Anda di halaman 1dari 21

ASURANSI SYARIAH

REASURANSI PADA ASURANSI SYARIAH (RETAKAFUL)

Di Susun Oleh :

Novella Dhea Wisesa 201594403011

Siti Rohmawati 201594403015

Ayu Wulandari 201594403020

Febitya Ramantahari Dewi 201594403024

Sekolah Tinggi Ilmu Manajemen Risiko Dan Asuransi

D3 B&B

Tahun 2018

1
KATA PENGANTAR

Puji Syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT, Karena berkat rahmat dan hidayah-
Nya kami telah mampu menyelesaikan makalah berjudul “Reasuransi Syariah”. Makalah ini
telah disusun untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Asuransi Syariah. Kami
menyadari bahwa selama penulisan makalah ini, kami banyak mendapat bantuan dari
berbagai pihak. Oleh sebab itu, pada kesempatan kali ini kami mengucapkan Terima kasih
kepada :

1. Bapak Abdullah Amrin selaku Dosen mata kuliah Asuransi Syariah yang telah
membantu kami selama menyusun makalah ini.
2. Kedua orang tua kami yang telah memberikan bantuan baik dari segi Moril
maupun materil
3. Rekan-rekan seangkatan yang telah memotivasi kami untuk menyelesaikan
penyusunan makalah ini.
4. Semua pihak yang tidak bisa kami sebutkan satu persatu.

Makalah ini bukanlah karya yang sempurna karena masih memiliki banyak
kekurangan, baik dalam hal isi maupun sistematika penulisannya. Oleh sebab itu, kami sangat
mengharapkan saran dan kritik yang membangun demi kesempurnaan makalah ini. Semoga
makalah ini bisa memberikan manfaat bagi pembaca.

Jakarta, 05 Agustus 2018

2
DAFTAR ISI

Halaman Judul.................................................................................................................. 1

Kata Pengantar.................................................................................................................. 2

Daftar Isi........................................................................................................................... 3

BAB I PENDAHULUAN

a. Latar Belakang............................................................................................... 4
b. Rumusan Masalah.......................................................................................... 5
c. Tujuan Penelitian........................................................................................... 5

BAB II PEMBAHASAN

a. Pengertian Reasuransi.............................................................................. 7
b. Pengertian Reasuransi Syariah (Retakaful).............................................. 8
c. Tujuan Reasuransi Syariah...................................................................... ...... 9
d. Perbedaan Reasuransi dan Retakaful...................................................... ...... 9
e. Akad Reasuransi Syariah........................................................................ ...... 10
f. Metode penempatan dan bentuk-bentuk retakaful.................................. ...... 10
g. Metode Reasuransi Syariah Treaty (Proportional dan Non Proportional.. 12
h. Prinsip Reasuransi Syariah...................................................................... ...... 15
i. Fatwa Dewan Syariah Nasional (Fatwa DSN MUI).................................. 18

BAB III PENUTUP

Kesimpulan.......................................................................................................... 20

Daftar Pustaka.................................................................................................................. 21

3
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Semakin berkembangnya asuransi syariah di Indonesia, memerlukan adanya
reasuransi yang beroperasional sesuai syariah islam untuk bekerjasama yang saling
menguntungkan kedua belah pihak. Reasuransi syariah diperlukan oleh asuransi
syariah untuk saling membantu bilamana terjadi klaim dari peserta pada waktu yang
tidak dapat diperkirakan sebelumnya. Dimana besarnya klaim tersebut diluar batas
kemampuan membayar asuransi syariah. Kemampuan perusahaan asuransi syariah
untuk menanggung risiko dari suatu pertanggungan disebut retensi, yang merupakan
batas maksimum dari total klaim yang harus dibayar perusahaan asuransi syariah.
Bilamana total klaim yang harus dibayar melebihi retensi yang telah ditentukan
perusahaan asuransi, maka perlu adanya keterlibatan reasuransi syariah untuk ikut
menanggung beban sebagian dari klaim tersebut. Jika hal ini tidak di lakukan, maka
perusahaan asuransi syariah akan mengalami gagal bayar klaim yang berpotensi
merugikan peserta karena klaimnya tidak dapat di bayarkan.
Kerjasama antara reasuransi syariah dengan asuransi syariah, berdasarkan fatwa
DSN No. 53/DSN-MUI/III/2006 aktivitas ini menggunakan akad tabarru. Hal ini
sesuai dengan tujuan kerjasama tersebut untuk saling tolong-menolong dan bukan
semata-mata untuk tujuan komersial. Hubungan asuransi syariah dengan reasuransi
syariah, hampir sama dengan hubungan asuransi syariah dengan peserta. Dalam
hubungan asuransi syariah dengan peserta, dimana pihak asuransi syariah sebagai
penanggung kerugian (Insurer) yang mungkin menimpa peserta sebagai pihak
tertanggung (Insured). Sedangkan dalam reasuransi syariah sebagai pihak penanggung
(Insurer), dan sebagai pihak tertanggung adalah perusahaan asuransi (Insured) tanpa
adanya keterlibatan langsung antara reasuransi syariah dengan peserta sebagai
pemegang polis dari suatu perusahaan asuransi syariah.
Dengan mengasuransikan kembali sebagian premi yang dikelola perusahaan
asuransi syariah, berarti perusahaan asuransi syariah menyebarkan sebagian risiko
kepada reasuransi syariah. Hal ini untuk menghindari kerugian yang lebih besar

