Anda di halaman 1dari 72

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Alquran adalah kitab suci yang diwahyukan kepada Nabi Muhammad saw.

yang mengandung petunjuk bagi umat manusia. Alquran diturunkan untuk

menjadi pegangan bagi mereka yang ingin mencapai kebahagiaan dunia dan

akhirat. Tidak diturunkan hanya untuk umat atau suatu masa tertentu, tetapi untuk

seluruh umat manusia dan berlaku sepanjang masa. Karena universalitas Alquran

melingkupi seluruh aspek kehidupan umat manusia dan ditujukan kepada seluruh

pranata sosial. Baik mereka yang tradisional atau primitive maupun yang memiliki

peradaban kontemporer dan modern. Kaya, miskin, penguasa, pengusaha,

pendidik, cendekiawan maupun tidak punya ilmu semua bernaung di bawah

lindungan Alquran.

Ajaran Alquran menghendaki keseimbangan, keserasian dan harmonisasi

dalam hidup. Manusia dianjurkan agar selalu ingat negeri yang kekal abadi yaitu

akhirat, tetapi jangan sampai melalaikan kehidupan dunia. Persoalan dunia harus

diemban dengan sebaik-baiknya, karena status manusia sebagai khalifah

(pengelola bumi), dan akan dipertanggung jawabkan di mahkamah akhirat nanti.

Mereka yang hidup di bawah lindungan Alquran memandang bahwa

manusia jauh lebih mulia dari pada segala persepsi tentang manusia dari dulu

hingga kini. Manusia sesungguhnya adalah tiupan ruh Allah, ruh ciptaan Allah

1
2

sendiri. Dengan tiupan inilah maka manusia diangkat Allah menjadi khalifah di

bumi. Karena begitu tinggi kedudukan manusia dengan kehormatan dan

kemuliaan ini, maka Allah menjadikan setiap manusia mempunyai rasa

ketergantungan kepada tiupan ruh Allah yang mulia itu. Perasaan ini menjelma

menjadi Akidah untuk percaya kepada Allah. Akidah inilah yang menjadi sumber

dari segala sumber untuk membina manusia (muslim/mu’min) seutuhnya.

Akidah Islam adalah keyakinan hati yang sungguh-sungguh kepada Allah


swt. Rabbul ‘alamin artinya Tuhan semesta alam. Ungkapan ini terdapat
pada ayat 2 surah al-Fatihah yang artinya: “Segala puji bagi Allah, Tuhan
semesta alam.” Dan dalam ayat ini mengandung dua tauhid. 1) mengandung
pengakuan bahwa segala puji diserahkan hanya kepada Allah swt., karena
hanya Dia yang berhak dipuji; 2) mengandung pengakuan bahwa hanya
Allah-lah yang Maha Mencipta, memiliki, menguasai, dan memelihara alam
semesta ini.1

Pada surah Al-Fatihah ayat 2 mengandung pengajaran tauhid. Jika seorang

makhluk tidak boleh meminta pujian dari makhluk lainnya, tetapi jika seorang

makhluk dipuji oleh makhluk lainnya tanpa diharapkannya maka dia harus

menyerahkan pujian tersebut kepada yang berhak yaitu Allah swt.. Jika seseorang

hamba diberikan Allah swt. suatu nikmat kemudian nikmat tersebut diambil

kembali oleh Allah swt.. Maka seseorang hamba tersebut harus

mengikhlaskannya, karena itu adalah milik Allah swt.

Agama Allah hanya satu, yaitu Islam. Islam membawa manusia kepada
penyerahan diri kepada Allah, satu-satunya Tuhan yang berhak disembah
dan ditaati. Inilah dia tauhid yang dibawa oleh para Nabi dan Rasul.
Keesaan Allah di dalam Alquran yang merupakan inti ajaran Islam,
mentauhidkan Allah, sehingga Islam adalah agama Tauhid. Para Nabi

1
Husin Naparin, Nalar Al-Qur’an: Refleksi Nilai-Nilai Teologis dan Antropologis,
(Jakarta: El-Kahfi, 2004), cet. 1, h. 119.
3

sebelumnya membawa tauhid, redaksi kata-katanya pun hampir sama yaitu:


“Sembahlah Allah, tiada Tuhan Selain Dia”.2

Semua utusan Allah swt., diutus untuk menegakkan ajaran Allah swt. yaitu

mengesakan Allah swt. serta mengerjakan segala perintah dan menjauhi segala

larangan-Nya.

Percaya Nabi Muhammad saw. sebagai Nabi dan Rasul terakhir serta kitab
Alquran yang diturunkan kepadanya. Serta wajib kita percaya adanya Nabi
dan Rasul sebelumnya serta kitab-kitab sebelum Alquran. Yang sudah
dinyatakan dengan jelas di dalam Alquran adanya. Firman Allah swt.:

ِ ‫ص ِ ِّدقًا ِلِّ َما َب ْي َن َي َد ْي ِه ِم َن ا ْل ِكتَا‬


‫ب‬ ِ ِّ ‫اب ِبا ْل َح‬
َ ‫ق ُم‬ َ َ ‫َوا َ ْن َز ْلنَآ ِإلَ ْيكَ ا ْل ِكت‬
‫علَ ْي ِه‬
َ ‫َو ُم َه ْي ِمنًا‬
Artinya:
“Dan telah Kami turunkan kepadamu Alquran dengan membawa
kebenaran, membenarkan apa yang sebelumnya yaitu kitab-kitab (yang
diturunkan sebelumnya) dan batu ujian (standar) terhadap kitab-kitab
lainnya…” (Q.S. Al-Ma-idah ayat 48).3

Rasulullah saw. menyampaikan ajaran Allah swt. dengan wahyu yang

diturunkan Allah swt. kepada utusan-Nya. Wahyu Allah swt. tersebut adalah

kitab-kitab yang menjadi pegangan para utusan Allah swt. untuk menyampaikan

ajaran-Nya.

Semua kitab yang diturunkan Allah swt. mengandung perintah dan ajaran
yang hampir serupa hanya berbeda beberapa hukum syari’atnya. Dalam
semua kitab yang diturunkan Allah swt. yang disampaikan para utusan-Nya
mengandung ajaran Tauhid yaitu perintah mengesakan Allah dan jangan
menyekutukannya. Firman Allah swt.:
 ‫الر ِح ْي ُم‬
َّ ُ‫ ََّّل ا ِٰلهَ ا ََِّّل ُه َو ال َّر ْح ٰمن‬ ‫اح ٌد‬
ِ ‫َوا ِٰل ُه ُك ْم ا ِٰلهٌ َّو‬
Artinya:

2
Ibid, h. 122-123.
3
Ibid, h. 18.
4

“Dan Tuhanmu adalah Tuhan Yang Maha Esa; tidak ada Tuhan (yang
berhak disembah) melainkan Dia, Yang Maha Pemurah lagi Maha
Penyayang.” (Q.S. Al-Baqarah ayat 163).4

Semua ajaran yang mengandung pada setiap kitab-kitab Allah swt. yang

serupa adalah mengesakan Allah yaitu tidak menyekutukan Allah swt. dengan

yang lain. Dan ajaran yang berbeda adalah beberapa hukum syari’at seperti tata

cara pelaksanaan ibadah, makanan, minuman, dan lain-lain.

Keberadaan Tuhan “Allah swt.” dan kedekatan-Nya dengan hamba-hamba-


Nya, inilah yang sering dilupakan atau terlupakan oleh sebagian umat
manusia sehingga rupanya Allah swt. perlu menegaskan: “Aku adalah
dekat”, dengan firman-Nya: "Inni Qoribun". Demikian rupanya manusia di
dalam kehidupan, sebagian mereka merasa bahwa dalam kehidupan, Tuhan
tidak diperlukan. Di dunia Barat ada sebagian orang yang berpendapat
bahwa Tuhan bukan saja tidak diperlukan, malah ada yang menganggap
Tuhan telah mati: “god was dead”, Hal ini bisa terjadi bila manusia telah
merasa mampu akan segala-galanya.5

Setiap manusia pastilah memiliki problematikan dalam menjalani

kehidupan di dunia yang fana’ ini, dunia hanya tempat sementara dan akhiratlah

dunia yang dikekalkan, dunia adalah tempat bercocok tanam dan akhiratlah

tempat untuk memanennya, dan dunia ini juga hanya tempat mengharapkan

rahmat dan ridho Allah swt. agar mendapatkan rahmat dan ridho-Nya di akhirat

kelak.

Bermacam-macam problematika kehidupan manusia di muka bumi ini

akan bisa dilalui dengan keimanan yang kuat kepada Allah swt.. Allah swt.

menciptakan kematian dan kehidupan kepada makhluk-Nya untuk mengujinya

4
Ibid, h. 124.
5
Husin Naparin, Fikrah: Refleksi Nilai-Nilai Islam Dalam Kehidupan 2, (Jakarta: El-
Kahfi, 2003), cet. 1, h. 44.
5

dengan sebaik-baik amalan (perbuatan). Semasa menjalani kehidupan hingga

kematian di dunia dengan ujian tersebut akan menjadikan manusia yang beriman

dan bertakwa kepada Allah swt. dengan sebaik-baiknya. Allah swt. tidak akan

menguji hamba-Nya melewati batas kesanggupan hamba-Nya.

Bahagia, cinta, senang, tawa, canda, kasih sayang, sedih, sengsara, derita,

dan lain sebagainya kembalikan semuanya kepada Allah swt. agar selalu dalam

rahmat dan ridho-Nya Allah swt. serta selalu dalam keimanan dan ketakwaan

kepada Allah swt. "Sesungguhnya Allah-lah tempat kami kembali". Kami dan

segala yang ada pada diri kami.

Akidah sebagai akar dari segala amal dan perbuatan, amal akan baik jika

Akidahnya benar dan segala perbuatan akan menjadi baik jika Akidahnya benar.

Akidah juga sebagai bangunan dan syari’at sebagai atapnya, jika bangunannya

roboh maka atapnya pun ikut roboh. Seperti itulah jika amal dan perbuatan tidak

ada pondasi Akidah yang benar maka amal dan perbuatan tersebut akan roboh

(musnah).

Melaksanakan segala amal dan perbuatan yang diperintahkan Allah swt.

harus berpondasi dengan Akidah yang benar. Buktinya dengan selalu meesakan

Allah swt., selalu menggantungkkan apapun hanya kepada-Nya agar hidup di

dunia selalu berada di jalan Allah swt. dan selalu diridhoi-Nya serta dicintai-Nya.

Dalam hal ini Alquran telah menyatakannya pada surah Al-Ikhlas.

َّ ‫ هللاُ ال‬ ‫قُ ْل ُه َو هللاُ ا َ َح ٌد‬


‫ َولَ ْم‬ ‫ لَ ْم يَ ِل ْد َولَ ْم يُ ْولَ ْد‬ ‫ص َم ُد‬
َ َ ‫يَك ُْن لَّه ُكفُ ًوا ا‬
 ‫ح ٌد‬
Artinya:
1. Katakanlah: "Dia-lah Allah, yang Maha Esa.
6

2. Allah adalah Tuhan yang bergantung kepada-Nya segala sesuatu.


3. Dia tiada beranak dan tidak pula diperanakkan,
4. dan tidak ada seorangpun yang setara dengan Dia."

Dengan latar belakang masalah yang penulis uraikan di atas, muslim-

muslimah yang benar-benar berAkidah adalah muslim-muslimah yang mengenal

Allah swt. sebagai Tuhan Yang Maha Esa. Surah al-Ikhlas ini adalah surah yang

menjadi dasar untuk mengenal Allah Swt sebagai Tuhan Yang Maha Esa. Satu-

satunya Tuhan tempat kita menyandarkan segala urusan kepada-Nya, tidak

beranak dan tidak pula diperanakan serta kerabat, dan tidak ada seorangpun yang

setara dengan Allah swt. sebagai Tuhan satu-satunya wajib ditaati dan disembah.

Oleh karena itulah, penulis tertarik untuk meneliti lebih lanjut tentang

permasalahan ini, dengan menuangkannya dalam sebuah penelitian yang berjudul:

MATERI PENDIDIKAN AKIDAH ISLAM PADA SURAH AL-IKHLAS.

B. Rumusan Masalah

Dari uraian latar belakang di atas, permasalahan yang akan dikaji pada

penelitian ini adalah apa materi pendidikan Akidah Islam yang mengandung pada

surah al-Ikhlas?

C. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan materi pendidikan

Akidah Islam yang mengandung pada surah al-Ikhlas.


7

D. Definisi Operasional

Berdasarkan judul penelitian tersebut, maka definisi operasional judul

tersebut sebagai berikut:

1. Akidah

Akidah menjadi akar atau dasar dari keimanan seorang yang beragama

Islam, kuat-lemah, besar-kecilnya keimanan seorang akan tetap mendapat

rahmat dari Allah swt., dengan menjauhkan diri dari segala bentuk kesyikiran

bahwa Allah swt. adalah Tuhan Yang Maha Esa yaitu satu-satunya tiada

Tuhan selain Dia.

Akidah yaitu mengikat, menguatkan, teguh, dan mengukuhkan. Akidah

ialah iman yang kuat kepada Allah dan apa yang diwajibkan berupa tauhid

(mengesakan Allah dalam peribadatan), beriman kepada malaikat-Nya, kitab-

kitab-Nya, rasul-rasul-Nya, hari akhir, takdir baik dan buruknya.

2. Surah Al-Ikhlas

Surah al-Ikhlas menempati urutan ke 112 di dalam mushaf Alquran

standar dan menempati urutan ke 21 dari pada surah-surah Makkiyyah dari

segi turunnya. Surah al-Ikhlas semua ayatnya adalah termasuk surah

Makkiyyah berjumlah 4 ayat, 15 kalimat, dan 47 huruf.

Berdasarkan definisi di atas, materi pendidikan akidah Islam dalam

penelitian ini ialah keimanan yang kuat kepada Allah Tuhan Yang Maha Esa pada

surah al-Ikhlas surah ke 112 di dalam mushaf Alquran standar dan menempati
8

urutan ke 21 dari pada surah-surah Makkiyyah dari segi turunnya, berjumlah 4

ayat, 15 kalimat, dan 47 huruf.

E. Kegunaan Penelitian

Kegunaan hasil dari penelitian ini diharapkan berguna untuk berbagai

pihak, baik secara teoritis maupun secara praktis, di antaranya sebagai berikut:

1. Secara teoritis diharapkan dapat dijadikan sebagai salah satu materi

pendidikan yang diajarkan dengan sebenar-benarnya serta diterapkan

dalam kehidupan sehari-hari.

2. Secara praktis penelitian ini memberikan sumbangan kepada:

a) Bagi pengawas pendidikan; sebagai bahan masukan tentang materi

pendidikan Akidah, ini bisa digunakan bagi sekolah maupun madrasah.

b) Bagi guru; sebagai bahan masukan dan pertimbangan dalam upaya

penghayatan materi pendidikan Akidah ke dalam pendidikan.

c) Bagi Sekolah Tinggi Agama Islam (STAI) Darul Ulum Kandangan;

sebagai bahan referensi dan bahan penelitian bagi pihak-pihak yang

memerlukan penelitian lebih lanjut yang berkenaan dengan

permasalahan tersebut dalam skripsi ini.

d) Bagi penulis menambah wawasan, pengetahuan, serta pemahaman

penulis dalam bidang ilmu pendidikan terutama yang berkenaan dengan

masalah penelitian ini.

F. Tinjauan Pustaka
9

Adapun beberapa penelitian sejenis dengan penelitian ini, antara lain:

1. Peningkatan penguasaan surah al-Ikhlas dalam mata pelajaran Alquran

hadis melalui metode bermain jawaban pada siswa kelas III Madrasah

Ibtidaiyah Sukorjo 3 Suruh Kabupaten Semarang tahun 2010 oleh STAIN

Salatiga. Melalui metode bermain jawaban dapat meningkatkan

penguasaan surah al-Ikhlas dan meningkatkan keaktifan dalam mengikuti

kegiatan pembelajaran mata pelajaran Alquran Hadis pada siswa kelas III

Madrasah Ibtidaiyah Sukorjo 3 Suruh Kabupaten Semarang tahun 2010.

Perbedaannya dengan yang diteliti ialah objek penelitian.

2. Analisis pemahaman tafsir surah al-Ikhlas (studi kasus pemahaman tafsir

surah al-Ikhlas Jama’ah Jam’iyyah At-Taqo di desa Bunder Kecamatan

Susukan Kabupaten Cirebon) tahun 2015 oleh UIN Walisongo Semarang.

Latar belakang berdirinya pengajian Jam’iyyah At-Taqo dan pemahaman

tafsir surah al-Ikhlas di desa Bunder Kecamatan Susukan Kabupaten

Cirebon. Perbedaannya dengan yang diteliti ialah objek penelitian.

3. Tafsir surah al-Ikhlas dalam tafsir Ruh Al-Ma’ani, Al-Jami Ahkam Al-

Qur’an dan Mafatih Al-Ghaib (studi komparatif terhadap penafsiran Al-

Alusi, Al-Qurtubi, dan Al-Razi) tahun 2004 oleh IAIN Walisongo

Semarang. Penafsiran Al-Alusi, Al-Qurtubi, dan Al-Razi terhadap surah al-

Ikhlas, metode dan corak tafsir ketiga mufassir dalam kitab tafsirnya, dan

kelebihan dan kekurangan ketiga mufassir dalam kitab tafsirnya.

Perbedaannya dengan yang diteliti ialah objek penelitian dan subjek

penelitian.
10

Penelitian ini dipengaruhi oleh zaman yang setiap harinya semakin

mendekati akhir, kejahatan di mana-mana, dan setiap pelakunya merasa tidak

bersalah dengan kejahatan yang dilakukannya. Sungguh zaman sekarang pelaku-

pelaku yang melakukan perilaku tercela tidak merasa takut, sedih, atau menyesal.

Kesedihan dan kegelisahan dijadikan alasan sebagai sumbernya. Islam sekarang

lebih banyak Islam KTPnya dari pada Akidahnya.

G. Metode Penelitian

1. Jenis dan Pendekatan

Penelitian ini merupakan sebuah library research (penelitian

kepustakaan) dengan pendekatan kualitatif. Maksudnya semua data yang

diperlukan dicari dan diperoleh melalui kajian terhadap sejumlah literatur yang

diharapkan bisa menemukan pokok bahasan dalam penelitian.

Metode yang digunakan untuk memperoleh data penulisan skripsi ini

adalah library research, yaitu riset kepustakaan atau penelitian murni.6

Penelitian kepustakaan ini bertujuan untuk mengumpulkan data dan informasi

dengan bantuan bermacam-macam material yang terdapat di ruang

perpustakaan.7

2. Objek Penelitian

6
Sutrisno Hadi, Metodologi Research, (Yogyakarta: Andi Offset, 2000), jilid I, h. 9.
7
Kartini Kartono, Pengantar Metodologi Riset Sosial, (Bandung: Mandar Maju, 1990), h.
33.
11

Objek dalam penelitian ini adalah materi pendidikan Akidah yang

mengandung pada surah Al-Ikhlas.

