Anda di halaman 1dari 9

Makalah

PERADILAN ISLAM PADA MASA TURKI USMANI

Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah

Materi: Sejarah Peradilan Islam

oleh:
Aditiya Fahruly
Zainul muttaqin

PRODI HUKUM KELUARGA ISLAM (HKI)


FAKULTAS SYARI’AH
INSTITUT ILMU KEISLAMAN ANNUQAYAH (INSTIKA)
GULUK-GULUK SUMENEP
2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah Swt, yang telah memberikan rahmat serta
karunia-Nya sehingga kami berhasil menyelesaikan Makalah ini yang berjudul
“SEJARAH PERADILAN ISLAM PADA MASA TURKI USMANI" Kami menyadari bahwa
makalah ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu kritik dan saran dari semua
pihak yang bersifat membangun, selalu kami harapkan demi kesempurnaan makalah
ini.

Akhir kata, kami sampaikan terima kasih kepada pihak yang telah berperan serta
dalam penyusunan makalah ini dari awal sampai akhir. Semoga Allah Swt, senantiasa
meridhai segala usaha kita Amin Yarabbal Alamin.
BAB I

PEMBAHASAN

A.      Sekilas tentang sejarah Turki Utsmani

Nama kerajaan Turki Utsmani diambil dan dinisbatkan kepada nenek moyang mereka
yang pertama, Sultan Utsman bin Sauji bin Orthogol bin Sulaiman Syah bin Kia Alp. 1 Garis
keturunan Bani Utsmani bersambung dengan kabilah Turmaniyah yang mendiami daerah
Kurdistan. Suku Turki adalah bangsa yang hidup secara nomaden. Ekses dari agresi bangsa
Mongol yang dipimpin Jengis Khan ke Irak dan Asia Kecil, kakek dari Utsman, Sulaiman,
hijrah bersama kabilahnya. Mereka bermigrasi sampai pesisir Laut Tengah di Anatolia.
Mereka hidup berdampingan dengan bangsa Arab Muslim yang mendiami daerah Selatan
Anatolia. Interaksi yang harmonis terjalin di antara mereka, sehingga lambat laun mereka pun
mulai memeluk agama Islam.

Di bawah komando Orthogol, suku Turki yang mendiami Anatolia, lebih kurang 400
keluarga, mengabdi dan bersekutu dengan pasukan Saljuk Rum. Mereka membantu Sultan
Alaudin II yang sedang berperang melawan Byzantium. Alaudin II mampu mengalahkan
Byzantium atas  bantuan Orthogol dan pasukannya. Sultan pun memberinya hadiah berupa
sebidang tanah atas yang berbatasan dengan Byzantium. Suku Turki terus membina wilayah
barunya dan memilih kota Syukud sebagai ibukota. Mereka juga diberikan wewenang untuk
menaklukkan wilayah-wilayah yang berada di bawah kekuasaan Byzantium.

Pada 699 H/1299 M Orthogol meninggal dunia. Kepemimpinannya dilanjutkan oleh


putranya, Utsman. Utsman inilah yang dianggap sebagai cikal bakal dari berdirinya Turki
Utsmani. Jasanya kepada Saljuk Rum begitu besar dengan menguasai benteng-benteng
Byzantium.

Pada 1300 M Sultan Alaudin II terbunuh oleh tentara Mongol yang menyerang Saljuk
Rum. Kerajaan Saljuk terpecah menjadi kerajaan-kerajaan kecil. Utsman pun
mendeklarasikan dirinya sebagai sultan yang berdaulat penuh. Dengan dukungan militer yang
kuat menjadi benteng bagi kerajaan-kerajaan kecil dari agresi bangsa Mongol. Secara tidak
langsung mereka mengakui atas kedaulatan Utsman sebagai penguasa tertinggi.2

1.Dedi Supriadi, Sejarah Peradaban Islam, (Bandung: Pustaka Setia, 2008), 248


2. Syafiq A. Mugni, Sejarah Kebudayaan Islam Turki, (Jakarta: Logos, 1997), 54
Dalam perkembangan selanjutnya Turki Utsmani melewati beberapa periode
kepemimpinan. Tidak kurang dari 37 sultan yang memimpin sejak pertama berdirinya tahun
1299 M hingga 1922 M. Bahkan kekuasaannya terbentang luas, meliputi dataran Eropa,
Mesir, Afrika Utara, Asia hingga Persia, lautan Hindia hingga Laut Hitam. Tiga benua
menjadi daerah kekuasaan Kerajaan Utsmani.

B.     Peradilan Turki Usmani

Kerajaan Turki Usmani pada masa awal kekuasaannya tidak menganut salah satu
mazhab. Pada fase berikutnya penguasa Turki Usmani mengundangkan Mazhab Hanafi
sebagai mazhab resmi dalam hal fatwa dan peradilan.

