Anda di halaman 1dari 15

SEJARAH DAN PERKEMBANGAN HUKUM EKONOMI

SYARI’AH DI INDONESIA

DI

OLEH :
Kelompok 3

NAMA : Andi Miswari


: Tasya Hajanna
: Nurjannah

UNIT/SEM : I/V
PRODI : HES

SEKOLAH TINGGI ILMU SYARI'AH


PERGURUAN TINGGI ISLAM
AL-HILAL SIGLI
2020

i
KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah swt yang telah memberikan limpahan karunia yang
tidak terhingga sehingga penyusunan makalah ini terselesaikan dengan baik,
shalawat dan salam kepada janjungan alam Nabi besar Muhammad Saw. pembawa
risalah Allah swt mengandung pedoman hidup yang terang bagi umat manusia
didunia dan diakhirat.

Makalah ini membahas tentang “Sejarah dan Perkembangan Hukum


Ekonomi Syariah Di Indonesia”. Saya sadar bahwa penyusun makalah ini sangatlah
jauh dari kesempurnaan, maka dari ini saya sangat mengharapkan kritik dan saran
dari pembaca. Mudah-mudahan makalah ini bermanfaat bagi para pembaca
khususnya mahasiswa/i. Semoga juga menjadi amal yang baik dan diterima disisi
Allah SWT. Amiin.

Penulis

Kelompok 3

ii
DAFTAR ISI
i Halam
an

KATA PENGANTAR.................................................................................... i

DAFTAR ISI................................................................................................... ii

BAB I : PENDAHULUAN............................................................................. 1

A. Latar Belakang...................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah................................................................................. 1

BAB II : PEMBAHASAN.............................................................................. 2

A. Perkembangan Hukum Ekonomi Syariah di Indonesia........................ 2


B. Perkembangan Legislasi Syariah Dalam Perundang -undangan.......... 7
C. Koditifikasi Hukum.............................................................................. 10
D. Asal-Usul Koditifikasi.......................................................................... 11

BAB III : PENUTUP...................................................................................... 13

A. Kesimpulan........................................................................................... 13
B. Penutup................................................................................................. 13

DAFTAR PUSTAKA...................................................................................... 14

iii

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Perkembangan ekonomi Islam berlangsung dengan begitu pesat. Hal ini

juga didukung oleh sektor hukum, yakni dilandasi dengan keluarnya peraturan

perundang- undangan di bidang ekonomi syariah, antara lain adalah keluarnya

Undang- undang Nomor 3 Tahun 2006 yang memberikan kewenangan bagi

Pengadilan Agama untuk menangani perkara sengketa ekonomi syariah. Selain

itu keluarnya Undang-undang Nomor 19 Tahun 2008 tentang Surat Berharga

Syariah Negara dan Undang-undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan

Syariah semakin memperkokoh landasan hukum ekonomi syariah di Indonesia.

Pada tataran praktis, keberadaan lembaga-lembaga keuangan syariah sekarang ini

menunjukkan adanya perkembangan yang semakin pesat. Hal ini sejalan dengan

semakin meningkatnya kesadaran sebagian besar umat Islam untuk melaksanakan

Islam secara kaffah.

B. Rumusan Masalah

1. Bagaimana Perkembangan Hukum Ekonomi Syariah di Indonesia?

2. Bagaimana Perkembangan Legislasi Syariah Dalam Peraturan Perundang-

undangan?

