini membuat manusia terus berubah dan berkembang untuk menjadi
pribadi yang lebih baik dan sempurna. Manusia dapat pula menjadi anggota
kelompok masyarakat dengan tingkah laku yang baik. Mereka juga
mengatakan selain adanya dorongan-dorongan tersebut, manusia dalam
hidupnya juga digerakkan oleh rasa tanggung jawab sosial dan keinginan
mendapatkan sesuatu, dalam hal ini manusia dianggap sebagai makhluk
individu dan juga sebagai makhluk sosial.
4) Pandangan Behavioristik
Pada dasarnya kelompok Behavioristik menganggap manusia
sebagai makhluk yang reaktif dan tingkah lakunya dikendalikan oleh faktor-
faktordariluar dirinya, yaitu lingkungannya. Lingkungan merupakan
faktor dominan yang mengikat hubungan individu. Hubungan ini diatur
oleh hukum-hukumbelajar, seperti adanyateori conditioning atau teori
pembiasaan dan keteladanan. Mereka juga meyakini bahwa baik dan buruk
itu adalah karena pengaruh lingkungan.. Lingkungan adalah penentu
tunggal dari tingkah laku manusia. Jika ingin merubah tingkah laku
manusia, perlu dipersiapkan kondisi lingkungan yang mendukung ke
arah perubahan itu. Contoh jika diinginkan agar anak mampu berbahasa
Arab, seorang anak akan berbahasa Arab kalau ia dibesarkan di tanah
Arab. Pelopor aliran behavioristik ini antara lain: Skinner, Thorndike,
Watson, Pavlov, Gagne (Bigge, 1982 : 10-11).

3. Harkat dan Martabat Manusia


Manusia adalah makhluk ciptaan Tuhan yang paling sempurna, karena
manusia di samping memiliki pisik biologis, juga diberikan oleh Allah akal
pikiran, perasaan, hati, moral, dan potensi yang sangat besar untuk dapat
dikembangkan terus selama hidup manusia. Manusia tidak hanya hidup untuk
keperluan kehidupannya di dunia saja, tetapi bertujuan untuk mencapai
kehidupan yang kekal di akhirat nanti. Manusia diberi anugerah dan kemampuan
oleh Allah sang pencipta untuk mengembangkan potensi dirinya agar mencapai
harkat dan martabat kemanusiaanya yang sempurna menuju pengabdiannya
kepada Allah Yang maha Kuasa. Manusia tidak hanya dipandang dari aspek
keberadaannya dengan berbagai kondisinya dalam kaitannya dengan dirinya
sendiri dan lingkungannya dalam kehidupan keduniaan saja, tetapi manusia
harus dikaji secara menyeluruh dari mana manusia berasal dan kemana akan
kembali dalam kehidupan ukhrawinya. Manusia harus dikaji dari aspek diri
individunya dan hubungannya dengan Khalik sang penciptanya. Manusia harus
dilihat secara menyeluruh, sehingga kita memahami secara utuh harkat dan
martabat manusia. Hakikat manusia dlihat dari harkat dan martabatnya, menurut
Prayitno (2009: 14) manusia adalah :
a. Makhluk paling indah dan sempurna dalam penciptaan dan pencitraannya
b. Makhluk yang paling tinggi derajatnya
c. Khalifah di muka bumu
d. Pemilik hak asasi manusia
e. Makhluk yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang maha Esa

Manusia memperoleh kehormatan dan kesempatan untuk


mengaktualisasikan dirinya dalam keseluruhan proses kehidupan di dunia dan
akhirat. Manusia mengembangkan kehidupannya di muka bumi dengan sebaik-
baiknya. Keimanan dan ketakwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa ditunaikan
melalui peribadatan secara tulus dan ikhlas; Citra kesempurnaan dan
keindahannya diwujudkan melalui tampilan budaya dan peradaban yang
berkembang terus; ketinggian derajatnya ditampilkan melalui upaya menjaga
kehormatan serta menolak hal-hal yang merendahkan nilai-nilai
kemanusiaannya; kekhalifahan diselenggarakan melalui penguasaan pengelolaan
atas sumber daya alam dan sumber daya manusia untuk kehidupan yang damai
dan sejahtera dalam alam yang nyaman dan tentram; dan hak asasi manusia
dipenuhi melalui saling pengertian, saling memberi dan saling menerimaserta
saling melindungi, mensejahterakan dan membahagiakan.
Harkat dan martabat manusia akan semakin mencapai hasil yang baik jika
potensi diri manusia itu dikembangkan dengan baik. Pengembangan potensi diri
manusia tidak berjalan dengan sendirinya, tetapi memerlukan upaya yang optimal
dari diri sendiri dan lingkungannya. Pengembangan potensi diri manusia harus
dapat menghasilkan kehidupan yang lebih baik. Pengembangan potensi diri
tersebut harus meliputi semua komponen. Pengembangan potensi diri individu
untuk menjadi khalifah di muka bumi, sehingga menghasilkan manusia yang
dapat berpikir dan mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi yang
bermanfaat bagi kehidupan manusia dan alam beserta isinya. Pengembangan
komponen rasa, keindahan, kesusilaan, kehidupan bermasyarakat yang baik akan
dapat menghasilkan rasa kebahagiaan, kenyamanan, keamanan, ketentraman,
kesejukan dan saling pengertian serta saling tolong menlong dalam kehidupan
bermasyarakat. Pengembangan potensi yang baik dan utuh akan menghasilkan
manusia yang beriman, dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, manusia
cerdas, berilmu pengetahuan, trampil, berbudi pekerti yang luhur, sehat jasmani
dan rohani, serta bermanfaat bagi dirinya, bagi masyarakat, bangsa, dan
agamanya.

