Disusun dan Diajukan sebagai Tugas Mata Kuliah Sejarah Peradilan Islam
Dosen Pengampu:
Disusun Oleh:
Kelompok 8
1. Angga Febrian Putra
2. Dhea Suci Ramadhani
3. Alfina JHJHHYIYIYYGGN
Syukur alhamdulillah senantiasa kami ucapkan kepada Allah SWT yang telah
melimpahkan rahmat dan karunia-Nya,sehingga kami bisa menyelesaikan makalah ini
guna untuk memenuhi tugas kelompok mata kuliah Sejarah Peradilan Islam yang berjudul
Peradilan Pada Masa Turki Usmani.
Kami menyadari bahwa selesainya makalah ini tidak lepas dari dukungan,
dorongan, dan bimbingan, serta doa dari berbagai pihak. Oleh karena itu, kami
mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada bapak Prof. Dr. H. Asasriwarni,
M.H selaku dosen mata kuliah Sejarah Peradilan Islam dan ibuk Hariri Ocviani, S.H, M.H
selaku asisten dosen yang telah memberikan waktu, tenaga, pikiran, dan dukungan dalam
bentuk pengarahan dan bimbingan sehingga makalah ini dapat diselesaikan dengan baik.
Tidak ada yang sempurna di dunia ini, begitu juga dengan Makalah ini jauh dari
kata sempurna, maka dengan itu kami dengan tangan terbuka menerima kritik dan saran
demi kesempurnaan makalah ini.
Kami berharap semoga makalah tentang Peradilan Pada Masa Turki Usmani bisa
memberikan manfaat bagi pembaca dan semoga kita semua mendapatkan Ridha dari Allah
SWT.
Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR..........................................................................................................i
DAFTAR ISI........................................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN...................................................................................................iii
A. Latar Belakang.....................................................................................................iii
B. Rumusan Masalah................................................................................................iii
C. Tujuan Penulisan..................................................................................................iii
BAB II PEMBAHASAN.....................................................................................................1
A. Kesimpulan..............................................................................................................6
B. Saran........................................................................................................................7
DAFTAR PUSTAKA..........................................................................................................8
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
1
Oyo Sunaryo Mukhlas, Perkembangan Peradilan Islam (Bogor: Galia Indonesia, 2011), bk. 93.
2
Ibid., bk. 94.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana Peradilan Dan Perkembangannya Sebelum Lahirnya Tanzimat Dan
UU?
2. Bagaimana Peradilan Dan Perkembangan Sesudah Lahirnya Tanzimat Dan UU?
3. Bagaimana Peradilan Dan Kemunculan Gagasan Negara Kebangsaan?
C. Tujuan Penulisan
1. Untuk Mengetahui Peradilan Dan Perkembangannya Sebelum Lahirnya Tanzimat
Dan UU.
2. Untuk Mengetahui Peradilan Dan Perkembangannya Sesudah Lahirnya Tanzimat
Dan UU.
3. Untuk Mengetahui Peradilan Dan Kemunculan Gagasan Negara Kebangsaan.
BAB II
PEMBAHASAN
Melihat pelaksanaan dan posisi serta peradilan Islam di Kerajaan Turki Usmani
sebelum tanzimat, nampak berhubungan dengan sistem dan struktur pemerintahan.
Sultan atau khalifah adalah kepala negara yang sekaligus pula sebegai kepala agama.
Kedua sisi ini mengharuskan sultan untuk bertindak dalam kebijaksanaan negara dan
kebijaksanaan agama. Dalam kedua kebijaksanaan ini, kewenangan peradilan adalah
juga kewenangan khalifah. Tetapi kemampuan sultan dalam keahlian kenegaraan dan
keahlian keagamaan belum, tentu sepadan dengan kewenangan yang diembannya.
3
M.A Tihami, “Hukum Dan Peradilan Islam Pada Masa Turky Usmani” (2017),
https://jurnal.uinbanten.ac.id/index.php/alqalam/article/view/1701/1464.