3. Subjek Penelitian

Subjek dalam penelitian ini adalah kitab para mufasir yaitu kitab-kitab

tafsir yang relevan yang menafsirkan surah Al-Ikhlas.

4. Data dan Sumber Data

a) Data

Ada dua data yang menjadi landasan dalam penelitian ini:

1) Data Pokok

Data pokok dalam penelitian ini adalah Alquran Surah Al-Ikhlas

ayat 1-3 yang mengandung tentang materi pendidikan Akidah Islam.

2) Data Penunjang

Data penunjang dalam penelitian ini yakni tafsir, buku, ataupun

hasil pemikiran dan penelitian lainnya yang memiliki relevansi strategis

dengan penelitian ini.

b) Sumber Data

Sumber data dalam penelitian ini adalah beberapa kitab tafsir, baik

yang berbahasa Arab maupun yang sudah diterjemahkan dalam bentuk soft

file maupun hard file dan sejumlah data yang diperoleh atau didapat dari

literatur yang langsung berbicara tentang masalah-masalah pokok yang

dibahas yang di dalamnya mengandung materi terhadap pendidikan Akidah

yang bisa diterapkan dalam proses pendidikan. Juga sumber data yang

diperoleh dari literatur yang secara tidak langsung membahas tentang


12

tentang nilai-nilai pendidikan yang mengandung ayat-ayat Alquran.

Sumber data tersebut dapat dibagi menjadi dua klasifikasi, yaitu:

1) Sumber data primer

(a) Alquran dan Terjemahnya oleh Departemen Agama RI.

(b) Tafsir Jalalain oleh Imam Jalaluddin al-Mahali dan Imam

Jalaluddin Al-Sayuti.

(c) Tafsir Ibnu Katsir oleh al-Imam Abu Fida’ Isma’il Ibnu Katsir

al-Dimsyaqi. Yang telah diteliti oleh Abdullah bin Muhammad

bin Abdurrahman bin Ishaq Al-Sheikh dalam kitab Lubaabut

Tafsiir Min Ibni Katsiir.

(d) Tanwirul Miqbas min Tafsir ibni Abbas oleh Majdid Diin bin

Ya’qub Al-Fairuz Badii Sohib Al-Qomus Al-Muhith.

(e) Jami’ Al Bayan an Ta’wil Ayi Al Quran oleh Abu Ja’afar bin

Jarir Al-Thabari.

(f) Tafsir Fi Zhilaalil-Qur’aan oleh Al-Syahid Sayyid Quthb.

2) Sumber data sekunder

(a) Pendidikan Agama Islam oleh Zainuddin Ali.

(b) Studi Agama Islam Untuk Perguruan Tinggi oleh Ali Anwar

Yusuf.

(c) Pendidikan Agama Islam Arah Baru Pengembangan Ilmu dan

Kepribadian di Perguruan Tinggi oleh Deden Makboluh.

(d) Pendidikan Agama Islam oleh Mohammad Daud Ali.

(e) Dienul Islam oleh Nazaruddin Razak.


13

(f) Manajemen Pendidikan Mengatasi Kelemahan Pendidikan

Islam Di Indonesia oleh Abuddin Nata.

(g) Nalar Al-Qur’an: Refleksi Nilai-Nilai Teologis dan

Antropologis oleh Husin Naparin.

(h) Fikrah: Refleksi Nilai-Nilai Islam Dalam Kehidupan 2 oleh

Husin Naparin.

(i) Metodologi Research oleh Sutrisno Hadi.

(j) Pengantar Metodologi Riset Sosial oleh Kartini Kartono.

(k) Dasar-Dasar Ilmu Pendidikan oleh Hasbullah.

(l) Pendidikan Karakter Berpusat Pada Hati Akhlak Mulia Pondasi

Membangun Karakter Bangsa oleh Hamka Abdul Aziz.

(m)Al-Tajrid Al-Shahih li Ahadist Al-Jami’ Al-Shahih oleh Al-

Imam Zainuddin Ahmad bin Abdul Lathif Al-Zabidi.

(n) Shahih Muslim oleh Imam Muslim bin Al Hajjaj Al Qusyairi Al

Naisaburi.

5. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data pada penelitian ini adalah dengan teknik

tunggal yaitu dokumentasi.

6. Instrumen Pengumpulan Data

Dalam penelitian kepustakaan ini, instrumen (alat ukur) yang

digunakan untuk memperoleh data penulisan skripsi ini terlampir.


14

7. Teknik Analisis Data

Dalam penelitian ini, mencari referensi dari beberapa buku-buku dan

kitab-kitab tafsir Alquran tentang surah Al-Ikhlas. Yang sebagian dalam

bentuk terjemah bahasa Indonesia dan sebagian lagi dalam bentuk asli atau

bahasa Arab diterjemahkan ke bahasa Indonesia dengan kamus, aplikasi

terjemahan, atau seorang penerjemah. Dan akan bertambah bila ditemukan

literatur yang bersesuaian dengan pembahasan dalam skripsi ini.

8. Matrik Data

Teknik Instrumen
No. Data Sumber Data Pengumpulan Pengumpulan
Data Data
1 Data pokok tentang
Alquran Surah
materi pendidikan
Al-Ikhlas Teknik
Akidah Islam
tunggal Terlampir
2 Data penunjang tentang Tafsir, Hadis,
dokumentasi
materi pendidikan dan buku-buku
Akidah Islam yang relevan

H. Sistematika Penulisan

Untuk memudahkan pembahasan dan pemahaman yang jelas dalam

membaca skripsi ini, maka skripsi ini penulis susun sebagai berikut:

Bab I pendahuluan, dengan sub bab latar belakang masalah, rumusan

masalah, tujuan penelitian, definisi operasional, kegunaan penelitian, anggapan

dan hipotesa, tinjauan pustaka/landasan teori, metode penelitian, dan sistematika

penulisan.
15

Bab II tentang materi pendidikan Akidah Islam, yang berisi pengertian

materi pendidikan Akidah Islam, landasan dasar pendidikan Akidah Islam, tujuan

materi pendidikan Akidah Islam, macam-macam materi pendidikan Akidah Islam.

Bab III tentang materi pendidikan akidah islam dalam penafsiran terhadap

surah al-ikhlas, yang berisi tentang penafsiran umum surah Al-Ikhlas menurut

beberapa ahli tafsir, asbabun nuzul dan beberapa riwayat tentang Surah Al-Ikhlas,

penyajian data, dan analisis.

Bab IV penutup dengan sub bab simpulan dan saran.


16

BAB II

MATERI PENDIDIKAN AKIDAH ISLAM

A. Pengertian Materi Pendidikan Akidah Islam

Untuk dapat mengartikan pendidikan Akidah Islam agar mudah dipahami

dalam penelitian ini, oleh karena itu dibahasnya pengertian dibawah ini.

Dalam bahasa Arab kata pendidikan biasanya diwakili oleh kata tarbiyah,

ta’dib, ta’lim, tadris, tadzkiyah, tadzkirah, tahzib, mau’idzah, dan taqlim yang

secara keseluruhan menghimpun kegiatan yang secara keseluruhan menghimpun

kegiatan yang terdapat dalam pendidikan, yaitu membina, memelihara,

mengajarkan, melatih, menasihati, menyucikan jiwa, dan mengingatkan manusia

terhadap hal-hal yang baik.1

Pendidikan ialah pemanusiaan manusia muda atau pengangkatan manusia

muda ke taraf insani.2 Secara sederhana, pengertian pendidikan adalah proses

pertumbuhan dan perkembangan manusia dengan semua potensinya melalui

pengajaran (teaching) dan pembelajaran (learning) untuk mendapatkan

pengetahuan (knowledge) dan atau keterampilan (skill) serta mengembangkan

1
Abuddin Nata, Manajemen Pendidikan Mengatasi Kelemahan Pendidikan Islam Di
Indonesia, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2008), cet. 3, ed. 4, h. 9.
2
Hasbullah, Dasar-Dasar Ilmu Pendidikan, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2012),
cet. 10, h. 2.

16
17

tingkah laku (behavior) yang baik agar bisa bermanfaat bagi kehidupan dirinya,

masyarakat, dan lingkungannya.3

Membicarakan keimanan berarti membicarakan persoalan Akidah dalam

Islam. Pengertian Akidah (Akidah dalam bahasa Arab) secara etimologi adalah

ikatan dan/atau sangkutan. Akidah dalam pengertian terminologi adalah iman,

keyakinan yang menjadi pegangan hidup bagi setiap pemeluk agama Islam. Oleh

karena itu, Akidah selalu ditautkan dengan rukun iman atau arkan al-iman yang

merupakan asas bagi ajaran Islam.4

Secara etimologis, akidah berasal dari kata ‘aqada yang mengandung arti

ikatan atau keterkaitan, atau dua utas tali dalam satu buhul yang tersambung.

Akidah berarti pula janji, karena janji merupakan ikatan kesepakatan antara dua

orang yang mengadakan perjanjian. Secara terminologis, akidah dalam Islam

berarti keimanan atau keyakinan seseorang terhadap Allah swt. yang menciptakan

alam semesta beserta seluruh isinya dengan segala sifat dan perbuatan-Nya.

Definisi tersebut menggambarkan bahwa seseorang yang menjadikan Islam

sebagai akidahnya berarti ia sudah terikat oleh segala aturan atau hukum yang

terdapat dalam Islam.5

Rasulullah saw. pernah memberikan keterangan tentang iman itu di depan

para sahabatnya, tatkala seorang laki-laki yang kemudian ternyata Malaikat Jibril

3
Hamka Abdul Aziz, Pendidikan Karakter Berpusat Pada Hati Akhlak Mulia Pondasi
Membangun Karakter Bangsa, (Jakarta: Al-Mawardi Prima, 2011), cet. 3, h. 71.
4
Zainuddin Ali, Pendidikan Agama Islam, (Jakarta: Bumi Askara, 2007), cet. 1, h. 2.
5
Ali Anwar Yusuf, Studi Agama Islam Untuk Perguruan Tinggi, (Bandung: CV. Pustaka
Setia, 2003), cet. 1, h. 110-111.
18

yang datang menyamar dalam bentuk manusia menanyakan kepada beliau:

Diriwayatkan dari Abu Hurairah r.a.: Pada suatu hari ketika Nabi Muhammad

saw. tengah bersama sahabatnya, datang seseorang yang bertanya, “Apakah iman

itu? Rasulullah saw. menerangkan:

.ِ‫س ِل ِه َوت ُ ْؤ ِم َن بِا ْلبَ ْعث‬


ُ ‫اَّل ْي َمانُ ا َ ْن ت ُ ْؤ ِم َن بَاهللِ َو َم ََلئِ َكتِ ِه بَ ِلقَائِ ِه َوبِ ُر‬
ِْ
-‫رواه البخارى ومسلم‬
Artinya: “Iman, ialah engkau percaya (membenarkan dan mengakui)
kepada Allah dan Malaikat-Nya dan dengan menjumpai-Nya, dan dengan
Rasul-rasul-Nya, dan engkau percaya dengan hari kebangkitan.” (HR.
Bukhari dan Muslim).6

Akidah adalah ikatan dan perjanjian yang kokoh. Manusia dalam hidup ini

terpola ke dalam ikatan dan perjanjian baik dengan Allah swt., dengan sesama

manusia maupun dengan alam lainnya. Jika seseorang terikat dengan kekafiran

disebut akidah kafir; jika terikat dengan kemusyrikan disebut akidah musyrik; jika

terikat dengan ke-Islam-an disebut akidah Islam dan seterusnya.7

Dengan demikian pengertian di atas pendidikan Akidah Islam ialah sesuatu

yang diberikan kepada peserta didik atau anak didik berupa pengetahuan,

pembinaan, nasihat dan lain-lain agar memiliki Akidah yang benar dan melakukan

segala amal perbuatan dengan baik dan benar.

B. Landasan Dasar Pendidikan Akidah Akidah Islam

6
Ibid, h. 153-154.
7
Deden Makboluh, Pendidikan Agama Islam Arah Baru Pengembangan Ilmu dan
Kepribadian di Perguruan Tinggi, (Jakarta: PT. Rajagrafindo Persada, 2011), cet. 1, h. 85.
19

Alquran adalah sumber ilmu pengetahuan dari ilmu-ilmu pengetahuan

yang ada di dunia ini. Banyak ilmuwan-ilmuwan Islam dengan penemuannya

yang bersumber dari Alquran dengan pemikiran-pemikiran yang luas untuk

kemaslahatahan umat di dunia dan akhirat.

Alquran adalah sumber agama (juga ajaran) Islam pertama dan utama.

Menurut keyakinan umat Islam yang diakui kebenaranya oleh penelitian ilmiah,

Alquran adalah kitab suci yang memuat firman-firman (wahyu) Allah, sama benar

dengan yang disampaikan oleh Malaikat Jibril kepada Nabi Muhammad sebagai

Rasul Allah sedikit demi sedikit selama 22 tahun 2 bulan 22 hari, mula-mula di

Mekkah kemudian di Madinah. Tujuannya, untuk menjadi pedoman atau petunjuk

bagi umat manusia dalam hidup dan kehidupannya mencapai kesejahteraan di

dunia ini dan kebahagiaan di akhirat kelak. Alquran yang menjadi sumber nilai

dan norma umat Islam itu terbagi ke dalam 30 juz (bagian), 114 surah (surat:bab)

lebih dari 6000 ayat, 74.499 kata atau 325.345 huruf (atau lebih tepat dikatakan

325.345 suku kata kalau dilihat dari sudut pandang bahasa Indonesia).8

Dalam Islam, akidah adalah iman atau kepercayaan. Sumbernya yang asasi

ialah Alquran. Iman adalah segi teoritis yang dituntut pertama-tama dan terdahulu

dari segala sesuatu untuk dipercayai dengan suatu keimanan yang tidak boleh

dicampuri oleh keragu-raguan dan dipengaruhi persangkaan. Ia ditetapkan dengan

positif oleh saling membantunya teks-teks dan ayat-ayat Alquran, kemudian

adanya konsensus (kesepakatan) kaum muslimin yang tidak pernah berubah,

8
Mohammad Daud Ali, Pendidikan Agama Islam, (Jakarta: Rajawali Pers, 2013), ed. 1,
cet. 12, h. 93.
20

bertolak sejak penyiaran Islam pertama di masa Rasulullah saw. hingga kini.

Ayat-ayat Alquran tersebut menuntut kepada manusia untuk memiliki

kepercayaan itu, yang pula merupakan seruan utama setiap Rasul yang diutus

Allah swt. sebagai yang dinyatakan Alquran dalam pembicaraannya mengenai

para Nabi dan Rasul.9

Alhadis adalah sumber kedua agama dan ajaran Islam. Apa yang telah

disebut dalam Alquran di atas, dijelaskan atau dirinci lebih lanjut oleh Rasulullah

dengan sunnah beliau. Karena itu, sunnah Rasul yang kini terdapat dalam Alhadis

merupakan penafsiran serta penjelasan otentik, (sah, dapat dipercaya sepenuh-

nya) tentang Alquran.10

Dasar dari semua tentang Islam adalah Alquran dan hadis Nabi

Muhammad saw. serta ulama-ulama yang menerangkan Alquran dan hadis Nabi

Muhammad saw. agar mudah dipahami oleh umat.

Akidah merupakan keyakinan yang mendorong seorang muslim untuk

melaksanakan syariah. Akidah sebagai unsur keyakinan mempunyai sifat dinamis.

Artinya kuat atau lemahnya Akidah akan bergantung pada perlakuan yang datang

kepadanya. Apabila Akidah dibina dengan baik, maka ia akan kuat dan sebaliknya

bila dibiarkan kering, maka dengan sendirinya Akidah tidak dapat menopang

keislaman seseorang.11

9
Nazaruddin Razak, Dienul Islam, (Bandung: PT. Alma’arif, 1973), cet. 1, h. 153.
10
Mohammad Daud Ali, op.cit., h. 110.

11
Ali Anwar Yusuf, op.cit., h. 107-108.
21

Seseorang akan kuat ibadahnya baik perilakunya karena Akidah yang

dibina dengan baik, dan sebaliknya seseorang yang senantiasa malas akan

beribadah dan suka berbuat inkar kepada Allah swt., dan sesama makhluk

dikarenakan Akidah yang tidak terbina dengan baik.

Akidah yang mempunyai sumber yang asasi dari Alquran merupakan

sesuatu yang bersifat teoritis. Kemudian tuntunan pertama kalinya adalah segala

sesuatu yang dipercayai dengan suatu keimanan, tidak boleh dicampuri oleh

keragu-raguan dan dipengaruhi oleh prasangka. Ia ditetapkan dengan positif

sebagai bentuk kepatuhan manusia terhadap Tuhannya.12

Seseorang yang mantap keimanan akan meyakini dengan sepenuh hati

apapun yang diperintahkan oleh Allah swt. melalui utusan-Nya dan kitab-Nya

serta akan melaksanakan segala perintah dan menjauhi larangan-Nya tanpa

keraguan dan selalu berusaha mengingatkan pada diri apabila melakukan

kesalahan serta segera bertaubat tidak mengulanginya lagi.

C. Tujuan Materi Pendidikan Akidah Islam

Tujuan materi pendidikan Akidah Islam ialah untuk memberikan

pengetahuan dasar bagi umat Islam sebagai umat yang beriman kepada Allah swt.

dan bertakwa mengamalkan semua perintah-Nya dan menjauhi segala larangan-

Nya. Sehingga materi pendidikan Akidah Islam pada surah Al-Ikhlas diharapkan

dapat diimplementasikan dalam pendidikan dipadukan dengan variasi metode

12
Ibid.
22

pembelajaran ataupun lingkungan yang digunakan dalam pembelajaran, agar

peserta didik mendapatkan penghayatan akan akidah Islam yang sesungguhnya

dan dapat mengamalkan dengan sebaik-baiknya dalam kehidupannya.

Sebagai akibat Akidah yang bersifat dinamis, maka diperlukan suatu upaya

pembinaan Akidah yang bersifat dinamis pula, agar ia tetap kokoh. Bentuk

pembinaan Akidah hanya dapat tercapai manakala seorang mu’min melaksanakan

segenap aturan-aturan syariah Islam. Apabila syariah telah dilaksanakan

berdasarkan Akidah, akan lahir akhlak. Oleh karena itu, iman tidak hanya ada di

dalam hati, tetapi ditampilkan dalam bentuk perbuatan. Oleh karena itu, Akidah,

syariah, dan akhlak merupakan sistematik (nizham) yang berhubungan secara

korelatif, serasi, dan seimbang, tidak dapat dipisah-pisahkan satu dengan yang

lainnya.13

Karena itulah, agar segala perbuatan manusia yang zahir maupun bathin

harus didasari dengan Akidah. Segala amal ibadah manusia kepada Allah swt. dan

perbuatan baik kepada makhluk Allah swt. akan diterima-Nya dengan dasar

Akidah yang benar.