4. Sifat hakikat manusia


Filsafat antropologis mengkaji sifat manusia karena pendidikan adalah
praktik yang berlandaskan dan bertujuan. Landasan dan tujuan pendidikan itu
sifatnya filosofis dan normatif.

a. Kemampuan mengendalikan diri


Kemampuan mengendalikan diri yang ada pada manusia merupakan
kunci perbedaan manusia dengan hewan. Manusia dapat membedakan diri
dengan hewan, mereka bahkan dapat mengendalikan dirinya dengan
sekitarnya, Pengendalian diri atau disebut juga kendali diri dapat pula
diartikan sebagai suatu aktivitas pengendalian tingkah laku. Pengendalian
tingkah laku mengandung makna, yaitu melakukan pertimbangan-
pertimbangan terlebih dahulu sebelum memutuskan sesuatu untuk bertindak.
untuk mengarahkan diri mereka sesuai dengan yang mereka kehendaki.
Artinya, semakin tinggi kendali diri yang dimiliki seseorang semakin intens
pengendalian terhadap tingkah laku.
b. Kemampuan bereksistensi
Kemampuan untuk mengembangkan potensi diri, sehingga bermanfaat
bagi dirinya, lingkungan atau masyarakat. Manusia harus mampu melihat
peluang dan mampu mengantisipasi masa datang
c. Kata Hati
Manusia memiliki petimbanganan yangsangat mendalam ketika
menentukan apakah sesuatu itu baik atau tidak baik untuk dilakukan. Dengan
kata hati manusia memiliki kemampuan dalam membuat keputusan tentang
yang baik/benar dan yang buruk/salah. Kata hati merupakan petunjuk bagi
perbuatan dan moral. Kata hati akan terlihat dari kepekaan emosi seseorang
dalam memutuskan sesuatu tindakan yang akan dilakukan.
d. Memiliki moral
Kalau kata hati lebih menekankan kepada keputusan yang diambil,
sedangkan moral berkaitan tindakan itu sendiri atau realisasi dari kata hati.
Sesuatu yang telah ditentukan oleh kata hati harus ada kemauan untuk
melaksanakannya. Moral merupakan nilai-nilai kemanusiaan, karena moral
bertalian erat dengan keputusan kata hati. Moral dapat disamakan dengan
etika, sedangkan etiket berhubungan dengan sopan santun
e. Kemampuan untuk bertanggung jawab
Kesediaan untuk menanggung segenap akibat dari perbuatan yang
dilakukan, merupakan tanda dari sifat orang yang bertanggung jawab. Wujud
dari tanggung jawab itu bisa tanggung jawab kepada diri sendiri, kepada
masyarakat, dan tanggung jawab kepada Tuhan. Antara kata hati, moral dan
tanggung jawan merupakan suatu hal yang sangat berhubungan. Kata hati
berperan untuk mempertimbangkan apa tindakan yang akan dilakukan,
sedangkan moral merupakan tindakan dan perbuatan itu sendiri, sedangkan
tanggung jawab merupakan kesediaan menanggung resiko dari perbuatan itu
sendiri.
f. Memiliki rasa kebebasan
Rasa kebebasan adalah tidak merasa terikat oleh sesuatu, tetapi yang
sesuai dengan kodrat manusia. Kemerdekaan yang sesungguhnya adalah
berlangsung dalam keterikatan. Bebas berbuat sepanjang tidak bertentangan
dengan nilai dan tuntutan kodrat manusia. Orang hanya akan merasakan
kebebasan batin jika ikatan yang ada telah menyatu dengan dirinya, dan
menjiwai segenap perbuatannya. Kebebasan itu erat kaitannya dengan kata
hati, moral, dan tanggung jawab. Seseorang akan merasa bebas jika
perbuatannya (moral) sesuai dengan kata hati (sesuai dengan tuntutan kodrat
manusia), sehingga perbuatan tersebut akan dapat dipertanggungjawabkan
yang tidak menimbulkan kegelisahan dalam dirinya (kebebasan)
g. Kesediaan melaksanakan kewajiban dan menyadari haknya
Kewajiban dan hak merupakan dua hal yang timbul sebagai manifestasi
dari manusia sebagai makhluk sosial. Jika seseorang mempunyai hak, tentu
ada pihak lain yang harus memenuhi, sebaliknya kita punya kewajiban, karena
orang lain yang memiliki hak. Kewajiban harusnya dilakukan dengan
keluhuran, sebagai sesuatu yang harusnya dilakukan seperti itu. Kemampuan
melaksanakan kewajiban sebagai suatu keniscayaan tentu tidak lahir dengan
mudah, tetapi melalui suatu proses pembiasaan dan pendidikan disiplin.
Pemenuhan hak dan pelaksanaan kewajiban bertalian erat dengan soal
keadilan. Keadilan akan terujud bila hak sejalan dengan kewajiban.
h. Kemampuan dalam menghayati kebahagiaan.
Kebahagiaan adalah istilah yang lahir dari kehidupan manusia dalam
menghayati hidup. Ada yang mengatakan bahwa kebahagiaan merupakan
integrasi dari segenap kesenangan, kegembiraan, kepuasan, dan lain yang
sejenisnya dengan pengalaman pahit dan penderitaan. Penghayatan hidup dari
integrasi yang menyenangkan dan pahit itulah yang disebut bahagia.
Kebahagiaan merupakan kesanggupan diri dalam menghayati proses
kehidupan yang dilalui dengan keheningan jiwa yang terangkum dalam
rangkaian tiga hal, yaitu: usaha, norma-norma, dan takdir. Kebahagiaan
diperoleh setelah melakukan usaha melalui perjuangan yang dilakukan terus
menerus. Usaha yang dilakukan harus sesuai dengan norma dan kaidah hidup,
sehingga merasakan kebebasan dalam melaksanakannya tanpa ada tekanan,
sehingga merasakan kebahagiaan. Hasil usaha yang dilakukan diserahkan
kepada takdir. Kebahagiaan hanya diperoleh kalau orang sudah berusaha
melakukan sesuai kemampuannya, kemudian menyerahkan hasil usaha itu
kepada takdir. Kebahagiaan dapat diusahakan peningkatanya, melalui
pengembangkan kemampuan berusaha dan kemampuan menghayati hasil
usaha dalam kaitannya dengan takdir. Manusia akan mampu menghayati
kebahagiaan apabila jiwanya bersih, stabil, jujur, bertanggung jawab,
mempunyai pandangan hidup dan keyakinan hidup yang kokoh dan bertekad
untuk merealisasikan dengan cara yang realitas.

