Anda di halaman 1dari 14

PERADILAN ISLAM DIMASA TURKI UTSMANI

Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Peradilan Islam

Dosen Pengampuh

Nurlaila Harun, MSi

Disusun Oleh

Fahjur Kantohe 17.1.1.032

Ratu Kodu 17.1.1.0

Rizky Biya 17.1.1.0

AKHWAL AL-SYAKHSIYYAH

SYARIAH

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) MANADO

2019
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum Wr. Wb

Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Panyayang,
Kami panjatkan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah melimpahkan rahmat, dan
hidayah, kepada kami sehingga kami dapat menyelesaikan makalah tepat pada
waktunya. Shalawat serta salam semoga tercurahkan kepada Nabi besar Muhammad
SAW, sahabat, keluarga dan insha Allah tercurahkan kepada kita sebagai umatnya
Amin. Sehingga kami dapat menyelesaikan makalah Peradilan Iskan dengan tema “
Peradilan dimasa Turki Utsmani”.

Makalah ini telah kami susun dengan maksimal dan mendapatkan bantuan dari
berbagai pihak sehingga dapat memperlancar pembuatan makalah ini. Untuk itu kami
menyampaikan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah berkontribusi
dalam pembuatan makalah ini.

Terlepas dari semua itu, Kami menyadari sepenuhnya bahwa masih ada
kekurangan baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena itu,
kami menerima segala saran dan kritik dari pembaca agar kami dapat memperbaiki
makalah ini.

Akhir kata kami berharap semoga makalah ini dapat memberikan manfaat
maupun inspirasi kepada pembaca.

Wassalamualaikum wr.wb.

Manado, September 2019

i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR .............................................................................................................. i
DAFTAR ISI..............................................................................Error! Bookmark not defined.
BAB I ........................................................................................................................................ 1
PENDAHULUAN ................................................................................................................... 1
BAB II ...................................................................................................................................... 3
PEMBAHASAN ...................................................................................................................... 3
A. Ragam Peradilan pada Masa Turki Utsmani........................................................... 3
B. Masa Perkembangan Peradilan................................................................................. 4
1. Periode Awal (650-1250 M) ..................................................................................... 4
2. Periode Pertengahan (1250-1800 M) ........................................................................ 4
3. Periode Modern (1800 M-Sekarang) ........................................................................ 6
BAB III................................................................................................................................... 10
PENUTUP.............................................................................................................................. 10
A. Kesimpulan ................................................................................................................ 10
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................................ 11

ii
BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Abad pertengahan di Eropa sering disebut zaman kemunduran jika
dibandingkan dengan zaman klasik (Yunani-Romawi). Sebaliknya Negara-negara
Arab pada abad pertengahan mengalami kemajuan, namun akhirnya negeri itu
sedikit demisedikit mengalami kemerosotan. dalam bidang kebudayaan dan
kekuasaan.
Setelah perang maladki pada tahun 463 H / 1071 M, yang dimenengkan oleh
orang-orang saljuk dengan kemenangan yang paling gemilang atas Romawi,
pengaruh kemenangan ini terus meluas ke negeri Anatolia dan kemudian jatuh
ketangan mongolia.bersamaan lemahnya Mongolia, pemerintahan saljuk Romawi
terpecah menjadi beberapa pemerintahan dengan kondisi yang lemah dan saling
bertikai. Pemerintahan Usmaniyah lalu menguasainya pada waktu yang berbeda,
kemudian menyatukan wilayah ini dibawah benderanya.
Di sisi lain, kabangkitan Pemerintah Utsmani berawal dari hancurnya kerajaan
Bani Abbasiyah yang ditandai dengan kematiannya khalifah Abbasiyah setelah
ada serbuan dari raja Khulagu Khan yang dimulai dengan pembantaian dan
perampokkan di Baghdad tahun 1258 Masehi. pembantaian tersebut berlangsung
selama 6 minggu yang menurut Ibnu Khaldun menewaskan kurang lebih
1.600.000 penduduk sipil yang tidak berdaya.

B. Rumsan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang diatas, pemakalah merumuskan masalah


sebagai berikut.

