Anda di halaman 1dari 12

MAKALAH

PERADILAN PADA MASA TURKI USMANI

Disusun dan Diajukan sebagai Tugas Mata Kuliah Sejarah Peradilan Islam

Dosen Pengampu:

Prof. Dr. H. Asasriwarni, M.H


Hariri Ocviani Arma, S.H, M.H

Disusun Oleh:
Kelompok 8
1. Angga Febrian Putra
2. Dhea Suci Ramadhani
3. Alfina JHJHHYIYIYYGGN

PRODI HUKUM KELUARGA-D


FAKULTAS SYARIAH
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
IMAM BONJOL PADANG
2023/2024
KATA PENGANTAR

Syukur alhamdulillah senantiasa kami ucapkan kepada Allah SWT yang telah
melimpahkan rahmat dan karunia-Nya,sehingga kami bisa menyelesaikan makalah ini
guna untuk memenuhi tugas kelompok mata kuliah Sejarah Peradilan Islam yang berjudul
Peradilan Pada Masa Turki Usmani.

Kami menyadari bahwa selesainya makalah ini tidak lepas dari dukungan,
dorongan, dan bimbingan, serta doa dari berbagai pihak. Oleh karena itu, kami
mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada bapak Prof. Dr. H. Asasriwarni,
M.H selaku dosen mata kuliah Sejarah Peradilan Islam dan ibuk Hariri Ocviani, S.H, M.H
selaku asisten dosen yang telah memberikan waktu, tenaga, pikiran, dan dukungan dalam
bentuk pengarahan dan bimbingan sehingga makalah ini dapat diselesaikan dengan baik.

Tidak ada yang sempurna di dunia ini, begitu juga dengan Makalah ini jauh dari
kata sempurna, maka dengan itu kami dengan tangan terbuka menerima kritik dan saran
demi kesempurnaan makalah ini.

Kami berharap semoga makalah tentang Peradilan Pada Masa Turki Usmani bisa
memberikan manfaat bagi pembaca dan semoga kita semua mendapatkan Ridha dari Allah
SWT.

Padang, 18 maret 2023

Penulis
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR..........................................................................................................i

DAFTAR ISI........................................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN...................................................................................................iii

A. Latar Belakang.....................................................................................................iii
B. Rumusan Masalah................................................................................................iii
C. Tujuan Penulisan..................................................................................................iii

BAB II PEMBAHASAN.....................................................................................................1

A. Peradilan Islam dan Perkembangan Sebelum Lahirnya Tanzimat dan UU.........1


B. Peradilan Islam dan Perkembangan Setelah Lahirnya Tanzimat dan UU...........1
C. Peradilan dan Kemunculan gagasan Negara Kebangsaan...................................2

BAB III PENUTUP.............................................................................................................6

A. Kesimpulan..............................................................................................................6
B. Saran........................................................................................................................7

DAFTAR PUSTAKA..........................................................................................................8
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Abad pertengahan di Eropa sering disebut zaman kemunduran jika


dibandingkan dengan zaman klasik (Yunani-Romawi). Sebaliknya Negara-negara
Arab pada abad pertengahan mengalami kemajuan, namun akhirnya negeri itu sedikit
demi sedikit mengalami kemerosotan. dalam bidang kebudayaan dan kekuasaan.
Setelah perang maladki pada tahun 463 H / 1071 M, yang dimenengkan oleh orang-
orang saljuk dengan kemenangan yang paling gemilang atas Romawi, pengaruh
kemenangan ini terus meluas ke negeri Anatolia dan kemudian jatuh ketangan
mongolia. bersamaan lemahnya Mongolia, pemerintahan saljuk Romawi terpecah
menjadi beberapa pemerintahan dengan kondisi yang lemah dan saling bertikai.
Pemerintahan Usmaniyah lalu menguasainya pada waktu yang berbeda, kemudian
menyatukan wilayah ini dibawah benderanya. Di sisi lain, kabangkitan Pemerintah
Utsmani berawal dari hancurnya kerajaan Bani Abbasiyah yang ditandai dengan
kematiannya khalifah Abbasiyah setelah ada serbuan dari raja Khulagu Khan yang
dimulai dengan pembantaian dan perampokkan di Baghdad 1258 Masehi.1