3. Bagaimana Devisini Koditifikasi Hukum?

4. Darimana Asal Usul Kodifikasi?

1
BAB II

PEMBAHASAN

A. Perkembangan Hukum Ekonomi Syariah di Indonesia

Sebagai konstitusi ekonomi, Undang-Undang Dasar 1945 juga mengatur

bagaimana sistem perekonomian nasional seharusnya disusun dan

dikembangkan. Ketentuan utama Undang-Undang Dasar 1945 tentang sistem

perekonomian nasional dimuat dalam Bab XIV Pasal 33. Ketentuan tentang

sistem perekonomian nasional memang hanya dalam satu pasal yang terdiri

dari lima ayat. Namun ketentuan ini harus dielaborasi secara konsisten dengan

cita-cita dan dasar negara berdasarkan konsep-konsep dasar yang dikehendaki

oleh pendiri bangsa. Selain itu, sistem perekonomian nasional harus

dikembangkan terkait dengan hak-hak asasi manusia yang juga mencakup hak-hak

ekonomi, serta dengan ketentuan kesejahteraan rakyat.1

Secara filosofis, cita-cita hukum ekonomi Indonesia adalah menggagas

dan menyiapkan konsep hukum tentang kehidupan ekonomi. Kehidupan ekonomi

yang diinginkan adalah kehidupan berbangsa dan bernegara yang rakyatnya

memiliki kesejahteraan dan keadilan sosial, sebagaimana yang dicita-citakan

Pancasila. Bertolak dari cita-cita tersebut, ke depan hukum ekonomi harus

menunjukkan sifat yang akomodatif terhadap:

1) perwujudan masyarakat yang adil dan makmur;

2) keadilan yang proporsional dalam masyarakat;

3) tidak adanya diskriminatif terhadap pelaku ekonomi;


1
Asshiddiqie, Jimly. (2005). Implikasi Perubahan UUD 1945 Terhadap Pembangunan
Hukum Nasional. Jakarta: Konstitusi Press, hlm. 20.

2
4) persaingan yang tidak sehat.

Cita-cita hukum ekonomi ini searah dengan cita hukum Islam yang

tertuang dalam maqᾱṣid asy-syari’ah dengan berintikan pada membangun dan

menciptakan kemaslahatan dunia dan akhirat bagi umat manusia. Cita hukum

Islam dalam bidang ekonomi terlihat dalam konsepnya tentang aktivitas ekonomi

dipandang sebagai wahana bagi masyarakat untuk membawa kepada, paling

tidak pelaksanaan dua ajaran al-Qur’an, yaitu prinsip saling at- ta’awwun

(membantu dan saling bekerja sama antara anggota masyarakat untuk kebaikan)

dan prinsip menghindari garar (transaksi bisnis di mana didalamnya terjadi unsur

penipuan yang akhirnya merugikan salah satu pihak).

Masuknya unsur Islam (ekonomi syariah) dalam cita hukum ekonomi

Indonesia, bukan berarti mengarahkan ekonomi nasional ke arah ideologi

ekonomi agama tertentu, tetapi dikarenakan ekonomi syari’ah sudah lama hidup

dan berkembang tidak hanya di Indonesia, tetapi juga di dunia. Sistem ekonomi

syari’ah adalah salah satu dari sistem-sistem ekonomi lainnya seperti kapitalisme

dan sosialisme. Menurut Jimly Asshiddiqie, dalam perspektif konstitusi ekonomi,

kita tidak perlu terjebak dalam diskusi mengenai ideologi ekonomi. 2 Ekonomi

Syariah keberadaannya mempunyai landasan yang kuat baik secara formal syar’i

maupun formal konstitusi. Secara formal syar’i, keberadaan ekonomi Syariah

mempunyai landasan dalil yang kuat. Dalam konteks negara, ekonomi Syariah

mempunyai landasan konstitusional.

2
Hartono, Sri Redjeki. (2007). Hukum Ekonomi Indonesia. Malang: Bayumedia
Publishing, hlm. 31.

3
Perkembangan ekonomi Islam atau yang lazim dikenal dengan

ekonomi syariah di Indonesia berlangsung dengan begitu pesat. Hal ini juga

didukung oleh sektor hukum, yakni dilandasi dengan keluarnya peraturan

perundang-undangan di bidang ekonomi syariah, antara lain adalah keluarnya

Undang-undang Nomor 3 Tahun 2006 yang memberikan kewenangan bagi

Pengadilan Agama untuk menangani perkara sengketa ekonomi syariah. Selain

itu keluarnya Undang-undang Nomor 19 Tahun 2008 tentang Surat Berharga

Syariah Negara dan Undang-undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan

Syariah semakin memperkokoh landasan hukum ekonomi syariah di Indonesia.