4
Asasriwarni, Sejarah Peradilan Islam (Padang: IAIN Press, 2008).
5
Tihami, “Hukum Peradilan Islam Pada Masa Turkiy Utsmani,” Hukum dan peradilan islam pada masa turki
utsmani (2017), https://jurnal.uinbanten.ac.id/index.php/alqalam/article/view/1701.
Untuk itu sultan mengangkat pejabat-pejabat resmi negara yang mempunyai keahlian
dalam bidang kenegaraan dan keagamaan. Secara rinci pejabat dan kelembagaan-
kelembagaan yang ditetapkan oleh sultan dapat diperlihatkan sebagai berikut:6
1. Kelembagaan dalam bidang hukum dan peradilan
Kekuasaan sultan dalam bidang hukum dan peradilan, di samping yang berkaitan
dengan urusan sipil, juga hal- hal yang berkaitan dengan urusan-urusan politik
(siyasi), militer ('askari), dan tata usaha negara (idari). Oleh karena itu
kewenangannya dipilah pada dua bagian, yaitu hukum syari'ah dan hukum-hukum
non syari'ah. Kedua kewenangan ini masing-masing diserahkan kepada lembaga
dan pejabat yang berbeda. Kedua kelembagaan ini ialah:
1). al-Qadli
Kelembagaan ini diserahi kewenangan dalam pelaksanaan hukum hukum syari'ah.
Secara hierarkis, di samping qadli yang ada di pusat ibu kota, juga tersebar qadli-
qadli di daerah-daerah. Sedangkan dalam porsi kewenangannya yang lebih khusus
terbagi pula pada qadli-qadli tertentu, baik di tingkat pusat maupun di tingkat
daerah. Seluruh kekuasaan qadli itu dikepalai oleh Qadli al Qadlat yang
berkedudukan di tingkat pusat (ibu kota kerajaan). Qadli- qadli dan kekuasaan
kehakiman tertentu yang dibawahi atau dikepalai oleh Qadli al-Qudlat itu ialah:
(1). qadli (biasa), yaitu qadli atau qadli-qadli yang berwenang menangani perkara-
perkara sipil (bukan militer).
(2). qadli al-Jund atau qadli al-Askari, yaitu qadli yang berwenang dan
mempunyai tugas menyelesaikan perkara- perkara di lapangan militer.
(3) nadhir al-Madhalim, yaitu perkara di lapangan militer. pejabat kehakiman yang
menyelesaikan perkara- perkara yang menyangkut penyelewengan-
penyelewengan pejabat pemerintah (peradilan tata usaha negara). Tugasnya antara
lain menyelesaikan soal-soal perlakuan tidak adil atau penganiayaan yang
dilakukan oleh pejabat pemerintah terhadap rakyat, umpamanya pajak terlalu
tinggi, penyitaan harta dengan tidak sah, dan sebagainya.
Untuk di daerah-daerah, kekuasaan peradilan itu dibagi pada tiga komposisi,
yaitu:
(1). Inspektur (al-Mufattisy)
(2). Hakim (al-Qadli)
(3). Wakil Hakim (Nuwab al- Qadli).
6
Ibid.
Adapun hukum materil yang digunakan oleh peradilan-peradilan dan atau
lembaga kehakiman tersebut ialah hukum-hukum fiqh dari madzhab Imam Abu
Hanifah sebagai madzhab resmi yang berlaku di Kerajaan Turki Usmani.
Peradilan peradilan dengan perbedaan-perbedaan kewenangan tersebut berlaku
dan terdapat pula untuk tingkat daerah dalam kekuasaan yurisdiksi Turki Usmani
Syurthah.
2) Syurtah
Kelembagaan ini diserahi kewenangan dalam pelaksanaan hukum- hukum
non-syari'ah, misalnya ganun, bidang keagamaan dan ketertiban, khususnya
yang me- nyangkut tugas-tugas kepolisian. Lembaga ini dikepalai oleh Shahib
al-Syurthah. Kadang-kadang disebut juga dengan Shahib al- Mu'unah, atau
malah kadang-kadang disebut dengan Wali. Secara konkrit tugasnya ialah
mencegah timbulnya kejahatan-kejahatan kriminal, memberikan pelanggaran-
pelanggaran hukum, dan menghukum orang yang bersalah. Hukum materil
yang dipakainya dalam hal ini ialah hukum adat setempat.