Pembantaian tersebut berlangsung selama 6 minggu yang menurut Ibnu


Khaldunmenewaskan kurang lebih 1.600.000 penduduk sipil yang tidak
berdaya. Dengan hancurnya kerajaan Bani Abbasiyah, kerajaan Islam padawaktu itu
juga ikut hancur. Karena kerajaan Bani Abbasiyah merupakan salah satu kerajaan
Islam besar yang menjadi tumpuan di dunia. Setelah peristiwa tersebut, muncul
Kesultanan Usmaniyah yang dapat menunnjukkan kembali  kegagah-perkasaan dunia
Islam. Kesultanan Usmaniyah berhasil dengangemilang menyambungkan kembali
usaha dan kemegahan masa pemerintahan islam sebelumnya
Kerajaan ini mempertahankan kemegahannya sampai abad ke-20 , baik secara Ofensif
di masa jayanya maupun secara defensif di masa menurun.2

1
Oyo Sunaryo Mukhlas, Perkembangan Peradilan Islam (Bogor: Galia Indonesia, 2011), bk. 93.
2
Ibid., bk. 94.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana Peradilan Dan Perkembangannya Sebelum Lahirnya Tanzimat Dan
UU?
2. Bagaimana Peradilan Dan Perkembangan Sesudah Lahirnya Tanzimat Dan UU?
3. Bagaimana Peradilan Dan Kemunculan Gagasan Negara Kebangsaan?

C. Tujuan Penulisan
1. Untuk Mengetahui Peradilan Dan Perkembangannya Sebelum Lahirnya Tanzimat
Dan UU.
2. Untuk Mengetahui Peradilan Dan Perkembangannya Sesudah Lahirnya Tanzimat
Dan UU.
3. Untuk Mengetahui Peradilan Dan Kemunculan Gagasan Negara Kebangsaan.
BAB II

PEMBAHASAN

A. Peradilan Dan Perkembangan Sebelum Lahirnya Tanzimat UU


Hukum yang dipakai dalam mengatur masyarakat di zaman kerajaan- kerajaan Islam
di masa lampau, termasuk Kerajaan Turki Usmani, bukan hanya hukum fiqh, tetapi
juga hukum yang diputuskan oleh khalifah atau sultan. Hukum ini kemudian diberi
nama iradah saniyah.3 Syariat islam dijadikan sumber penetapan hukum di turki
usmani. Al-Quran dan sunnah dijadikan rujukan dalam mengatur berbagai persoalan
hukum dan keadilan.4 Ada pula hukum yang dibuat oleh rapat-rapat menteri dengan
persetujuan khalifah atau sultan, dan ini disebut qanun. Iradah saniyah ialah hukum
dalam bentuk putusan khalifah atau sultan terhadap perkara-perkara mengenai
persengketaan atau pertikaian yang biasa timbul di masyarakat setiap hari. Sedangkan
qanun ialah hukum yang dihasilkan dari keputusan- keputusan rapat menteri yang
kemudian mendapat persetujuan khalifah atau sultan, mengenai soal-soal administrasi
negara dan soal-soal politik seperti tentang pemberontakan, pemalsuan uang,
pelanggaran hukum, dan sebagainya Hukum yang disebut qanun itu berkembang
dengan baik di Kerajaan Turki Usmani. Puncak perkembangannya terjadi pada masa
pemerintahan Khalifah Sulaiman I (1520-1566 M.). Banyak qanun- qanun yang
dihasilkan pada masa ini, sehingga Khalifahnya sendiri mendapat gelar al- Qanuni;
Khalifah Sulaiman I disebut juga dengan Sulaiman al-Qanuni. Qanun-qanun yang
berkembang pada masa ini juga menandai kerajaan ini pada pencapaian puncak
kejayaannya.5