Pada tataran praktis, keberadaan lembaga-lembaga keuangan syariah

sekarang ini menunjukkan adanya perkembangan yang semakin pesat. Hal ini

sejalan dengan semakin meningkatnya kesadaran sebagian besar umat Islam untuk

melaksanakan Islam secara kaffah. Perkembangan ini tentu memberikan harapan

baru bagi para pelaku usaha untuk menjalankan bisnis yang tidak hanya

berorientasi pada keuntungan materiil semata, tetapi juga sesuai dengan spirit

hukum syariah yang menjanjikan pemenuhan kebutuhan batiniyah.

Menurut pandangan Islam bahwa istilah hukum dan syariah merupakan

satu kesatuan yang tidak bisa dipisahkan, karena setiap kali mengkaji hukum

sejatinya adalah syariah itu sendiri. Pengertian syariah menurut bahasa memiliki

beberapa makna, diantaranya berarti jalan yang harus diikuti.

B. Perkembangan Legislasi Syariah Dalam Peraturan Perundang-undangan

Sejak zaman proklamasi sampai dekade 1990-an, kata syariah dianggap

tabu untuk dimasukkan dalam khazanah perundang-undangan. Stigma syariah

4
dalam wacana politik dan hukum barangkali karena adanya phobia (kekuatiran)

bahwa implementasi syariah akan menuju kepada pembentukan negara Islam, atau

setidak-tidaknya “kewajiban menjalankan Syariat Islam bagi pemeluk-

pemeluknya”, sebagaimana tercantum dalam Piagam Jakarta. Namun dengan

perkembangan yang terjadi pada penggalan akhir dari rezim Orde Baru,

pemerintah dan kebijakan politik hukum nasaional mulai “toleran” dengan kata

tersebut, sehingga stigamasasi syariah pelan-pelan hapus.3

Penerapan kegiatan bisnis berdasarkan prinsip ekonomi syariah mencapai

perkembangan yang cukup signifikan untuk diamati, sekurang-sekurangnya dari

aspek legislasi. Dalam hal ini akan dikemukakan pembentukan legislasi syariah di

bidang perbankan, peradilan, surat berharga dan peraturan di bidang perseroan

terbatas.

Rintisan penerapan ekonomi (keuangan) syariah tingkat nasional diawali

dengan berdirinya Bank Muamalat Indonesia, yang secara tegas memberikan

pelayanan operasional perbankan dengan sistem bagi hasil (mudharabah).

Beroperasinya sistem perbankan syariah memperoleh landasan hukum Undang-

Undang Nomor 10 tentang Perubahan UU Nomor 7 Tahun 1992 tentang

Perbankan. Kemudian diperkuat lagi dengan UU No. 23 Tahun 1992 tentang

Bank Indonesia sebagaimana telah diubah dengan UU No. 3 Tahun 2004 tentang

Bank Indonesia, yang memungkinkan penerapan kebijakan moneter berdasarkan

prinsip-prinsip syariah. Kedua undang-undang tersebut menjadi landasan hukum

bagi perbankan nasional untuk menerapkan sistem perbankan ganda (dual banking

3
Wirdyaningsih, Perwataatmadja, K., Barlinti, Y. S., & Dewi, G. (2005). Bank dan
Asuransi Islam di Indonesia. Jakarta: Kencana Prenada Media Group, hlm. 17 – 18.

5
system), yaitu penggunaan perbankan konvensional dan syariah yang berjalan

secara paralel. Pengembangan bank syariah dapat meningkatklan ketahanan

sistem perbankan nasional, namun di sisi lain, dapat membawa konsekuensi

terjadinya benturan hukum yang disebabkan adanya perbedaan yang prinsip antara

ketentuan hukum yang berlaku bagi bank konvensional dengan bank syariah.

Mengingat luasnya substansi perbankan syariah (misalnya, perizinan,

kepemilikan, bentuk badan hukum, struktur organisasi, manajemen permodalan,

jenis kegiatan usaha, cakupan rahasia bank, penilaian kesehatan bank,

pengawasan syariah, pasar keuangan, instrumen pasar uang, likuidasi, dan sanksi

pidana), Dhani Gunawan menyimpulkan bahwa eksistensi perbankan syariah

memerlukan landasan hukum yang kuat dalam bentuk undang-undang.