4
karena adanya klaim peserta dan menghindari gagal bayar klaim dari perusahaan
asuransi syariah.
Reasuransi Syariah di Indonesia sudah mulai tumbuh dan berkembang, yang
ditandai dengan penambahan beberapa perusahaan Reasuransi baik dari Nasional
maupun dari Internasional (ASEAN), untuk mendukung dan membantu mekanisme
dan kegiatan transfer of risk dari perusahaan asuransi syariah. Beberapa perusahaan
reasuransi nasional tersebut diantaranya adalah ReINDO syariah, Nasre syariah,
Tugure dan Marien yang telah membuka unit syariahnya.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang diatas, maka secara umum rumusan masalah
pada makalah ini adalah sebagai berikut :
1. Pengertian Reasuransi?
2. Pengertian Reasuransi Syariah (Retakaful)?
3. Tujuan Reasuransi Syariah?
4. Perbedaan Reasuransi dan Retakaful?
5. Akad Reasuransi Syariah?
6. Metode penempatan dan bentuk-bentuk retakaful?
7. Metode Reasuransi Syariah Treaty (Proportional dan Non Proportional)?
8. Prinsip Reasuransi Syariah?
9. Fatwa Dewan Syariah Nasional (Fatwa DSN MUI) Tentang Reasuransi
Syariah?

C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah diatas, tujuan dari penulisan makalah ini adalah :
1. Untuk mengetahui pengertian dari reasuransi
2. Untuk mengetahui pengertian dari retakaful
3. Untuk mengetahui tujuan retakaful
4. Untuk mengetahui perbedaan reasuransi dan retakaful
5. Untuk mengetahui akad yang digunakan retakaful
6. Untuk mengetahui metode penempatan dan bentuk-bentuk retakaful
7. Untuk mengetahui metode reasuransi syariah treaty (proportional dan non
proportional)
8. Untuk mengetahui prinsip reasuransi syariah

5
9. Untuk mengetahui Fatwa Dewan Syariah Nasional (Fatwa DSN MUI)
Tentang Reasuransi

6
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Reasuransi
Reasuransi adalah perusahaan yang menerima pertanggungan ulang dari
perusahaan asuransi atas sebagian atau seluruh risiko yang telah atau tidak dapat
ditanggung kembali oleh perusahaan asuransi. Dengan demikian perusahaan asuransi
menerima pemindahan risiko dari perusahaan asuransi yang menutup secara langsung
risiko tertentu dimana nilai pertanggungan tersebut telah melampaui kemampuannya
menerima suatu risiko. Undang-undang Republik Indonesia No. 2 tahun 1992 tentang
usaha perasuransian menyatakan bahwa perusahaan reasuransi adalah perusahaan
yang memberikan jasa dalam pertanggungan ulang terhadap risiko yang dihadapi oleh
perusahaan asuransi kerugian dan atau perusahaan asuransi jiwa.
Pengertian reasuransi sebagaimana tersimpul dalam KUHD Pasal 271 tersebut
tampak sejiwa dan seirama dengan dikemukakan oleh pakar reasuransi Robert I Mehr
dan E. Cammack dalam buku yang berjudul Principles of Insurance yang
menyatakan: “ Reinsurance is the insurance of the insurance” (Ref. page no. 723),
artinya reasuransi adalah asuransi dari asuransi atau “ asuransinya asuransi “ (A.J.
Marianto 1997).
Reasuransi merupakan suatu perjanjian yang diadakan antara dua pihak, yaitu
antara Ceding company (Perusahaan asuransi) sebagai penanggung pertama dengan
perusahaan reasuransi sebagai penanggung kedua. Penanggung pertama menyetujui
untuk memindahkan dan penanggung kedua menyetujui untuk menerima dari suatu
risiko sebagaimana dengan ketentuan yang diperjanjikan.
Peranan reasuransi dinyatakan dengan tegas dalam Peraturan Pemerintah
Republik Indonesia No. 73 tahun 1992 tentang Penyelenggaraan Usaha Perasuransian
bahwa setiap penutupan asuransi yang jumlah uang pertanggungannya melebihi
retensi sendiri harus memperoleh dukungan reasuransi. Dalam hal ini, Perusahaan
reasuransi membantu perusahaan asuransi dalam hal :
a. Memperbesar Kapasitas akseptasi risiko-risiko tertentu oleh perusahaan
asuransi
b. Penyebaran risiko yang ditanggungnya
c. Stabilisasi Keuntungan perusahaan

7
d. Mengembangkan kegiatan perusahaan serta peningkatan asas profesionalisme
dan daya saing perusahaan