Melihat pelaksanaan dan posisi serta peradilan Islam di Kerajaan Turki Usmani
sebelum tanzimat, nampak berhubungan dengan sistem dan struktur pemerintahan.
Sultan atau khalifah adalah kepala negara yang sekaligus pula sebegai kepala agama.
Kedua sisi ini mengharuskan sultan untuk bertindak dalam kebijaksanaan negara dan
kebijaksanaan agama. Dalam kedua kebijaksanaan ini, kewenangan peradilan adalah
juga kewenangan khalifah. Tetapi kemampuan sultan dalam keahlian kenegaraan dan
keahlian keagamaan belum, tentu sepadan dengan kewenangan yang diembannya.
3
M.A Tihami, “Hukum Dan Peradilan Islam Pada Masa Turky Usmani” (2017),
https://jurnal.uinbanten.ac.id/index.php/alqalam/article/view/1701/1464.
4
Asasriwarni, Sejarah Peradilan Islam (Padang: IAIN Press, 2008).
5
Tihami, “Hukum Peradilan Islam Pada Masa Turkiy Utsmani,” Hukum dan peradilan islam pada masa turki
utsmani (2017), https://jurnal.uinbanten.ac.id/index.php/alqalam/article/view/1701.
Untuk itu sultan mengangkat pejabat-pejabat resmi negara yang mempunyai keahlian
dalam bidang kenegaraan dan keagamaan. Secara rinci pejabat dan kelembagaan-
kelembagaan yang ditetapkan oleh sultan dapat diperlihatkan sebagai berikut:6
1. Kelembagaan dalam bidang hukum dan peradilan
Kekuasaan sultan dalam bidang hukum dan peradilan, di samping yang berkaitan
dengan urusan sipil, juga hal- hal yang berkaitan dengan urusan-urusan politik
(siyasi), militer ('askari), dan tata usaha negara (idari). Oleh karena itu
kewenangannya dipilah pada dua bagian, yaitu hukum syari'ah dan hukum-hukum
non syari'ah. Kedua kewenangan ini masing-masing diserahkan kepada lembaga
dan pejabat yang berbeda. Kedua kelembagaan ini ialah:
1). al-Qadli
Kelembagaan ini diserahi kewenangan dalam pelaksanaan hukum hukum syari'ah.
Secara hierarkis, di samping qadli yang ada di pusat ibu kota, juga tersebar qadli-
qadli di daerah-daerah. Sedangkan dalam porsi kewenangannya yang lebih khusus
terbagi pula pada qadli-qadli tertentu, baik di tingkat pusat maupun di tingkat
daerah. Seluruh kekuasaan qadli itu dikepalai oleh Qadli al Qadlat yang
berkedudukan di tingkat pusat (ibu kota kerajaan). Qadli- qadli dan kekuasaan
kehakiman tertentu yang dibawahi atau dikepalai oleh Qadli al-Qudlat itu ialah:
(1). qadli (biasa), yaitu qadli atau qadli-qadli yang berwenang menangani perkara-
perkara sipil (bukan militer).
(2). qadli al-Jund atau qadli al-Askari, yaitu qadli yang berwenang dan
mempunyai tugas menyelesaikan perkara- perkara di lapangan militer.
(3) nadhir al-Madhalim, yaitu perkara di lapangan militer. pejabat kehakiman yang
menyelesaikan perkara- perkara yang menyangkut penyelewengan-
penyelewengan pejabat pemerintah (peradilan tata usaha negara). Tugasnya antara
lain menyelesaikan soal-soal perlakuan tidak adil atau penganiayaan yang
dilakukan oleh pejabat pemerintah terhadap rakyat, umpamanya pajak terlalu
tinggi, penyitaan harta dengan tidak sah, dan sebagainya.
Untuk di daerah-daerah, kekuasaan peradilan itu dibagi pada tiga komposisi,
yaitu:
(1). Inspektur (al-Mufattisy)
(2). Hakim (al-Qadli)
(3). Wakil Hakim (Nuwab al- Qadli).
6
Ibid.
Adapun hukum materil yang digunakan oleh peradilan-peradilan dan atau
lembaga kehakiman tersebut ialah hukum-hukum fiqh dari madzhab Imam Abu
Hanifah sebagai madzhab resmi yang berlaku di Kerajaan Turki Usmani.
Peradilan peradilan dengan perbedaan-perbedaan kewenangan tersebut berlaku
dan terdapat pula untuk tingkat daerah dalam kekuasaan yurisdiksi Turki Usmani
Syurthah.
2) Syurtah
Kelembagaan ini diserahi kewenangan dalam pelaksanaan hukum- hukum
non-syari'ah, misalnya ganun, bidang keagamaan dan ketertiban, khususnya
yang me- nyangkut tugas-tugas kepolisian. Lembaga ini dikepalai oleh Shahib
al-Syurthah. Kadang-kadang disebut juga dengan Shahib al- Mu'unah, atau
malah kadang-kadang disebut dengan Wali. Secara konkrit tugasnya ialah
mencegah timbulnya kejahatan-kejahatan kriminal, memberikan pelanggaran-
pelanggaran hukum, dan menghukum orang yang bersalah. Hukum materil
yang dipakainya dalam hal ini ialah hukum adat setempat.

