Anda di halaman 1dari 10

KELOMPOK XII:

1. Amalia Safitri (T201810014)


2. Anis Alvia M (T201810018)
3. Feri (T20163011)

SIFAT ANAK DIDIK

Suatu hal yg penting diketahui oleh seorang pendidik atau calon pendidik adalah
sikap dan karakter anak didik. Anak didik di sekolah yang dihadapi seorang guru sudah
membawa karakter yang telah terbentuk dari lingkungan rumah tangga atau lingkungan
masyarakat yang berbeda. Ada yang baik dan ada yang buruk, ada yang patuh dan ada juga
yang tidak patuh, ada yag sukanya melanggar tata tertib sekolah dan ada pula yang patuh, dan
seterusnya. Mengetahui latar belakang dan karakter anak didik menjadi bahan pertimbangan
dalam menentukan alat pembelajaran, pendekatan, dan metodenya yang akan dilakukan oleh
seorang guru sehingga tujuan pendidikan akan tercapai dengan mudah. Sikap dan karakter
anak didik dapat diubah dan dapat dibentuk sesuai dengan keinginan dan tujuan pendidikan.
Di sinilah peran guru, orang tua dan masyarakat yang amat penting dalam membentuk
lingkungan anak didik yangbaik dan saling mendukung.

A. Sikap Duduk di Majelis


‫عن ابي واقد= الليثي ان رسول هللا صلى هللا عليه وسلم بينما هو جالس في المسجد والناس معه إذ‬
‫أقبل ثالثة نفر فأقبل اثنان إلى رسول هللا صلى هللا عليه وسلم وذهب واحد قال فوقفا على رسول‬
‫هللا صلى هللا عليه وسلم فأما احدهما فراى فرجة فى الحلقة فجلس فيها وأما االخر فجلس خلفهم‬
‫وأما الثالث فأدبر ذاهبا فلما فرغ رسول هللا صلى هللا عليه وسلم قال أال أخبركم عن النفر الثالثة‬
‫أما أحدهم فأوى الى هللا فأواه هللا واما االخر فاستحيا= فاستحيا هللا منه واما االاخر فأعرض‬
‫فأعرضا هلل عنه (متفق عليه‬
1. Kosakata (Mufradat)

ٍ َ‫ = ثَاَل ثَةُ نَف‬Tiga orang laki-laki, kata nafar berjumlah antara 3-10 orang.
a. ‫ر‬

b. ً‫ =فُرْ َجة‬Tempat kosong.


c. ‫ح ْلقَ ِة‬
َ ‫ = ْال‬Majelis yang berbentuk melingkar seperti lingkaran tengahnya kosong.
ِ َ‫ = فَأ َ ْدب‬Kembali, pulang.
d. ‫ر‬
َ ‫ = فَ َر‬Selesai.
e. ‫غ‬
f. ‫ = فَأ َ َوى‬Berlindung di tempat yang kosong, maka Allah memuliakannya.

ْ ‫ = فَا‬Malu tidak mau duduk di depan karena kesempitan, Allah


g. ‫ستَحْ يَا‬
memuliakannya dan tidak merendahkan.

ِ ‫ = فَأ َ ْع‬Berpaling, pulang.