Pada 7 Mei 2008, berlaku UU No. 19 Tahun 2008 Tentang Surat Berharga

Syariah Negara (SBSN) sebagai dasar hukum pengembangan instrumen keuangan

syariah. Dengan diakuinya SBSN sebagai alternatif instrumen pembiayaan

anggaran negara, maka sistem perundang-undang nasional telah memberikan

landasan hukum bagi upaya memobilisasi dana publik secara luas berdasarkan

prinsip syariah. Upaya pengembangan instrumen pembiayaan tersebut bertujuan

untuk: (1) memperkuat dan meningkatkan sistem keuangan berbasis syariah di

dalam negeri; (2) memperluas basis pembiayaan anggaran negara; (3)

menciptakan bench mark instrumen keuangan syariah baik di pasar keuangan

syariah domestik maupun internasional; (4) memperluas dan mendiversifikasi

basis investor; (5) mengembangkan alternatif instrumen investasi baik bagi

investor dalam negeri maupun luar negeri yang mencari instrumen keuangan

6
berbasis syariah; dan (6) mendorong pertumbuihan pasar keuangan syariah di

Indonesia. SBSN (Sukuk Negara) yang merupakan surat berharga berdasarkan

prinsip syariah, sehingga berbagai bentuk akad sukuk yang dikenal dalam

ekonomi syariah (ijarah, mudharabah, musyarakah, istishna’, dan lain-lain) dapat

diterapkan berdasarkan UU No. 19 Tahun 2008.

Perkembangan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah yang dilakukan

oleh badan hukum perseroan terbatas merupakan salah satu alasan penggantian

UU No. 1 Tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas dengan UU No. 40 Tahun

2007. Perseroan terbatas yang menjalankan kegiatan usaha berdasarkan prinsip

syariah, selain mempunyai Dewan Komisaris wajib mempunyai Dewan Pengawas

Syariah (DPS), yang diangkat oleh Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) atas

rekomendasi Majelis Ulama Indonesia. DPS bertugas memberikan nasihat dan

saran kepada Direksi serta mengawasi kegiatan Perseroan agar sesuai dengan

prinsip syariah. DPS sebagai organ perseroan yang mendampingi atau melengkapi

Dewan Komisaris bertugas melakukan pengawasan agar kegiatan perseroan tidak

melakukan kegiatan usaha yang bertentangan dengan prinsip ekonomi syariah

(umpama larangan riba - bunga uang atau return yang diperoleh dari penggunaan

uang untuk mendapatkan uang - maysir - unsur spekulasi, judi, dan sikap untung-

untungan – dan gharar - unsur ketidakpastian yang antara lain denngan

penyerahan, kualitas dan kuantitas.

C. Kodifikasi Hukum

Kodifikasi adalah proses menghimpun dan menyusun secara sistimatik

berbagai hukum, regulasi atau peraturan di bidang tertentu yang ditetapkan oleh

7
negara. Produk dari kegiatan kodifikasi dapat berupa kitab undang-undang (wet,

code).

D. Asal Usul Kodifikasi

Mengkodifikasikan undang-undang merupakan salah satu kegiatan

pembangunan hukum yang merujuk kepada produk hukum abad ke 18 dan 19,

yang ditandai dengan lahirnya Kodifikasi Napoleon yang diikuti dengan berbagai

kodifikasi di Jerman, Belanda, Italia, dan Indonesia. Namun, sebenarnya kegiatan

para ilmuwan hukum di bidang kodifikasi telah ada sejak zaman Imperirum

Romawi, jauh sebelum Masehi.4

Dalam filsafat hukum alam yang berlatar belakang Plato dan Aristoteles

terdapat semacam teori bahwa kekuasaan yang dimiliki seorang raja berdasarkan

pada perjanjian yang dibuat dengan rakyat, yang intinya rakyat bersedia

menyerahkan hak-hak mereka pada raja, setelah mereka bersepakat terlebih

dahulu (pactum subjectionis) . Sebelum perjanjian itu dibuat mereka sepakat lebih