2. . Kelembagaan dalam Bidang Keagamaan


Yang dimaksud kelembagaan dalam bidang keagamaan ini ialah lembaga fatwa.
Sebutan fatwa dalam arti asalnya ialah hasil-hasil kerja para pemberi fatwa,
pemberi fatwa disebut dengan mufti. Jadi lembaga fatwa ialah tempat bertugasnya
para mufti. Lembaga ini bermula dari adanya ahli- ahli hukum Islam yang selalu
mendapat pertanyaan-pertanyaan tentang bukum dari masyarakat. Jawaban yang
diberikan ahli hukum itu disebut fatwa, dan yang memberikan jawaban itu sendiri
disebut mufti. Kemudian ada mufti yang diangkat oleh khalifah atau sultan, dan
dengan demikian timbullah jabatan mufti yang resmi dalam negara. Fatwa yang
diberikan mufti inilah yang menjadi pagangan negara. Dalam sistem pemerintahan
Kerajaan Turki Usmani mufti resmi itu diberi gelar Syeikh al- Islam, yang
kewenangan khususnya ialah mewal Khalifah atau Sultan dalam melaksanakan
wewenang keagamaannya. Bahkan dalam berperang atau dimanapun, Sultan
tergantung pada fatwa dari mufti itu. Sultan tidak akan memberi komando perang
sebelum mendapat fatwa setuju dari mufti (Syeikh al- Islam).
3. Kelembagaan dalam Bilang Politik
Kelembagaan dalam bidang politik ini yang melaksanakan tugas-tugas Khalifah
atau Sultan dalam hal politik dan penyelenggaraan kenegaraan atau tugas-tugas
duniawinya. Pejabatnya yang diangkat oleh Khalifah disebut Sadr al- A'dham,
yang dalam bahasa sehari-hari di Kerajaan Turki Usmani disebut dengan
Sadrazam. Pejabat ini mengepalai kementerian-kementerian yang ada dalam
bidang-bidang penyelenggaraan negara. Karena itu Sadrazam berarti Perdana
Menteri.

Ketiga kelembagaan tersebut di atas semata-mata adalah pelaksana tugas-tugas


Sultan. Pejabat-pejabat yang ada di dalamnya tidak mempunyai suara dalam soal
pemerintahan, dan ha- nya melaksanakan perintah Sultan. Sadrazam menjalankan
tugas pemerin tahan di kala Sultan tidak ada di tem- pat. Tugas-tugas
pemerintahan yang dijalankannya adalah sesuai kehendak Sultan. Demikian pula
fatwa Syaikh al-Islam adalah dalam memenuhi ke- pentingan Sultan, sebagaimana
peradi- lan juga berlaku menurut kebijaksanaan Sultan, baik melalui tugas Syeikh
al-Is- lam maupun melalui tugas Sadrazam.