1. Bagaimanakah peradilan dimasa Turki Utsmani?


2. Apa saja perkembangan peradilan dimasa Turki Utsmani?

1
3.

2
BAB II

PEMBAHASAN
A. Ragam Peradilan pada Masa Turki Utsmani
Para sultan Turki Utsmani terutama Salim I dan Sulaiman I serta para
pengganti berikutnya lebih bersungguh-sungguh daripada khalifah Abbasiyah
dalam keinginan dan semangat untuk menjadi pemimpin yang saleh. Dalam hal
ini, peranan ulama sangat menentukan bagi para sultan Turki Utsmani sehingga
pada akhirnya peranan yang dimainkan para ulama itu dapat membuahkan hasil
yang sangat menggembirakan. Terbukti, seluruh administrasi peradilan didasarkan
pada landasan Syariah.

Adapun bentuk peradilan yang terdapat pada masa Turki Utsmani adalah
sebagai berikut:

1. Peradilan Syar’i. Lembaga ini merupakan peradilan tertua, yang sumber


hukum materialnya adalah Fiqh Islami.
2. Peradilan campuran. Peradilan ini didirikan pada Tahun 1875, yang sumber
hukum materialnya adalah Undang-Undang asing.
3. Peradilan ahli (adat). Peradilan ini didirikan pada Tahun 1883, yang sumber
hukum materialnya adalah Undang-Undang Perancis.
4. Peradilan Milly (peradilan agama-agama diluar Islam). Sumber hukum
material yang digunakan peradilan ini adalah ajaran-ajaran agama diluar Islam.
5. Peradilan Qunshuliya (peradilan negara-negara asing). Peradilan dilingkungan
ini berwenang mengadili dan menyelesaikan perkara berdasarkan Undang-
Undang yang berlaku di negara masing-masing.1

Tidak hanya itu, peradilan yang terdapat dalam pemerintahan Utsmaniyah


yang terlalu toleran terhadap orang-orang non-muslim dan melampaui batas-batas

1
C. E Bossworth, DInasti-dinasti Islam, (Bandung: Mizan, 1980), H. 163.

3
yang telah ditetapkan oleh fuqaha, yaaitu mengharuskan orang-orang yang bukan
Islam tunduk dibawah peradilan Islam dalam perkara-perkara kemasyarakatan,
memberikan keistimewaan kepada orang-orang yang beragama lain. Sehingga di
daerah Mesir umpamanya, disamping ada peradilan Islam, juga ada peradilan
Masehi.2

B. Masa Perkembangan Peradilan


Agama dalam tradisi masyarakat Turki mempunyai peranan besar dalam
lapangan sosial dan politik. Masyarakat digolongkan berdasarkan agama. Kerajaan
sendiri, sangat terkait dengan Syari’at sehingga fatwa ulama menjadi hukum yang
berlaku. Oleh karena itu ulama mempunyai tempat tersendiri dan berperan besar
dalam kerajaan dan masyarakat. Tanpa legitimasi mfti, keputusan hukum kerajaan
bisa tidak berjalan.

Perkembangan hukum Islam di Turki, dibagi oleh Harun Nasution kedalam


tiga periode besar, yaitu periode awal (650-1250 M), periode pertengahan (1250-
1800 M) dan periode modern (1800 M sampai sekarang)3

1. Periode Awal (650-1250 M)


Pada periode ini, Syari’at Islam dijalankan dengan murni sesuai dengan
ajaran Al-Qur’an dan Sunnah.

2. Periode Pertengahan (1250-1800 M)


Pada periode pertengahan sudah ada usaha untuk memasukkan hukum
Islam kedalam perundang-undangan negara yang diambil dari al-Qur’an dan
Sunnah yang berlaku untuk semua negeri. Usaha ini dilakukan setelah melihat
adanya perbedaan dikalangan fuqaha dan perbedaan putusan dikalangan
hakim-hakim dalam memutuskan perkara yang sama. Usaha tersebut tidak

2
Oyo Sunaryo Mukhlas, Perkembangan Peradilan Islam, (Bandung: Ghalia Indonesia, 2012), H. 94.
3
Harun Nasution, Pembaharuan dalam Islam Sejarah Pemikiran dan Gerakan, (Jakarta: Bulan
Bintang, 1996), H 12-13.