dahulu bahwa hak-hak mereka telah diserahkan kepada koltivitas (pactum

unionis). Sebelum paham hukum alam itu dikembangkan oleh Hobbes, Locke dan

Rousseau yang sering dihormati sebagai bapak verdragstheorie, hukum rumawi

yang membentuk hukum dengan memperhtikan faktor-faktor atau kondisi moral,

politik, dan sosiologi masyarakat. Hukum Rumawi yang religious dan agraris

uyang dituangkan dalam normatif yuridis, dalam arti hukum dipandang sebagai

norma. Sejak awal sampai akhir, perkembangan hukum Rumawi adalah

bersandarkan kodifikaasi, yaitu yang dimulai dengan kodifikasi yang disebut


4
Burhanuddin. (2010). Aspek Hukum Lembaga Keuangan Syariah. Yogyakarta: Graha
Ilmu, hlm. 2.

8
twaalftafelen (meja atau batu hukum dua belas) dan diakhiri juga dengan

kodifikasi yaitu yang disebut Corpus Iuris Civilis.

Menurut Djoklosoetono, kodifikasi terbesar sepanjang sejarah hukum yang

tidak ada bandingannya sampai sekarang, terjadi akibat adanya dua lapisan rakyat

(standen) yang disebut Res Mancipi dan Emancipatio, yang diwujudkan dengan

kelompok (golongan) patriciers dana golongan plebeyers yang selalu terjadi

konflik karena tidak ada persamaan hak. Golongan patriciers menguasai.

BAB III

9
PENUTUP

A. Kesimpulan

Keberadaan ekonomi syariah di Indonesia, sesungguhnya sudah mengakar

sekalipun keberlakuannya masih bersifat normatif sosiologis. Krisis ekonomi

yang terjadi di Indonesia tahun 1997, menjadikan pemerintah mulai melirik pada

sistem yang berangkat dari sistem ekonomi Syari’ah. Beberapa perangkat hukum

untuk memayungi penerapan ekonomi syariah Indonesia sudah relatif banyak,

sekalipun belum maksimal. Ke depan perlu upaya yang lebih maksimal dan

menyeluruh dalam rangka melengkapi aturan atau regulasi terkait dengan

ekonomi syariah, sehingga keberadaan ekonomi syariah menjadi kuat tidak hanya

secara normatif sosiologis tetapi juga yuridis formil. Hal yang perlu dilakukan

adalah melakukan pembaruan hukum yang merupakan salah satu dimensi dari

pembangunan hukum nasional, selain dimensi pemeliharaan dan penciptaan. Yang

dimaksud dengan dimensi pembaruan adalah usaha untuk lebih

meningkatkan dan menyempurnakan pembangunan hukum nasional yaitu

dengan selain pembentukan peraturan perundang-undangan yang baru, juga

penyempurnaan peraturan perundang-undangan yang ada sesuai dengan

kebutuhan baru di bidang-bidang yang bersangkutan, dalam hal ini bidang

ekonomi syariah.

B. Saran

Demikianlah pembahasan makalah kami ini, tentunya masih ada kesalahan

atau kesilapan dalam penulisan maupun penuturan. Oleh karena itu kami dengan

segenap hati membuka kritikan sekaligus dengan saran untuk teman-teman semua,

10
tujuannya untuk kebaikan pribadi kami sendiri dan juga untuk teman-teman lain

yang akan tampil berikutnya. Semoga makalah ini bermanfaat bagi kita semua

khususnya bagi kami sebagai pemakalah sendiri.

DAFTAR PUSTAKA

11
Asshiddiqie, Jimly. (2005). Implikasi Perubahan UUD 1945 Terhadap

Pembangunan Hukum Nasional. Jakarta: Konstitusi Press.

Hartono, Sri Redjeki. (2007). Hukum Ekonomi Indonesia. Malang: Bayumedia

Publishing.

Wirdyaningsih, Perwataatmadja, K., Barlinti, Y. S., & Dewi, G. (2005). Bank dan

Asuransi Islam di Indonesia. Jakarta: Kencana Prenada Media Group.

Burhanuddin. (2010). Aspek Hukum Lembaga Keuangan Syariah. Yogyakarta:

Graha Ilmu.

12

Anda mungkin juga menyukai