Kondisi tersebut di atas memperli- hatkan bahwa kekuasaan Sultan, meski- pun
tugas-tugasnya dibagi-bagikan, adalah absolut. Keabsolutan kekuasaan Sultan
tersebut baru kemudian dipan- dang sebagai salah satu faktor yang me- nyebabkan
Kerajaan Turki Usmani mundur, terkalahkan oleh Eropa, baik militer, ekonomi
maupun peradaban. Inilah yang kemudian mendorong lahirnya7

B. Peradilan Islam dan Perkembangan Setelah Lahirnya Tanzimat dan UU


Suatu gerakan pembaharuan sebagai kelanjutan dari kemajuan yang telah dilakukan
oleh Sultan Sulaiman Al-Qanuni disebut Tanzimat. Tanzimat mengandung arti
mengatur,menyusun, dan memperbaiki.

Setelab wafatnya Sulaiman Al-Qanuni, Turki Usmani sering menghadapi kekalahan


perang dengan Eropa karena banyak daerah kekuasaan nya melepaskan diri dan kembali ke
tangan bangsa Eropa. Pemikiran pembaharuan dari raja dan pemuka kerajaan Turki Usmani
timbul pada periode pertengahan kerajaan Turki Usmani. Mereka terdorong untuk melakukan
7
Tihami, “Hukum Dan Peradilan Islam Pada Masa Turky Usmani.”
penyelidikan sebab-sebab kekalahan dan rahasia keunggulan lawan. Mereka mulai
memperhatikan Eropa terutama Prancis. Ibarahim Metafarrika seorang duta yang dikirim ke
Eropa untuk mempelajari suasana kemajuan disana. Usaha pembaharuan pada masa ini belum
membuahkan hasil yang memuaskan karena usaha untuk memasukkan ide-ide baru datang
dari Barat ditentang oleh kalangan Islam karena menurut mereka bertentangan dengan ajaran
Islam.

Ide-ide mereka dalam memajukan Turki Usmani adalah :

1. Pengadaan Undang-Undang dan peraturan-peraturan. Sultan dan pembesar-


pembesar negara harus tunduk pada undang-undang dan peraturan-peraturan,
negara haruslah merupakan negara hukum.
2. Harus ada kesejahteraan rakyat, dengan meningkatkan bidang-bidang pertanian
dan perdagangan.
3. Hak-hak rakyat dijamin dan keadilan harus ditegakkan. Kepentingan rakyat harus
diperhatikan karena pemerintah didirikan untuk kepentingan rakyat, bukan
sebaliknya. 8

Sultan Mahmud II bertindak sebagai penguasa Turki Usmani melakuakan


pembaharuan di kerajaan Turki Usmani pada abad ke-19, yaitu dengan melakukan rehabilitas
dan restrukturasi di berbagau bidang. Pada tanggal 3 November 1839 yaitu pada masa
pemerintahan Abdul Majid diumumkan Piagam Gulhane (Kutt-i Syarif Gulhane) yang
memberi peluang masuknya pengaruh Barat dalam legislasi hukum Islam. Setelah lahirnya
piagam tersebut, berturut-turut ditetapkan Undang-undang sebagai berikut :

1. Tahun 1858 UU Hukum Tanah


2. Tahun 1858 UU Hukum Pidana, yang diambil dari hukum pidana Prancis dan
Itali.
3. Tahun 1861 UU Pokok Peradilan Dagang.
4. Tahun 1863 UU Hukum Laut
5. Tahun 1883 UU Hukum Acara Perdata
6. Tahun 1906 UU Eksekusi.

Selanjutnya kerajaan mengeluarkan Hatt-i-Humayah (Piagam Humayah) tahun 1956.