4
berhasil karena para fuqaha tidak ingin memaksakan pendapatnya untuk
diikuti dank arena menyadari bahwa ijtihad yang dilakukannya bisa saja salah.

Usaha tersebut baru terwujud setelah muncul buku al-Majallah al-


Ahkam al-Adliyah pada Tahun 1823. Dengan demikian dikeluarkanlah
keputusan pemerintah Turki Utsmani untuk memakai kitab Undang-Undang
tersebut sebagai pegangan para hakim dipengadilan-pengadilan. Kitab
tersebut terdiri dari 185 Pasal yang dibagi menjadi 16 bab, yaitu 1) jual beli,
2) sewa-menyewa, 3) tanggungan, 4) pemindahan utang atau piutang, 5)
gadai, 6) titipan, 7) hibah, 8) rampasan, 9) pengampunan, paksaan dan hak
beli dengan paksaan, 10) serikat dagang, 11) perwakilan, 12) perdamaian dan
pembebasan hak, 13) pengakuan, 14) gugatan, 15) pembuktian dan sumpah,
16) peradilan.4 Dengan demikian, kitab Undang-Undang ini merupakan
KUHPer umum (positif) pertama yang diambil dari ketentuan hukum Islam,
dan diambil dari madzhab Hanafi sebagai madzhab resmi regara pada waktu.

Selain kitab tersebut diatas, dikeluarkan pula Undang-Undang Keluarga


(Qanun ‘Ailat) pada Tahun 1326, yang dikhususkan untuk masalah-masalah
kawin dan putusnya perkawinan. Dalam Undang-Undang ini, banyak
ketemtuan-letemtuannya yang tidak diambil dari madzhab Hanafi, seperti
tidak sahnya perkawinan orang yang dipaksa dan tidak sahnya thalaq yang
dijatuhkannya.

Keluarnya kedua Undang-Undang tersebut merupakan kodifikasi


pertama yang berrsumber pada Syari’at Islam dan sebagai langkah pertama
untuk meninggalkan taqlid buta dan untuk tidak terikat dengan satu madzhab
tertentu, baik dalam bentuk keputusan hakim, maupun pendapat orang biasa.

Bentuk-bentuk peradilan pada masa ini adalah:

4
Ahmad Hanafi, Pengantar dan Sejarah Hukum Islam, cet V, (Jakarta: PT Bulan Bintang, 1989), H. 219.

5
a. Mahkamah Biasa atau Rendah (al-Juzyat), yang bertugas
menyelesaikan perkara-perkara perdata dan pidana.
b. Mahkamah Banding (Mahkamah al-Isti’naf), yang bertugas meneliti
dan mengkaji perkara yang sedang terjadi.
c. Mahkamah Tinggi (Mahkamah al-Tamayz au al-Naqd wa al-Ibram),
yang bertugas memecat para qadhi yang terbukti melakukan kesalahan
dalam menetapkan hukum.
d. Mahkamah Agung (Mahkamah Isti’naf al Ulya), yang langsung
dibawah pengawasan Sultan.

Pada akhir periode pertenghan mulai muncul pemikiran perubahan. Hal


ini karena mulai adanya penetrasi Barat (Eropa) terhadap dunia Islam. Namun
ide-ide pembaharuan itu mendapat tantangan dari kaum ulama, karena
bertentangan dengan paham tradisionalis yang terdapat dikalangan umat
Islam. Kaum ulama dalam menentang usaha tersebut menjalin kerjasama
Yeniseri. Hal ini membuat gagalnya pembaharuan usaha pembaharuan
pertama di kerajaan Utsmani.

3. Periode Modern (1800 M-Sekarang)


Pada periode modern, usaha pembaharuan kedua dimulai yaitu setelah
Yeniseri berhasil ditumpas oleh sultan Mahmud II (1808-1830) pada tahun
1826. Pembaharuan inilah yang akhirnya membawa perubahan besar di Turki.