h. ُ‫رض‬

2. Terjemahan
Dari Abu Waqid al-Laytsiy (al-Harits bin ‘Awf) r.a bahwasannya
Rasulullah SAW pada suatu ketika ketika duduk bersama para sahabat di dalam
masjid. Tiba-tiba datang 3 orang, dua diantaranya menuju Rasulullah SAW dan
yang seorang lagi pergi begitu saja. Kedua orang tersebut berhenti di hadapan
Rasulullah SAW, salah satu dari mereka melihat tempat kosong dan majelis
halakah (majelis berbentuk melingkar dari depan), yang lain duduk di belakang
mereka dan yang ketiga berpaling pergi meninggalkan majelis tersebut. Setelah
selesai majelis Rasulullah bersabda: “Maukah kalian aku beritahu tentang ketiga
orang tersebut? Adapun salah satu diantara mereka berlindung (mendekat) kepada
Allah, maka Allah pun memberika tempat kepadanya. Adapun yang kedua
merasa malu, maka Allah pun menghargai malunya dan yang lain berpaling,
maka Allahpun berpaling daripadanya.” (H.R Muttafaq Alayh).
3. Penjelasan (Syarah Hadis)
Pda hadis di atas menjelaskan bahwa Rasulullah SAW mempunyai
halakah atau majelis di Masjid Nabawi untuk menyampaikan ilmu. Majelis beliau
berbentuk halakah, yakni majelis yang berbentuk melingkar seperti lingkaran yang
kosong tengahnya. Perkembangan bentuk majelis halakah ini ternyata sangat
relevan pada era modern sekarang. Bentuk majelis yang berhalakah disukai
banyak orang karena sesuai dengan fitrah manusia yang mencintai berhadapan-
hadapandalam berkomunikasi. Lihatlah bentuk kelas yag menerapkan active
learning, ruang sidang, ruang diskusi, ruang mudzakarah, stadion olahraga, dll
semuanya perkembangan berbentuk melingkar.
Pada suatu ketika Beliau duduk bersama para sahabat di majelis itu.
Kemudian datanglah tiga orang menghadap di majelis Beliau setelah berjalan-
jalan di sekitarnya. Setelah melihat ada majelis sebagian mereka ingin ikut
bergabung dan sebagian lain berpaling. Sebagaimana yang diberitakan Nabi:
َ َ‫فَأ َ َّما أَ َح ُدهُ َما فَ َرأَى فُرْ َجةً فِي ْال َح ْلقَ ِة فَ َجل‬
‫س فِ ْيهَا‬
“Salah satu dari mereka melihat tempat kosong di majelis halakah (majelis
berbentuk melingkar dari depan).”
Salah satu diantara tiga orang tersebut mengambil tempat terdepan yang
masih kosong. Keduanya, mengambil tempat dibelakangnya dan yang ketiga
kembali pulang tidak jadi bergabung. Setelah selesai majelis Rasulullah SAW
menjelaskan tiga macam orang tersebut dengan didahului pertanyaan yang
mengandung penasaran (li al-tasywiq).
a. Duduk di Majelis Terdepan
Penjelasan beliau:

َ َ‫أَ َّما اَ َح ُدهُ ْم فَأ َ َوى اِلَى هللا ف‬


‫آواهُ هللا‬
“Adapun salah satu di antara meeka berlindung (mendekat) kepada Allah,
maka Allah pun memberikan tempat kepadanya.”
Salah satu diantara mereka yakni yang mengisi kosong di barisan
terdepan dari hal apakah itu, berlindung kepada Allah, artinya bergabung
dengan Majelis Rasul, balasannya Allah melindunginya. Perlindungan Allah
dimaksudkan dilindungi rahmat dan rida-Nya. Ini adalah sifat anak didik yang
paling baik di majelis ilmu atau di kelas. Selama ada tempat duduk didepan
yang kosong sebaiknya segera ditempati, ibarat dalam shaf salat berjamaah,
kecuali ada pengaturan khusus seperti tempat VIP untuk orang-orang tertentu.
Banyak kelebihan yang diperoleh dari tempat ini, minimal lebih jelas dan lebih
terang dalam berinteraksi dengan guru dalam menerima pelajaran.
b. Duduk di Belakang
ُ‫َوأَ َّما اآْل َخ ُر فَا ْستَحْ يَا فَا ْستَحْ يَا= هللا ِم ْنه‬
“Adapun yang kedua merasa malu, maka Allah pun menghargai malunya”
Al- Asqalaniy dalam kitabnya Fath al-Bariy (1/157) menjelaskan makna
kata melalui bagi orang kedua ini, bahwa Al Qadhi Iyadh berkata: bahwa ia
malu dari Nabi dan para sahabat yang hadir kalau tidak ikut duduk, Anas
menjelaskan dalam periwayatannya; orang itu malu kalau pergi dari majelis.
Atau orang kedua ini malu berdesakan duduk di depan, maka ia duduk di
belakangnya. Balasan orang kedua ini, Allah pun malu daripadanya,
maknanya, Allah memberi rahmat dan tidak memberi hukuman tetapi tentunya
tidak seperti murid yang duduk di barisan depan.
Sikap anak murid kedua ini masih dinilai baik, karena masih mau hadir
sekalipun tidak seperti orang pertama di atas. Jika ia duduk di belakang karena
malu berdesakan di depan sementara di depan memang sudah tidak ada tempat
kosong sikap anak ini terpuji. Jika ia duduk di belakang, hanya karena biar
cepat pulang atau agar cepat bisa ngobrol di belakang atau bisa mengantuk dan
lain lain sikap ini tercela dan kurang menghargai ilmu.
c. Berpaling Pulang
َ ‫َوأَ َّما اآْل َخ ُر فَأ َ ْع َر‬
ُ‫ض هللا َع ْنه‬
“Dan yang lain berpaling, maka Allah pun berpaling dari padanya”
Sikap orang ketiga sama sekali tidak menghargai ilmu, begitu lewat
majelis tidak bergabung duduk di situ, tetapi berpaling dan pulang tanpa ada
uzur. Sikap anak didik seperti ini balasannya sama dengan perbuatannya Allah
pun berpaling dari padanya yakni Allah murka padanya.
Di antara karakter anak didik di atas yang paling baik dan yang paling
tinggi derajatnya adalah kelompok pertama; yakni anak didik yang
memperhatikan pelajaran di kelas atau di halakahnya dan hormat kepada ilmu.
Kemudian karakter kelompok kedua sekali pun tidak sepenuhnya penghargaan
majelis seperti kelompok pertama. Adapun karakter kelompok terakhir adalah
yang paling rendah, yakni kurang memperhatikan pelajaran dan kurang atau
tidak menghargai majelis.
Khalifah Ali bin Abi Tholib yang dikutip oleh Abdullah Nashih Ulwan
juga memberikan bimbingan etika seorang pelajar terhadap gurunya dalam