Fitrah Kemanusiaan
Manusia sebagai ciptaan Tuhan yang paling mulia, yang diciptakan oleh
Tuhan dengan sebaik-baik ciptaannya yang paling sempurna dan paling mulia.
Manusia dilahirkan oleh ibunya dalam keadaan fitrah atau suci, tidak berdosa,
sebagaimana dalam Islam dikatakan bahwa ”Semua anak dilahirkan dalam
keadaan suci, orang tuanyalah yang menjadikan dia majusi atau nasrani. Hal ini
berarti bahwa semua manusia secara fitrahnya adalah makhluk yang bersih, suci,
benar dan luhur, serta menolak hal-hal yang salah, yang tidak berguna, dan tidak
terpuji. Pada dasarnya manusia lahir mengandung unsur kebenaran dan keluhuran.
Oleh sebab itu fitrah manusia yang baik ini perlu dipelihara dan dikembangkan
dalam hidupnya agar tetap terjaga dan terpelihara sifat kefitrahan tersebut.
Lingkungan jangan mempengaruhi kepada hal-hal yang merusak fitrah manusia
yang baik tersebut.
5. Dimensi-dimensi manusia dan pengembangannya serta implikasinya bagi
pendidikan
Pada bagian atas sudah dibahas tentang hakikat manusia ditinjau dari
berbagai sudut pandang agar diperoleh pemahaman yang memadai dalam
memandang sifat hakikat manusia itu sendiri. Berikut ini diuraikan tentang
dimensi-dimensi kemanusiaan yang terdiri dari: a) Dimensi keindividualan, b)
Dimensi kesosialan, c) Dimensi kesusilaan dan d) Dimensi keberagamaan.
a) Dimensi Keindividualan

Manusia sebagai makhluk individual dimaksudkan sebagai orang


seorang yang utuh (individual; in-divide: tidak terbagi) yang terdiri dari
kesatuan fisik dan psikis. Keberadaan manusia sebagai individual bersifat unik
(unique), artinya berbeda antara satu dari yang lainnya. Setiap manusia sama
mempunyai mata, telinga, kaki, dan anggota tubuh lainnya, namun tidak ada
yang persis sama bentuknya. Demikian juga manusia memiliki perasaan,
pikiran, kata hati dan unsur psikis lainnya, namun tidak ada dua manusia yang
persis sama di muka bumi ini, karena setiap orang kelak akan diminta
pertanggungjawaban atas sikap perilakunya.