Dilihat dari pengertian reasuransi diatas, Aj. Marianto menjelaskan beberapa


Fungsi Reasuransi antara lain :

1. Memberi jaminan atau perlindungan kepada penanggung dari kerugian-


kerugian underwriting yang dapat sewaktu-waktu membahayakan likuiditas,
solvabilitas, dan kelestarian kegiatan usaha mereka.
2. Menaikkan kapasitas akseptasi perusahaan asuransi atas risiko-risiko yang
melampaui batas kemampuannya karena kelebihan tanggung-gugat yang tidak
bisa mereka tampung sendiri akan dijamin oleh penanggung ulang yang telah
bersedia menampungnya.
3. Sebagai alat penyebar resiko, baik dipasaran reasuransi dalam negeri maupun
dipasaran luar negeri
4. Bila kerjasama reasuransi atas sebagian resiko dilakukan antar sesama
perusahaan asuransi, akan terdapat dua fungsi didalamnya, yaitu sebagai
penyebaran risiko dan sebagai sarana pertukaran bisnis yang mampu
meningkatkan pendapatan premi yang dapat ditahan karena disamping adanya
pengeluaran terdapat pulapemasukan premi.
5. Meningkatkan atau mendukung kestabilan hasil underwriting dan keadaan
keuangan perusahaan asuransi, termasuk menjaga stabilitas pendapatannya.
6. Meningkatkan dan memperbesar keleluasaan dalam melakukan pemasaran
berbagai macam produk asuransi, baik yang konvensional maupun yang baru
dengan segala macam tingkat besar kecilnya resiko.

B. Pengertian Reasuransi Syariah (Retakaful)


Reasuransi syariah (Retakaful) adalah suatu proses saling menanggung antara
pemberi sesi dengan penanggung ulang, dimana ada proses saling menyetujui risiko
dan persyaratannya dalam akad yang sesuai syariah. Akad yang sesuai syariah yang
dimaksud di sini adalah yang tidak mengandung gharar (penipuan), maysir
(perjudian), riba, zulm (penganiayaan), risywah (suap), barang haram dan maksiat.
Sejalan dengan konsep reasuransi yang bersifat konvensional, reasuransi syariah juga
beroperasi untuk melindungi dan saling tolong menolong di antara sejumlah

8
perusahaan asuransi syariah melalui investasi dalam bentuk tabarrru’ yang
memberikan pola pengembalian untuk menghadapi risiko tertentu.
Keterbatasan kemampuan dari perusahaan-perusahaan asuransi mendorong
kebutuhan akan adanya perusahaan reasuransi. Melalui mekanisme reasuransi ini
tercipta saling pikul risiko, dimana perusahaan asuransi mengasuransikan kembali
risiko yang telah dipikulnya kepada perusahaan reasuransi. Reasuransi syariah
merupakan pengembangan dari industri asuransi syariah yang memiliki tujuan yang
sama dengan asuransi syariah, yaitu untuk menciptaan kerjasama yang saling
menguntungkan kedua belah pihak yang terlibat, dimana satu pihak bertindak sebagai
penanggung beban kerugian (insurer) atau perusahaan reasuransi syariah yang
memungkinkan akan menimpa perusahaan asuransi syariah (insured/policy holder).

C. Tujuan Reasuransi Syariah


Ditinjau dari aspek teknis, Tujuan reasuransi syariah dan reasuransi konvensional
adalah sama, yakni untuk mengurangi atau memperkecil beban risiko yang diterima
perusahaan asuransi dengan mengalihkan seluruh atau sebagian risiko itu kepada
perusahaan reasuransi sebagai penanggung lain. Dengan pertanggungan ulang ini,
penanggung pertama dapat mengurangi atau memperkecil risiko-risiko yang
diterimanya dari kemungkinan kerugian materiil. Jika pada aspek teknis ini, tujuan
reasuransi lebih mendasarkan pada cara pengalihan beban risiko (Distribution of Risk)
atau penyebaran risiko (spreading of risk), maka pada aspek hukum tujuan reasuransi
lebih menitikberatkan pada perjanjian pengalihan seluruh atau sebagian risiko dari
pihak perusahaan asuransi kepada pihak perusahaan reasuransi (Penanggung ulang).

D. Perbedaan Reasuransi dan Retakaful


Sebagai diferensiasi dari reasuransi dengan berdasarkan prinsip syariah adalah
adanya mekanisme Sharing of risk antara satu peserta dengan peserta lain. Dalam hal
ini, berbeda dengan proses Transfer of risk sebagaimana yang terjadi pada asuransi
konvensional. Dari sisi konsep, reasuransi konvensional menggunakan spreading of
risk, sementara reasuransi syariah menggunakan transfer of authority, tabarru fund
management, dan ceding company mewakili policy holders. Apabila sebuah
perusahaan asuransi syariah menyepakati perjanjian reasuransi dengan perusahaan
reasuransi, maka pada saat itu terjadi saling menanggung antara perusahaan asuransi
syariah dengan perusahaan reasuransi syariah, demikian selanjutnya dengan retrosesi,