Dan Akidah yang benar akan menjadikan seseorang memiliki iman yang

baik dan akan memperoleh kelezatan iman. Sebagaimana riwayat dari Anas r.a.

dari Rasulullah saw. bersabda:

13
Ibid.
23

‫ب‬َّ ‫س ْولُهُ أ َ َح‬


ُ ‫ أ َ ْن يَك ُْو َن هللاُ َو َر‬: ‫ان‬ ِ ْ َ‫ث َم ْن ك َُّن فِ ْي ِه َو َج َد َح ََل َوة‬
ِ ‫اَّل ْي َم‬ ُ ‫ث َ ََل‬
‫ َوأ َ ْن يَك َْر َه أ َ ْن‬،ِ‫ب ا ْل َم ْر َء ََّليُ ِحبُّهُ ا ََِّّل ِ ٰلِل‬ َّ ‫ َوأ َ ْن يُ ِح‬،‫س َوا ُه َما‬ ِ ‫ِإلَ ْي ِه ِم َّما‬
.‫ف ِفى النَّ ِار‬ َ َ‫َيعُ ْو َد ِفى ا ْل ُك ْف ِر َك َما َي ْك َر ُه أ َ ْن يُ ْقذ‬
Artinya:
"Siapapun yang memiliki tiga kualitas berikut akan memperoleh kelezatan
iman: (1) Orang yang mencintai Allah dan Rasul-Nya (Muhammad saw.)
melebihi apa pun; (2) Orang yang mencintai orang lain semata-mata
karena Allah swt.; (3) Orang yang membenci kekafiran sebagaimana ia
membenci dimasukkan ke dalam api neraka.14

Hubungannya dengan perilaku manusia tersebut, Akidah memberikan

dorongan utama untuk berbuat baik dan maslahat, baik bagi manusia sendiri

maupun bagi makhluk lainnya. Dorongan Akidah ini akan sanggup meniadakan

segala pamrih yang bersifat duniawi dan balas jasa dari kebaikan yang ditanamkan

di tangan orang lain. Seseorang berbuat baik semata-mata muncul dari

keyakinannya bahwa Allah swt. menyuruhnya untuk berbuat baik, sehingga apa

pun yang diperolehnya akibat dari perbuatan baiknya itu akan diterima dengan

penuh kesadaran dan lapang dada. Dari perilaku ini lahirlah sikap ikhlas yang

merupakan ruh dari segala perbuatan.15

Karena Akidah yang baik sehingga menimbulkan sifat ikhlas dalam segala

amal perbuatan yang dikerjakan karena Allah swt.. Dan setiap perbuatan baik

dilakukan secara tetap, jangan dilakukan secara berlebihan, yang nantinya akan

merasa kelelahan, sehingga timbullah rasa malas. Riwayat dari Aisyah r.a.:

14
Al-Imam Zainuddin Ahmad bin Abdul Lathif Al-Zabidi, Al-Tajrid Al-Shahih li Ahadist
Al-Jami’ Al-Shahih. Diterjemahkan oleh Cecep Syamsul Hari dan Tholib Anis, Ringkasan Shahih
Al-Bukhari, (Bandung: Mizan, 2008), h. 13.
15
Ibid.
24

: ْ‫ ( َم ْن ٰهذَ ِه) قَالَت‬: ‫ قَا َل‬،ٌ‫ام َرأَة‬ َ ‫أ ِّ َّن النَّ ِب َّي ﷺ َد َخ َل‬
ْ ‫علَ ْي َها َو ِع ْن َد َها‬
ِ‫ فَ َو هللا‬،‫علَ ْي ُك ْم ِب َما ت ُ ِط ْيقُ ْو َن‬
َ ،‫ ( َم ْه‬: ‫ قَا َل‬،‫ص ََلتِ َها‬ َ ‫ ت َ ْذك ُُر ِم ْن‬،ُ‫فُ ََلنَة‬
.ُ‫احبُه‬
ِ ‫ص‬ َ ‫علَ ْي ِه‬
َ ‫َاو َم‬ ُّ ‫َان أ َ َح‬
َ ‫ب ال ِ ِّد ْي ِن ِإلَ ْي ِه َما د‬ َ ‫ َوك‬.)‫ََّل َي َم ُّل هللاُ َحتٰى ت َ َملُّ ْوا‬

Artinya:
"Ketika saya sedang duduk dengan seorang perempuan Nabi Muhammad
saw. datang dengan bertanya kepadaku, "Saipa dia?" Aku jawab, "Si
Fulanah" dan aku ceritakan pada Nabi saw. bahwa dia beribadah dengan
berlebihahan. Nabi saw. bersabda dengan memperlihatkan
ketidaksetujuannya, "Perbuatan baik yang dilakukan secara berlebihan
tidak akan membuat Allah lelah (untuk memberikan pahala) namun
engkaulah yang akan lelah dan perbuatan baik ibadah yang paling dicintai
Allah swt. adalah yang dikerjakan secara tetap.".16

Dan tujuan memiliki Akidah yang baik dan benar adalah agar mendapatkan

rahmat disisi Allah swt., tinggi-rendahnya iman seseorang bukanlah menjadikan

dekat ataupun jauh dari rahmat Allah swt., bahkan serendah-rendahnya iman

kepada Allah swt., akan tetap mendapatkan rahmat-Nya dan dikeluarkannya dari

siksa neraka. Riwayat dari Anas r.a. dari Nabi saw. bersabda:

‫ش ِع ْي َرة ِم ْن‬ َ ‫ َوفِ ْي قَ ْل ِب ِه َو ْز ُن‬،ُ‫ ََّل ا ِٰلهَ ا ََِّّل هللا‬: ‫ج ِم َن النَّ ِار َم ْن قَا َل‬ ُ ‫َي ْخ ُر‬
‫ َوفِ ْي قَ ْلبِ ِه َو ْز ُن بُ َّرة‬،ُ‫ ََّل ا ِٰلهَ ا ََِّّل هللا‬: ‫ج ِم َن النَّ ِار َم ْن قَا َل‬ ُ ‫ َويَ ْخ ُر‬،‫َخ ْير‬
ُ‫ َوفِ ْي قَ ْل ِب ِه َو ْزن‬،ُ‫ ََّل اِ ٰلهَ ا ََِّّل هللا‬: ‫ج ِم َن النَّ ِار َم ْن قَا َل‬ ُ ‫ َويَ ْخ ُر‬،‫ِم ْن َخ ْير‬
.‫ذَ َّرة ِم ْن َخ ْير‬
Artinya:
"Siapa pun yang berikrar, "Tidak ada Tuhan selain Allah" (tidak ada
sesuatu pun yang patut disembah selain Allah swt.) dan di dalam hatinya
terdapat iman meskipun sebesar benih gandum, akan dikeluarkan dari
neraka. Siapa pun yang berikrar, "Tidak ada Tuhan selain Allah" (tidak ada
sesuatu pun yang patut disembah selain Allah swt.) dan di dalam hatinya
terdapat iman meskipun sebesar bulir padi, akan dikeluarkan dari neraka.
Siapa pun yang berikrar, "Tidak ada Tuhan selain Allah" (tidak ada sesuatu

16
Al-Imam Zainuddin Ahmad bin Abdul Lathif Al-Zabidi, op.cit., h. 22.
25

pun yang patut disembah selain Allah swt.) dan di dalam hatinya terdapat
iman meskipun sebesar atom, akan dikeluarkan dari neraka."17

Begitu baiknya untuk menyampaikan dan mengajarkan tentang Akidah

Islam yang baik dan benar agar memiliki iman yang sebenar-benarnya kepada

Allah swt. untuk menyelamatkan umat manusia dari jalan yang sesat dan dari

siksa neraka yang sangat pedih.

D. Macam-Macam Materi Pendidikan Akidah Islam

Akidah Islam berawal dari keyakinan kepada Zat Mutlak Yang Maha Esa

yang disebut Allah. Allah Maha Esa dalam zat, sifat, perbuatan, dan wujud-Nya.

Kemahaesaan Allah dalam zat, sifat, perbuatan, dan wujud-Nya itu disebut tauhid.

Tauhid menjadi inti rukun iman dan prima causa (sebab utama) seluruh

keyakinan Islam Secara sederhana sistematika, Akidah Islam, dapat dijelaskan

sebagai berikut. Kalau orang telah menerima tauhid sebagai prima causa yakni

asal yang pertama, asal dari segala-segalanya dalam keyakinan Islam, maka rukun

iman yang lain hanyalah akibat logis (masuk akal) saja penerimaan tauhid

tersebut. Kalau orang yakin bahwa (1) Allah mempunyai kehendak, sebagai

bagian dari sifat-Nya, maka orang yakin pula adanya (para) (2) Malaikat yang

diciptakan Allah (melalui perbuatan-Nya) untuk melaksanakan dan

menyampaikan kehendak Allah yang dilakukan oleh Malaikat Jibril kepada para

Rasul-Nya, yang kini dihimpun dalam (3) Kitab-Kitab Suci. Namun, perlu segera

dicatat dan ingat bahwa kitab suci yang masih murni dan asli memuat kehendak

17
Ibid.
26

Allah, hanyalah Alquran. Kehendak Allah itu disampaikan kepada manusia

melalui manusia pilihan Tuhan yang disebut Rasulullah atau Utusan-Nya.

Konsekuensi logisnya adalah kita meyakini pula adanya para (4) Rasul yang

menyampaikan dan menjelaskan kehendak Allah kepada umat manusia, untuk

dijadikan pedoman dalam hidup dan kehidupan. Hidup dan kehidupan ini pasti

akan berakhir pada suatu ketika, sebagaimana dinyatakan dengan tegas oleh kitab-

kitab suci dan para rasul itu. Akibat logisnya adalah kita yakin adanya (5) Hari

Akhir, tatkala seluruh hidup dan kehidupan seperti yang ada sekarang ini akan

berakhir. Pada waktu itu kelak Allah Yang Maha Esa dalam perbuatan-Nya itu

akan menyediakan suatu kehidupan baru yang sifatnya baqa (abadi/diabadikan)

tidak fana (sementara) seperti yang kita lihat dan alami sekarang. Untuk

mendiami alam baka itu kelak, manusia yang pernah hidup di dunia ini, akan

dihidupkan kembali oleh Allah Yang Maha Esa dalam perbuatan-perbuatan-Nya

itu dan akan diminta pertanggungan jawab individual mengenai keyakinan

(Akidah), tingkah laku (syari’ah) dan sikap (akhlak)-nya selama hidup di dunia

yang fana ini. Yakin akan adanya hidup lain selain kehidupan sekarang, dan

dimintanya pertanggungan jawab manusia kelak, membawa konsekuensi pada

keyakinan akan adanya (6) Qadha dan Qadar yang berlaku dalam hidup dan

kehidupan manusia di dunia yang fana ini yang membawa akibat pada kehidupan

di alam baka kelak.18

18
Mohammad Daud Ali, op.cit., h. 199-201.
27

Mengenai tentang rukun iman di atas, sebagaimana sabda Nabi saw. di

dalam hadis Shahih Muslim. Diriwayatkan oleh Umar bin Khattab ia berkata:

‫ش ِد ْي ُد‬ َ ‫علَ ْينَا َر ُج ٌل‬ َ ‫س ْو ِل هللاِ ﷺ ذَاتَ يَ ْو َم ِا ْذ َطلَ َع‬ ُ ‫بَ ْينَ َما نَ ْحنُ ِع ْن َد َر‬
ُ‫سفَ ِر َو ََّليَ ْع ِرفُه‬ َّ ‫علَ ْي ِه أ َث َ ُر ال‬ َ ‫شعَ ِر ََّليُ ٰرى‬ َّ ‫س َوا ِد ال‬ َ ‫ش ِد ْي ُد‬ َ ‫ب‬ ِ ‫اض الثِِّيَا‬ ِ َ‫بَي‬
‫ض َع‬ َ ‫سنَ َد ُر ْكبَت َ ْي ِه ٰإلى ُر ْكبَت َ ْي ِه َو َو‬ ْ َ ‫س اِلَى النَّ ِب ِِّي ﷺ فَا‬ َ َ‫ِمنَّا ا َ َح ٌد َحتٰى َجل‬
.‫َكفَّ ْي ِه ع َٰلى فَ ِخذَ ْي ِه‬
‫س ََل ُم‬ ْ ‫س ْو ُل هللاِ ﷺ ا َ ْ َِّل‬ ُ ‫س ََل ِم فَقَا َل َر‬ ِ ْ ‫ َيا ُم َح َّم ُد ! أ َ ْخبِ ْر ِن ْي ع َِن‬: ‫َوقَا َل‬
ْ ‫اَّل‬
َ‫ص ََلة‬ َّ ‫س ْو ُل هللاِ َوت ُ ِق ْي َم ال‬ ُ ‫ش َه َد أ َ ْن ََّل ا ِٰلهَ ا ََِّّل هللاُ َوأ َ َّن ُم َح َّم ًدا َر‬ ْ َ ‫أ َ ْن ت‬
‫س ِب ْي ًَل‬ َ ‫ست َ َط ْعتَ اِلَ ْي ِه‬ ْ ‫ان َوت َ ُح َّج ا ْلبَ ْيتَ اِ ِن ا‬ َ ‫ض‬ َ ‫ص ْو َم َر َم‬ ُ َ ‫الزكَاةَ َوت‬ َّ ‫َوت ُ ْؤتِ َي‬
.ُ‫ص ِ ِّدقُه‬َ ُ‫سئَلُهُ َوي‬ ْ َ‫ص َد ْقتَ قَا َ َل فَعَ ِج ْبنَا لَهُ ي‬ َ ‫قَا َل‬
‫ان قَا َل أ َ ْن ت ُ ْؤ ِم َن بَاهللِ َو َم ََلئِ َكتِ ِه َو ُكت ُ ِب ِه‬ ِ ْ ‫ فَأ َ ْخ ِب ْرنِ ْي ع َِن‬: ‫قَا َل‬
ِ ‫اَّل ْي َم‬
. َ‫ص َد ْقت‬َ ‫اَّل ِخ ِر َوت ُ ْؤ ِم َن ِبا ْلقَد َِر َخ ْي ِر ِه َوش ِ َِّر ِه قَا َل‬ ٰ ْ ‫س ِل ِه َوا ْل َي ْو َم‬ُ ‫َو ُر‬
‫ان قَا َل أ َ ْن ت َ ْعبُ َد هللاَ كَأنَّكَ ت َ َراهُ فَ ِإ ْن لَ ْم تَك ُْن‬ ِ ‫س‬ ِ ْ ‫ فَأ َ ْخبِ ْرنِ ْي ِع ِن‬: ‫قَا َل‬
َ ‫اَّل ْح‬
. َ‫ت َ َراهُ فَ ِإنَّهُ يَ َراك‬
‫ع ْن َها ِبأ َ ْعلَ َم ِم َن‬ َ ‫سئ ُْو ُل‬ ْ ‫ع ِة قَا َل َما ا ْل َم‬ َ ‫سا‬ َّ ‫ع ِن ال‬ َ ‫ فَأ َ ْخ ِب ْرنِ ْي‬: ‫قَا َل‬
.‫سائِ ِل‬
َّ ‫ال‬
‫ار ِت َها قَا َل أ َ ْن ت َ ِل َد ْال َ َمةُ َربَّت َ َها َوأ َ ْن ت َ ٰرى‬ َ ‫ فَأ َ ْخ ِب ْرنِ ْي ع َْن أ َ َم‬: ‫قَا َل‬
.‫ان‬ ِ ‫اولُ ْو َن ِفى ا ْلبُ ْن َي‬ ِ ‫ا ْل ُحفَاةَ ا ْلعُ َراةَ ا ْل َعالَةَ ِرعَا َء الش‬
َ ‫َّاء َيت َ َط‬
‫سائِ ُل‬ َّ ‫ع َم ُر اَت َد ِْرى َم ِن ال‬ ُ ‫ق فَلَبِثْتُ َم ِليًّا ث ُ َّم قَا َل ِل ْي يَا‬ َ َ‫ ث ُ َّم ا ْن َطل‬: ‫قَا َل‬
.‫س ْولُهُ أ َ ْعلَ ُم قَا َل فَ ِإنَّهُ ِج ْب ِر ْي ُل أ َتَا ُك ْم يُعَ ِلِّ ُم ُك ْم ِد ْينَ ُك ْم‬ ُ ‫قُ ْلتُ اَهللُ َو َر‬
Artinya:
"Ketika kami bersama Rasulullah saw. pada suatu hari datang seorang
laki-laki yang sangat putih kainnya dan sangat hitam rambutnya. Tiada
kelihatan padanya tanda-tanda bekas perjalanan. Dan tiada seorangpun di
antara kami yang mengenalnya. Lalu dia duduk dekat Nabi saw. dan
disandarkannya lututnya ke lutut Nabi, dan diletakkannya kedua tapak
tangannya di atas kedua paha beliau."
"Dia bertanya: "Hai Muhammad ! Beritakanlah kepadaku tentang Islam !"
Rasulullah saw. menjawab: "Islam itu ialah engkau mengakui, bahwa tiada
Tuhan selain Allah dan bahwa Muhammad itu Rasulullah (Utusan Allah),
engkau kerjakan sembahyang, engkau bayar zakat, engkau puasa di bulan
Ramadhan dan engkau sengaja mengunjungi Ka’bah (naik haji) kalau
engkau sanggup datang ke situ." Katanya: "Benar perkataanmu !" Kata
28

Umar: "Kami merasa heran, karena dia bertanya dan kemudian


menyatakan bahwa ucapan Nabi itu benar."
"Dia bertanya: "Beritakanlah kepadaku tentang iman !" Nabi menjawab:
"Engkau beriman kepada Allah, Malaikat-Nya, Kitab-Nya, Rasul-Rasul-
Nya, hari akhirat (kiamat) dan engkau mempercayai adanya qadar buruk
dan baik." Katanya: "Benar perkataanmu !"
"Tanya: "Beritakanlah kepadaku tentang ihsan !" Jawab: "Engkau
menyembah Allah, seolah-olah engkau melihat-Nya. Kalau engkau tidak
bisa seolah-seolah melihat-Nya, maka ingatlah bahwa Allah melihat
engkau."
"Tanya: "Beritakanlah kepadaku tentang sa’at (kiamat) !" Jawab: "Orang
yang ditanya tentang sa’at, tidak lebih tahu dari orang yang bertanya."
"Tanya: "Beritakanlah kepadaku tanda-tandanya !" Jawab: "Hamba sahaya
perempuan melahirkan tuannya dan engkau lihat orang-orang yang berkaki
telanjang, tiada berpakaian, miskin dan pengembala kambing, mereka
bersenang-senang mendiami gedung-gedung besar."
"Kata Umar: "Sesudah itu laki-laki tadi berangkat. Tiada lama kemudian
Nabi mengatakan kepadaku: "Hai Umar ! Tahukah engkau, siapakah orang
yang bertanya tadi ?" Saya menjawab: "Allah dan Rasul yang lebih tahu !"
Kata Nabi: "Dia adalah Malaikat Jibril, datang kepada kamu untuk
mengajarkan kepadamu akan agamamu."19

Ruang lingkup kajian Akidah berkaitan erat dengan rukun iman. Rukun

iman perlu dipahami dengan benar. Adapun rukun iman ada 6 (enam).20 Dari

penjelasan di atas materi pendidikan Akidah Islam dirangkum menjadi beberapa

pokok materi tentang keimanan disebut dengan rukun iman yang berjumlah 6

(enam), yaitu :

1. Iman Kepada Allah

Iman kepada Allah berarti percaya dan yakin Allah swt. adalah Tuhan

Yang Maha Esa. Sebagai umat agama Islam wajib mempercayainya dan

meyakininya, dan untuk percaya dan yakin Allah swt. sebagai Tuhan Yang

19
Imam Muslim bin Al Hajjaj Al Qusyairi Al Naisaburi, Shahih Muslim. Diterjemahkan
oleh Fachruddin HS., Terjemah Hadits Shahih Muslim I, (Jakarta: Bulan Bintang, 1981), cet. 2, h,
21-23.
20
Deden Makbuloh, loc.cit.
29

Maha Esa, yaitu dengan mengenal-Nya. Permulaan agama itu ialah mengenal

Allah swt.. Karena jika tidak mengenal akan Allah swt., maka tidak sah segala

amal ibadahnya.

