oleh:
Aditiya Fahruly
Zainul muttaqin
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah Swt, yang telah memberikan rahmat serta
karunia-Nya sehingga kami berhasil menyelesaikan Makalah ini yang berjudul
“SEJARAH PERADILAN ISLAM PADA MASA TURKI USMANI" Kami menyadari bahwa
makalah ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu kritik dan saran dari semua
pihak yang bersifat membangun, selalu kami harapkan demi kesempurnaan makalah
ini.
Akhir kata, kami sampaikan terima kasih kepada pihak yang telah berperan serta
dalam penyusunan makalah ini dari awal sampai akhir. Semoga Allah Swt, senantiasa
meridhai segala usaha kita Amin Yarabbal Alamin.
BAB I
PEMBAHASAN
Nama kerajaan Turki Utsmani diambil dan dinisbatkan kepada nenek moyang mereka
yang pertama, Sultan Utsman bin Sauji bin Orthogol bin Sulaiman Syah bin Kia Alp. 1 Garis
keturunan Bani Utsmani bersambung dengan kabilah Turmaniyah yang mendiami daerah
Kurdistan. Suku Turki adalah bangsa yang hidup secara nomaden. Ekses dari agresi bangsa
Mongol yang dipimpin Jengis Khan ke Irak dan Asia Kecil, kakek dari Utsman, Sulaiman,
hijrah bersama kabilahnya. Mereka bermigrasi sampai pesisir Laut Tengah di Anatolia.
Mereka hidup berdampingan dengan bangsa Arab Muslim yang mendiami daerah Selatan
Anatolia. Interaksi yang harmonis terjalin di antara mereka, sehingga lambat laun mereka pun
mulai memeluk agama Islam.
Di bawah komando Orthogol, suku Turki yang mendiami Anatolia, lebih kurang 400
keluarga, mengabdi dan bersekutu dengan pasukan Saljuk Rum. Mereka membantu Sultan
Alaudin II yang sedang berperang melawan Byzantium. Alaudin II mampu mengalahkan
Byzantium atas bantuan Orthogol dan pasukannya. Sultan pun memberinya hadiah berupa
sebidang tanah atas yang berbatasan dengan Byzantium. Suku Turki terus membina wilayah
barunya dan memilih kota Syukud sebagai ibukota. Mereka juga diberikan wewenang untuk
menaklukkan wilayah-wilayah yang berada di bawah kekuasaan Byzantium.
Pada 1300 M Sultan Alaudin II terbunuh oleh tentara Mongol yang menyerang Saljuk
Rum. Kerajaan Saljuk terpecah menjadi kerajaan-kerajaan kecil. Utsman pun
mendeklarasikan dirinya sebagai sultan yang berdaulat penuh. Dengan dukungan militer yang
kuat menjadi benteng bagi kerajaan-kerajaan kecil dari agresi bangsa Mongol. Secara tidak
langsung mereka mengakui atas kedaulatan Utsman sebagai penguasa tertinggi.2
Kerajaan Turki Usmani pada masa awal kekuasaannya tidak menganut salah satu
mazhab. Pada fase berikutnya penguasa Turki Usmani mengundangkan Mazhab Hanafi
sebagai mazhab resmi dalam hal fatwa dan peradilan.
Perkembangan hukum islam pada masa Dinasti Usmani, sejak sultan Usman I bin
Orthagol (1299 M) hingga meninggalnya Salim I bin Bagazid II (1520 M), belum
terkodifikasi dan tersistemasikan dengan sempurna. Oleh sebab itulah pemerintahan Usmani,
pada masa Sultan Sulaiman I bin Salim I (1520 M), berupaya untuk melakukan terobosan
dalam bidang hukum, yaitu dengan mengkodifikasikannya.3
Cikal bakal kodifikasi dan kebangkitan hukum Islam bermula dari kepemimpinan
Sulaiman al-Qauni. Keberhasilan ekspedisi dan perkembangan dakwah hingga kedaratan
Eropa juga diikuti dengan keinginan untuk menegakkan syariat Islam di wilayah
kekuasaannya. Sulaiman al-Qauni berkeinginan untuk menegakkan Syariat Islam di wilayah
kekuasaannya. Sulaiman al-Qauni berkeinginan untuk menghimpun hukum Islam serta
memebrlakukannya menjadi hukum positif yang berlaku di semua wilayah kekuasaan Turki.