majelis atau dalam kelas. Antara lain; memberi salam kepada umum dan
secara khusus kepada guru, duduk dihadapannya dengan sopan tidak
menunjuk-nunjuk dengan kedua tangan dan tidak melototkan kedua mata,
tidak menunjukkan perbedaan guru dengan pendapat guru lain, tidak
bergunjing dan tidak mencari-cari kesalahannya. Hendak murid menghormati
guru karena Allah, penuhi hajatnya, jangan berjalan di hadapannya, jangan
dari bajunya, jangan minta guru mengajar dalam keadaan capai dan jangan
engkau bosan bergaul dengannya. Lanjut kata Ali r.a.:
ٌ ‫فَإِنَّ َما ه َُو َكالنَّ ْخلَ ِة تَ ْنت َِظ ُر َمتَى يَ ْسقُطُ َعلَ ْيكَ ِم ْنهَا َش ْي‬
‫ئ‬
“ Sesungguhnya dia guru bagaikan lebah yang sedang engkau tunggu
kejatuhan madunya”
Demikian etika seorang pelajar yang diajarkan dalam Islam, mulai dari
Malaikat Jibril, Nabi, para sahabat dan para ulama mengajarkan tata krama dan
etika terhadap guru dan orang alim. Metode yang diajarkan dalam menuntut
ilmu tidak hanya metode kasar (hard method),atau metode fisik tetapi juga
metode lunak (soft method) atau nonfisik. Metode fisik adalah metode rasional
seperti cara-cara belajar bisa di berbagai buku pendidikan dengan metode non
fisik seperti etika yang diajarkan baik dengan Allah maupun dengan sesama
manusia terutama yang berkaitan dengan proses pembelajaran. Islam
mengkompromikan kedua metode tersebut.
4. Pelajaran yang Dipetik dari Hadis
a. Diantara etika duduk di majelis atau di kelas duduk terdepan di majelis ilmu
Selama ada tempat yang kosong.
b. Anjuran duduk di majelis atau kelas sampai selesai pembelajaran.
c. Keutamaan malu duduk berjubelan dan berdesak-desakan kemudian duduk di
belakangnya.
d. Kurang utama duduk di belakang sementara tempat duduk depannya yang
disediaka masih kosong kecuali ada uzur.
e. Tercela meninggalkan majelis tanpa uzur.
5. Biografi Singkat Perawi Hadits Sahabat
Abu Waqid Al Laytsiy nama arslinya adalah Al Haris bin Awf, adalah
seorang sahabat yang terkenal nama panggilannya Abu Waqid. Nama aslinya
diperselisihkan antara para ulama, demikian juga nama ayahnya. Sebagian ulama
menyebut namanya Awf bin Al-Haris dan yang lain menyebut Al Haris bin Malik.
Ia syahid pada penaklukan Mekkah di bawah bendera Bani Dhamrah, Bani Layts,
dan Bani Sa’ad Bakar bin Abdi Manah. Ia wafat di Mekkah pada tahun 68 H dan
meriwayatkan hadis dari Nabi SAW sebanyak 24 Hadits. Ia tidak meriwayatkan
hadits dari al-Bukhari melainkan Hadits ini.
B. KARAKTER MENERIMA PELAJARAN
‫عن ابي عن النبي صلى هللا عليه وسلم= قال مثل ما بعثنى هللا به من الهدى والعلم كمثل الغيث‬
‫الكثم أصاب أرضا فكان منها نقية قبلت الماء فأنبتت الكال والعثب الكثم وكانت منها أجادب‬
‫أمسكت الماء فنفع هللا بها الناس فشربوا= وسقوا وزرعوا وأصابت منها طائفة أخرى إنما هي‬
‫قيعان التمسك ماء وال تنبت كأل فذلك مثل من فقه في دين هللا ونفعه ما بعثني هللا به فعلم ومثل‬
)‫من لم يرفع بذلك وأسا ولم يقبل هدى هللا الذي أرسلت (متفق عليه‬
1. Kosakata (Mufradat)
a. ‫ = َما بَ َعثَنِي هللا بِ ِه‬Sesuatu yang aku diutus Allah dengannya.