Kesadaran manusia akan dirinya sendiri merupakan perwujudan


individualitas manusia. Kesadaran terhadap diri sendiri mencakup pengertian
yang sangat luas, diantaranya, kesadaran akan adanya diri di antara realitas,
self respect, self narcisme, egoisme, martabat kepribadian, perbedaan dan
persamaan dengan orang lain dan kesadaran terhadap potensi-potensi pribadi
yang menjadi dasar dari self realisasi.Makin manusia sadar akan dirinya
sendiri, maka ia akan makin sadar terhadap lingkungannya karena manusia
bagian dari lingkungannya. Antar hubungan dan antar aksi pribadi akan
melahirkan konsekuensi hak dan kewajiban. Manusia sebagai individu
memiliki hak sebagai kodrat alami atau sebagai anugerah Tuhan kepadanya.
Hak asasi sebagai pribadi terutama hak hidup, hak kemerdekaan, dan hak
memiliki. Konsekuensi dari adanya hak, maka manusia pun menyadari
kewajiban-kewajiban dan tanggung jawab moral.

Permasalahannya akankah manusia dengan sendirinya dapat memiliki


kesadaran akan hak dan tanggung jawabnya yang profesional?. Setiap manusia
memiliki potensi untuk berkembang. Lalu apakah setelah lahir potensi baik
fisik maupun psikis dapat terwujud begitu saja?. Jawabannya tentu tidak
demikian.

Manusia memerlukan perawatan dan pendidikan dari manusia lain di


lingkungannya. Ketergantungannya terhadap orang lain yang disebut sebagai
pendidik adalah dalam proses pembinaannya untuk dapat mandiri. Sehubungan
dengan itu Langeveld menyatakan bahwa setiap anak memiliki dorongan untuk
mandiri yang sangat kuat, meskipun di sisi lain pada anak terdapat rasa tidak
berdaya, sehingga memerlukan pihak lain (pendidik) yang dapat dijadikan
tempat bergantung untuk memberikan perlindungan dan bimbingan. Potensi-
potensi yang dimiliki anak perlu ditumbuhkembangkan agar bisa menjadi
kenyataan. Sebab tanpa dibina melalui pendidikan, benih-benih potensial yang
bersifat individual yang memungkinkan terbentuknya kepribadian yang unik
menjadi sia-sia, kepribadian seseorang tidak akan terbentuk dengan
semestinya, sehingga seseorang tidak memiliki warna kepribadian yang khas
sebagai miliknya. Fungsi utama pendidikan adalah membantu peserta didik
untuk membentuk kepribadiannya, atau menemukan kepribadiannya sendiri.

Pemahaman pendidik yang tepat terhadap karakteristik peserta didiknya


secara individual sangat diperlukan dalam proses pendidikan. Sebab setiap
individu memiliki latar belakang dan kebutuhan yang berbeda yang menuntut
pelayanan pendidikan yang berbeda juga. Suasana pendidikan yang kondusif
yang menyenangkan, yang merangsang rasa ingin tahu yang lebih kuat,
memungkinkan peserta didik merasa bergairah, memiliki percaya diri yang
positif dan dapat mengembangkan kreativitasnya secara optimal. Oleh sebab
itu seorang pendidik harus mampu menciptakan dan memelihara suasana
tersebut dengan memilih dan memvariasikan pendekatan pelajarannya sesuai
dengan tujuan yang hendak dicapai. Pelayanan pendidikan yang tepat tentu
akan melahirkan individu-individu yang memiliki kepribadian yang mantap.

b) Dimensi Kesosialan

Seseorang akan menemukan ”akunya”, manakala berada di tengah aku


yang lain. Artinya manusia tidak akan mengenali dirinya dan dapat
mewujudkan potensinya sebelum dia berinteraksi dengan manusia yang lain.
Manusia adalah makhluk sosial sekaligus adalah juga makhluk
individual.Perwujudan manusia sebagai makhluk sosial terutama tampak dalam
kenyataan bahwa tidak ada manusia yang mampu hidup sebagai manusia tanpa
adanya bantuan dari orang lain. Realita ini menunjukkan bahwa manusia hidup
dalam suasana interdependensi, dalam antar hubungan dan antar aksi. Pada
mulanya seseorang manusia sangat bergantung pada ibu/pengasuhnya, semakin
lama ia akan memerlukan lingkup sosial yang lebih luas untuk mewujudkan
eksistensi dirinya. Dalam kehidupan manusia selanjutnya, manusia berada
dalam satu kesatuan hidup, misalnya warga kampus, warga suatu kelompok
kebudayaan dan lainnya.
Tidak dapat dibayangkan andaikan manusia sehari saja tanpa ada
interaksi dengan manusia lain di lingkungannya. Mungkin dari fisik seorang
dapat memenuhinya sendiri, tetapi kepuasan batin tidak diperolehnya. Karena
bagaimanapun ia memerlukan adanya orang lain untuk menyampaikan pikiran
dan perasaannya. Secara psikologis setiap orang memiliki dorongan cinta dan
dicintai, sehingga menimbulkan kebahagiaan dan kepuasan rohaniah. Hidup
dalam antar hubungan, antar aksi, dan interdependensi mengandung
konsekuensi-konsekuensi sosial baik yang bersifat positif maupun negatif.
Idealnya dalam kehidupan sosial itu tercipta suasana yang harmonis, rukun,
dan damai. Namun suasana sebaliknya dapat pula terjadi. Keadaan tersebut
terjadi merupakan perwujudan dari nilai-nilai dan sekaligus watak
individualitas manusia. Untuk menghindari dampak negatif/disharmoni antara
hubungan manusia, maka tiap individu harus merelakan hak individualitasnya
untuk kepentingan bersama. Misalnya seorang mahasiswa yang ingin
menikmati hari liburnya berwisata ke suatu tempat, harus rela membatalkannya
karena di lingkungannya ada kegiatan yang melibatkan seluruh warganya.