Perkembangan hukum islam pada masa Dinasti Usmani, sejak sultan Usman I bin
Orthagol (1299 M) hingga meninggalnya Salim I bin Bagazid II (1520 M), belum
terkodifikasi dan tersistemasikan dengan sempurna. Oleh sebab itulah pemerintahan Usmani,
pada masa Sultan Sulaiman I bin Salim I (1520 M), berupaya untuk melakukan terobosan
dalam bidang hukum, yaitu dengan mengkodifikasikannya.3

Cikal bakal kodifikasi dan kebangkitan hukum Islam bermula dari kepemimpinan
Sulaiman al-Qauni. Keberhasilan ekspedisi dan perkembangan dakwah hingga kedaratan
Eropa juga diikuti dengan keinginan untuk menegakkan syariat Islam di wilayah
kekuasaannya. Sulaiman al-Qauni berkeinginan untuk menegakkan Syariat Islam di wilayah
kekuasaannya. Sulaiman al-Qauni berkeinginan untuk menghimpun hukum Islam serta
memebrlakukannya menjadi hukum positif yang berlaku di semua wilayah kekuasaan Turki.

Pada awal abad ke-16 suasana kehidupan beragama di Turki, dipengaruhi oleh ulama-
ulama mazhab. Dalam penerapan hukum, rakyat Turki merujuk kepada mazhab Hanafi dan
menjadi mazhab resmi negaranya.

Sistem pemerintahan dan sistem administrasi peradilan diselenggarakan berdasarkan


syari’at Islam. Unit peradilan umum (peradilan perdata) bekerja sama dengan qadha’, ia
disebut juga subashi.

Berdasarkan kedudukan syariat Islam sebagai sumber hukum, sejarah peradilan Turki
Usmani dalam garis besarnya dapat dilihat dari dua periode yaitu :

1. Periode pertama berlansung sejak masa awal berdirinya kerajaan Turki Usmani
sampai lahirnya gerakan Tanzimat (1299-1939 M)
3 Alaidin Koto,Sejarah Peradilan Islam....hal.144-145
Pada fase pertama ini syar’at Islam dijadikan satu-satunya sumber penetapan
hukum di Turki Usmani. Sehubungan dengan basis kekuasaannya terdiri atas
pengikut mazhab Hanafi, maka Syari’at Islam yang menjadi pegangan bagi
pemerintah dalam menghadapi berbagai masalah peradilan adalah mazhab Hanafi,
sehingga para qadhi utama harus ulama yang bermazhab Hanafi.

Kerajaan Turki Usmani memiliki dua bentuk kekuasaan yaitu kekuasaan


temporal (duniawi) dan kekuasaan spiritual (rohani). Sebagai penguasa dunia ia
disebut Sultan dan sebagai penguasa spiritual ia disebut Khalifah. Dalam
pelaksanaan urusan pemerintahan, sultan dibantu oleh Shadr al-Azam, sedangkan
untuk urusan keagamaan khalifah dibantu oleh Syaikh al-Islam. Sadrazam sering
menggantikan Sultan bila ia berhalangan. Selanjutnya qadhi ditunjuk untuk
membantu tugas sultan dalam persoalan peradilan.

Pada masa ini Qadha (peradilan) dibagi menjadi beberapa tingkatan, yaitu :

a.       Mahkamah tingkat terendah ada dua bentuk :

-          Mahkamah al-jaza’ (peradilan pidana), yang bertugas menyelesaikan perkara-


perkara pidana.

-          Mahkamah al-huquq, bertugas menyelesaikan masalah al-Syakhsiyat (perkara


perdata).

b.      Mahkamah al-Isti’naf (mahkamah tingkat II atau banding), bertugas meneliti


masalah-masalah peradilan sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan.

c.       Mahkamah al-Tamyiz atau al-Naqdhu wa al-Ibram, yang bertugas meneliti


keputusan yang dibuat oleh mahkamah tingkat II atau banding berdasakan prinsip-
prinsip dan prosedur yang ditetapkan.

2. Masalah Setelah Tanzimat

Tanzimat berasal dari kata Nazhama, yang berarti mengatur, menyusun, dan
memperbaiki.

Tanzimat atau dalam bahasa Turki dikenal dengan Tanzimat-i Khairiye adalah
gerakan pembaharuan di Turki yang diperkenalkan ke dalam sistem birokrasi dan
pemerintahan Turki Usmani semenjak pemerintahan Sultan ‘Abd al-Majid (1839-
1876), putra Sultan ‘Abd al-Aziz (1861-1876).4

            Pada periode ini banyak diterbitkan beberapa peraturan yang bertujuan untuk
memperlancar proses pembaharuan. Pemabaharuan tersebut dimulai dengan
diumumkannya deklarasi Gulkhane, Khatt-i Syerif Gulkhane. Pada tanggal 3
Nopember1839/ 26 Sya’ban 1255. Tanzimat ini ditindaklanjuti oleh Khatt-i
Humaqun  yang diumumkan pada 18 Februari 1856. Kata tanzimat sendiri escara
resmi telah tercantum dalam dokumen kerajaan pada pemerintahan Sultan Mahmud
II. Dan periode tanzimat berakhir pada awal pemerintahan Abd al-Hamid, 1880.5

