Anda di halaman 1dari 9

PRINSIP ETIKA BISNIS KONVENSIONAL

OLEH:

KELOMPOK III

PEBRIANI SIBARANI 1940200027

LAYLA ABDI HUTAGALUNG 1940200043

RABIATUL ADAWIYAH MATONDANG 1940200019

DOSEN PENGAMPU :

M. YARHAM, M.H.

PROGRAM STUDI ETIKA BISNIS ISLAM

JURUSAN EKONOMI SYARIAH

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI PADANGSIDIMPUAN

2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya
sehingga kami dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul Prinsip Etika Bisnis
Konvensional ini tepat pada waktunya.

Adapun tujuan dari penulisan dari makalah ini adalah untuk memenuhi tugas dosen
pada mata kuliah Etika Bisnis Islam. Selain itu, makalah ini juga bertujuan untuk menambah
wawasan bagi para pembaca dan juga bagi penulis.

Kami mengucapkan terima kasih kepada bapak M. Yarham, M.A., selaku dosen mata
kuliah Etika Bisnis Islam yang telah memberikan tugas ini sehingga dapat menambah
pengetahuan dan wawasan sesuai dengan bidang studi yang kami tekuni.

Kami juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membagi
sebagian pengetahuannya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini. Kami menyadari,
makalah yang kami tulis ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran
yang membangun akan kami nantikan demi kesempurnaan makalah ini.

Padangsidimpuan, 6 September 2021

Penulis
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR..............................................................................................

DAFTAR ISI.............................................................................................................

BAB I PENDAHULUAN.........................................................................................

A. Latar Belakang Masalah.................................................................................


B. Rumusan Masalah..........................................................................................
C. Tujuan Penulisan............................................................................................

BAB II PEMBAHASAN..........................................................................................

1. Bersikap Otonomi dalam Mengambil Keputusan dalam Bisnis....................


2. Kejujuran dalam Berbisnis.............................................................................
3. Berlaku Adil...................................................................................................
4. Saling menguntungkan...................................................................................

BAB III PENUTUP..................................................................................................

A. Kesimpulan....................................................................................................
B. Saran...............................................................................................................

DAFTAR PUSTAKA...............................................................................................
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Perubahan perdagangan dunia menuntut segera dibenahinya etika bisnis agar tatanan
ekonomi dunia semakin membaik. Sebagai bagian dari masyarakat, tentu bisnis tunduk pada
norma-norma yang ada pada masyarakat. Tata hubungan bisnis dan masyarakat yang tidak
bisa dipisahkan, hal tersebut membawa serta etika-etika tertetu dalam kegiatan bisnisnya,
baik etika itu antara sesama pelaku bisnis maupun etika bisnis terhadap masyarakat, baik itu
dalam hubungan langsung maupun tidak langsung.
Dengan memetakan pola hubungan dalam bisnis seperti itu dapat dilihat bahwa
prinsip-prinsip etika bisnis terwujud dalam satu pola hubungan yang bersifat interaktif. Oleh
karena itu, pada makalah ini kami akan membahas mengenai “Prinsip Etika Bisnis
Konvensional”.

B. Rumusan Masalah
Rumusan masalah merupakan hal-hal apa saja yang akan dikaji oleh penulis.
Berdasarkan latar belakang diatas, maka rumusan masalahnya adalah sebagai berikut :
1. Apa yang dimaksud dengan bersikap otonomi dalam mengambil keputusan dalam
bisnis?
2. Bagaimana kejujuran dalam berbisnis?
3. Bagimana dalam hal berlaku adil?
4. Bagaimana saling menguntungkan yang dimaksud?

C. Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan bersikap otonomi dalam
mengambil keputusan dalam bisnis.
2. Untuk mengetahui bagaimana kejujuran dalam berbisnis.
3. Untuk mengetahui bagimana dalam hal berlaku adil.
4. Untuk mengetahui bagaimana saling menguntungkan.
BAB II

PEMBAHASAN

Etika bisnis merupakan penerapan tanggung jawab sosial suatu bisnis yang timbul
dari dalam perusahaan itu sendiri. Etika bisnis diartikan sebagai pengetahuan tentang cara
ideal pengaturan dan pengelolaan bisnis yang memperhatikan norma dan moralitas yang
berlaku secara universal dan secara ekonomi. Penerapan norma dan moralitas ini menunjang
maksud dan tujuan kegiatan bisnis. Dalam penerapan etika bisnis, bisnis harus
mempertimbangkan unsur norma dan moralitas yang berlaku di masyarakat.

Pada umumnya, prinsip-prinsip yang berlaku dalam bisnis yang baik sesungguhnya
tidak bisa dilepaskan dari kehidupan kita sehari-hari, dan prinsip ini sangat berhubungan erat
terkait dengan sistem nilai-nilai yang dianut di kehidupan masyarakat.