Kelahiran piagam ini memberi hak yang sama antara orang-orang Kristen Eropa dan

8
Harun Nasution, Pembaharuan dalam Islam: Sejarah Pemikiran, dan Gerakan (Jakarta: Bulan Bintang,1975),
hal. 97.
penduduk Usmani muslim. Pada tahun 1858 dikeluarkan pula UU hukum pidana yang
mengambil peraturan pidana Prancis dan Italia. Kemudian dibentuk pula hukum peradilan
dagang dan hukum laut pada tahun 1861 dan 1863.

Pada masa itu pemerintahan Usmaniyah sangat toleran terhadap orang-orang non-
Islam dan melampaui batas-batas yang telah ditetapkan oleh para fuqaha, yaitu dengan
memberikan keistimewaan kepada orang non Islam dan mengharuskan orang-orang bukan
Islam untuk tunduk di bawah peradilan Islam dalam masalah kemasyarakatan. Hal ini
mengakibatkan berkembangnya peradilan yang dipimpin oleh orang non Islam. Sehingga
pada akhir periode Usmani, persoalan peradilan semakin banyak dan sumber hukum yang
dipegang tidak hanya terbatas pada syariat Islam, tetapi memiliki sumber hukum yang
berbeda-beda yaitu:

1. Mahkamah al-Thawaif atau al-Qadha al-Milli, yaitu peradilan untuk suatu


kelompok (agama) sumbernya agama masing-masing kelompok.
2. Al-Qadha al-Kunshuli, yaitu pengadilan untuk warga asing, sumbernya
UU warga asing tersebut.
3. Qadha Mahkamah Pidana, sumbernya UU Eropa
4. Qadha Mahkamah Al-Huquq (Ahwal al-madaniyah) mengadili perkara
perdata, sumbernya Majalah al-Ahkam al-Adliyah.
5. Majelis al-Syar’i, mengadili perkara kaum muslimin khusus masalah
keluarga (al-ahwal al-Syakhshiyyah), sumbernya adalah fiqih Islami9

Peradilan dimasa inj sudah komplit dari bermacam bentuk. Terlihat dengan adanya
peradilan perdata,pidana, peradilan khusus muslim, peradilan khusus non muslim dan lain
sebagainya.10 Al-Quran dan Al-Sunnah, peraturan-peraturan yang diadopsi dari Eropa
dijadikan rujukan dalam proses pelaksanaan peradilan. Pembaharuab yang diadakan di
Zaman Turki Usmani tidak seluruhnya mendapat penghargaan dari pemuka masyaralat Islam,
melainkan ada yang mendapat kritikan tajam dari para cendikiawan Islam Kerajaan Turki
Usmani, yakni muncul dari tokoh nasionalis Turki, mustafa Kemal al-Taturk (Bapak Turki).
Ia merupakan orang yang mencoba memberikan solusi dengan jalan mengkonfirmasikan
Syariat Islam sebagau landasan utama Syariat dj dserah Turki dengan hukun barat yabg telag
banyak dianut negara lain.

9
Asasriwarni, Sejarah Peradilan Islam, (Padang: IAIN IB PRESS,2008), hal.77-78.
10
Ibid. Hal 78.
Ide baru mulai berkembang lagi yang menyatakan bahwa pemerintah harus
dipisahkan dari agama. Intitusi negara seperti sosial, ekonomk, hukum, politik dan
pendidikan harus dibebaskan dari syariat. Selanjutnya Mustafa Kemal al-Taturk
memproklamirkan Republin Turki sekuler pada tahun 1924 dan kemudian menghilangkab
institusi keagamaan yang ada dalam pemerintahan. Tahun bersamaan Syaikh Al-Islam dan
Kementrian Syariah dihapus, hukun syariat dan hukum adat dihapus yang diganti dengan
hukum barat. Hukum yang mengatur persoalan perkawinan diganti dengan hukum Swiss,
sehingga perkawinan tidak lagi dilakukan berdasarkan syariat Islam melainkan berdasarkan
hukum sipil.11

11
Ibid. Hal. 79.

Anda mungkin juga menyukai