9
atau perjanjian reasuransi dengan ceding company. Perbedaan ini sebagai
implementasi dari akad tabarru’ yang melandasi operasional asuransi dengan prinsip-
prinsip syariah.
Dua hal yang membedakan reasuransi konvensional dan reasuransi syariah
(Retakaful) ada dua, yaitu :
1. Mekanisme operasional pada reasuransi syariah harus menggunakan sistem
yang dibenarkan secara syariah, dimana harus terlepas dari praktik gharar,
maysir, dan riba.
2. Dalam transaksi kerjasamanya harus menggunakan skema bagi hasil
(Mudharabah), sebagaimana umumnya dalam akad tijarah dalam asuransi
syariah, atau akad lainnya yang dibenarkan secara syar’i.
Perbedaan lainnya antara reasuransi konvensional dan reasuransi syariah menurut
syafrizal adalah; reasuransi konvensional menggunakan akad jual beli, sementara
reasuransi syariah menggunakan akad tabarru dan tijarah. Sedangkan untuk komisi
reas pada reasuransi konvensional berasal dari premi reas, sementara komisi reas pada
reasuransi syariah tidak ada, namun yang ada adalah ujrah atau fee yang diberikan.

E. Akad Reasuransi Syariah


Akad antara ceding company (perusahaan asuransi) dan reasuradur memiliki beberapa
ketentuan :
1. Insurance Company (ceding company ) melakukan transfer of authority (not
transfer of risk) peran pengelolaan dana tabarru’ kepada reasuradur
2. Akad antara ceding company dan reasuradur adalah akad tijarah, sehingga
reasuradur berhak mendapatkan fee atas pengelolaan dana tabarru’
3. Sebagai pengelola dana tabarru’, reasuradur juga bertindak sebagai pembayar
klaim kepada peserta melalui ceding company
4. Pembayaran klaim melalui ceding company biasanya dilakukan secara cash
call dan off set triwulan.

F. Metode Penempatan dan Bentuk-Bentuk Retakaful


Menurut literature dalam praktik asuransi dan atau reasuransi, terdapat tiga cara
dalam melakukan kerjasama asuransi antara pihak penanggung pertama (Direct Insurer)
dan pihak penanggung ulang (Reinsurer) yaitu; metode reasuransi Fakultatif, Metode

10
reasuransi secara kontrak (Treaty), dan metode reasuransi pool dan fakultatif
obligatory.
1. Reasuransi syariah Fakultatif
Fakultatif adalah reasuransi syariah yang kontrak atau akadnya
dilakukan per-risiko dan sifatnya tidak wajib bagi kedua belah pihak.
Perusahaan asuransi (sebagai wakil) boleh menawarkan atau tidak
menawarkan kepada perusahaan reasuransi untuk ikut mengelola dari
sebagian dana tabarru ‘ (risk sharing di policy holders) kepada perusahaan
reasuransi. Sebaliknya, reasuransi bebas untuk menerima atau menolak
penawaran tersebut. Karakteristik dalam bentuk Reasuransi Syariah Fakultatif
ini adalah Pembuatan akad yang di lakukan secara fakultatif, dimana dalam
akad tersebut harus dijelaskan secara jelas besarnya risk sharing yang
diwakilkan kepada reasuradur dan premi peserta yang dialihkan
pengelolaannya kepada reasuradur, serta term and condition yang jelas pada
Reinsurance Slip.
Dalam Reasuransi Syariah fakultatif, proses penawaran, akseptasi,
administrasi, dan klaim antara Ceding Company dan reasuransi syariah harus
di lakukan risiko per risiko.

2. Reasuransi Syariah Treaty


Treaty adalah suatu perjanjian/kontrak tertulis antara perusahaan
asuransi (sebagai wakil policy holder) dan satu atau lebih perusahaan
reasuransi, yang mana perusahaan Asuransi (sebagai wakil) menyetujui untuk
memindahkan fungsi (transfer of authority) atas pengelolaan dana tabarru’
dari jumlah risk sharing yang timbul di atas kemampuan peserta membagi
risiko dalam suatu perusahaan asuransi syariah dan perusahaan reasuransi
setuju menerima pemindahan fungsi (transfer of authority) atas pengelolaan
dana tabarru’ tersebut dalam batas – batas yang telah ditentukan terlebih
dahulu. Perusahaan asuransi terikat dan mendahulukan perjanjian sebelum
mencari reasuradur di luar perjanjian yang ada, sedangkan perusahaan
reasuransi tidak dapat menolak suatu penyerahan yang masih dalam ruang
lingkup perjanjian.
Dalam Reasuransi Treaty, Reasuransi syariah secara otomatis
memberikan proteksi atau kapasitas atas suatu portofolio risiko asuransi

11
syariah. Treaty ini bersifat wajib bagi kedua belah pihak, dimana asuransi
syariah wajib mensesikan setiap risiko ke dalam pool reasuransi syariah
dengan ketentuan dan syarat-syarat yang telah di sepakati sepanjang risiko
tersebut tidak bertentangan dengan ketentuan treaty, begitu juga dengan
reasuransi syariah tidak memiliki pilihan lain kecuali diwajibkan untuk
menerima sesi risiko tersebut. Karakteristik dalam Reasuransi syariah treaty
ini adalah pembuatan akad yang di lakukan secara long term, serta term and
condition harus dijelaskan di akad/perjanjian treaty agar reasuransi syariah
memiliki kesempatan untuk mengetahui informasi secara detail dari suatu
risiko yang disesikan.