Mengenal Allah swt. Tuhan Yang Maha Esa di antaranya ialah dengan

mengenal sifat-sifat-Nya. Kemahaesaan Allah swt. dalam sifat-sifat-Nya ini

mempunyai arti bahwa sifat-sifat Allah swt. penuh kesempurnaan dan

keutamaan, tidak ada yang menyamainya. Sifat-sifat Allah swt. itu banyak dan

tidak dapat diperkirakan. Namun demikian, dari Alquran dapat diketahui

sembilan puluh sembilan (99) nama sifat Tuhan yang biasanya disebut dengan

al-Asma’ul Husna: Sembilan puluh sembilan nama-nama Allah swt. yang

indah.21

Dalam ilmu Tauhid, dijelaskan dua puluh sifat Allah swt. yang wajib

kita ketahui dan kita imani, yaitu: wujud (ada), qidam (azal, tidak ada

permulaan), baqa’ (kekal, tidak berkesudahan), mukhalafatuhu lil hawadis

(berbeda dengan segala ciptaan-Nya), qiyamuhu binafsih (berdiri sendiri),

wahdaaniyat (esa), qudrat (berkuasa), iradat (berkehendak), ‘ilmu

(mengetahui), hayat (hidup), sama’ (mendengar), bashor (melihat), kalam

(berkata-kata), qodirun (maha kuasa), muridun (maha berkehendak), ‘aalimun

(maha mengetahui), hayyun (maha hidup), sami’un (maha mendengar),

bashiron (maha melihat), mutakallimun (maha berkata-kata).

21
Mohammad Daud Ali, op.cit., h. 203.
30

Allah swt. memiliki sifat-sifat kesempurnaan yang pantas dan sesuai

dengan Dzat-Nya yang Mulia dan Suci dari segala kekurangan. Alam yang

indah dengan apa yang ada padanya berupa keteraturan yang menakjubkan,

keberadaan fitrah manusia dan risalah-Nya yang diberikan kepada para nabi

dan rasul telah menjadi bukti dan menunjukkan kesempurnaan sifat-sifat

Allah. Karena kesempurnaan sifat-sifat-Nya itu, maka tidak ada sesuatu pun

yang dapat menyerupai-Nya, baik dalam Dzat-Nya, sifat-Nya, ataupun dalam

perbuatan-Nya. Segala apa yang diciptakan-Nya tidak sia-sia, pasti

mengandung hikmah dan manfaat.22

2. Iman Kepada Malaikat-Malaikat-Nya

Malaikat merupakan salah satu makhluk Allah swt. yang gaib. Seorang

muslim wajib beriman kepadanya setelah beriman kepada Allah swt. Malaikat

diciptakan oleh Allah swt. dari cahaya, ia mempunyai tugas-tugas khusus yang

dihubungkan dengan Allah swt., manusia, dan alam semesta. Hakikat malaikat

bukan merupakan makhluk materi melainkan makhluk yang immateri, tetapi

dengan izin Allah swt., sewaktu-waktu malaikat dapat menjelma ke alam

materi, seperti banyak terjadi pada masa Rasulullah saw. atau para rasul

terdahulu.23

Alquran menyebutkan bahwa sifat-sifat malaikat berbeda dengan sifat-

sifat manusia atau makhluk Allah lainnya. Malaikat senantiasa taat dan patuh

melaksanakan perintah-perintah Allah, tidak pernah melakukan dosa atau

22
Ali Anwar Yusuf, op.cit., h. 117-118.
23
Ibid.
31

berbuat maksiat, senantiasa bertasbih dan bersujud kepada Allah swt.. Firman-

Nya:

Firman Allah swt. QS. At-Tahrim/66: 6:

‫س‬ ُ ‫ارا َوقُ ْو ُد َها النَّا‬ َ ُ‫يَااَيُّ َها الَّ ِذ ْي َن ٰا َمنُ ْوا قُ ْو ا َ ْنف‬
ً َ‫س ُك ْم َوا َ ْه ِل ْي ُك ْم ن‬
‫ص ْو َن هللاَ َما أ َ َم َر ُه ْم‬
ُ ‫شدَا ٌد ََّل َي ْع‬ ِ ‫ظ‬ ٌ ‫علَ ْي َها َم ََلئِكَةٌ ِغ ََل‬ َ ُ‫ارة‬ َ ‫َوا ْل ِح َج‬
.‫َويَ ْفعَلُ ْو َن َمايُ ْؤ َم ُر ْو َن‬
Artinya:
"Hai orang-orang yang beriman peliharalah dirimu dan keluargamu
dari siksa api neraka, yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu;
penjaganya malaikat-malaikat yang gagah dan perkasa yang tidak
pernah mendurhakai Allah terhadap apa yang telah diperintahkan
kepadanya dan selalu mengerjakannya."

Firman Allah swt. QS. Al-A’raf/7: 206:

‫سبِِّ ُح ْو َن َولَه‬ ْ َ‫إِ َّن الَّ ِذ ْي َن ِع ْن َد َر ِبِّكَ ََّلي‬


َ ُ‫ست َ ْكبِ ُر ْو َن ع َْن ِعبَا َدتِ ِه َوي‬
.‫س ُجد ُْو َن‬ ْ َ‫ي‬
Artinya:
"Sesungguhnya malaikat-malaikat yang ada di sisi Tuhanmu tidaklah
merasa enggan menyembah Allah dan mereka selalu bertasbih memuji-
Nya dan hanya kepada-Nya mereka bersujud."24

Malaikat bukanlah anak Allah swt. sebagaimana yang dikatakan orang-

orang kafir pada firman Allah swt. QS. Al-Anbiyaa’/21: 26-27:

ُ  ‫الر ْح ٰمنُ َو َلدًا‬


.‫ َب ْل ِع َبا ٌد ُّمك َْر ُم ْو َن‬ ‫س ْب ٰح َنه‬ َّ َ‫َوقَالُوا ات َّ َخذ‬
.‫س ِبقُ ْونَه ِبا ْلقَ ْو ِل َو ُه ْم ِبأ َ ْم ِرهٖ يَ ْع َملُ ْو َن‬
ْ َ‫ي‬
Artinya:
"Dan mereka berkata: "Tuhan yang Maha Pemurah telah mengambil
(mempunyai) anak", Maha suci Allah. sebenarnya (malaikat-malaikat
itu), adalah hamba-hamba yang dimuliakan, mereka itu tidak
mendahului-Nya dengan Perkataan dan mereka mengerjakan perintah-
perintah-Nya."

24
Ibid, h. 119-120.
32

3. Iman Kepada Kitab-Kitab-Nya

Allah swt. menurunkan wahyu kepada para nabi dan rasul,

sebagaimana terkumpul dalam sebuah kitab, seperti kitab Taurat yang

diturunkan kepada Nabi Musa, Injil kepada Nabi Isa, Zabur kepada Nabi

Dawud, dan Alquran kepada Nabi Muhammad saw.. Kitab-kitab tersebut

berisi informasi-informasi, aturan-aturan, dan hukum-hukum dari Allah swt.

untuk dijadikan pedoman bagi umat manusia dalam mencapai kebahagiaan

hidupnya, baik di dunia maupun di akhir nanti.25

Semua kitab Allah tersebut (seperti kitab Taurat, Injil, Zabur, dan

Alquran) diturunkan untuk kelompok masyarakat dan bangsanya sesuai

dengan tingkat kecerdasan dan perkembangan budayanya. Oleh karena itu,

aturan-aturan dan hukum-hukum dalam kitab-kitab Allah dikemukakan dalam

ungkapan yang berbeda-beda, baik dialek bahasanya ataupun kandungan

maknanya.26

Dari segi isinya terdapat persamaan dan perbedaan. Persamaan yang

ada pada kitab-kitab tersebut terletak pada aspek akidah atau keyakinan, yaitu

tauhid atau mengesakan Allah. Sedangkan aspek-aspek hukum atau syariat

mengalami perkembangan dari satu kitab kepada kitab lainnya. Dalam hal

akidah secara prinsipil sama, tetapi diungkapkan dalam pemaparan bahasa

25
Ibid, h. 121.

26
Ibid.
33

yang berbeda. Abu A’la Al-Maududi membedakan antara kitab Alquran

dengan kitab-kitab sebelumnya, antara lain adalah:

a. Kitab-kitab terdahulu telah kehilangan naskah aslinya, yang ada

sekarang hanya terjemahan-terjemahannya saja. Sedangkan Alquran

sampai sekarang masih terpelihara keasliannya dan tidak mengalami

perubahan satu huruf sekali pun, bahkan hingga akhir zaman nanti.

b. Kitab-kitab terdahulu hanya ditujukan kepada satu bangsa, tidak

ditujukan kepada bangsa lainnya. Adapun Alquran ditujukan kepada

semua umat manusia tanpa mengenal ras, golongan, bangsa, dan

bahasa.

c. Bahasa-bahasa yang digunakan dalam kitab-kitab terdahulu sudah

hilang dari permukaan, sehingga tidak ada satu bangsa pun yang

menggunakan bahasa kitab terdahulu. Oleh karena itu, semua kitab

terdahulu merupakan terjemahan belaka. Sedangkan Alquran

diturunkan dalam bahasa Arab yang hingga sekarang tetap merupakan

bahasa yang hidup dan masih digunakan oleh jutaan umat manusia,

baik oleh bangsa Arab sendiri, ataupun bangsa ‘ajami (Non Arab).

d. Karena kitab-kitab terdahulu yang ada sekarang hanya merupakan

terjemahan, maka di dalamnya telah terdapat perubahan atau

tercampuri oleh pendapat-pendapat atau ungkapan-ungkapan manusia,

terutama pemikiran-pemikiran para penerjemahnya. Sedang Alquran,


34

tetap terpelihara sejak awal turun hingga sekarang ini, bahkan hingga

akhir zaman nanti.27

Firman Allah swt. QS. An-Nahl/16: 48:

ِ ‫ص ِ ِّدقًا ِلِّ َما بَ ْي َن يَ َد ْي ِه ِم َن ا ْل ِكتَا‬


‫ب‬ َ ‫ق ُم‬ ِ ِّ ‫اب بَا ْل َح‬ َ َ ‫َوأ َ ْن َز ْلنَا ِإلَ ْيكَ ا ْل َكت‬
‫اح ُك ْم َب ْينَ ُه ْم ِب َما أ َ ْن َز َل هللاُ َو ََّل تَت َّ ِب ْع أ َ ْه َوا َء ُه ْم‬ ْ َ‫علَ ْي ِه ف‬َ ‫َو ُم َه ْي ِمنًا‬
ِ ِّ ‫ع َّما َجا َءكَ ِم َن ا ْل َح‬
.‫ق‬ َ
Artinya:
"Dan Kami telah turunkan kepadamu Alquran dengan membawa
kebenaran; membenarkan apa yang datang sebelumnya, yaitu kitab-
kitab (yang diturunkan sebelumnya) dan batu ujian terhadap kitab-
kitab yang lain itu. Maka putuskanlah perkara mereka menurut apa
yang diturunkan Allah dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu
mereka dengan meninggalkan kebenaran yang telah datang
kepadamu."28

Manusia pada dasarnya sangat bergantung kepada wahyu Allah swt.

yang tertuang ke dalam kitab-kitab-Nya sebagai sumber pengetahuan manusia

akan Pencipta-Nya dan bagaimana alam ini diciptakan serta bagaimana hidup

di dunia yang telah diciptakan Allah swt.. Manusia takkan bisa hidup di dunia

dengan sebaik-baiknya tanpa petunjuk dari Allah swt., firman Allah swt. QS.

Al-Baqarah/2: 2:

.‫ب ؁فِ ْي ِه ؁ ُهدًى ِلِّ ْل ُمت َّ ِق ْي َن‬ ُ ‫ٰذ ِلكَ ا ْل ِك ٰت‬


َ ‫ب ََّل َر ْي‬
Artinya:
"Kitab (Alquran) ini tidak ada keraguan padanya; petunjuk bagi mereka
yang bertaqwa."

Manusia tidak memiliki pengetahuan secara pasti untuk melihat masa

depan yang harus ditempuhnya, maka Allah swt. Memberitahukannya melalui

27
Ibid, h. 121-122.
28
Ibid, h. 123.
35

kitab-kitab-Nya, sehingga manusia dapat mengatur dan menyesuaikan

hidupnya, serta memiliki harapan di masa depannya yang jelas. Itulah salah

satu implementasi iman kepada kitab Allah yang membentuk perilaku manusia

dalam kehidupannya di dunia.29

4. Iman Kepada Rasul-Rasul-Nya

Rasul atau pun nabi adalah manusia yang dipilih Allah untuk menerima

wahyu-Nya, kemudian mereka diperintahkan untuk menyampaikan dan

menjelaskannya kepada umat manusia, sekaligus sebagai contoh konkret

pribadi manusia yang baik. Melalui rasul inilah manusia dapat melihat contoh

perilaku yang baik sesuai dengan kehendak Allah, dan melalui rasul ini pula,

manusia dapat mengetahui segala sesuatu tentang Allah; mulai dari rencana,

kehendak, keagungan, dan kekuasaan-Nya, sampai kepada manusia itu sendiri

yang hakikatnya adalah berasal dari Allah dan akan kembali kepada Allah.

Oleh karena itu, iman kepada nabi dan rasul merupakan salah satu kebutuhan

fitrah manusia.30

Alquran tidak menjelaskan jumlah para nabi dan rasul yang diutus.

Alquran hanya mencantumkan beberapa nabi dan rasul, namun banyak juga

nabi dan rasul yang tidak dicantumkannya.

Firman Allah swt. QS. An-Nisa’/4: 164:

29
Ibid, h. 124.
30
Ibid.
36

. َ‫علَ ْيك‬
َ ‫ص ُه ْم‬
ْ ‫ص‬ ُ ‫علَ ْيكَ ِم ْن قَ ْب ُل َو ُر‬
ُ ‫س ًَل لَ ْم نَ ْق‬ َ ‫صنَا ُه ْم‬ َ َ‫س ًَل قَ ْد ق‬
ْ ‫ص‬ ُ ‫َو ُر‬
Artinya:
"Dan Kami telah mengutus rasul-rasul yang sungguh telah Kami
kisahkan tentang mereka kepadamu dahulu, dan rasul-rasul yang tidak
Kami kisahkan tentang mereka kepadamu."31

Meskipun ada beberapa nabi dan rasul yang tidak terkisahkan dalam

Alquran, namun semua nabi dan rasul diutus ke dunia merupakan mata rantai

dari nabi yang pertama, yaitu Adam as. hingga nabi yang terakhir, yaitu

Muhammad saw.. Oleh karena itu, mengingkari salah seorang dari mereka

berarti telah memutuskan mata rantai kenabian dan kerasulan. Artinya,

mendustakan salah seorang nabi atau rasul berarti mendustakan seluruhnya,

atau mendustakan kenabian atau kerasulan. Landasan Alquran tentang iman

kepada rasul ini adalah:

Firman Allah swt. QS An-Nisa’/4: 136:

ْ ‫ب الَّذ‬
‫ِي نَ َّز َل‬ ُ ‫يَآ أَيُّ َها الَّ ِذ ْي َن ٰا َمنُ ْوا ٰا ِمنُ ْوا ِباهللِ َو َر‬
ِ ‫س ْو ِلهٖ َوا ْل ِكتَا‬
ِ‫ِي أ َ ْن َز َل ِم ْن قَ ْب ُل َو َم ْن يَ ْكفُ ْر ِباهلل‬
ْ ‫ب الَّذ‬ ِ ‫س ْو ِلهٖ َوا ْل ِكتَا‬ ُ ‫ع َٰلى َر‬
‫ض ََل ًَّل‬
َ ‫ض َّل‬ ٰ ْ ‫س ِلهٖ َوا ْليَ ْو ِم‬
َ ‫اَّل ِخ ِر فَقَ ْد‬ ُ ‫َو َم ََلئِ َكتِهٖ َو ُكت ُ ِبهٖ َو ُر‬
.‫َب ِع ْيدًا‬
Artinya:
"Wahai orang-orang yang beriman, tetaplah beriman kepada Allah dan
Rasul-Nya dan kepada kitab yang Allah turunkan kepada rasul-Nya,
serta kitab yang Allah turunkan sebelumnya. Barang siapa yang kafir
kepada Allah, malaikat-malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, rasul-rasul-Nya,
dan hari kemudian, maka sesungguhnya orang itu telah sesat sejauh-
jauhnya."32

31
Ibid, h. 125.
32
Ibid, h. 125-126.
37

Para nabi dan rasul bukanlah anak Allah swt. seperti apa yang telah

dinyatakan oleh orang-orang Yahudi dan Nasrani tentang Nabi ‘Uzair a.s. dan

Nabi ‘Isa a.s. sebagai anak Allah swt. Firman Allah swt. QS. At-Taubah/9: 30-

31:

ِٖ‫س ْي ُح ا ْب ُن هللا‬ ِ ‫ص ٰرى ا ْل َم‬ ٰ َّ‫ت الن‬ ِ َ‫ت ا ْليَ ُه ْو ُد ع َُز ْي ٌر ا ْبنُ هللاِ َوقَال‬ ِ َ‫َوقَال‬
ٖ‫ض ِهئ ُْو َن قَ ْو َل الَّ ِذ ْي َن َكفَ ُر ْوا ِم ْن قَ ْب ُل‬ ٰ ُ‫ٰذ ِلكَ قَ ْولُ ُه ْم ِبأ َ ْف َوا ِه ِه ْمٖ ي‬
‫ار ُه ْم َو ُر ْه ٰبنَ ُه ْم أ َ ْربَابًا ِ ِّم ْن‬
َ َ‫ ات َّ َخذُ ْوآ أ َ ْحب‬.‫قَاتَلَ ُه ُم هللاُٖ أَنٰى يُ ْؤفَك ُْو َن‬
ٖ‫س ْي َح ا ْب َن َم ْريَ َم َو َمآ أ ُ ِم ُر ْوآ إِ ََّّل ِليَ ْعبُد ُْوآ إِ ٰل ًها َّوا ِحدًا‬
ِ ‫د ُْو ِن هللاِ َوا ْل َم‬
.‫ع َّما يُش ِْرك ُْو َن‬َ ‫س ْب ٰحنَه‬ ُ ٖ‫ََّّل ِإ ٰلهَ ِإ ََّّل ُه َو‬
Artinya:
"Orang-orang Yahudi berkata: "Uzair itu putera Allah" dan orang-
orang Nasrani berkata: "Al masih itu putera Allah". Demikianlah itu
ucapan mereka dengan mulut mereka, mereka meniru perkataan orang-
orang kafir yang terdahulu. Dilaknati Allah mereka , bagaimana mereka
sampai berpaling? Mereka menjadikan orang-orang alimnya dan rahib-
rahib mereka sebagai Tuhan selain Allah dan (juga mereka
mempertuhankan) Al-Masih putera Maryam, Padahal mereka hanya
disuruh menyembah Tuhan yang Esa, tidak ada Tuhan (yang berhak
disembah) selain Dia. Maha suci Allah dari apa yang mereka
persekutukan."