Kehidupan sosial adalah realita dimana individu tidak menonjolkan


identitasnya. Yang tampak ke permukaan sebagai wujud kebersamaan adalah
identitas sosial yang pluralistis. Dalam hal ini bukan berarti bahwa identitas
individual menjadi hilang. Individualitas manusia tidak bertentangan dengan
wujud sosialitasnya. Dalam kehidupan manusia individualitas selanjutnya akan
berkembang menjadi sosialitasnya. Hal ini dapat dilihat pada mulai bayi dan
kanak-kanak bersifat egocentris, namun memasuki masa kanak-kanak sifat
tersebut mulai berkurang dan berganti dengan adanya kebutuhan untuk
diterima dan menerima orang lain sebagai bagian dalam kehidupannya. Essensi
manusia sebagai makhluk sosial adalah adanya kesadaran manusia tentang
status dan posisi dirinya dalam kehidupan bersama, serta tanggung jawabnya
dalam kebersamaan tersebut.

Mengembangkan potensi sosialitas pada diri peserta didik, idealnya


pendidik menciptakan suasana pembelajaran yang memungkinkan terjalinnya
interaksi dan interpendensi siswanya. Komunikasi yang interaktif antara guru
dengan siswa, siswa dengan siswa membuka peluang bagi siswa untuk lebih
banyak belajar dalam peristiwa sosial tersebut. Penggunaan metode diskusi
misalnya, dapat mendorong terciptanya suasana kebersamaan antar siswa,
bersifat terbuka dan menghargai perbedaan pendapat sesama anggota
kelompoknya.

c) Dimensi Kesusilaan
Pergaulan sosial manusia diikat oleh nilai-nilai tertentu yang menjadi
patokan/ukuran bahwa suatu prilaku dianggap baik/buruk. Istilah susila berasal
dari dua kata, yaitu su berarti baik dan sila berarti dasar. Jadi kesusilaan
merupakan ukuran baik dan buruk.Persoalan kesusilaan berhubungan dengan
nilai-nilai. Driyarkara memandang bahwa manusia susila adalah manusia yang
memiliki nilai-nilai, menghayati, dan melaksanakan nilai-nilai tersebut dalam
perbuatannya. Nilai-nilai merupakan suatu yang dijunjung tinggi oleh manusia
karena mengandung makna keluhuran, kebaikan, dan kemuliaan. Nilai dapat
dibedakan atas nilai otonom, yaitu yang dimiliki/dianut oleh orang perorangan,
nilai theonom yaitu nilai keagamaan yang berasal dari pencipta alam semesta
ini.
Pada hakekatnya manusia diberikan kemampuan untuk melihat dan
membandingkan antara sesuatu yang baik dan buruk dengan kata lain manusia
memiliki kata hati, hati nurani untuk mengambil suatu keputusan. Orang yang
memiliki kecerdasan akal budi sehingga mampu menganalisis dan
membedakan yang baik dan buruk, salah satu benar disebut memiliki kata hati
yang tajam.
Kata hati yang tajam perlu diasah melalui pendidikan yang dilakukan
sejak dini. Orang tua di rumah tangga secara perlahan mengenalkan kepada
anak makna perbuatan yang baik dan yang kurang baik, perbuatan yang
dibolehkan atau dilarang yang diikuti contoh teladan dari orang tua dan
lingkungannya. Di sekolah guru meneruskan dan mengembangkan nilai-nilai
yang sudah dikenalkan di rumah oleh orang tua. Peserta didik dilatih untuk
melaksanakan nilai-nilai tersebut dalam kehidupan sehari-harinya.Peserta didik
harus memiliki pengetahuan tentang nilai-nilai dalam kehidupan dan
menginternalisasikannya. Pendidik tertentu perlu memberikan contoh dan
dengan kesabaran mengarahkan perilaku peserta didiknya pada nilai-nilai yang
dianut. Menanamkan kesadaran bagi peserta didik terhadap kewajibannya
sebagai anggota masyarakat di samping mengetahui juga haknya secara
individual.
d) Dimensi Keberagamaan
Manusia adalah makhluk yang religius, yang mengakui bahwa ada
suatu Dzat yang menguasai alam beserta isinya, yang dipuja, dan disembahnya
yang disebut Ilahi yaitu Tuhan. Manusia pada dasarnya tunduk dan patuh
kepada Tuhan, kepada ajaran-ajaran yang disampaikan melalui kitab suci-Nya.
Dalam Islam dikatakan pada saat roh ditiupkan ke rahim Ibu maka pada saat itu
ia berjanji akan menghambakan diri kepada-Nya. Lalu, kesempatan berada di
permukaan bumi ini adalah untuk membuktikan janjinya. ALLAH berfirman
bahwa tidaklah diakui seseorang itu beriman sebelum keimanannya diuji
selama berada di muka bumi.