G. Metode Reasuransi Syariah Treaty (Proportional dan Non Proportional)


Secara umum, Reasuransi syariah Treaty dapat dikelompokan menjadi :
a. Proportional Treaty

Pengertian kontrak reasuransi proportional adalah perjanjian reasuransi


atau pertanggungan ulang yang mengikatkan dua atau lebih pihak, yaitu
pemberi sesi wajib yang menerima dan pihak penanggung ulang wajib
bersedia menerima bagian sesi atau premi dari pemberi sesi menurut
perbandingan yang seimbang antara jumlah uang pertanggungan ulang dan
jumlah seluruh uang pertanggungan dikali jumlah seluruh premi sebagaimana
disebut dalam polis. Dalam hal terjadi klaim, bagian klaim yang menjadi
tanggungan para penanggung ulang juga akan dihitung menurut
perbandingan yang seimbang antara tanggung jawab penanggung ulang dan

12
jumlah tanggung jawab seluruhnya dikali jumlah kerugian yang terjadi.
Sesuai dengan praktik yang terjadi saat ini, terdapat dua jenis proportional
treaty :
1. Quota Share
Yang dimaksud dengan kontrak Quota Share adalah suatu perjanjian
yang menyatakan bahwa pihak pemberi sesi (Penanggung pertama)
mengikatkan diri wajib memberi dan para penanggung ulang terkait
wajib menerima suatu bagian tetap dari setiap risiko yang dijamin
oleh penanggung pertama berdasarkan polis pertanggungan yang
telah diterbitkan.
2. Surplus
Pengertian Kontrak Surplus adalah suatu perjanjian pertanggungan
ulang yang menyatakan bahwa pihak pemberi sesi terikat wajib
memberikan sesi dan para penanggung ulang wajib menerima
surplus liability yang melampaui retensi sendiri pemberi sesi sampai
dengan batas tertinggi yang disepakati antara pemberi sesi (Ceding
company) dan penanggung ulang.
b. Non Proportional Treaty

Pengertian kontrak reasuransi Non Proportional adalah suatu perjanjian


reasuransi yang menetapkan bahwa para penanggung ulang dengan
menerima sejumlah premi yang telah disepakati bersama bersedia membayar
13
kepada penanggung pertama semua kerugian yang melampaui batas limit
retensi (Underlying Net Retention) sampai pada batas jumlah atau persentase
tertentu yang terjadi karena peristiwa-peristiwa yang diperjanjikan bersama.
1. Excess Of Loss Treaty
Excess of loss treaty adalah kontrak reasuransi nonproporsional
dimana reasuradur menerima transfer fungsi pengelolaan dari ceding
company atas kerugian risk sharing yang melebihi jumlah kerugian
risk sharing yang diperjanjikan untuk kelas bisnis tertentu. Limit
authoritynya dinyatakan dalam tingkat risk sharing loss ratio, selama
tahun takwim, misalnya 90%, demikian juga limit tanggung jawab
dari pihak reasuransi misalnya 30% risk sharing loss ratio setelah
limit 90% terlampaui. Jadi, dalam hal ini pihak reasuradur tidak
akan menanggung atau bebas dari tanggung jawab membayar ganti
rugi kerugian risk sharing sebelum limit loss ratio sebesar 90%
terlampaui. Sebaliknya, apabila terjadi risk sharing loss ratio
mencapai 120%. Dan tabarru’ pada reasuradur wajib membayar
ganti rurgi sebesar 30% untuk kelas bisnis yang diperjanjikan.
2. Working Excess Of Loss Treaty
Working excess of loss treaty yang memprotek kerugian-kerugian
yang sifatnya rutin atau sehari-hari. Karenanya maka treaty tersebut
diperuntukkan untuk tiap suatu polis (for any one policy) atau tiap
suatu risiko (for any one risk). Pada working cover pun ada 2
macam pengaturan, yakni yang didasarkan pada “setiap kejadian”
(any one event) tanpa memperdulikan banyaknya risiko yang
terkena kerugian, dan yang satunya adalah setiap kejadian yang
didasarkan pada kerugian yang dialami oleh tiap-tiap risiko.
3. Catastrophe Excess Of Loss Treaty
Catastrophe excess of loss yang memprotek kerugian-kerugian yang
merupakan akumulasi risiko dalam hal terjadinya suatu kerugian
yang katastrofal, misalnya gempa bumi atau cyclone yang
memusnahkan seluruh wilayah atau kota.
4. Stop Loss Treaty
Stop loss treaty Adalah kontrak reasuransi nonproporsional dimana
reasuradur menerima pemindahan fungsi (transfer of authority) atas