5. Iman Kepada Hari Kiamat

Hari kiamat berarti hari atau saat alam akan mengalami kehancuran

total dan semua makhluk hidup akan mati musnah. Meskipun Allah swt.

merahasiakan waktu terjadinya (hari kiamat), namun gambaran tentang

kondisi alam maupun kondisi sosial kemasyarakatan banyak dijelaskan dalam

Alquran.

Firman Allah swt. QS. Al-Qari’ah/101: 1-9:


38

‫اس‬ُ َّ‫ يَ ْو َم يَك ُْونُ الن‬.ُ‫ َو َمآ أَد ْٰرىكَ ا ْل َق ِارعَة‬.ُ‫ َماا ْل َق ِارعَة‬.ُ‫ا َ ْلقَ ِارعَة‬
‫ فَأ َ َّما َم ْن‬.‫ َوتَك ُْونُ ا ْل ِجبَا ُل كَا ْل ِع ْه ِن ا ْل َم ْنفُ ْو ِش‬.ِ‫اش ا ْل َم ْبث ُ ْوث‬ِ ‫كَا ْلفَ َر‬
.‫ َوأ َ َّما َم ْن َخفَّتْ َم َو ِاز ْينُه‬.‫اض َية‬ ِ ‫ فَ ُه َو فِ ْي ِع ْيشَة َّر‬.‫ثَقُلَتْ َم َو ِاز ْينُه‬
..ٌ‫ويَة‬
ِ ‫فَأ ُ ُّمه َها‬
Artinya:
"Hari Kiamat, apa hari Kiamat itu? Tahukah kamu apakah hari Kiamat
itu? Pada saat itu, manusia seperti anai-anai yang bertebaran, dan
gunung-gunung hancur seperti bulu yang dihambur-hamburkan. Adapun
orang yang berat timbangan kebaikannya, maka dia berada dalam
kehidupan yang memuaskan, adapun orang-orang yang ringan
timbangan kebaikannya, maka tempat kembalinya adalah neraka
Hawiyah."33

Firman Allah swt. QS. Ar-Rum/30: 14-16:

‫ فَأ َ َّما الَّ ِذ ْي َن ٰا َمنُ ْوا َوع َِملُوا‬.‫ساعَةُ يَ ْو َمئِذ يَّتَفَ َّرقُ ْو َن‬ َّ ‫َويَ ْو َم تَقُ ْو ُم ال‬
‫ َوأ َ َّما الَّ ِذ ْي َن َكفَ ُر ْوا َو َكذَّبُ ْوا‬.‫ضة يُّ ْحبَ ُر ْو َن‬
َ ‫ت فَ ُه ْم فِ ْي َر ْو‬ ِ ‫صا ِل َحا‬َّ ‫ال‬
.‫ض ُر ْو َن‬ َ ‫ب ُم ْح‬ ِ ‫ول ِئكَ ِفى ا ْل َعذَا‬ٰ ُ ‫اَّل ِخ َر ِة فَأ‬
ٰ ْ ‫آء‬
ِ َ‫ِب ٰا ٰي ِتنَا َو ِلق‬
Artinya:
"Pada saat hari Kiamat terjadi, manusia akan bercerai-berai. Adapun
orang-orang yang beriman dan beramal saleh, maka akan tinggal di
suatu tempat dalam keadaan bersuka ria. Akan tetapi, orang-orang yang
kafir dan mendustakan ayat-ayat Kami dan tidak percaya kepada hari
akhir, maka mereka mendapatkan siksaan."34

Hancurnya seluruh alam semesta beserta isinya dan matinya seluruh

makhluk hidup yang diciptakan-Nya sebagai bukti akan keesaan Allah swt.

pada saat itu hanya Allah swt. Yang Maha Hidup bukti akan kekekalan-Nya

serta keesaan-Nya di alam ini. Firman Allah swt. QS. Ali ‘Imran/3: 185:

33
Ibid, h. 126-127.
34
Ibid.
39

ِ ‫ُك ُّل نَ ْفس ذَآئِقَةُ ا ْل َم ْو‬


ٖ‫ َوإِنَّ َما ت ُ َوفَّ ْو َن أ ُ ُج ْو َر ُك ْم يَ ْو َم ا ْل ِق ٰي َم ِة‬ ‫ت‬
‫ َو َما ا ْل َح ٰيوةُ ال ُّد ْنيَا‬ ‫فَ َم ْن ُز ْح ِز َح ع َِن النَّ ِار َوأُد ِْخ َل ا ْل َجنَّةَ فَقَ ْد فَا َز‬
.‫ع ا ْلغُ ُر ْو ِر‬
ُ ‫ِإ ََّّل َمتَا‬
Artinya:
"Tiap-tiap yang berjiwa akan merasakan mati. Dan sesungguhnya pada
hari kiamat sajalah disempurnakan pahalamu. Barangsiapa dijauhkan
dari neraka dan dimasukkan ke dalam surga, maka sungguh ia telah
beruntung. Kehidupan dunia itu tidak lain hanyalah kesenangan yang
memperdayakan."

Setelah alam semesta seluruhnya hancur, kemudian Allah swt.

Membangkitkan kembali seluruh umat manusia untuk diadili di hadapan-Nya

tentang semua amal perbuatan yang telah dilakukannya. Pada saat itu tidak ada

seorang pun yang dapat sembunyi atau disembunyikan

mempertanggungjawabkan seluruh perbuatannya masing-masing. Di sini

seseorang tidak dapat menolong saudara atau teman kerabatnya, kecuali amal

saleh yang telah diperbuatnya selama hidupnya di dunia.35

6. Iman Kepada Qadha dan Qadar

Qadha dan qadar dalam pembicaraan sehari-hari disebut dengan takdir.

Term (istilah) qadha dalam Alquran banyak diungkapkan dan memiliki

banyak arti yang meliputi:

a. Hukum

Firman Allah swt. QS. An-Nisa’/6: 65:

‫ش َج َر بَ ْينَ ُه ْم ث ُ َّم ََّليَ ِجد ُْوا‬ َ ‫فَ ََل َو َربِِّكَ ََّليُ ْؤ ِمنُ ْو َن َحتٰى يُ َح ِ ِّك ُم ْوكَ فِ ْي َما‬
ْ َ ‫س ِلِّ ُم ْوا ت‬
.‫س ِل ْي ًما‬ َ َ‫فِ ْي أ َ ْنفُس ِِه ْم َح َر ًجا ِ ِّم َّما ق‬
َ ُ‫ض ْيتَ َوي‬

35
Ibid, h. 128.
40

Artinya:
"Demi Tuhanmu (Muhammad) bahwa mereka tidak dianggap beriman
sehingga mereka menjadikan kamu hakim terhadap perkara yang
mereka perselisihkan, kemudian mereka tidak merasa dalam dirinya
sesuatu keberatan terhadap sesuatu hukum (qadha) yang engkau
berikan, dan mereka menerima sepenuhnya."36

b. Perintah

Firman Allah swt. QS. Al-Isra’/17: 23:


ٰ َ‫َوق‬
.ُ‫ضى َربُّكَ ا َ ََّّل ت َ ْعبُد ُْوا ا ََِّّل اِيَّاه‬
Artinya:
"Dan Tuhanmu memerintahkan, janganlah kamu menyembah, kecuali
kepada-Nya saja."37

c. Memberitahukan

Firman Allah swt.


ِ ‫سد َُّن فِى ْال َ ْر‬
‫ض‬ ْ ِ‫ض ْينَا ِإ ٰلى بَنِ ْي إ‬
ِ ‫س َرآئِ ْي َل فِى ا ْل ِكتَا‬
ِ ‫ب لَت ُ ْف‬ َ َ‫َوق‬
.‫َم َّرت َ ْي ِن‬
Artinya:
"Dan Kami telah memberitahukan kepada Bani Israil dalam Al-Kitab:
Sesungguhnya kamu akan membuat kerusakan di muka bumi ini dua
kali."38

d. Menghendaki

Firman Allah swt. QS. Ali Imran/3: 47:


.ُ‫ضى أ َ ْم ًرا فَ ِإنَّ َما يَقُ ْو ُل لَه ك ُْن فَيَك ُْون‬
ٰ َ‫ِإذَا ق‬
Artinya:
"Apabila Allah menghendaki sesuatu urusan, maka Dia cukup
mengatakan, 'Jadilah', lalu jadilah ia."39

36
Ibid, h. 128-129.
37
Ibid.
38
Ibid.
39
Ibid.
41

e. Menjadikan

Firman Allah swt. QS. Fushshilat/41: 12:


.‫س َم ٰوت فِ ْي يَ ْو َم ْي ِن‬ َ َ‫فَق‬
َ ‫ضا ُه َّن‬
َ ‫س ْب َع‬
Artinya:
"Dan Allah menjadikan tujuh lapis langit dalam dua periode."40

Kemudian term (istilah) qadar dalam Alquran dapat dipahami sebagai

suatu aturan atau ketentuan umum yang telah diciptakan Allah untuk menjadi

dasar alam yang mencakup hubungan sebab dan akibat (hubungan kausalitas)

dan dinaturalisasikan sebagai hukum alam (Sunnatullah). Segala sesuatu yang

diciptakan oleh Allah di muka bumi ini terikat oleh hukum-hukum tersebut.

Firman Allah swt. QS. Al-Qamar/54: 49:


.‫ِإ َّن ُك َّل ش َْيء َخلَ ْقنَا ُه ِبقَدَر‬
Artinya:
"Sesungguhnya Kami telah menjadikan segala sesuatu menurut daqar
(ukurannya).

Firman Allah swt. QS. Al-Ahzab/33: 38:


.‫َان أ َ ْم ُر هللاِ قَد ًَرا َم ْقد ُْو ًرا‬
َ ‫َوك‬
Artinya:
"Segala urusan Allah itu menurut aturan yang telah ditentukan."

Firman Allah swt. QS. Al-Furqan/25: 2:


.‫ق ُك َّل ش َْيء فَقَد ََّره ت َ ْق ِد ْي ًرا‬
َ َ‫َو َخل‬
Artinya:
"Allah telah menciptakan segala sesuatu, lalu Dia tentukan
aturannya."41

Iman kepada qadha dan qadar ini dalam implementasinya harus

didasari dengan pemahaman secara integral (lengkap) antara iman dan ilmu,

40
Ibid, h. 130.
41
Ibid.
42

sebab kalau tidak, akan dapat mengakibatkan seseorang tergelincir kepada

akidah dan cara hidup yang buruk dan fatal. Kekeliruan umum terhadap iman

kepada qadha dan qadar ini adalah: “Segala nasib baik dan buruk, muslim dan

kafir, jahat dan saleh telah ditetapkan secara pasti oleh Allah. Manusia ibarat

robot, segala kenyataan dalam hidupnya haruslah diterima apa adanya”.42

Iman kepada qadha dan qadar bukan berarti harus bersikap fatalis,

yaitu sikap menyerah sebelum berbuat dengan menghilang usaha terlebih

dahulu, melainkan rela menerima apa yang telah diusahakan, atau kerelaan

hati dalam menerima realitas hidup. Artinya usaha tetap dilakukan dengan

sungguh-sungguh dan merasa puas serta lega menerima hasilnya walaupun

bagaimana bentuk nilainya, sebab segala sesuatu yang telah diusahakannya

tidak terlepas dari aturan dan ketentuan yang telah ditetapkan. Hal ini ada

relevansinya dengan sikap konsisten dalam menerima dan melakukan setiap

ketentuan, sehingga memotivasi seseorang untuk menimbulkan sikap kerelaan

hati atau kesiapan mental dalam menghadapi berbagai macam problema. Di

samping itu akan dapat mewujudkan kemantapan jiwa dan kebulatan tekad

seseorang dalam memegang keyakinan serta melaksanakannya, apa pun risiko

yang dihadapi, ia tetap pada pendirian dan rela menerima segala kenyataan

yang telah diusahakannya.43

Penjelasan iman kepada qadha dan qadar di atas menunjukkan bahwa

walaupun setiap makhluk memiliki qadha dan qadarnya masing-masing,

42
Ibid, h. 131.
43
Ibid.
43

tetapi manusia juga harus selalu bergantung kepada Allah swt. dengan usaha,

do’a, pengaharapan, tawakkal, dan lain sebagainya menggantungkan jalan

hidup kepada Allah swt.. Orang yang selalu bergantung kepada Allah swt.

akan senantiasa mendapatkan ketenangan dan ketentraman dalam menjalani

hidupnya karena imannya kepada Allah swt. dan segala ketentuan-Nya yang

ditentukan kepada orang tersebut. Firman Allah swt. QS. Ar-Ra’d/13: 28:

‫أ َ ََّل ِب ِذك ِْر هللاِ ت َ ْط َم ِئ ُّن‬  ِ‫الَّ ِذ ْي َن ٰا َمنُ ْوا َوت َ ْط َم ِئ ُّن قُلُ ْوبُ ُه ْم ِب ِذ ْك ِر هللا‬
.‫ب‬ُ ‫ا ْلقُلُ ْو‬
Artinya:
"Orang-orang yang beriman dan hati mereka manjadi tenteram dengan
mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingati Allah-lah hati
menjadi tenteram."

Pada surah ini menyebutkan resep untuk penyakit hati yang ada pada

manusia yang menjadi tekanan jiwa (stress) dan lain sebagainya. Setiap

manusia pasti akan mengalami problematika dalam hidupnya, jika manusia

tidak menggantungkan segala usahanya kepada Allah swt. maka ia akan

mengalami kegelisahan dan ketidakenakan hati. Karena itulah orang yang

selalu ingat kepada Allah swt. dan menggantungkan segala usahanya akan

mendapatkan ketenangan dan ketentraman hati.


44

BAB III

MATERI PENDIDIKAN AKIDAH ISLAM DALAM PENAFSIRAN


TERHADAP SURAH AL-IKHLAS

A. Penafsiran Umum Surah Al-Ikhlas Menurut Beberapa Ahli Tafsir

1. Imam Jalaluddin Al-Mahalli dan Imam Jalaluddin Al-Sayuthi


(Tafsir Jalalain)

Nabi Muhammad saw. ditanya mengenai Rabbnya, lalu


turunlah firman-Nya:1

َ َ‫ا‬
 ‫ح ٌد‬ ُ‫قُ ْل ُه َو هللا‬
a. "Qul huwallahu ahadun" (Katakanlah: "Dia-lah Allah Yang Mahaesa")
lafaz Allah adalah Khabar dari lafaz Huwa, sedangkan lafaz Ahadun
adalah Badal dari lafaz Allah, atau Khabar kedua dari lafaz Huwa.
 ‫ص َم ُد‬
َّ ‫ال‬ ُ‫هللا‬
b. "Allahush shomadu" (Allah adalah Tuhan yang bergantung kepada-Nya
segala sesuatu) lafaz ayat ini terdiri Mudtada dan Khabar; artinya, Dia
adalah Tuhan yang bergantung kepada-Nya segala sesuatu untuk selama-
lamanya.
 ‫يُ ْولَ ْد‬ ‫لَ ْم يَ ِل ْد َولَ ْم‬
c. "Lam yalid" (Dia tiada beranak) karena tiada yang menyamai-Nya – "wa
lam yuulad" (dan tiada pula diperanakkan) karena mustahil hal ini terjadi
bagi-Nya.
َ َ‫ا‬
 ‫ح ٌد‬ ‫َولَ ْم يَك ُْن لَّه ُكفُ ًوا‬
d. "Wa lam yakun lahu kufuwan ahadun" (Dan tidak ada seorang pun yang
setara dengan Dia) atau yang sebanding dengan-Nya, lafaz Lahu
berta’alluq kepada lafaz Kufuwan. Lafaz Lahu ini didahulukan karena
dialah yang menjadi subjek penafian; kemudian lafaz Ahadun diakhirkan
letaknya padahal ia sebagai isim dari lafaz Yakun, sedangkan Khabar
yang seharusnya berada di akhir mendahuluinya; demikian itu karena
demi menjaga Fasilah atau kesamaan bunyi pada akhir ayat. 2

1
Imam Jalaluddin Al-Mahalli dan Imam Jalaluddin Al-Sayuthi, Tafsir Jalalain.
Diterjemahkan oleh Bahrun Abubakar, Terjemahan Tafsir Jalalain Berikut Asbabun Nuzul,
(Bandung: Sinar Baru Algensido, 2012), jilid. 4, cet. 3, h. 2802-2803.
45
45

2. Majdid Diin bin Ya’qub Al-Fairuz Badii Sohib Al-Qomus Al-Muhith


(Tanwirul Miqbas min Tafsir ibni Abbas)

‫عبَّاس فِ ْي قَ ْو ِل ِه ﴿قُ ْل ُه َو هللاُ ا َ َح ٌد﴾ َو ٰذ ِلكَ أ َ َّن قُ َر ْيشًا‬ َ ‫ع ِن ا ْب ِن‬ َ ‫سنَا ِد ِه‬
ْ ‫َوبِ ِإ‬
‫ضة‬َّ ِ‫ش ْيء ُه َو ِم ْن ذَ َهب أ َ ْم ف‬ َ ‫ي‬ ُّ َ ‫ف لَنَا َربَّكَ ِم ْن أ‬ َّ ‫ص‬ َ ‫قَالُ ْوا يَا ُم َح َّم ُد‬
ُ‫ان ِصفَتِ ِه َونَ ْعتِ ِه فَقَا َل ﴿قُ ْل﴾ يَا ُم َح َّم ُد ِلقُ َر ْيش ُه َو هللا‬ ِ َ‫فَأ َ ْن َز َل هللاُ فِ ْي بَي‬
.3ُ‫ش ِر ْيكَ لَهُ َو ََّل َولَ ٌد لَه‬
َ ‫ا َ َح ٌد ََّل‬
Dan dengan isnadnya dari Ibnu ‘Abbas pada firman Allah Ta’ala (Qul

huwallahu ahadun) Katakanlah: "Dia-lah Allah Yang Mahaesa." Dan yang

demikian itu bahwasanya orang-orang Quraisy berkata: "Hai Muhammad

sifatkan (terangkan) kepada kami Tuhan engkau dari apakah ia? Apakah dari

emas atau perak." Maka menurunkan Allah (akan surah) untuk menerangkan

sifat-Nya dan gambaran-Nya, maka berfirman Allah: "Katakanlah: Wahai

Muhammad kepada orang-orang Quraisy Dia Allah yaitu satu tidak ada

sekutu bagi-Nya dan juga tidak ada anak bagi-Nya".