Manusia memerlukan agama untuk keselamatan hidupnya kini dan


untuk masa yang akan datang. Agama merupakan sandaran vertikal dalam
kehidupan manusia. Agar manusia menjadi makhluk yang tunduk dan patuh
kepada Tuhannya, maka perlu diberikan pendidikan agama sejak dini.
Penanggung jawab utama dan pertama dalam pendidikan agama ini adalah
orang tua. Pada mulanya anak akan meniru-niru perilaku orang tuanya dalam
menjalankan agama, kemudian secara perlahan orang tua perlu memberikan
pemahaman tentang peranan agama dalam kehidupan manusia. Jika dalam
kehidupan sehari-hari anak tidak melihat aktivitas keagamaan di
lingkungannya mungkinkah ia akan menjadi pemeluk agama yang taat?. Jika
anak hanya mendengarkan ajaran agama tanpa melihat contoh dan tanpa
adanya latihan/pembiasaan dalam beragama sulit diharapkan kehidupan yang
religius mewarnai aktivitas mereka.
Pendidikan agama tidak hanya tanggung jawab guru agama, tetapi
merupakan tanggung jawab semua guru di sekolah dan tanggung jawab setiap
orang untuk saling menasehati pada kebenaran terhadap semuanya. Manusia
secara individual terlahir ke muka bumi dengan segenap potensinya untuk
berkembang. Potensi tersebut tidak dengan sendirinya akan terwujud. Artinya
diperlukan upaya dari manusia lain untuk merangsang agar dapat tumbuh dan
berkembang secara optimal. Pendidikan merupakan kebutuhan setiap manusia
agar menjadi manusia.

Agar potensi yang dimiliki manusia berkembang optimal, maka


manusia memerlukan orang lain dalam kehidupannya melalui proses
sosialisasi. Tidak ada manusia yang maju dan berhasil tanpa bergaul dan
berinteraksi dengan manusia lainnya. Oleh sebab itu setiap individu harus
mampu hidup dan menunjukkan kesendiriannya di tengah-tengah pergaulan
sosialnya dan mampu menerima keberadaan orang lain dalam
dirinya.Individualitas manusia dapat diwujudkan melalui interaksi sosialnya
dengan manusia yang ada di lingkungannya. Dalam berinteraksi tersebut ada
sejumlah nilai-nilai yang harus diperhatikan dan dipatuhi oleh manusia
sehingga tidak terjadi benturan antara kepentingan hidup manusia sebagai
makhluk individual maupun makhluk sosial. Agar dapat diterima dalam
lingkungan sosialnya manusia harus taat nilai. Nilai yang dianutnya tidak
bertentangan dengan nilai-nilai yang diakui oleh masyarakatnya.

Manusia terdiri dari aspek jasmani dan rohaniah manusia memerlukan


sandaran vertikal dalam kehidupannya. Terbinanya hubungan vertikal dengan
Tuhan Yang Maha Kuasa dapat membuat jiwa manusia menjadi tenang.
Hubungan tersebut dapat dibina melalui kepatuhan manusia pada ajaran-ajaran
yang disampaikan oleh Tuhannya.Pendidikan yang diberikan harus dapat
mengembangkan keempat dimensi kemanusiaan itu secara seimbang. Potensi
jasmaniah dan rohaniah manusia harus mendapatkan pelayanan yang
seimbang. Walaupun manusia itu dinilai melalui sikap dan perilaku yang
ditunjukkannya namun manusia tidak akan bisa berperilaku secara optimal
tanpa didukung oleh kondisi fisik yang sehat. Demikian juga sebaliknya, fisik
yang sehat saja belum cukup untuk dapat dikatakan manusia itu berkualitas
karena tidak menunjukkan kemampuan dan perilaku yang diharapkan. Potensi
individual peserta didik dikembangkan dengan tidak mengabaikan dimensi
kehidupan sebagai makhluk sosial. Setiap peserta didik dengan potensi yang
dimilikinya harus mampu hidup di tengah masyarakatnya dengan
memperhatikan dan mengamalkan nilai-nilai susila dan agama yang dianut.
Jika salah satu dari dimensi kehidupan manusia terabaikan dalam proses
pengembangannya maka diyakini bahwa hal tersebut akan menimbulkan
masalah baik dalam kehidupan manusia secara individual maupun sosial, baik
dalam kehidupannya secara horizontal maupun vertikal.