14
pengelolaan dana tabarru’ dari ceding company atas kerugian risk
sharing yang melebihi jumlah kerugian risk sharing yang
diperjanjikan untuk kelas bisnis tertentu yang dibatasi oleh suatu
limit tertentu. Limit authoritynya dinyatakan dalam tingkat risk
sharing loss ratio, selama tahun takwim, misalnya 90% demikian
juga limit tanggung jawab dari dana tabarru pada reasuradur
misalnya 30% risk sharing loss ratio setelah limit dari dana tabarru
pada pemberi sesi / ceding company 90% terlampaui. Jadi, dalam hal
ini, dana tabarru’ pada reasuradur tidak akan menanggung atau bebas
dari tanggung jawab membayar ganti rugi kerugian risk sharing
sebelum limit risk sharing loss ratio sebesar 90% terlampaui.
Sebaliknya, apabila terjadi risk sharing loss ratio mencapai 120%,
dana tabarru’ pada reasuradur wajib membayar ganti kerugian
sebesar 30% untuk kelas bisnis yang diperjanjikan.

H. Prinsip Reasuransi Syariah


Oleh karena reasuransi syariah adalah asuransi syariah yang diasuransikan
kembali, maka prinsip-prinsip yang berlaku dalam asuransi syariah berlaku juga pada
reasuransi syariah ini. Tujuan adanya prinsip ini adalah untuk melindungi para
penanggung dari kerugian-kerugian yang tidak semestinya mereka terima. Dengan
demikian, para reasuradur dapat berlindung dibalik prinsip-prinsip reasuransi ini tanpa
memikul kerugian.
a. Prinsip berserah diri dan ikhtiar
Allah adalah pemilik mutlak atau pemilik sebenarnya seluruh harta kekayaan.
Ia adalah pencipta alam semesta dan Dia pula Yang Maha Memilikinya.
Karena Allah yang menjadi pemilik mutlaknya, maka menjadi hak-Nya pula
untuk memberikannya kepada siapa saja yang dikehendaki-Nya atau
merenggutnya dari siapa saja yang dikehendaki-Nya. Allahlah pula yang
memutuskannya seorang menjadi miskin.
b. Prinsip tolong menolong
Prinsip yang paling utama dalam konsep asuransi syariah adalah prinsip
tolong menolong baik untuk life insurance atau general insurance. Tolong
menolong atau dalam bahasa Al-Qur’an disebut Ta’awun adalah inti dari

15
semua prinsip dalam asuransi syariah. Ia adalah pondasi dasar dalam
menegakkan konsep asuransi syariah.
c. Prinsip saling bertanggung jawab
Dalam banyak hal, Rasulullah menegaskan kewajiban individu dan
masyarakat dalam melaksanakan tanggung jawab sosial, dasar penetapannya
ialah karena kemaslahatan umum. Asuransi syariah bertujuan untuk
melaksanakan mashlahat ini. Kalau rasa ini tidak lagi hidup dikalangan
masyarakat islam, berarti kehilangan seluruh ruh agama yang menjadikan
umat islam baik kuat secara individu maupun secara kemasyarakatan.
d. Prinsip saling kerjasama dan bantu membantu
Sebagaimana firman Allah dalam Al-Qur’an surat Al-Maidah : 2 yang artinya
“Dan tolong-menolonglah kamu dalam mengerjakan kebajikan dan takwa,
dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. Dan
bertakwalah kamu kepada Allah, sesungguhnya Allah amat berat siksa-Nya”
Islam adalah agama jama’i, artinya banyak hal mesti dikerjakan secara
bersama. Tanpa kebersamaan, sangat tipis kemungkinan diraihnya
kesuksesan. Asuransi merupakan bagian dari usaha untuk dapatnya umat
islam bekerjasama membesarkan dana, guna saling membantu diantara umat
islam kalau terjadi suatu peristiwa yang merugikan harta dan jiwa umat islam.
e. Prinsip saling melindungi dari kesusahan
Karena keselamatan dan keamanan merupakan keperluan azas untuk semua
orang, maka semua orang perlu dilindungi.
f. Prinsip kepentingan Terasuransi (Insurable Interest)
Adalah pihak yang ingin mengasuransikan suatu objek pertanggungan seperti
rumah tinggal, stok barang dagangan, atau lainnya harus mempunyai
kepentingan atas objek tersebut. Kepentingan tersebut harus diakui secara
hukum. Jika kepentingan itu tidak ada, maka harus dikategorikan sebagai
kegiatan perjudian. Sementara perjudian diharamkan dalam syariat islam.
Karena itu, pengakuan terhadap hak milik dan tanggung jawab atas hak milik
seseorang yang dikuasakan kepada kita, diatur dan diakui dalam islam.
Kepemilikan manusia atas harta adalah kepemilikan yang bersifat perwalian
(amanat). Islam mengakui hak-hak individu manusia atas kekayaan yang
dianugerahkan Allah kepada mereka.