‫ق‬ ِ ‫ج ِإلَ ْي ِه ا ْل َخ ََل ِئ‬


ٌ ‫احت َا‬ْ ‫س ْؤ َد ُدهُ ْو‬ُ ‫س ِيِّ ُد الَّ ِذ ْي قَ ْد اِ ْنت َ ٰهى‬
َّ ‫ص َم ُد﴾ ال‬ َّ ‫﴿ا َهللُ ال‬
‫س‬ َ ‫ص َم ُد الَّ ِذ ْي لَ ْي‬ َّ ‫ب َويُقَا ُل ال‬ ُ ‫ش َر‬ْ ‫ص َم ُد الَّ ِذ ْي ََّل َيأ ْ ُك ُل َو ََّل َي‬
َّ ‫َويُقَا ُل ال‬
‫ص َم ُد ال َّدائِ ُم َويُقَا ُل‬ َّ ‫ع ْيب َويُقَا ُل ال‬ َ ‫صافِي بِ ََل‬ َّ ‫ص َم ُد ال‬ َّ ‫بِأ َ ْج َوف َويُقَا ُل ال‬
‫س لَهُ ُم ْد َخ ٌل‬ َّ ‫ص َم ُد ا ْل َكافِي َويُقَا ُل ال‬
َ ‫ص َم ُد الَّ ِذ ْي لَ ْي‬ َّ ‫ص َم ُد ا ْلبَاقِي َويُقَا ُل ال‬ َّ ‫ال‬
.4‫ج‬ٌ ‫َو ََّل ُم ْخ َر‬
(Allahush shomadu) "Allah adalah Ilah yang bergantung kepada-Nya

segala urusan." Yaitu pemimpin yang sungguh sempurna kemulian-Nya dan

2
Ibid.
3
Majdid Diin bin Ya’qub Al-Fairuz Badii Sohib Al-Qomus Al-Muhith, Tanwirul Miqbas
min Tafsir ibni Abbas, (Bierut-Lebabon: Darul Kutub ‘Ilmiyyah, 2008), ed. 8, h. 662.
4
Ibid.
46

berhajat segala makhluk kepada-Nya. Dikatakan al-shomadu yaitu tidak

makan dan minum, dikatakan al-shomadu yaitu Dia tidak berongga, dikatakan

al-shomadu yaitu suci tidak ada aib, dikatakan al-shomadu Dia-lah yang

kekal, dikatakan al-shomadu Dia-lah yang abadi, dikatakan al-shomadu Dia-

lah yang sempurna, dikatakan al-shomadu Dia yang tidak mempunyai celaan

dan kekurangan.

‫ِي (لَ ْم َي ِل ْد َولَ ْم يُ ْولَدْ) َيقُ ْو ُل لَ ْم َي ِر ْث َولَ ْم يُ ْو َر ْث َويُقَا ُل‬ْ ‫ص َم ُد الَّذ‬َّ ‫َويُقَا ُل ال‬
ُ‫ع ْنه‬َ ‫ث‬ َ ‫س لَهُ َوا ِل ٌد فَ ُو ِر‬َ ‫ث ُم ْل َكهُ َولَ ْم يُ ْولَ ْد َولَ ْي‬ ُ ‫س لَهُ َولَ ٌد فَيَ ِر‬ َ ‫لَ ْم يَ ِل ْد لَ ْي‬
.5 َ‫ا ْل ُم ْلك‬
Dan dikatakan al-shomadu (Lam yalid wa lam yuulad) "Dia tiada

beranak dan tiada pula diperanakkan." Berkata Ibnu ‘Abbas: "Tidaklah

mewaris dan diwariskan." Dan dikatakan: Lam yalid "Dia tidak beranak"

yaitu tidak ada bagi-Nya anak (jika ada), maka dia mewariskan akan kerajaan-

Nya, dan wa lam yuulad "dan tiada pula diperanakkan" yaitu tidak

mempunyai orang tua (jika ada), maka Dia mendapat warisan akan kerajaan

dari orang tuanya.

‫صد َو ََّل نَد‬ َ ُ‫س لَه‬ َ ‫(ولَ ْم يَ ُك ْن لَّه ُكفُ ًوا ا َ َح ٌد) يَقُ ْو ُل لَ ْم يَ ُك ْن لَه ُكفُ ًوا أ َ َح ٌد لَ ْي‬
َ
ُ‫شا ِكلُهُ َويُقَا ُل لَ ْم يَ ُك ْن لَه ُكفُ ًوا أ َ َح ٌد فَيُعَاذُه‬ َ ُ‫ع ْد ٌل َو ََّل أ َ َح ٌد ي‬
َ ‫ش ْبهٌ َو ََّل‬ ِ ‫َو ََّل‬
.6‫ان‬ ِ ‫س ْل َط‬
ُّ ‫فِى ا ْل ُم ْل ِك َوال‬
(Wa lam yakun lahu kufuwan ahadun) "Dan tidak ada seorang pun

yang setara dengan-Nya." Berkata Ibnu ‘Abbas: Wa lam yakun lahu kufuwan

5
Ibid.
6
Ibid.
47

ahadun yaitu tidak ada bagi-Nya penghalang, bandingan, persamaan,

perumpamaan, dan tidak ada seorangpun yang menyerupai-Nya. Dan

dikatakan: Wa lam yakun lahu kufuwan ahadun, maka Dia memberikan

pertolongan pada kekuasaan dan kerajaan-Nya.

3. Al-Imam Abu Fida’ Isma’il Ibnu Katsir al-Dimsyaqi (Tafsir Ibnu Katsiir)

Ikrimah mengatakan: "Ketika orang-orang Yahudi mengatakan: 'Kami

menyembah ‘Uzair putera Allah,' dan orang-orang Nasrani mengatakan: 'Kami

menyembah al-Masih putera Allah.' Sedangkan orang-orang Majusi

mengatakan: 'Kami menyembah matahari dan bulan.' Adapun orang-orang

musyrik mengatakan: 'Kami menyembah berhala,' maka Allah menurunkan

kepada Rasul-Nya saw. ayat (Qul huwallahu ahadun) 'Katakanlah: 'Dia-lah

Allah Yang Mahaesa.' Yakni, Dia Yang Tunggal dan satu-satunya, yang tiada

tandingnya, tanpa pembantu, juga tanpa sekutu, serta tidak ada yang

menyerupai dan menandingi-Nya. Dan kalimat itu tidak bisa dipergunakan

pada seorang pun dalam memberikan penetapan kecuali hanya kepada Allah

Azza Wajalla karena Dia yang sempurna dalam semua sifat dan perbuatan-

Nya."7

Dan firman Allah Ta’ala, (Allahush shomadu) "Allah adalah Ilah yang

bergantung kepada-Nya segala urusan." Ikrimah mengatakan dari Ibnu

‘Abbas: "Yakni Rabb yang bergantung kepada-Nya semua makhluk dalam

memenuhi segala kebutuhan dan permintaan mereka." ‘Ali bin Abi Thalhah

7
Abdullah bin Muhammad bin Abdurrahman bin Ishaq Al-Sheikh, Lubaabut Tafsiir Min
Ibni Katsiir. Diterjemahkan oleh M. Abdul Ghoffar E.M dan Abu Ihsan Al-Atsari, Tafsir Ibnu
Katsir Jilid 8, (Bogor: Pustaka Imam Al-Syafi’i, 2004), h. 574.
48

meriwayatkan dari Ibnu ‘Abbas, Dia adalah Rabb yang benar-benar sempurna

dalam kewibawaan-Nya dan Mahamulia yang benar-benar sempurna dalam

kemuliaan-Nya, Mahaagung yang benar-benar sempurna dalam keagungan-

Nya, Mahapenyantun yang benar-benar sempurna dalam kesantunan-Nya,

Mahamengetahui yang benar-benar sempurna dalam keilmuan-Nya,

Mahabijaksana yang benar-benar sempurna dalam kebijaksanaan-Nya. Dan

Dia adalah Rabb yang telah sempurna dalam semua macam kemuliaan dan

kewibawaan-Nya. Dia adalah Allah Mahasuci. Semuanya itu merupakan sifat-

Nya yang tidak pantas disandang kecuali hanya oleh-Nya, tidak ada yang

menandingi-Nya, serta tidak ada sesuatu pun yang setara dengan-Nya.

Mahasuci Allah, Yang Mahatunggal lagi Mahaperkasa.8

Al-Hasan mengatakan: "(al-shomadu) Yang Mahahidup lagi

Mahaberdiri sendiri, yang tidak akan pernah berakhir." Sedangkan ‘Ikrimah

mengatakan: "(al-shomadu) yang tidak ada sesuatu pun keluar dari-Nya dan

tidak juga makan." Ar-Rabi’ bin Anas mengungkapkan: "Dia adalah Rabb

yang tidak beranak dan diperanakkan, "seakan-akan Dia menjadikan ayat

setelahnya sebagai penafsiran baginya, yaitu firman-Nya, (Lam yalid wa lam

yuulad) "Dia tidak beranak dan tidak pula diperanakkan." Dan itu merupakan

penafsiran yang sangat bagus.9

Ibnu Mas’ud, Ibnu ‘Abbas, Sa’id bin Al-Musayyab, Mujahid,’Abdullah

bin Buraidah, ‘Ikrimah, Sa’id bin Jubair, ‘Atha’ bin Abi Rabah, ‘Athiyyah Al-

8
Ibid.
9
Ibid.
49

‘Aufi, Al-Dhahhak, dan Al-Suddi mengatakan: "(al-shomadu) yang kokoh."

Sufyan menceritakan dari Manshur dari Mujahid: "(al-shomadu) yakni, al-

mushmat yang berarti kuat dan kokoh." Al-Sya’bi mengatakan: "(al-shomadu)

cahaya yang berkilauan." Semua itu diriwayatkan dan dikisahkan oleh Ibnu

Abi Hatim, Al-Baihaqi, dan Al-Thabrani. Demikian juga Abu Ja’far bin Jarir

menyebutkan lebih banyak dari itu dengan sanadnya sendiri. Al-Hafizh Abul

Qasim Al-Thabrani menyampaikan di dalam kitab As-Sunnah miliknya setelah

menyampaikan beberapa kali pendapat-pendapat di atas mengenai penafsiran

kalimat (al-shomadu)." Semua itu benar, dan ia merupakan sifat-sifat Allah,

Rabb kita Azza Wajalla.10

Firman Allah Ta’ala, "(Lam yalid wa lam yuulad. Wa lam yakun lahu

kufuwan ahadun) "Dia tidak beranak dan tidak pula diperanakkan. Dan tidak

ada seorang pun yang setara dengan-Nya." Maksudnya, Dia tidak memiliki

anak dan tidak juga Dia sebagai ayah atau ibu. Mengenai firman-Nya, "(Wa

lam yakun lahu kufuwan ahadun) "Dan tidak ada seorang pun yang setara

dengan-Nya." Mujahid mengatakan: "Yakni, Dia tidak mempunyai

pendamping."11

4. Al-Syahid Sayyid Qutlh (Tafsir Fi Zhilaalil-Qur’aan)

Qul huwallahu ahadun adalah lafal yang lebih halus dan lebih lembut

dari pada kata ahadun, karena ia menyandarkan kepada makna "wahid" bahwa

tidak ada sesuatu pun selain Dia bersama Dia dan bahwa tidak ada sesuatu pun

10
Ibid, h. 574-575.
11
Ibid.
50

yang sama dengan-Nya. Ini adalah ahadiyyatul-wujud, keesaan wujud. Karena

itu, tidak ada hakikat kecuali hakikat-Nya dan tidak ada wujud yang hakiki

kecuali wujud-Nya. Segala maujud yang lain hanyalah berkembang atau

muncul dari wujud yang hakiki itu dan berkembang dari wujud dzatiyah itu.

Oleh karena itu, ia adalah keesaan pelaku. Tidak ada selain Dia sebagai pelaku

yang hakiki terhadap sesuatu, di alam wujud ini. Inilah akidah di dalam hati

sekaligus penafsiran terhadap wujud semesta.12

Allahush shomadu makna al-shomad menurut bahasa berarti tuan yang

dituju yang suatu perkara tidak akan terlaksana kecuali dengan izinnya. Allah

swt. adalah Tuan (majikan) yang tidak ada tuan yang sebenarnya kecuali Dia.

Allah adalah Maha Esa di dalam uluhiyyah-Nya dan segala sesuatu adalah

hamba bagi-Nya. Hanya Dia-lah satu-satunya yang dituju untuk memenuhi

segala hajat makhluk. Hanya Dia satu-satunya yang dapat mengabulkan

kebutuhan orang-orang yang berkebutuhan. Dia-lah yang memutuskan segala

sesuatu dengan izin-Nya, dan tidak ada seorang pun yang dapat memutuskan

bersama Dia. Sifat ini aktualisasi dari keberadaan-Nya Yang Mahatunggal dan

Maha Esa.13

Lam yalid wa lam yuulad 'Dia tidak beranak dan tiada pula

diperanakkan.' Maka, hakikat Allah itu tetap, abadi, dan azali. Ia tidak

berubah-ubah menyesuaikan dengan situasi dan kondisi. Sifat-Nya adalah

12
Al-Syahid Sayyid Qutlh, Tafsir Fi Zhilaalil-Qur’aan. Diterjemahkan oleh As’ad, dkk,
Tafsir Fi Zhilalil Qur’an, (Jakarta: Gema Islami Press, 2003), jilid. 12, h. 375.
13
Ibid, h. 377.
51

sempurna dan mutlak dalam semua keadaan. Kelahiran adalah suatu

kemunculan dan pengembangan, wujud tambahan setelah kekurangan atau

tiada. Hal yang demikian ini mustahil bagi Allah. Kelahiran itu juga

sebelumnya memerlukan perkawinan dengan yang sejenis dengannya. Hal ini

juga mustahil bagi Allah. Oleh karena itu, sifat "Ahad" mengandung penafian

terhadap orang tua dan anak, yakni Allah itu tidak berorangtua dan tidak

beranak.14

Wa lam yakun lahu kufuwan ahadun 'Dan tidak ada seorangpun yang

setara dengan Dia.' Yakni, tidak ada yang sebanding dan setara dengan Dia,

baik dalam hakikat wujud-Nya maupun dalam hakikat efektivitas-Nya, dan

tidak juga dalam sifat dzatiyah manapun. Ini juga merupakan aktualisasi

bahwa Dia adalah "Ahad, Maha Esa". Akan tetapi, ini merupakan penegasan

dan penjabaran. Sifat ini meniadakan akidah tsunaiyah 'dualisme' yang

mengatakan bahwa Allah adalah Tuhan kebaikan, sedang bagi kejahatannya

terdapat Tuhan yang lain lagi sebagai lawan Allah, dengan tindakan-

tindakannya menentang perbuatan-perbuatan yang baik dan menyebarkan

kerusakan di muka bumi. Adapun akidah tsunaiyah yang paling populer ialah

akidah kaum Persia mengenai Tuhan Cahaya dan Tuhan Kegelapan.15

Surah (Al-Ikhlas) ini untuk menetapkan dan memantapkan akidah

tauhid Islam, sebagaimana surah "Al-Kaafiruun" meniadakan bentuk

14
Ibid.
15
Ibid, h. 378.
52

keserupaan dan pertemuan mana pun antara akidah tauhid dan akidah syirik.

Masing-masing surah ini memecahkan persoalan hakikat tauhid dari satu

segi.16

B. Asbabun Nuzul dan Beberapa Riwayat Tentang Surah Al-Ikhlas

Asbabun Nuzul surah Al-Ikhlas, Imam Turmudzi, Imam Hakim dan Imam

Ibnu Khuzaimah, telah mengetengahkan sebuah hadis melalui jalur Abul ‘Aliyah,

yang ia terima dari Ubay bin Ka’b, bahwasanya orang-orang musyrik telah

berkata kepada Rasulullah saw.: "Ceritakanlah kepada kami mengenai Rabbmu".

Maka Allah menurunkan firman-Nya: Katakanlah: "Dia-lah Allah Yang

Mahaesa." (QS. 112 Al-Ikhlas, 1 hingga akhir surah).

Imam Thabrani dan Imam Ibnu Jarir telah mengetengahkan hadis yang

sama melalui hadis yang diriwayatkan oleh Jabir bin ‘Abdullah. Dengan demikian

maka dapat disimpulkan, bahwa surah Al-Ikhlas ini termasuk surah Makkiyyah.17

Imam Ibnu Abu Hatim telah mengetengahkan sebuah hadis melalui Ibnu

‘Abbas, bahwasanya orang-orang Yahudi datang kepada Nabi Muhammad saw. di

antara mereka terdapat Ka’b bin Asyraf dan Huyay bin Akhtab. Mereka berkata:

"Hai Muhammad gambarkanlah kepada kami Rabbmu yang telah mengutusmu".

Maka Allah swt. menurunkan firman-Nya: Katakanlah: "Dia-lah Allah Yang

Mahaesa." (QS. 112 Al-Ikhlas, 1 hingga akhir surah).