ِ ‫ = ْال َغ ْي‬Hujan.
b. ‫ث‬

c. ٌ‫ = طَا ئِفَة‬Sebidang tanah

d. ٌ‫ = نَقِيَّة‬Subur.
ْ ‫ = فَأ َ ْنبَت‬Menumbuhkan.
e. ‫َت‬

َ ‫ = ْال َكاأَل َ َو ْال ُع ْش‬Tumbuh-tumbuhan dan rumput yang hijau.


f. ‫ب‬

َ َ‫ = أ‬Tanah tandus yang tidak dapat menumbuhkan tetumbuhan.


g. ُ‫جا ِدب‬
ْ ‫ = أَ ْم َس َك‬Menahan.
h. ‫ت‬
ٌ ‫ = قِ ْي َع‬Tanah datar licin (berlumut).
i. ‫ان‬

j. َ‫ = فَقُه‬Paham.

َ ‫ = لَ ْم يَرْ فَ ْع بِ َذلِكَ َر ْأ‬Tidak peduli, tidak memperhatikan, berpaling dari ilmu


k. ‫سا‬
(asal artinya tidak mengangkat kepala untuk ilmu).
2. Terjemahan
Dari Abi Musa r.a. berkata: Rasulullah SAW bersabda: “sesungguhnya
perumpamaan petunjuk (hidayah) dan ilmu yang dengannya aku diutus oleh Allah
bagaikan hujan yang jatuh mengenai Bumi. Diantaranya ada Bumi yang subur, Ia
dapat menerima air kemudian menumbuhkan tumbuh-tumbuhan dan rumput yang
lebat. Di antaranya ada Bumi yang tandus (tanah berbatu padas) yang dapat
menahan air, lalu dengannya Allah memberikan manfaat kepada manusia,
sehingga mereka dapat minum, menyirami dan bercocok tanam daripadanya. Dan
(air hujan) ada yang mengenai sebagian Bumi, sesungguhnya ia tanah licin tidak
dapat menahan air dan tidak dapat menumbuhkan tanaman. Demikian itu,
perumpamaan orang yang mengkaji agama Allah dan bermanfaat apa yang aku
diutus dengannya, ia mengetahui dan mengajarkan (kepada orang lain) dan
perumpamaan orang tidak peduli (tidak mampu mengambil manfaat apa yang aku
di utus dengannya),dan tidak menerima petunjuk Allah yang aku diutus
dengannya.” (H.R. Muttafaq Alayh).
3. Penjelasan (Syarah Hadis)
Rasulullah SAW membuat perumpamaan yang indah tentang ilmu dan
petunjuk yang diberikan kepada manusia bagaikan hujan yang menyirami Bumi.
Kedua perumpamaan Bumi dan manusia membutuhkan siraman, Bumi perlu
siraman air agar menjadi tanah yang subur dan dapat menumbuhkan tanam-
tanaman yang hijau kemudian dimanfaatkan untuk manusia. Demikian halnya hati
manusia perlu disiram dengan petunjuk dan ilmu, agar hatinya menjadi subur
menerima petunjuk mendapatkan ketenangan, kemudian diamalkan dan diajarkan
sehingga manfaat lebih luas. Al-Qurthubiy menyatakan, bahwa Rasul SAW
membuat perumpamaan agama yang di bawahnya bagaikan hujan yang sangat
dibutuhkan dalam kehidupan. Demikian juga, keadaan umat sebelum datangnya
Rasul menunggu kehadirannya. Bagaimana hujan berperan dapat menghidupkan
Bumi yang mati, ilmu juga dapat menghidupkan hati yang mati.
Pada hadis di atas ada tiga karakter manusia sebagai anak didik dalam
menerima ilmu atau petunjuk yang diumpamakan seperti ragam tanah atau Bumi
ketika menerima siraman hujan dari langit, sebagai berikut:

a. Bagaikan Bumi Subur


Karakter anak didik diumpamakan seperti bumi subur ketika disiram
dengan air hujan. Bumi itu dapat minum atau menyerap air, menumbuhkan
tanam-tanaman, tumbuh-tumbuhan, dan rumput hijau yang subur. Tumbuh-
tumbuhan dan tanam-tanaman itu berkembang dan berbuah yang sangat
bermanfaat untuk kebutuhan manusia. Sama halnya karakter sebagai anak
didik yang baik ia menerima pelajaran dan paham ilmu. Ilmu itu diamalkan
dan diajarkan kepada orang lain. Rasulullah SAW menyatakan:
‫فَ َذلِكَ َمثَ ُل ِم ْن فَقُهَ فِى ِد ْي ِن هللاِ َونَفَ َعهُ َما بَ َعثَنِي هللا بِ ِه فَ َعلِ َم َوعَلَّ َم‬
“Demikian itu perumpamaan orang yang mengkaji agama Allah dan
bermanfaat apa yang aku diutus dengannya, Ia mengetahui dan mengajarkan
(kepada orang lain)”.
Karakter anak itu pertama ini karakter yang terbaik di antara 3 karakter
yang ada nanti, karena karakter inilah yang menjadi tujuan pendidikan, yaitu
membentuk pribadi anak didik yang baik dan memiliki ilmu pengetahuan yang
bermanfaat yakni diamalkan dan diajarkan. Alangkah manfaatnya tanah yang
subur itu dapat menumbuhkan berbagai buah-buahan dan sayur-mayur yang
mengandung vitamin yang amat penting bagi kesehatan manusia. Alangkah
manfaatnya ilmu seorang yang diamalkan dan diajarkan kepada orang lain
dapat menerangi dirinya dan masyarakat di sekitarnya. Orang pertama ini
disebut sebagai orang alim yang mengamalkan ilmunya untuk dirinya dan
mengajarkannya kepada orang lain.
b. Bagaikan Bumi Tandus dan Gersang
َ َّ‫ت ْال َما َء فَنَفَ َع هللا بِهَا الن‬
َ ‫اس فَ َش ِربُوْ ا َو َسقَوْ ا= َو‬
‫زَر ُعوْ ا‬ ْ ‫َت ِم ْنهَا أَ َجا ِدبُ أَ ْم َس َك‬
ْ ‫َو َكان‬
“Diantaranya ada bumi yang tandus (tanah berbatu padas) yang dapat menahan
air, lalu dengannya Allah memberikan manfaat kepada manusia, sehingga
mereka dapat meminum, menyirami, dan bercocok tanam daripadanya.”
Bumi tandus ini hanya dapat menampung air belaka, tetapi tidak dapat
menyerap untuk menumbuhkan tanam-tanaman atau tumbuh-tumbuhan.
Memang ia dapat memberi manfaat kepada manusia seperti untuk minum,
untuk menyirami dan untuk bercocok tanam, tetapi ia dapat mengambil
manfaat untuk dirinya. Ini adalah perumpamaan karakter anak didik yang
pandai, cerdas, dan pintar semua buku sudah dibaca dan seolah-olah semua
ilmu dikuasai. Tetapi ilmu itu sebatas diajarkan dan diinformasikan kepada
orang lain, sementara ilmu tidak diamalkan untuk dirinya. Karakter anak didik
kedua ini bagaikan lilin yang menerangi benda di sekitarnya, tetapi membakar
dirinya. Allah berfirman dalam QS. Ash-Shaff (61): 2-3:
َ‫يَا َ أَليُّهَاالَّ ِذ ْينَ اَ َمنُوْ ا لَ ْم تَقُوْ لُوْ نَ َما اَل تَ ْف َعلُوْ نَ َكب َُر َم ْقتًا ِع ْن َد هللاِ أَ ْن تَقُوْ لُوْ ا َماا اَل تَ ْف َعلُوْ ن‬
“Hai orang-orang yang beriman, mengapa kamu mengatakan apa yang tidak
kamu perbuat. Amat besar kebencian disisi Allah bahwa kamu mengatakan
apa-apa yang tiada kamu kerjakan.”
Karakter kedua ini kurang etis, seharusnya ilmu yang telah didapatkan
untuk kepentingan diri sendiri terlebih dahulu, kemudian keluarga dan baru
untuk orang lain. Orang kedua ini hanya memindahkan berita, hanya
meriwayatkan, hanya menyampaikan, dan hanya menceritakannya kepada
orang lain.
c. Bagaikan Bumi Licin Mendatar
Bentuk karakter anak didik ketika diumpamakan seperti bumi licin
mendatar tidak dapat menyerap dan tidak dapat menampung air. Rasulullah
Sebutkan perumpamaan itu:
ً ‫ت كَأَل‬
ُ ِ‫ك ِما ًء َواَل تُ ْنب‬ ٌ ‫ت ِم ْنهَا طَائِفَةً أُ ْخ َرى إِنَّ َما ِه َي قِ ْي َع‬
ُ ‫ان اَل تُ ْم ِس‬ ْ َ‫صاب‬
َ َ‫َوا‬
“Dan (air hujan) ada yang mengenai sebagian Bumi, sesungguhnya ia tanah