16
Manusia diperintahkan oleh Allah untuk berusaha mendapatkan harta,
memeliharanya, menyelamatkannya, menggunakannya, memanfaatkannya,
serta mempertanggungjawabkannya dihadapan pemilik mutlak-Nya, yaitu
Allah. Karena itulah, kita memiliki tanggung jawab untuk melindunginya.
Kita mempunyai kepentingan untuk sharing of risk dengan pihak lain agar
harta tersebut dapat dipelihara. Dengan demikian, kepentingan terasuransikan
(Insurable Interest) secara syar’i dapat dipertanggungjawabkan bahwa ia
adalah salah satu prinsip asuransi yang baik dan maslahah dimana pada saat
yang sama ia juga tidak bertentangan dengan kaidah-kaidah syara’
g. Prinsip I’tikad baik (Utmost Good Faith)
Kedua belah pihak yang melakukan kontrak asuransi, baik pihak yang
mengajukan objek untuk dipertanggungkan (Peserta) maupun perusahaan
asuransi (Pengelola), harus menerapkan prinsip itikad yang baik yang
direpresentasikan dengan keterbukaan atas semua informasi mengenai
pertanggungan. Pihak tertanggung (Peserta) harus memberikan semua
informasi yang material, baik diminta maupun tidak. Informasi tersebut ialah
mengenai objek pertanggungan yang akan mempengaruhi opini penanggung.
Informasi yang diberikan tidak mengandung unsur kebohongan, penipuan,
dan kecurangan. Dalam transaksi muamalah, adanya salah satu pihak yang
mengingkari perjanjian dapat mengakibatkan batalnya kontrak tersebut.
h. Prinsip Ganti Rugi (Idemnity)
Fungsi asuransi adalah mengalihkan atau membagi risiko yang kemungkinan
diderita atau dihadapi oleh tertanggung karena terjadinya suatu peristiwa yang
tidak pasti. Prinsip ganti rugi dalam fiqih islam dapat dilihat dalam praktik ad-
diyah ‘ala al-‘aqilah, al-‘aqil adalah orang yang membayar denda. Dalam
beberapa kasus, islam membebankan denda asuransi kepada orang lain.
Namun di dalam ad-diyah, yang menjadi sebab bukanlah kesengajaan. Para
ulama mengatakan, wajib membayar denda (pertanggungan) terhadap
sebagian kerusakan yang disebabkan kekeliruan, seperti pembunuhan,
melukai karena kekeliruan, atau kerusakan karena kelalaian.
Prinsip ganti rugi (Idemnity) merupakan hal wajar dalam rangka untuk
memelihara hak dan tanggung jawab terhadap harta benda yang dititipkan
Allah kepada hamba-Nya. Karena Allah adalah pemilik mutlak atau pemilik

17
sebenarnya seluruh harta kekayaan. Dia adalah pencipta alam semesta dan
Dia pula Yang Maha Memilikinya.
i. Prinsip Subrogasi
Merupakan hal yang pantas dan adil dalam hukum jika perusahaan sudah
membayar klaim kepada pemegang sertifikatnya dan pihak lain (ketiga)
dalam hukum dikenai biaya kerugian, pihak ketiga seharusnya tidak
menghindari tanggungjawabnya. Akan menjadi tidak adil jika dia
menghindari tanggung jawab finansialnya karena kebijaksanaan peserta
dalam mengatur ganti rugi takaful (asuransi syariah).
Bentuk keadilan ini berhubungan dengan prinsip subrogasi. Dengan adanya
subrogasi tersebut, tercegahlah pula bahwa pihak yang bersalah menjadi
bebas. Barangsiapa menurut hukum bertanggung jawab atas suatu musibah,
tetap terkena sanksinya. Hal tersebut penting bagi ketertiban masyarakat.
Dengan demikian, tidak akan terjadi adanya satu pihak menzalimi pihak lain
atau suatu pihak harus memberi ganti rugi terhadap perbuatan yang dilakukan
oleh pihak ketiga. Islam secara tegas melarang sikap saling menzalimi dalam
muamalat.
j. Prinsip Kontribusi
Kontribusi adalah suatu bentuk kerjasama mutual dimana tiap-tiap peserta
memberikan kontribusi dana kepada suatu perusahaan dan peserta tersebut
berhak memperoleh kompensasi atas kontribusinya tersebut berdasarkan
besarnya saham (premi) yang ia miliki (bayarkan) polis takaful adalah
perjanjian yang mengikat. Karena itu, pemberlakuan pertimbangan dari kedua
pihak (Peserta dan Pengelola) melalui pembayaran.