16
Ibid.
17
Imam Jalaluddin Al-Mahalli dan Imam Jalaluddin Al-Sayuthi, loc.cit.
53

Imam Ibnu Jarir telah mengetengahkan pula hadis yang sama melalui

Qatadah. Demikian pula Imam Ibnul Mundzir telah mengetengahkan pula hadis

yang sama melalui Sa’id bin Jubair. Maka dengan riwayat ini dapat disimpulkan

bahwa surah ini termasuk ke dalam kelompok surah Madaniyyah.18

Imam Ibnu Jarir telah mengetengahkan sebuah hadis melalui Abul ‘Aliyah

yang telah menceritakan, bahwa ia telah mendengar Qatadah menuturkan sebuah

hadis, bahwasanya golongan yang bersekutu telah mengatakan kepada Nabi

Muhammad saw.: "Gambarkanlah kepada kami Rabbmu". Lalu datanglah

malaikat Jibril kepada Nabi Muhammad saw. dengan membawa surah ini. Inilah

orang-orang musyrik yang dimaksud di dalam hadis Ubay tadi; dengan demikian

maka dapat disimpulkan, bahwa surah ini termasuk ke dalam surah Madaniyyah.

Seperti halnya pula pengertian yang diisyaratkan oleh hadis yang diriwayatkan

oleh Ibnu ‘Abbas ra. dan kedua hadis tersebut tidak bertentangan. Akan tetapi

Imam Abusy Syekh di dalam kitabnya Al ‘Azhamah, telah mengetengahkan

sebuah hadis melalui jalur Abban yang ia terima dari Anas ra. yang telah

menceritakan, bahwasanya orang-orang Yahudi Khaibar datang kepada Nabi

Muhammad saw. lalu mereka berkata: "Hai Abul Qasim (nama julukan Nabi

Muhammad) Allah telah menciptakan malaikat dari nur (cahaya) al Hijab; Nabi

Adam dari lumpur hitam yang diberi bentuk; iblis dari nyala api; langit dari asap;

dan bumi dari buih air. Maka ceritakanlah kepada kami tentang Rabbmu". Nabi

tidak menjawab mereka, maka datanglah malaikat Jibril dengan membawa surah

18
Ibid.
54

ini, yaitu firman-Nya: Katakanlah: "Dia-lah Allah Yang Mahaesa." (QS. 112 Al-

Ikhlas, 1 hingga akhir surah).19

Surah yang kecil ini nilainya sebanding dengan sepertiga Alquran,

sebagaimana disebutkan dalam beberapa riwayat yang shahih. Imam Bukhari

meriwayatkan bahwa telah diceritakan kepadanya oleh Ismail, dari Malik, dari

Abdur Rahman bin Abdullah bin Abdur Rahman bin Abu Sha’sha’ah, dari

ayahnya, dari Abu Sa’d, bahwa seorang laki-laki mendengar seorang laki-laki lain

membaca qul huwallahu ahadun sampai selesai berulang-ulang. Pada keesokan

harinya ia datang kepada Nabi saw. melaporkan hal itu, seakan-akan ia

mempersoalkannya, kemudian Nabi bersabda: "Demi Allah yang jiwaku berada

dalam genggaman-Nya, sesungguhnya surah ini sebanding dengan sepertiga

Alquran." Ini bukanlah suatu hal yang aneh. Karena keesaan yang Rasulullah

perintahkan untuk memproklamirkannya, qul huwallahu ahadun (Dia-lah Allah

Yang Maha Esa), adalah akidah bagi hati, penafsiran bagi wujud semesta, dan

manhaj (jalan) bagi kehidupan. Karena itu, surah ini mengandung garis-garis

pokok yang sangat luas mengenai hakikat Islam yang besar.20

Ibnu Humaid menceritakan kepada kami, ia berkata: Salamah

menceritakan kepada kami, ia berkata: Ibnu Ishaq menceitakan kepadaku dari

Muhammad, dari Sa’id, ia berkata: Sejumlah orang Yahudi mendatangi Nabi saw.

lalu berkata, "Wahai Muhammad, inilah Allah yang telah menciptakan ciptaan ini,

lalu siapa yang telah menciptakan-Nya?" Nabi saw. pun marah hingga tampak

19
Ibid, h. 2804.
20
Al-Syahid Sayyid Qutlh, loc.cit.
55

pada raut wajah beliau, beliau marah kepada mereka karena Tuhannya. Jibril as.

lalu mendatangi beliau untuk menenangkannya, dan berkata, "Tenangkan dirimu,

hai Muhammad." Jibril mendatangi beliau dengan membawakan jawaban dari

Allah atas pertanyaan mereka,

.‫ ولم يكن له كفوا أحد‬.‫ لم يلد ولم يولد‬.‫ هللا الصمد‬.‫قل هو هللا أحد‬
"Katakanlah, Dialah Allah Yang Maha Esa. Allah adalah Tuhan yang bergantung

kepada-Nya segala sesuatu. Dia tidak beranak dan tidak pula diperanakkan, dan

tidak ada seorang pun yang setara dengan Dia." Tatkala Nabi saw. membacakan

ayat tersebut kepada mereka, mereka berkata, "Ceritakan kepada kami tentang

Tuhanmu, bagaimana bentuk-Nya, bagaimana kemurkaan-Nya, dan bagaimana

lengan-Nya?" Nabi saw. pun marah lagi, lebih hebat dari kemarahannya yang

pertama, dan beliau memarahi mereka. Jibril lalu mendatangi beliau dan berkata

kepada beliau seperti sebelumnya. Jibril pun membawakan jawaban atas

pertanyaan mereka,

Firman Allah swt. QS. Az-Zumar/39: 67:

‫ضتُه يَ ْو َم ا ْل ِقيَا َم ِة‬ َ ‫ض َج ِم ْيعًا قَ ْب‬ ُ ‫ق قَد ِْرهٖ َو ْال َ ْر‬ َّ ‫َو َما قَد َُروا هللاَ َح‬
َ ‫س ْب ٰحنَه َوت َ ٰع ٰلى‬
.‫ع َّما يُش ِْرك ُْو َن‬ ُ ٖٖ‫س ٰم ٰوتُ َم ْط ِويٰتٌ ِبيَ ِم ْينِه‬
َّ ‫َوال‬
Artinya:
"Dan mereka tidak meng-Agung-kan Allah dengan peng-Agung-an yang
semestinya padahal bumi seluruhnya dalam genggaman-Nya pada Hari
Kiamat dan langit digulung dengan tangan kanan-Nya. Mahasuci Dia dan
Mahatinggi Dia dari apa yang mereka persekutukan."21

Dan dalam kitab Shahih Al-Bukhari disebutkan:

21
Abu Ja’afar bin Jarir Al-Thabari, Jami’ Al Bayan an Ta’wil Ayi Al Quran.
Diterjemahkan oleh Amir Hamzah, Terjemah Tafsir Al-Thabari, (Jakarta: Pustaka Azzam, 2009),
h. 1088-1089.
56

َ ‫صبَ ُر ع َٰلى أَذًى‬


‫س ِمعَهُ ِم َن هللاِ إِنَّ ُه ْم يَ ْجعَلُ ْو َن لَهُ َولَدًا َو ُه َو‬ ْ َ ‫ََّل ا َ َح َد أ‬
.‫يَ ْر ُزقُ ُه ْم َويُ َعافِ ْي ِه ْم‬
"Tidak ada yang lebih sabar atas suatu hal yang menyakitkan yang
didengar yang melebihi kesabaran Allah. Di mana mereka menjadikan
bagi-Nya seorang anak, padahal Dia yang memberi rizki dan kesehatan
kepada mereka."22

Imam Al-Bukhari meriwayatkan dari Abu Hurairah, dari Nabi saw. beliau

bersabda:

ُ‫ش َمتَنِ ْي َولَ ْم يَك ُْن لَه‬ َ ‫ َو‬، َ‫ َكذَّبَنِ ْي ا ْب ُن آد َََ َم َولَ ْم يَك ُْن لَهُ ٰذ ِلك‬: ُ‫قَا َل هللا‬
َ ‫اي فَقَ ْولُهُ لَ ْن ت ُ ِع ْي َد ِن ْي َك َما َب َدأ َ ِن ْي َولَ ْي‬ ٰ
‫س ا َ َّو ُل‬ َ َّ‫ فَأ َ َّما ت َ ْك ِذ ْيبُهُ اِي‬، َ‫ذ ِلك‬
ُ‫اي فَقَ ْولُهُ اِت َّ َخذَ هللا‬ َ َّ‫شتْ ُمهُ اِي‬َ ‫ َوأ َ َما‬،‫علَ َّي ِم ْن إِعَا َدتِ ِه‬ َ ‫ق بِأ َ ْه َو َن‬ ِ ‫ا ْل َخ ْل‬
.ٌ‫ص َم ُد لَ ْم أ َ ِل ْد َولَ ْم أ ُ ْولَ ْد َولَ ْم يَ ُك ْن ِل ْي ُكفُ ًوا ا َ َحد‬
َّ ‫َولَدًا َوأَنَا ْال َ َح ُد ال‬
"Allah Azza Wajalla telah berfirman, 'Anak Adam telah mendustakan-Ku,
sedang dia tidak berhak melakukan hal tersebut, dia juga mencela-Ku
padahal dia tidak berhak untuk itu. Kedustaan yang dia lakukan terhadap-
Ku itu adalah ucapannya, 'Dia tidak akan pernah dapat mengembalikan
diriku sebagaimana Dia telah memulai diriku. Dan tidaklah pengawalan itu
tidak lebih mudah dari pengulangannya. Dan caciannya kepada-Ku adalah
ucapannya bahwa Allah telah mengambil anak, padahal Aku Mahatunggal
yang bergantung segala urusan, Aku tidak beranak dan tidak pula
diperanakkan, dan tidak ada seorang pun yang setara dengan-Ku."23

C. Penyajian Data

Materi pendidikan akidah Islam yang mengandung pada surah Al-Ikhlas

berdasarkan teori yang ada, sebagai berikut:

1. Iman kepada Allah

22
Abdullah bin Muhammad bin Abdurrahman bin Ishaq Al-Sheikh, loc.cit.
23
Ibid.
57

Keesaan Allah swt. yang terdapat pada ayat yang pertama pada kalimat

‫ احد‬menurut tafsir Jalalain, pada ayat kedua dan ketiga menurut tafsir

Tanwirul Miqbas min Tafsir ibni Abbas bahwa keesaan Allah swt. bukan

hanya pada sebatas keberadaan-Nya saja tetapi pada keesaan-Nya sebagai

tempat makhluk menggantungkan segala sesuatu, dan tidak ada sekutu dan

anak bagi-Nya, dan pada ayat keempat keesaan Allah swt. tidak ada satu pun

makhluk yang setara dengan Dia.

ِ ‫ج ِإلَ ْي ِه ا ْل َخ ََل ِئ‬


‫ق‬ ٌ ‫احتَا‬ ُ ‫ِي قَ ْد اِ ْنت َ ٰهى‬
ْ ‫س ْؤ َد ُد ُه ْو‬ ْ ‫س ِيِّ ُد الَّذ‬
َّ ‫ال‬

Artinya:
"Yaitu pemimpin yang sungguh sempurna kemulian-Nya dan berhajat segala
makhluk kepada-Nya."

ُ‫﴿قُ ْل﴾ يَا ُم َح َّم ُد ِلقُ َر ْيش ُه َو هللاُ ا َ َح ٌد ََّل ش َِر ْيكَ لَهُ َو ََّل َولَ ٌد لَه‬
Artinya:
" Katakanlah: Wahai Muhammad kepada orang-orang Quraisy Dia Allah
yaitu satu tidak ada sekutu bagi-Nya dan juga tidak ada anak bagi-Nya."

ُ‫ع ْد ٌل َو ََّل أ َ َح ٌد يُشَا ِكلُه‬ َ ُ‫س لَه‬


ِ ‫صد َو ََّل نَد َو ََّل‬
َ ‫ش ْبهٌ َو ََّل‬ َ ‫لَ ْي‬
Artinya:
"Yaitu tidak ada bagi-Nya penghalang, bandingan, persamaan,
perumpamaan, dan tidak ada seorangpun yang menyerupai-Nya."

Menurut tafsir Ibnu Katsir keesaan Allah swt. Mujahid mengatakan:

"Yakni, Dia tidak mempunyai pendamping." Dan Fi Zhilaalil-Qur’aan bahwa

Ahad (Maha Esa) merupakan penegasan dan penjabaran akan keesaan Allah

swt. untuk menolak adanya Tuhan selain Dia.

2. Iman kepada malaikat-malaikat-Nya


58

Semua malaikat adalah pesuruh-Nya yang selalu taat kepada-Nya

mereka bukan anak ataupun sekutu bagi Allah swt. sebagaimana dinyatakan

pada ayat ketiga dan penjelasan menurut tafsir yang digunakan. Menurut tafsir

Jalalain karena mustahil hal ini terjadi bagi-Nya beranak ataupun diperanakan,

menurut tafsir Tanwirul Miqbas min Tafsir ibni Abbas bahwa Allah swt. tidak

mewaris dan diwariskan akan kerjaan-Nya di alam semesta ini

ُ ‫س لَهُ َولَ ٌد فَ َي ِر‬


‫ث ُم ْل َكهُ َو َل ْم‬ َ ‫َيقُ ْو ُل لَ ْم َي ِر ْث َولَ ْم يُ ْو َر ْث َويُقَا ُل لَ ْم َي ِل ْد لَ ْي‬
. َ‫ع ْنهُ ا ْل ُم ْلك‬
َ ‫ث‬َ ‫س لَهُ َوا ِل ٌد فَ ُو ِر‬
َ ‫يُ ْولَ ْد َولَ ْي‬

Artinya:
"Berkata Ibnu ‘Abbas: "Tidaklah mewaris dan diwariskan." Dan dikatakan:
Lam yalid "Dia tidak beranak" yaitu tidak ada bagi-Nya anak (jika ada), maka
dia mewariskan akan kerajaan-Nya, dan wa lam yuulad "dan tiada pula
diperanakkan" yaitu tidak mempunyai orang tua (jika ada), maka Dia
mendapat warisan akan kerajaan dari orang tuanya."

Dan menurut tafsir Fi Zhilaalil-Qur’aan Kelahiran adalah suatu

kemunculan dan pengembangan, wujud tambahan setelah kekurangan atau

tiada. Hal yang demikian ini mustahil bagi Allah. Kelahiran itu juga

sebelumnya memerlukan perkawinan dengan yang sejenis dengannya. Hal ini

juga mustahil bagi Allah.

3. Iman kepada kitab-kitab-Nya

Wahyu Allah swt. pada setiap kitab-kitab-Nya, manusia sangat

bergantung kepada Allah swt. sebagaimana dinyatakan pada ayat kedua,

sehingga Allah swt. menurunkan wahyu-Nya sebagai pedoman dan petunjuk

bagi manusia untuk menjalani kehidupan di dunia. Menurut tafsir Jalalain ash-

shomadu adalah khabar dari Allah yang menunjukkan bahwa Dia adalah
59

Tuhan yang bergantung kepada-Nya segala sesuatu untuk selama-lamanya.

Ilmu pengetahuan adalah kebutuhan setiap manusia untuk menjalani

kehidupan menurut tafsir Ibnu Katsir "Ikrimah mengatakan dari Ibnu ‘Abbas:

"Yakni Rabb yang bergantung kepada-Nya semua makhluk dalam memenuhi

segala kebutuhan dan permintaan mereka." Salah satunya ialah sumber ilmu

pengetahuan yang Allah swt. turunkan yaitu kitab-kitab-Nya.

4. Iman kepada rasul-rasul-Nya

Semua rasul bukanlah anak ataupun sekutu bagi Allah swt.

sebagaimana dinyatakan pada ayat ketiga dan penjelasan menurut tafsir yang

digunakan., wahyu yang telah diturunkan Allah swt. tersebut diterima oleh

para rasul-Nya agar dapat menyampaikannya kepada umat manusia.

Menurut tafsir Ibnu Katsir Ikrimah mengatakan: "Ketika orang-orang

Yahudi mengatakan: 'Kami menyembah ‘Uzair putera Allah,' dan orang-orang

Nasrani mengatakan: 'Kami menyembah al-Masih putera Allah, maka Allah

menurunkan kepada Rasul-Nya saw. ayat (Qul huwallahu ahadun)

'Katakanlah: 'Dia-lah Allah Yang Mahaesa.

Menurut tafsir Jalalain karena mustahil hal ini terjadi bagi-Nya beranak

ataupun diperanakan, menurut tafsir Tanwirul Miqbas min Tafsir ibni Abbas

bahwa Allah swt. tidak mewaris dan diwariskan akan kerjaan-Nya di alam

semesta ini
60

ُ ‫س لَهُ َولَ ٌد فَيَ ِر‬


‫ث ُم ْل َكهُ َولَ ْم‬ َ ‫يَقُ ْو ُل لَ ْم يَ ِر ْث َولَ ْم يُ ْو َر ْث َويُقَا ُل لَ ْم يَ ِل ْد لَ ْي‬
. َ‫ع ْنهُ ا ْل ُم ْلك‬
َ ‫ث‬َ ‫س لَهُ َوا ِل ٌد فَ ُو ِر‬
َ ‫يُ ْولَ ْد َولَ ْي‬
Artinya:
"Berkata Ibnu ‘Abbas: "Tidaklah mewaris dan diwariskan." Dan dikatakan:
Lam yalid "Dia tidak beranak" yaitu tidak ada bagi-Nya anak (jika ada), maka
dia mewariskan akan kerajaan-Nya, dan wa lam yuulad "dan tiada pula
diperanakkan" yaitu tidak mempunyai orang tua (jika ada), maka Dia
mendapat warisan akan kerajaan dari orang tuanya."

Dan menurut tafsir Fi Zhilaalil-Qur’aan Kelahiran adalah suatu

kemunculan dan pengembangan, wujud tambahan setelah kekurangan atau

tiada. Hal yang demikian ini mustahil bagi Allah. Kelahiran itu juga

sebelumnya memerlukan perkawinan dengan yang sejenis dengannya. Hal ini

juga mustahil bagi Allah.

5. Iman kepada hari kiamat

Menurut tafsir Tanwirul Miqbas min Tafsir ibni Abbas dikatakan al-

shomadu Dia-lah yang abadi, menurut tafsir Fi Zhilaalil-Qur’aan hakikat Allah

itu tetap, abadi, dan azali. Setiap yang bernyawa pasti akan mati begitu pula

setiap yang diciptakan Allah swt. di alam dunia ini pasti akan musnah karena

hanya Allah-lah yang abadi, dan menurut tafsir Al-Thabari pada firman Allah

swt. QS. Az-Zumar/39 ayat: 67:

‫ضتُه يَ ْو َم ا ْل ِقيَا َم ِة‬ َ ‫ض َج ِم ْيعًا قَ ْب‬ ُ ‫ق قَد ِْرهٖ َو ْال َ ْر‬ َّ ‫َو َما قَد َُروا هللاَ َح‬
َ ‫س ْب ٰحنَه َوت َ ٰع ٰلى‬
.‫ع َّما يُش ِْرك ُْو َن‬ ُ ٖٖ‫س ٰم ٰوتُ َم ْط ِويٰتٌ ِبيَ ِم ْينِه‬
َّ ‫َوال‬
Artinya:
"Dan mereka tidak meng-Agung-kan Allah dengan peng-Agung-an yang
semestinya padahal bumi seluruhnya dalam genggaman-Nya pada Hari
Kiamat dan langit digulung dengan tangan kanan-Nya. Mahasuci Dia dan
Mahatinggi Dia dari apa yang mereka persekutukan.
61

Semuanya akan dibinasakan Allah swt. hanya tinggal Dia satu-satunya

yang ada dan itu semua pembuktian akan keesaan-Nya sebagaimana

dinyatakan pada ayat pertama Allah swt. Tuhan Yang Maha Esa.