   `        Pada akhir periode Usmani, persoalan peradilan semakin banyak dan sumber
hukum tidak hanya syari’at Islam, teteapi memiliki sumber hukum yang berbeda,
yaitu :

a.       Mahkamah al-Thawa’if atau Al-Qadha’ al-Milli, yaitu peradilan untuk suatu


kelompok (agama), sumber hukumnya agama masing-masing.

b.      Al-Qadha’ al-Qunshuli, yaitu pengadilan untuk warga asing. Sumbernya


undang-undang warga asing tersebut.

c.       Qadha’ mahkamah al-Jina’i, sumber hukumnya undang-undang Eropa.

d.      Qadha’ mahkamah al-Huquq, mengadili perkara perdata, sumbernya adalah


majalah al-ahkam al-‘Adliyyah.

e.       Majlis al-Syar’i, mengadili perkara kaum Muslimin khususnya masalah


keluarga (al-Ahwal al-Syakhsiyyah), sumbernya adalah Fiqh Islam.6

C.    Al-Majallat Al-Ahkam Al’Adhliyah

Tindak lanjut dari upaya mengkodifikasi hukum (taqnim)  pada masa Turki Usmani 
dilatarbelakangi oleh majunya kebudayaan Islam, pesatnya ilmu pengetahuan yang
4. Alaidin Koto,Sejarah Peradilan Islam....hal.144-145
5. Syafiq A.Mughni,Sejarah Kebudayaan Islam di Turki...hal.126
6. Rahmiati,Peradilan Islam....hal.82-83
melahirkan ilmuwan dan imam-imam mazhab (fanatisme mazhab), melemahnya upaya
berijtihad, dan stagnan dalam berijtihad. Di samping itu, juga perbedaan dalam menetapkan
hukum karena mazhab yang digunakan berbeda, agar tidak terjadi perbedaan status hukum
pada permasalahan yang sama di lembaga peradilan.

Pemerintah Turki Usmani memerintahkan untuk membentuk panitia yang bertugas


mengumpulkan ketentuan hukum syara’ atas peristiwa-peristiwa yang terjadi yang berkenaan
dengan hukum muamalat (perdata), penetapannya berpegang kepada mazhab Hanafi dengan
tidak mengabaikan pendapat mazhab-mazhab yang laun sesuai dengan kondisi saat itu. Maka
ditunjuklah tujuh ulama fikih untuk membuat undang-undang perdata Islam, yang
mengandung ikhtilaf, melihat pendapat yang lebih rajih dan mudah untuk dipelajari.

Ulama merampungkan tugasnya selama tujuh tahun (1869-1876 M) dengan


melahirkan peraturan “Majalah al-Ahkam al-Adhiyah). Diundangkan pada 26 Sya’ban 1293
H, dan memerintahkan semua pengadilan di wilayah kekuasaan Turki Usmani untuk
melaksanakannya.

BAB II

PENUTUP
KESIMPULAN

Turki Utsmani muncul setelah hancurnya kerajaan Bani Abbasiyyah dengan


ditandainya pembantaian terhadap khalifah Abbasiyyah akibat serangan dari Khulagu Khan
dan menewaskan kurang lebih 1.6000.000 penduduk sipil yang tidak berdaya.

Lembaga peradilan pada masa Turki Utsmani dibagi menjadi tiga periode:

1.      Masa sebelum tanzimat

a.       Mahkamah biasa atau rendah. Wewenangnya adalah menyelesaikan perkara-perkara


pidana dan perdata.

b.      Mahkamah banding. Wewenangnya adalah meneliti dan mengkaji perkara yang


berlaku.

c.       Mahkamah tinggi. Wewenangnya adalah mencatat para qadhi yang terbukti melakukan
kesalahan dalam menetapkan hukum.

d.      Mahkamah agung. Wewenangnya ini langsung dibawah pengawasan sultan.

DAFTAR PUSTAKA
Supriadi, Dedi, Sejarah Peradaban Islam, Bandung: Pustaka Setia, 2008

Syafiq A, Mugni, Sejarah Kebudayaan Islam Turki, Jakarta: Logos, 1997

Nasution, Harun, Pembaharun Dalam Islam Sejarah Pemikiran dan Gerakan,


Jakarta: Bulan Bintang, 1996

Munir, Tanzimat, dalam http://dorokabuju.blogspot.com/2012/02/tanzimat-iagam-


gulhane-dan-humayun.html , 23 oktober 2014

Koto, Alaiddin,  Sejarah Peradilan Islam, Jakarta: PT Raja Grafindo, 2012

Anda mungkin juga menyukai