e) Sosok Manusia Indonesia Seutuhnya


Manusia Indonesia yang utuh merupakan tujuan pembangunan seperti
digambarkan oleh GBHN bahwa pembangunan yang dilaksanakan adalah
dalam rangka membangun manusia Indonesia yang seutuhnya, yang hidup
secara serasi, selaras, dan seimbang antara kehidupan jasmaniah dan rohaniah,
individual, dan kemasyarakatan serta kehidupan dunia dan akhiratnya. Hal ini
berarti pembangunan yang dilaksanakan tidak hanya memacu kemajuan yang
bersifat fisik semata, tetapi juga mengejar kepuasan batiniah yang dilandasi
oleh nilai-nilai yang dianut oleh bangsa Indonesia.Pancasila sebagai pandangan
hidup dalam berbangsa dan bernegara menempatkan manusia dalam
keseluruhan harkat dan martabatnya sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa.
Manusia sebagai makhluk Tuhan juga sebagai makhluk sosial yang dalam
kehidupannya haruslah dilandasi sikap saling memberi corak dan warna dasar
dalam kehidupan masyarakat.

Manusia yang seutuhnya adalah manusia yang tidak hanya mengejar


kemajuan lahiriah, seperti sandang, pangan, papan, perumahan, kesehatan, dan
sebagainya atau kepuasan batiniah seperti pendidikan, rasa aman, bebas
mengeluarkan pendapat yang bertanggung jawab, rasa keadilan, dan lain
sebagainya, melainkan keserasian, keselarasan antara keduanya. Bangsa
Indonesia menginginkan keselarasan hubungan antara manusia dengan
Tuhannya, antara sesama manusia serta lingkungan alam sekitarnya, keserasian
hubungan antara bangsa-bangsa dan juga keselarasan antara cita-cita hidup di
dunia dan akhirat. Manusia seutuhnya adalah manusia yang memiliki panca
indera yang baik, sehat jasmani dan rohani, mental spiritual dan mampu
menggunakannya secara positif.

Manusia yang berpancasila, dalam kehidupan sehari-harinya


berdasarkan sila-sila dari Pancasila baik dalam kehidupan berkeluarga maupun
bermasyarakat yang memiliki wawasan yang seimbang antara potensi jasmani
dan kehidupan rohaninya, antara kehidupan pribadi dan sosial, antara diri dan
nilai-nilai religius yang diyakininya. Masyarakat Indonesia yang beraneka
ragam coraknya, memerlukan kemauan dan kemampuan mengendalikan diri
dan kepentingan yang pada gilirannya dapat menumbuhkan keseimbangan dan
stabilitas masyarakat. Oleh sebab itu, sikap hidup manusia Indonesia adalah:

1) Kepentingan pribadinya tetap diletakkan dalam kerangka kesadaran dan


kewajiban sebagai makhluk sosial dalam kehidupan masyarakat.
2) Kewajiban terhadap masyarakat dirasakan lebih besar dari kepentingan
pribadinya.
Sikap dan pandangan hidup tersebut merupakan proses dan tujuan
pendidikan dalam keseimbangan yang selaras antar pemenuhan kebutuhan
individu dengan pengembangan hidup masyarakat. Pendidikan dilihat sebagai
proses kemanusiaan yang terjadi dalam konteks kehidupan masyarakat, sebagai
transaksi budaya. Hal itu terwujud jika interaksi pendidikan dilandasi oleh
sikap saling menghargai harkat masing-masing antara guru dengan murid, yang
secara seimbang terwujud sebagai kemampuan mempertanyakan dan kesediaan
menerima nilai-nilai lingkungan. Raka Joni (1989 : 10) menyatakan peranan
kunci dari pendidik dalam interaksi pendidikan adalah pengendalian yang pada
dasarnya dilakukan dengan tiga cara, yaitu:

1) Menumbuhkan kemandirian dengan menyediakan kesempatan untuk


memutuskan dan berbuat.
2) Menumbuhkan kemampuan mengambil keputusan dan berbuat dengan
meningkatkan pengetahuan dan keterampilan.
3) Menyediakan sistem dukungan yang menawarkan kesempatan serta
kemudahan belajar.
Guru secara berangsur harus memindahkan prakarsa dan tanggung
jawabnya kepada murid. Ia harus sewaktu-waktu siap menarik diri jika
kemandirian siswa sudah nampak mulai bertumbuh.Sehubungan dengan itu,
Undang-Undang tentang Sistem Pendidikan (UUSPN) nomor 20 tahun 2003
merumuskan fungsi dan tujuan pendidikan nasional ”Pendidikan nasional
berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban
bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa
bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik, agar menjadi manusia
yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia,
sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang
demokrasi serta bertanggung jawab.”