Kondisi tersebut di atas memperli- hatkan bahwa kekuasaan Sultan, meski- pun
tugas-tugasnya dibagi-bagikan, adalah absolut. Keabsolutan kekuasaan Sultan
tersebut baru kemudian dipan- dang sebagai salah satu faktor yang me- nyebabkan
Kerajaan Turki Usmani mundur, terkalahkan oleh Eropa, baik militer, ekonomi
maupun peradaban. Inilah yang kemudian mendorong lahirnya7
8
Harun Nasution, Pembaharuan dalam Islam: Sejarah Pemikiran, dan Gerakan (Jakarta: Bulan Bintang,1975),
hal. 97.
penduduk Usmani muslim. Pada tahun 1858 dikeluarkan pula UU hukum pidana yang
mengambil peraturan pidana Prancis dan Italia. Kemudian dibentuk pula hukum peradilan
dagang dan hukum laut pada tahun 1861 dan 1863.
Pada masa itu pemerintahan Usmaniyah sangat toleran terhadap orang-orang non-
Islam dan melampaui batas-batas yang telah ditetapkan oleh para fuqaha, yaitu dengan
memberikan keistimewaan kepada orang non Islam dan mengharuskan orang-orang bukan
Islam untuk tunduk di bawah peradilan Islam dalam masalah kemasyarakatan. Hal ini
mengakibatkan berkembangnya peradilan yang dipimpin oleh orang non Islam. Sehingga
pada akhir periode Usmani, persoalan peradilan semakin banyak dan sumber hukum yang
dipegang tidak hanya terbatas pada syariat Islam, tetapi memiliki sumber hukum yang
berbeda-beda yaitu:
Peradilan dimasa inj sudah komplit dari bermacam bentuk. Terlihat dengan adanya
peradilan perdata,pidana, peradilan khusus muslim, peradilan khusus non muslim dan lain
sebagainya.10 Al-Quran dan Al-Sunnah, peraturan-peraturan yang diadopsi dari Eropa
dijadikan rujukan dalam proses pelaksanaan peradilan. Pembaharuab yang diadakan di
Zaman Turki Usmani tidak seluruhnya mendapat penghargaan dari pemuka masyaralat Islam,
melainkan ada yang mendapat kritikan tajam dari para cendikiawan Islam Kerajaan Turki
Usmani, yakni muncul dari tokoh nasionalis Turki, mustafa Kemal al-Taturk (Bapak Turki).
Ia merupakan orang yang mencoba memberikan solusi dengan jalan mengkonfirmasikan
Syariat Islam sebagau landasan utama Syariat dj dserah Turki dengan hukun barat yabg telag
banyak dianut negara lain.
9
Asasriwarni, Sejarah Peradilan Islam, (Padang: IAIN IB PRESS,2008), hal.77-78.
10
Ibid. Hal 78.
Ide baru mulai berkembang lagi yang menyatakan bahwa pemerintah harus
dipisahkan dari agama. Intitusi negara seperti sosial, ekonomk, hukum, politik dan
pendidikan harus dibebaskan dari syariat. Selanjutnya Mustafa Kemal al-Taturk
memproklamirkan Republin Turki sekuler pada tahun 1924 dan kemudian menghilangkab
institusi keagamaan yang ada dalam pemerintahan. Tahun bersamaan Syaikh Al-Islam dan
Kementrian Syariah dihapus, hukun syariat dan hukum adat dihapus yang diganti dengan
hukum barat. Hukum yang mengatur persoalan perkawinan diganti dengan hukum Swiss,
sehingga perkawinan tidak lagi dilakukan berdasarkan syariat Islam melainkan berdasarkan
hukum sipil.11
11
Ibid. Hal. 79.