Pada awal abad ke-16 suasana kehidupan beragama di Turki, dipengaruhi oleh ulama-
ulama mazhab. Dalam penerapan hukum, rakyat Turki merujuk kepada mazhab Hanafi dan
menjadi mazhab resmi negaranya.
Berdasarkan kedudukan syariat Islam sebagai sumber hukum, sejarah peradilan Turki
Usmani dalam garis besarnya dapat dilihat dari dua periode yaitu :
1. Periode pertama berlansung sejak masa awal berdirinya kerajaan Turki Usmani
sampai lahirnya gerakan Tanzimat (1299-1939 M)
3 Alaidin Koto,Sejarah Peradilan Islam....hal.144-145
Pada fase pertama ini syar’at Islam dijadikan satu-satunya sumber penetapan
hukum di Turki Usmani. Sehubungan dengan basis kekuasaannya terdiri atas
pengikut mazhab Hanafi, maka Syari’at Islam yang menjadi pegangan bagi
pemerintah dalam menghadapi berbagai masalah peradilan adalah mazhab Hanafi,
sehingga para qadhi utama harus ulama yang bermazhab Hanafi.
Pada masa ini Qadha (peradilan) dibagi menjadi beberapa tingkatan, yaitu :
Tanzimat berasal dari kata Nazhama, yang berarti mengatur, menyusun, dan
memperbaiki.
Tanzimat atau dalam bahasa Turki dikenal dengan Tanzimat-i Khairiye adalah
gerakan pembaharuan di Turki yang diperkenalkan ke dalam sistem birokrasi dan
pemerintahan Turki Usmani semenjak pemerintahan Sultan ‘Abd al-Majid (1839-
1876), putra Sultan ‘Abd al-Aziz (1861-1876).4
Pada periode ini banyak diterbitkan beberapa peraturan yang bertujuan untuk
memperlancar proses pembaharuan. Pemabaharuan tersebut dimulai dengan
diumumkannya deklarasi Gulkhane, Khatt-i Syerif Gulkhane. Pada tanggal 3
Nopember1839/ 26 Sya’ban 1255. Tanzimat ini ditindaklanjuti oleh Khatt-i
Humaqun yang diumumkan pada 18 Februari 1856. Kata tanzimat sendiri escara
resmi telah tercantum dalam dokumen kerajaan pada pemerintahan Sultan Mahmud
II. Dan periode tanzimat berakhir pada awal pemerintahan Abd al-Hamid, 1880.5
` Pada akhir periode Usmani, persoalan peradilan semakin banyak dan sumber
hukum tidak hanya syari’at Islam, teteapi memiliki sumber hukum yang berbeda,
yaitu :
Tindak lanjut dari upaya mengkodifikasi hukum (taqnim) pada masa Turki Usmani
dilatarbelakangi oleh majunya kebudayaan Islam, pesatnya ilmu pengetahuan yang
4. Alaidin Koto,Sejarah Peradilan Islam....hal.144-145
5. Syafiq A.Mughni,Sejarah Kebudayaan Islam di Turki...hal.126
6. Rahmiati,Peradilan Islam....hal.82-83
melahirkan ilmuwan dan imam-imam mazhab (fanatisme mazhab), melemahnya upaya
berijtihad, dan stagnan dalam berijtihad. Di samping itu, juga perbedaan dalam menetapkan
hukum karena mazhab yang digunakan berbeda, agar tidak terjadi perbedaan status hukum
pada permasalahan yang sama di lembaga peradilan.
BAB II
PENUTUP
KESIMPULAN
Lembaga peradilan pada masa Turki Utsmani dibagi menjadi tiga periode:
c. Mahkamah tinggi. Wewenangnya adalah mencatat para qadhi yang terbukti melakukan
kesalahan dalam menetapkan hukum.
DAFTAR PUSTAKA
Supriadi, Dedi, Sejarah Peradaban Islam, Bandung: Pustaka Setia, 2008