I. Fatwa Dewan Syariah Nasional (Fatwa DSN MUI) Tentang Reasuransi Syariah
Dalam tataran ideal, sebuah perusahaan asuransi syariah harus mereasuransikan
risikonya ke perusahaan reasuransi syariah. Apalagi dengan adanya fatwa MUI
tentang hal tersebut, bahwa wajib bagi setiap perusahaan asuransi untuk ke
perusahaan reasuransi syariah. Tetapi dalam kenyataannya, masih adanya
keterbatasan kapasitas yang masih kecil ditambah dengan adanya kendala regulasi
yang mengharuskan perusahaan reasuransi syariah di indonesia, memprioritaskan
reasuransi dalam negeri dengan rumus 1 plus 5, artinya setiap perusahaan asuransi
harus menggunakan 1 (satu) reasuransi dalam negeri, 5 (lima) perusahan asuransi, dan

18
selebihnya baru reasuransi internasional. Existing condition yang ada, perusahaan
asuransi syariah terpaksa melakukan reasuransi kepada reasuransi konvensional dan
sebagian kecil ke reasuransi syariah dan perusahaan syariah lainnya yang ada di
Indonesia.
Menyusun fatwa DSN MUI tentang Reasuransi syariah, maka ada beberapa
faktor penyebab sehingga belum sepenuhnya dapat dilaksanakan :
a. Jumlah asuransi/reasuransi syariah masih sangat sedikit
b. Kapasitas limit dan akseptasi yang terbatas
c. Tenaga ahli yang masih terbatas
d. Sinergi takaful dunia yang belum optimal
Adapun pembentukan reasuransi internasional masih pada tahap wacana, bagi
pelaku reasuransi syariah di berbagai belahan dunia. Hal ini tentu bukan hal yang
mudah, disamping faktor permodalan, susahnya melakukan sinergi antar pemegang
saham. Kendala saat ini adalah komunikasi, kemudian seberapa besar kapasitas
limitnya, apakah reasuransi tersebut masuk dalam rating reasuransi internasional, dan
kendala undang-undang yang memproteksi harus ke reasuransi dalam negeri dulu
sebelum keluar negeri. Berikut gambaran reasuransi syariah di Indonesia, antara
harapan dan kenyataan.

KEPUTUSAN DEWAN SYARIAH

KETENTUAN REASURANSI

Asuransi syariah hanya dapat melakukan reasuransi kepada


perusahaan reasuransi yang berlandaskan prinsip syariah.

PELAKSANAAN

Pelaksanaan keputusan Dewan Syariah Nasional akan


dilakukan secara bertahap sesuai dengan situasi dan kondisi

19
BAB III

PENUTUP

Kesimpulan

Dalam bahasa belanda, reasuransi disebut hervezekering yang artinya pertanggungan


ulang. Adapun menurut purwosutjipto, reasuransi adalah perusahaan yang khusus hanya
menjalankan pertanggungan ulang secara professional. Reasuransi syariah (retakaful) adalah
suatu proses saling menanggung atara pemberi sesi (ceding company) dengan penanggung
ulang (reasuradur) dengan proses suka sama suka dari berbagai risiko dan persyaratan yang
ditetapkan dalam akad yang dikenal dengan nama konsep sharing of risk.

Ditinjau dari aspek teknis, tujuan reasuransi (retakaful) yakni untuk mengurangi atau
memperkecil beban risiko yang diterimanya dengan mengalihkan seluruh atau sebagian risiko
itu kepada pihak penanggung lain. Jika pada aspek teknis, tujuan reasuransi lebih
mendasarkan pada cara atau alat pengalihan beban risiko dan/atau pembagian risiko
(distribution of risk) atau penyebaran risiko (spreading of risk), maka pada aspek hukum
manfaat reasuransi lebih menitik beratkan pada perjanjian pengalihan seluruh atau sebagian
risiko dari pihak perusahaan asuransi atau penanggung pertama kepada penanggung ulang.

Ditinjau dari ruang lingkup pada dasarnya ada tiga jenis reasuransi, yaitu specific/facultative
reinsurance, Automatic/Treaty Reinsurance, Facultative Obligatory Reinsurance berdasarkan
hubungan antara pool takaful dan pool retakaful dan bagaimana retakaful itu direalisasikan
dan diadministrasikan, ada dua tipe retakaful yaitu reasuransi syariah fakultatif dan reasuransi
syariah treaty.

20
DAFTAR PUSTAKA

Ali, AM. Hasan. 2006. Asuransi dalam perspektif Hukum Islam. Jakarta: Prenada Media

Amrin, Abdullah. 2012. Asuransi Syariah; Keberadaan dan kelebihannya di tengah asuransi
konvensional. Jakarta: PT. Elex Media Komputindo

Manan, Abdul.2012.Hukum Ekonomi Syariah Dalam Perspektif Kewenangan Peradilan


Agama. Jakarta: PT. Prenada Media Group

Sula, Muhammad Syakir.2004. Asuransi Syariah (Life and General): Konsep dan sistem
operasional. Jakarta: Gema Insani

Drs. H.A. Abbas halim, MA.2003. Asuransi dan Manajeman Risiko. Jakarta: PT.
RajaGrafindo Persada

Yada-katahati.blogspot.com/.../asuransi-dalam-persepektif-islam

Tethydwifebryana.blogspot.com/2014/11/reasuransi-syariah.html

21

Anda mungkin juga menyukai