Pendidikan yang dilaksanakan di Indonesia pada setiap jenis dan


jenjang pendidikan harus mengacu kepada pencapaian tujuan pendidikan
nasional tersebut. Untuk menjadi manusia yang seutuhnya terlebih dulu
manusia perlu dicerdaskan. Manusia Indonesia memerlukan kecerdasan dalam
berpikir, merasa, memahami nilai-nilai agama dan susila yang dianutnya yang
dapat diperolehnya melalui proses pendidikan. Dari ketiga kecerdasan tersebut
diharapkan ia mampu mewujudkan dirinya sebagai manusia yang seutuhnya,
yang dapat menyikapi kebutuhan dirinya secara positif baik secara jasmaniah
maupun rohaniah, kehidupan individual, dan sosial dan memperhatikan dalam
arti kata mengamalkan nilai susila dalam bermasyarakat dan nilai-nilai agama
yang dianutnya.
E. Aktivitas Pembelajaran
Untuk menunjang keberhasilan pembelajaran daring dan luring, maka
mahasiswa dapat mengikuti aktifitas pembelajaran sebagai berikut :
Menu Aktifitas Keterangan
Informasi, Kehadiran dan Tatap Maya
1. Informasi Mahasiswa melihat
Perkuliahan informasi terbaru terkait
perkuliahan melalui menu
Announcement
2. Presensi Mahasiswa melakukan
Online pengisian presensi online

3. Tatap Mahasiswa melakukan


Maya tatap maya (web
conference) sesuai dengan
jadwal yang ditetapkan
oleh dosen (opsional)
Sumber Belajar
3. Modul Ajar Mahasiswa mempelajari
materi kuliah melalui
Modul Ajar
4. Slide Mahasiswa mempelajari
intisari materi melalui slide
presentasi

5. Video Mahasiswa menyaksikan


Pendukung tayangan video pendukung
dan mencatat poin-poin
utama yang disajikan
Aktifitas Belajar

6. Forum Mahasiswa mengikuti dan


Diskusi berpartisipasi dalam forum
diskusi yang dibuat oleh
dosen Pembina Mata
Kuliah

7. Tugas Mahasiswa menjawab dan


menyelesaikan tugas yang
diberikah oleh Dosen

8. Tes Online Mahasiswa mengikuti Tes


yang dilakukan pada akhir
topik bahasan materi
(Opsional)

F. Rangkuman*)
Manusia mempunyai karakteristik yang membedakannya dengan
makhluk lain sebagai sifat hakikat manusia. Islam berpandangan bahwa
manusia makhluk ciptaan Tuhan yang paling tinggi peran dan posisinya dari
segala makhluk yang ada, termasuk malaikat sekalipun. Manusia ditugasi
untuk menjadi Khalifah (pengatur) isi alam ini dengan potensi yang
dimilikinya
Tuhan memberi potensi kepada manusia: akal, keunikan setiap
individu manusia, perasaan kasih sayang, cinta, dan malu, serta persaudaraan.
Potensi yang diberikan Tuhan untuk manusia sebagai khalifah, lebih banyak
dan lebih sempurna dari makhluk lainnya. Bila manusia menggunakan semua
pemberian itu bertentangan dengan aturan atau petunjuk Tuhan, jatuhlah
posisi manusia itu kepada tingkatan makhluk yang paling hina. Oleh sebab
itu, setiap manusia wajib belajar dan mengajar untuk manusia bagaimana
berbuat/berkiprah menurut aturan Tuhan. Menurut Psiko Analitik, tingkah
laku manusia didorong oleh Id, yang berisikan keinginan untuk memuaskan
nafsu (libido seksual), tetapi dikontrol oleh superego. Menurut aliran
Behavioristik tingkah laku manusia dikendalikan oleh faktor lingkungan.
Selanjutnya oleh aliran Humanistik sifatnya netral atau kombinasi antar
faktor luar dan faktor dalam diri manusia yang mengendalikan manusia.
Manusia mempunyai otonomi untuk mengendalikan dirinya dalam batas
tertentu dapat mengontrol dan mengarahkan jadi apa yang bersangkutan.
Kehidupan manusia merupakan suatu proses yang terus berubah.

G. Latihan/Kasus/Tugas**)
Setelah mempelajari bahan ajar yang terdahulu, silakan diselesaikan soal
berikut:

1. Jelaskan manfaat mempelajari hakikat manusia!


2. Kemukakan perbedaan yang mendasar antara pandangan hakikat manusia
menurut pakar dunia Barat dibandingkan dengan pandangan Islam!
3. Jelaskan perbedaan pandangan hakikat manusia menurut psiko analitik
dengan pandangan humanistik!
4. Berikan beberapa contoh kekuatan dan keterbatasan pandangan behavioristik!
5. Jelaskan keempat dimensi manusia harus dikembangkan secara seimbang,
selaras, dan serasi serta berkelanjutan!

H. Tes Formatif

I. Daftar Rujukan**)

Hamidy H. Zainuddin, dan HS. Fachruddin. 1982. Tafsir Al Qur’an Naskah


Asli Terjemah – Keterangan. Jakarta: Penerbit Widjaya.
Prayitno. 2005. Sosok Keilmuan Ilmu Pendidikan. Padang : FIP UNP
……….2009. Dasar, Teori, dan Praktis Pendidikan. Jakarta : Gramedia Widia
Sarana Indonesia
Suardi. 2012. Pengantar Pendidikan Teori dan Aplikasi. Jakarta : PT. Indeks
Syafril, Zelhendri Zen, 2017.. Dasar-dasar Ilmu Pendidikan. Jakarta: Prenada
Media Group.

Anda mungkin juga menyukai