licin tidak dapat menahan air dan tidak dapat menumbuhkan tanaman”
Karakter sebagian anak didik ketiga ini tidak dapat berbuat sesuatu yang
bermanfaat baik untuk dirinya maupun untuk orang lain. Mereka tidak dapat
menyerap ilmu dan tidak dapat menampung ilmu. Tidak ada ilmu yang
menempel di otak mereka, tidak ada ilmu yang dapat menumbuhkan buah
amal yang nyata untuk dirinya dan tidak ada orang lain yang mendapat
pengajaran daripadanya. Mereka tidak mau mendengarkan ilmu atau mau
mendengar tetapi tidak memelihara ilmu itu, tidak untuk diamalkan dan tidak
untuk diajarkan.
Karakter ketiga ini yang terendah di antara 3 karakter di atas, karena
keberadaannya kurang berfungsi sebagai anak didik, keberadaannya kurang
bermanfaat dari berbagai arah. Rasulullah menyatakan:
ُ ‫ك َر ْأ َسا َولَ ْم يَ ْقبَلْ هُدَى هللاِ اَّل ِذي أُرْ ِس ْل‬
‫ت بِ ِه‬ َ ِ‫َو َمثَ ُل َم ْن لَ ْم يَرْ فَ ْع بِ َذل‬
“Dan perumpamaan orang tidak peduli (tidak mampu mengambil manfaat apa
yang aku diutus dengannya) dan tidak menerima petunjuk Allah yang aku
diutus dengannya”
Orang ketiga ini tidak mau mengambil manfaat dari petunjuk dan ilmu
yang dibawa Nabi dan tidak memberi manfaat kepada orang lain, bahkan tidak
menerima petunjuk atau ilmu dari Nabi. Kalau demikian halnya bisa jadi
tergolong orang kafir.
Menurut Al-Thibiy (al-Asqalaniy:1/177) ada dua karakter manusia yang
tidak disebutkan pada Hadis diatas yaitu: Pertama, orang yang mau
mengambil manfaat ilmu pelajaran dari Nabi, tetapi tidak mau
mengajarkannya kepada orang lain. Kedua, orang yang tidak mengambil
manfaat untuk dirinya tetapi mengajarkan untuk orang lain. Al-Asqalaniy
dalam Fath al-Bariy menjawab, bahwa kelompok pertama yang disebutkan al-
Thibiy sudah masuk pada kelompok karakter pertama yang disebutkan dalam
Hadis di atas karena pemanfaatannya secara umum sudah ada sekalipun
berbeda tingkatannya. Demikian juga apa yang dihasilkan Bumi, sebagian ada
yang diambil manfaat manusia dan sebagian lagi ada yang mengering. Adapun
yang kedua, jika menyangkut amal wajib dan melalaikan sunah maka
digolongkan kelompok kedua dalam Hadis dan jika ia meninggalkan yang
wajib ia dihukumi fisik sebagaimana yang dikatakan Nabi tidak peduli ilmu
yang datang dari Nabi SAW.
4. Pelajaran yang Dipetik dari Hadis
a. Anjuran menuntut ilmu, mengamalkan dan mengajarkannya secara serius dan
sungguh-sungguh.
b. Karakter anak didik dalam menerima pelajaran ilmu bagaikan Bumi yang
disirami air di antara Bumi ada yang subur, ada yang tandus, dan ada yang
licin berlumut.
c. Karakter anak didik dalam menerima pelajaran ilmu:Pertama, paham ilmu
mengamalkan dan mengajarkannya kepada orang lain. Kedua, paham ilmu
tidak mengamalkan tetapi mengajarkannya kepada orang lain. Ketiga, tidak
paham, tidak mengamalkannya, dan tidak mengajarkannya.
d. Keutamaan penggabungan belajar dan mengajar.
5. Biografi Singkat Perawi Hadis Sahabat
Abu Musa al-Asy’ariy, nama aslinya adalah Abdullah bin Qays, al-
Asy’riy sebuah nama kabilah al-Asy’ar sebuah kabilah yang terkenal di Yaman. Ia
datang ke Mekkah menghadap Nabi SAW sebelum masa hijrah ke Madinah, ia
masuk Islam kemudian ikut hijrah. Ia berangkat hijrah bersama Ja’far dan orang-
orang Asy’ariy naik perahu setelah Perang Khaibar. Rasulullah SAW
memuliakannya dan berkenan dengan suaranya yang bagus dan merdu beliau
bersabda:
‫لَقَ ْد أُوْ تِيْتَ ِم ْز َمارًا ِم ْ=ن ِمزَا ِمي ِْر آ ِل ِدا ُو َد‬
“Sungguh engkau telah diberi suling dari sulingnya keluarga Dawud”
Ia meriwayatkan Hadis dari Rasulullah SAW sebanyak 350 Hadis dan wafat di
Kufah pada tahun 44 H.

Anda mungkin juga menyukai