6. Iman kepada qadha dan qadar

Setiap makhluk memiliki ketentuan-ketentuan yang sudah ditetapkan

oleh Allah swt., menurut tafsir Ibnu Katsir kalimat itu (‫ )احد‬tidak bisa

dipergunakan pada seorang pun dalam memberikan penetapan kecuali hanya

kepada Allah Azza Wajalla, tetapi bukan berarti tidak melakukan usaha

apapun di dunia ini. Menurut tafsir Fi Zhilaalil-Qur’aan Dia-lah yang

memutuskan segala sesuatu dengan izin-Nya dan tidak ada seorang pun yang

dapat memutuskan bersama Dia, manusia harus berusaha semaksimal

mungkin dan menggantungkan segala usahanya kepada Allah swt.

sebagaimana dinyatakan pada ayat kedua, karena Dia-lah satu-satunya yang

dituju untuk memenuhi segala hajat makhluk dan apapun ketentuan yang

diberikan Allah swt. diterima dengan ikhlas.

C. Analisis

Analisis materi pendidikan akidah Islam pada surah Al-Ikhlas berdasar

enam materi rukun iman dalam akidah, ialah sebagai berikut:

1. Materi iman kepada Allah yang terdapat di dalam ayat pertama pada surah

Al-Ikhlas ialah surah Al-Ikhlas ayat pertama kalimat ahadun yang artinya

"Esa", menyatakan bahwa Allah swt. adalah Tuhan Yang Maha Esa, pada

kajian akidah bidang ilmu Tauhid pun dijelaskan bahwa Allah swt. bersifat
62

wahdaaniyat yang artinya "Esa", pada penafsiran Imam Jalaluddin Al-

Mahalli dan Imam Jalaluddin Al-Sayuti lafaz ahadun adalah badal dari

lafaz Allah yang berarti bahwa Tuhan Yang Maha Esa itu adalah Allah

swt.. Keesaan-Nya juga menunjukkan bahwa setiap makhluk harus

menggantungkan segala sesuatu kepada-Nya karena setiap manusia pasti

memiliki hajat dunia dan hajat akhirat sebagaimana penafsiran Majdid Diin

bin Ya’kub Al-Fairuz Badii Sohih Al-Qomus Al-Muhith surah Al-Ikhlas

ayat kedua berhajat segala makhluk kepada-Nya. Keesaan-Nya tersebut

menunjukkan bahwa Dia tidak mempunyai sekutu dan anak sebagaimana

yang telah dijelaskan pada penafsiran Majdid Diin bin Ya’kub Al-Fairuz

Badii Sohih Al-Qomus Al-Muhith pada ayat pertama (Katakanlah: "Wahai

Muhmmad kepada orang-orang Quraisy Dia Allah yaitu satu tidak ada

sekutu bagi-Nya dan juga tidak ada anak bagi-Nya), surah Al-Ikhlas ayat

kedua yang berarti Dia tidak bergantung dengan sesuatu apapun juga hanya

makhluklah yang harus selalu bergantung kepada-Nya, dan surah Al-Ikhlas

ayat ketiga yang berarti Dia tidak memiliki keturunan ataupun pewaris

akan ketuhanan-Nya karena Dia Esa. Surah Al-Ikhlas ayat keempat pada

kalimat wa lam yakun lahu kufuwan ahadun yang artinya "Dan tidak ada

seorangpun yang setara dengan Dia", pada kajian akidah bidang ilmu

Tauhid pun dijelaskan bahwa Allah swt. bersifat mukhalafatuhu lil

hawadis yang artinya "berbeda dengan segala ciptaan-Nya", yang berarti

tidak ada seseorang yang dapat setara dengan Allah swt. karena Dia

berbeda dengan segala yang telah diciptakan-Nya tidak ada mampu


63

menyamai bahkan menandingi-Nya. Dan karena itulah menunjukkan Dia

adalah Tuhan Yang Maha Esa. Keesaan Allah swt. pada surah Al-Ikhlas

juga terlihat dari hampir setiap kalimat pada surah tersebut kebanyakan

kalimat adalah mufrad yaitu kalimat yang bermakna satu (Esa).

No. Kalimat Keterangan


1 ‫هو‬ Mufrad mudzakkar gaib; Dhamir bariz munfasil
2 ‫هللا‬ Isim mufrad
3 ‫أحد‬ Isim mufrad
4 ‫الصمد‬ Isim mufrad
Mufrad mudzakkar gaib; Fi’il mudhari’ shohihul
5 ‫يلد‬ akhir
Mufrad mudzakkar gaib; Fi’il mudhari’majhul
6 ‫يولد‬ shohihul akhir
Mufrad mudzakkar gaib; Fi’il mudhari’ shohihul
7 ‫يكن‬ akhir
8 ‫ـه‬ Mufrad mudzakkar gaib; Dhamir bariz muttasil
9 ‫كفوا‬ Isim mufrad
2. Materi iman kepada malaikat-Nya yang terdapat di dalam ayat pada surah

Al-Ikhlas ialah sebagaimana yang telah dinyatakan surah Al-Ikhlas ayat

ketiga bahwa Allah swt. tidak beranak dan tidak pula diperanakkan, karena

adanya perkataan orang-orang kafir yang menyatakan bahwa para malaikat

adalah anak Allah swt. pada surah Al-Anbiyaa’ ayat ke 26-27, dan hal

yang demikian itu adalah tidak mungkin karena Allah swt. tidak beranak
64

seperti makhluk yang telah diciptakan-Nya, karena Allah swt. berbeda

dengan makhluk yang diciptakan-Nya. Malaikat adalah makhluk ciptaan

Allah swt., hamba-hamba-Nya yang mulia, selalu menyembah-Nya, serta

selalu taat akan perintah-Nya.

3. Materi iman kepada kitab-Nya yang terdapat di dalam ayat pada surah Al-

Ikhlas ialah sebagaimana yang telah dinyatakan surah Al-Ikhlas ayat kedua

(Allah adalah Tuhan yang bergantung kepada-Nya segala sesuatu),

manusia sangat bergantung kepada kepada petunjuk Allah swt. untuk

menjalani kehidupan di dunia dengan sebaik-baiknya dan mendapatkan

rahmat-Nya di akhirat kelak. Karena itulah Allah swt. menurunkan kitab-

kitab-Nya sebagai petunjuk bagi mereka yang bertaqwa pada surah Al-

Baqarah ayat ke 2. Terbukti pada masa-masa yang telah lalu banyak umat

yang telah mendapatkan murka Allah swt. karena tidak mengikuti petunjuk

yang telah diberikan-Nya seperti ditenggelamkannya kaum Nabi Nuh a.s.,

ditenggelamkannya Fir’aun beserta pengikutnya, dan yang berhasil selamat

dari murka Allah swt. tersebut mereka orang-orang bertaqwa karena

mengikuti petunjuk yang Allah swt. berikan melalui para utusan-Nya.

4. Materi iman kepada rasul-Nya yang terdapat di dalam ayat pada surah Al-

Ikhlas ialah sama halnya sebagaimana yang telah dinyatakan surah Al-

Ikhlas ayat ketiga bahwa Allah swt. tidak beranak dan tidak pula

diperanakkan. Surah At-Taubah ayat 30-31 menceritakan orang Yahudi

mengatakan bahwa Nabi ‘Uzair a.s. putera Allah dan orang Nasrani

mengatakan bahwa al-Masih (Nabi ‘Isa a.s.) putera Allah, dan hal yang
65

demikian itu adalah tidak mungkin karena Allah swt. tidak beranak seperti

makhluk yang telah diciptakan-Nya, karena Allah swt. berbeda dengan

makhluk yang diciptakan-Nya. Para rasul adalah utusan Allah swt. yang

menyampaikan wahyu-Nya sebagai petunjuk bagi umat manusia, mereka

memimpin dan membimbing umat manusia di jalan kebenaran. Semua

rasul menyeru untuk menyembah Allah swt. tidak ada Tuhan yang patut

disembah selain Dia.

5. Materi iman kepada hari kiamat yang terdapat di dalam ayat pada surah Al-

Ikhlas ialah hancurnya alam semesta beserta isinya tidak ada lagi makhluk

hidup satu pun dan yang ada hanya satu yaitu Allah swt. Yang Maha

Hidup. Makhluk itu fana’ (binasa) sedangkan Allah swt. baqa’ (kekal)

selama-lamanya. Karena itulah, kelak Allah swt. menunjukkan keesaan-

Nya dan keabadiaan-Nya kepada semua makhluk yang telah diciptakan-

Nya pada hari kiamat bahwa Dia-lah Tuhan Yang Maha Esa tidak ada

sekutu bagi-Nya sebagaimana yang telah dinyatakan surah Al-Ikhlas ayat

pertama.

6. Materi iman kepada qadha dan qadar yang terdapat di dalam ayat pada

surah Al-Ikhlas ialah setiap manusia memiliki ketentuan-ketentuan dalam

menjalani kehidupannya, tetapi semua itu adalah ujian bagi hidup yang

dijalani di dunia ini. Firman Allah swt. QS. Al-Mulk/67: 2:

‫ع َم ًَلٖ َو ُه َو‬ َ ‫ق ا ْل َم ْوتَ َوا ْل َح ٰيوةَ ِليَ ْبلُ َو ُك ْم أ َيُّ َك ْم أ َ ْح‬


َ ‫س ُن‬ َ َ‫ِي َخل‬ ْ ‫الَّذ‬
.‫ا ْلعَ ِز ْي ُز الغَفُ ْو ُر‬
Artinya:
66

"Yang menjadikan mati dan hidup, supaya Dia menguji kamu, siapa di
antara kamu yang lebih baik amalnya. dan Dia Maha Perkasa lagi Maha
Pengampun".

Segala usaha yang kita lakukan di dunia sudah ditentukan oleh Allah

swt., itu semua bukan berarti membuat kita harus menyerah akan kehidupan di

dunia ini karena apapun yang dilakukan ditentukan oleh Allah swt., tetapi kita

harus bersikap rela dan ikhlas akan semua ketentuan yang telah ditentukan

kepada kita apapun hasil. Itulah kehidupan, kehidupan yang dijalani di dunia

ini hanya sebentar dan sementara, usaha, do’a, dan segala amal yang telah

dilakukan semata-mata mengharap ridho Allah swt. dengan menggantungkan

segala ikhtiar tersebut kepada Allah swt. sebagaimana yang telah dinyatakan

surah Al-Ikhlas ayat kedua.

Orang yang selalu bergantung kepada Allah swt. pastilah akan selalu

merasakan ketenangan dan ketentraman di dalam hatinya karena dia selalu

ingat kepada Allah swt. terutama pada setiap ikhtiar yang dijalaninya

sebagaimana pada surah Ar’Ra’d ayat 28 dijelaskan orang yang selalu

mengingat Allah swt. hatinya menjadi tentram. Sebaik-baik amal yang

dikerjakan dengan bergantung kepada Allah swt., niat karena-Nya dan

mengharapkan ridho dari-Nya serta ikhlas menerima apapun ketentuan dari-

Nya.
67

BAB IV

PENUTUP

A. Simpulan

Berdasarkan pembahasan bab III dapat disimpulkan sebagai berikut:

Materi pendidikan akidah Islam yang mengandung pada surah Ikhlas adalah

materi rukun iman yang enam yaitu iman kepada Allah Tuhan Yang Maha Esa

tidak ada Tuhan selain Dia satu-satunya tempat bergantung tidak ada sekutu atau

pun anak bagi-Nya dan tidak ada satu pun makhluk yang setara dengan-Nya, iman

kepada malaikat-malaikat-Nya makhluk ciptaan-Nya yang selalu taat akan

perintah-Nya dan bukanlah sekutu atau pun anak bagi-Nya, iman kepada kitab-

kitab-Nya wahyu yang diturunkan-Nya sebagai pedoman dan petunjuk bagi umat

manusia yang selalu bergantung kepada-Nya, iman kepada rasul-rasul-Nya

makhluk ciptaan-Nya yang diutus-Nya untuk menyampaikan wahyu-Nya serta

memimpin dan membimbing umat manusia di jalan yang benar mereka bukanlah

sekutu atau pun anak bagi-Nya, iman kepada hari kiamat hari di mana tidak ada

lagi kehidupan kecuali Allah swt. satu-satunya Tuhan Yang Maha Esa, dan iman

kepada qadha dan qadar ketentuan-ketentuan yang ditetapkan-Nya kepada

makhluk ciptaan-Nya dan ketentuan-ketentuan akan segala ikhtiar yang

dilakukannya dengan menggantungkannya kepada Allah swt..

69
68

B. Saran

Penulis menyadari bahwa penelitian ini belum sempurna karena berbagai

macam keterbatasan. Keterbatasan waktu, literatur dan tentu saja kemampuan

penulis. Oleh karena itu, penulis berharap agar ada penelitian lanjutan yang

mengembangkan dan mengkaji lebih dalam penelitian ini atau mengkaji dalam

bidang kajian Islam yang lain. Penelitian ini hanya mengkaji materi pendidikan

akidah Islam pada surah Al-Ikhlas. Oleh karena itu, tentu saja surah ini bisa dikaji

lebih dalam lagi dan surah ini tidak hanya menyangkut materi pendidikan akidah

Islam saja. Penulis yakin bahwa kajian materi pendidikan akidah Islam pada surah

Al-Ikhlas ini masih dapat digali lebih rinci dan mendalam atau digali pada bidang

yang lainnya dalam kajian Islam sehingga lebih memahami kajian tersebut yang

bersumberkan firman Allah swt. yaitu Alquran.


69

DAFTAR PUSTAKA

bin Abdul Lathif Al-Zabidi, Al-Imam Zainuddin Ahmad. Al-Tajrid Al-Shahih li


Ahadist Al-Jami’ Al-Shahih. Diterjemahkan oleh Hari, Cecep Syamsul,
dan Anis, Tholib. Ringkasan Shahih Al-Bukhari. Bandung: Mizan, 2008.

Ali, Mohammad Daud. Pendidikan Agama Islam. Jakarta: Rajawali Pers, ed. 1,
cet. 12, 2013.

Ali, Zainuddin. Pendidikan Agama Islam. Jakarta: Bumi Askara, cet. 1, 2007.

Aziz, Hamka Abdul. Pendidikan Karakter Berpusat Pada Hati Akhlak Mulia
Pondasi Membangun Karakter Bangsa. Jakarta: Al-Mawardi Prima, cet. 3,
2011.

Hadi, Sutrisno. Metodologi Research. Yogyakarta: Andi Offset, Jilid I, 2000.

bin Al Hajjaj Al Qusyairi An Naisaburi, Imam Muslim. Shahih Muslim.


Diterjemahkan oleh Fachruddin HS. Terjemah Hadits Shahih Muslim I.
Jakarta: Bulan Bintang, cet. 2, 1981.

Hasbullah. Dasar-Dasar Ilmu Pendidikan. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada,


cet. 10, 2012.

bin Ishaq Al-Sheikh, Abdullah bin Muhammad bin Abdurrahman. Lubaabut


Tafsiir Min Ibni Katsiir. Diterjemahkan oleh Ghoffar E.M, M. Abdul, dan
Al-Atsari, Abu Ihsan. Tafsir Ibnu Katsir Jilid 8. Bogor: Pustaka Imam Al-
Syafi’i, 2004.

bin Jarir Al-Thabari, Abu Ja’afar. Jami’ Al Bayan an Ta’wil Ayi Al Quran.
Diterjemahkan oleh Hamzah, Amir. Terjemah Tafsir At-Thabari, Jakarta:
Pustaka Azzam, 2009.

Kartono, Kartini. Pengantar Metodologi Riset Sosial. Bandung: Mandar Maju,


1990.

Al-Mahalli, Imam Jalaluddin, dan Al-Sayuthi, Imam Jalaluddin. Tafsir Jalalain.


Diterjemahkan oleh Abubakar, Bahrun. Terjemahan Tafsir Jalalain
Berikut Asbabun Nuzul. Bandung: Sinar Baru Algensido, jilid. 4, cet. 3,
2012.
70

Makboluh, Deden. Pendidikan Agama Islam Arah Baru Pengembangan Ilmu dan
Kepribadian di Perguruan Tinggi. Jakarta: PT. Rajagrafindo Persada, cet.
1, 2011.

Naparin, Husin. Fikrah: Refleksi Nilai-Nilai Islam Dalam Kehidupan 2. Jakarta:


El-Kahfi, cet. 1, 2003.

. Nalar Al-Qur’an: Refleksi Nilai-Nilai Teologis dan Antropologis.


Jakarta: El-Kahfi, cet. 1, 2004.

Nata, Abuddin. Manajemen Pendidikan Mengatasi Kelemahan Pendidikan Islam


Di Indonesia. Jakarta: Kencana Prenada Media Group, cet. 3, ed. 4, 2008.

Qutlh, Al-Syahid Sayyid. Tafsir Fi Zhilaalil-Qur’aan. Diterjemahkan oleh As’ad,


dkk, Tafsir Fi Zhilalil Qur’an, Jakarta: Gema Islami Press, jilid. 12, 2003.

Razak, Nazaruddin. Dienul Islam, Bandung: PT. Alma’arif, cet. 1, 1973.

bin Ya’qub Al-Fairuz Badii Sohib Al-Qomus Al-Muhith, Majdid Diin. Tanwirul
Miqbas min Tafsir ibni Abbas. Bierut-Lebabon: Darul Kutub ‘Ilmiyyah ed.
8, 2008,.

Yusuf, Ali Anwar. Studi Agama Islam Untuk Perguruan Tinggi. Bandung: CV.
Pustaka Setia, cet. 1, 2003.
71

L
A
M
P
I
R
A
N
72

INSTRUMEN PENGUMPULAN DATA

No Materi Akidah Surah Ceklist

1 Iman Kepada Allah √


2 Iman Kepada Malaikat-Malaikat-Nya √
3 Iman Kepada Kitab-Kitab-Nya √
Surah Al-Ikhlas
4 Iman Kepada Rasul-Rasul-Nya √
5 Iman Kepada Hari Kiamat √
6 Iman Kepada Qadha dan Qadar √

Anda mungkin juga menyukai