Sultan Mahmud II juga dikenal sbagai sultan yang pertama kali dengan
tegas mengadakan perbedaan antara urusan agama dengan urusan dunia.
Urusan dunia diatur oleh Syari’at Islam (Tasyri al-Dini) dan urusan dunia
diatur dalam hukum yang bukan Syari’at (Tasyiti al-Madani).

Langkah awal yang dilakukan Sultan Mahmud II dalam usaha


pembaharuan adalah dengan merombak tradisi aristokrasi menjadi demokrasi.
Seperti yang telah diketahui bahwa, kerajaan Turki Usmani dikepalai oleh

6
seorang Sultan yang mempunyai kekuasaan temporal atau dunia dan
kekuasaan spiritual atau rohani. Sebagai penguasa duniawi ia memakai titel
Sultan dan sebagai kepala rohani umat Islam ia memakai gelar Khalifah5.
Dengan demikian, Raja Usmani mempunyai dua bentuk kekuasaan.
Kekuasaan memerintah Negara dan kekuasaan menyiarkan dan membela
agama Islam.
Dalam melaksanakan kekuasaan di atas Sultan dibantu dua pegawai
tinggi, sadrazam untuk urusan pemerintahan dan Syaikh al-Islam untuk
urusan keagamaan. Namun kemudian, kedudukan Sadrazam ini dihapus dan
diganti dengan jabatan Perdana Menteri yang membawahi menteri-menteri
dan sebagai penghubung antara para menteri dan Sultan. Sedangkan
kekuasaan yudikatif yang berada di tangan Sadrazam dahulu, dipindahkan ke
tangan Syaikh al-Islam. Tetapi dalam sistem baru ini, di samping hukum
syari’at diadakan pula hukum sekuler, dan Syaikh al-Islam hanya menangani
hukum syari’at, sedangkan hukum sekuler diserahkan kepada Departemen
Perancang Hukum. Diantaranya adalah al-Nizham al-Qadha al-Madani
(Undang-Undang Peradilan Perdata).
Dengan penerapan al-Nizham al-Qadha al-Madani (Undang-Undang
Peradilan Perdata) dalam peradilan muncul Mahkamah al-Nizhamiyah yang
terdiri dari Qadha al-Madani (Peradilan Perdata) dan Qadha Syar’i (Peradilan
Agama). Dikotomi lembaga peradilan pada masa Sultan Mahmud II
memberikan indikasi bahwa ada pemisahan urusan agama dan urusan dunia.
Realisasi pembaharuan ini dimulai dengan diumumkannya piagam
Gulhane (Khatt-I Syarif Gulhane) pada tanggal 3 November 1839 M.
Selanjutnya dijelaskan bahwa seorang tertuduh akan diadili secara
terbuka, ahli waris dari yang kena hukuman pidana tidak boleh dicabut haknya
untuk mewarisi dan harta yang kena hukum pidana tidak boleh disita. Dan atas

5
Harun Nasution, Pembaharuan Dalam Islam Sejarah Pemikiran dan Gerakan, hlm. 92.

7
dasar piagam ini terjadi pula pembaharuan dalam bidang hukum, Dimana
Dewan Hukum yang dibentuk oleh Sultan diperbanyak anggotanya dan diberi
kekuasaan membuat Undang-Undang.6 Kodifikasi hukum dimulai dan
sebagai sumber hukum di samping syari’at, dipakai juga sumber-sumber di
luar agama, di antaranya hukum Barat. Dan pada tahun 1840, keluarlah hukum
pidana baru dan hukum dagang baru pada tahun 1850. Dan pada tahun 1847
didirikan mahkamah-mahkamah baru untuk urusan pidana dan sipil.
Sebagai tindak lanjut dari deklarasi Gulkhane, diumumkanlah piagam
Humayun (Khatt-I Syarif al-Humayun) pada tahun 1856 M7. Gerakan ini
terjadi pada masa Sultan Abdul Majid (1839-1861 M) putra Sultan Mahmud
II, yang lebih banyak mengandung pembaharuan terhadap kedudukan Eropa
karena desakannya, dan tujuannya adalah untuk memperkuat jaminan yang
tercantum dalam piagam Gulkhane. Selanjutnya masyarakat non-muslim
bebas melakukan pembaharuan tanpa ada perbedaan, dan kebebasan
beragama dijamin dengan tidak memaksakan merubah agama. Perkara yang
timbul antara orang yang berlainan agama diselesaikan oleh mahkamah
campuran, serta perbedaan pajak yang dipungut dari rakyat dihapuskan.
Pada akhir periode Turki Usmani, persoalan peradilan semakin banyak
dan sumber hukum yang dipegang tidak hanya terbatas pada syari’at Islam
saja, tapi juga diambil dari sumber no syari’at Islam, dan pada masa ini banyak
muncul lembaga peradilan yang sumber hukumnya saling berbeda, yaitu:
a. Mahkamah al-Thawaif atau Qadha al-Milli, yaitu peradilan untuk
suatu kelompok (agama), sumbernya dari agama masing-masing.
b. Qadha al-Qanshuli, yaitu peradilan untuk warga Negara asing
dengan sumber undang-undang asing tersebut.

6
Harun Nasution, Pembaharuan Dalam Islam Sejarah Pemikiran dan Gerakan, hlm. 100
7
Ibid. hlm. 126.

8
c. Qadha Mahkamah Pidana, yaitu bersumber dari undang-undang
Eropa.
d. Qadha Mahkamah al-Huquq (Ahwal al-Madaniyah), yaitu
mengadili perkara perdata, bersumber dari Majallah al-Ahkam al-
Adliyah.
Majelis Syari’ al-Syarif, yaitu mengadili perkara ummat Islam khusus
masalah keluarga (al-Syakhsiyah), bersumber pada Fiqh Islam.8

8
Jumni Nelli, Perkembangan Hukum Islam Pada Masa turki Usmani, (Hukum Islam, Vol. VI.
No. 4. Desember 2004), hlm. 441.

9
BAB III

PENUTUP
A. Kesimpulan
bentuk peradilan yang terdapat pada masa Turki Utsmani adalah sebagai
berikut:

1. Peradilan Syar’i. Lembaga ini merupakan peradilan tertua, yang sumber


hukum materialnya adalah Fiqh Islami.
2. Peradilan campuran. Peradilan ini didirikan pada Tahun 1875, yang sumber
hukum materialnya adalah Undang-Undang asing.
3. Peradilan ahli (adat). Peradilan ini didirikan pada Tahun 1883, yang sumber
hukum materialnya adalah Undang-Undang Perancis.
4. Peradilan Milly (peradilan agama-agama diluar Islam). Sumber hukum
material yang digunakan peradilan ini adalah ajaran-ajaran agama diluar Islam.
5. Peradilan Qunshuliya (peradilan negara-negara asing). Peradilan dilingkungan
ini berwenang mengadili dan menyelesaikan perkara berdasarkan Undang-
Undang yang berlaku di negara masing-masing.

Perkembangan hukum Islam di Turki, dibagi oleh Harun Nasution kedalam


tiga periode besar, yaitu periode awal (650-1250 M), periode pertengahan (1250-
1800 M) dan periode modern (1800 M sampai sekarang).

10
DAFTAR PUSTAKA
C. E Bossworth, 1980, DInasti-dinasti Islam, Bandung: Mizan.
Oyo Sunaryo Mukhlas, 2012, Perkembangan Peradilan Islam, Bandung: Ghalia
Indonesia.
Harun Nasution, 1996, Pembah.aruan dalam Islam Sejarah Pemikiran dan Gerakan,
Jakarta: Bulan Bintang.
Ahmad Hanafi, Pengantar dan Sejarah Hukum Islam, cet V, Jakarta: PT Bulan
Bintang, 1989,
Harun Nasution, Pembaharuan Dalam Islam Sejarah Pemikiran dan Gerakan, hlm.
92.
Harun Nasution, Pembaharuan Dalam Islam Sejarah Pemikiran dan Gerakan,
hlm. 100
Jumni Nelli, Perkembangan Hukum Islam Pada Masa turki Usmani, (Hukum Islam,
Vol. VI. No. 4. Desember 2004), hlm. 441.

11

Anda mungkin juga menyukai