1. Bersikap Otonomi dalam Mengambil Keputusan dalam Bisnis


Prinsip Otonom, yaitu kemampuan manusia untuk mengambil keputusan dan
bertindak berdasarkan kesadarannya tentang tentang apa yang baik baginya untuk dilakukan.
Unsur hakiki dari prinsip otonomi ini adalah kebebasan untuk bertindak secara etis dan
bertangung jawab. Etis adalah tindakan yang bersumber dari kemauan baik serta kesadaran
pribadi. Orang yang otonom adalah orang yang sadar akan kewajibannya dan bebas
mengambil keputusan dan tindakan berdasarkan apa yang dianggap baik, dan juga adalah
orang yang bersedia mempertanggung jawabkan keputusannya dan tindakannya, serta mampu
bertanggung jawab atas dampak dari keputusan dan tindakannya.
2. Kejujuran dalam Berbisnis
Kata jujur adalah ungkapan yang sering sekali kita dengar dan juga banyak menjadi
pembicaraan. Kejujuran merupakan hal yang berkaitan dengan banyak masalah kehidupan,
baik keseharian dalam sikap maupun kegiatan berbisnis. Kejujuran tidak hanya pada ucapan,
tetapi juga pada perbuatan1. Jujur dapat diartikan sebagai keselarasan antara berita yang
disampaikan dengan keadaan sesungguhnya. Jadi, ketika seseorang menyampaikan informasi
yang sesuai dengan informasi sesungguhnya, maka hal itu dikatakan jujur. Sebaliknya, jika
informasi yang disampaikan tidak sesuai, maka hal itu dikatakan dusta atau bohong.
Kejujuran merupakan sifat yang dimiliki Rasulullah SAW,. dan diterapkan ketika
melakukan jual beli di usia muda. Cara berdagang Rasul cukup unik, yaitu berdagang dengan
prinsip tidak memberatkan orang lain. Rasulullah berdagang tidak hanya mengejar
1
Muhammad Nizar, Prinsip Kejujuran Dalam Perdagangan Versi Islam, Jurnal Istiqro, Vol. 4 No. 1, (2018),
hlm. 95.
keuntungan, tetapi kedilan yang ingin beliau capai. Rasulullah selalu menerapkan prinsip
jujur dalam berdagang, sehingga kejujuran mengantarkan beliau pada kesuksesan, beliau
tidak pernah mengurangi timbangan, tidak menutupi cacat, sehingga jual beli rasulullah
selalu laris.

Ada beberapa macam-macam kejujuran menurut A. Tabrani Rusyan, diantarnya adalah :

a. Jujur dalam niat dan kemauan, yaitu kejujuran berdasarkan niat untuk melakukan
sesuatu. Niat yang harus didasarkan pada kemauan ingin mendapatkan manfaat dan
sesuatu yang bernilai. Niat merupakan inti dari segala aktivitas yang akan dilakukan.
b. Jujur dalam ucapan, yaitu sebagaimana yang disampaikan Rasulullah bahwa salah
satu yang menyelamatkan manusia adalah lisannya. Ini berarti sikap jujur merupakan
alat untuk menjaga manusia dari sesuatu yang mendatangkan keburukan bagi dirinya.
c. Jujur dalam tekad dan menepati janji, yaitu memberikan janji yang memang mampu
untuk ditepati sehingga tidak ada pihak yang merasa dikecewakan.
d. Jujur dalam perbuatan, yaitu mempraktikan suatu kegiatan atau perbuatan sesuai
dengan runtun perbuatan yang sebenarnya, tidak menambahi ataupun mengurangi.
e. Jujur dalam kedudukan agama, hal ini adalah kedudukan yang paling tinggi. Dimana,
jujur disertai dengan rasa takut dan pengharapan dalam rasa cinta juga tawakkal2.

Tujuan dari memiliki sifat jujur dari seorang pebisnis adalah agar dapat membangun rasa
percaya dari para konsumen sehingga usaha dapat berjalan sebagaimana mestinya dan
mampu mendapatkan langganan. Apabila seorang pebisnis kehilangan rasa percaya
pelanggannya, maka ia juga akan kehilangan pelanggannya. Beberapa prinsip kejujuran
dalam bisnis adalah :
1. Jujur dalam menimbang dan menakar
2. Menjual barang halal
3. Barang yang dijual bermutu dan berkualitas baik
4. Tidak menyembunyikan cacat barang
5. Tidak bersumpah palsu
6. Longgar dan bermurah hati
7. Tidak menjatuhkan saingan atau pedagang lain
8. Tidak berusaha menaikkan harga setinggi-tingginya

2
Markas, Urgensi Sifat Jujur Dalam Berbisnis, Jurnal Pilar, Vol. 5 No. 2, (2014), hlm. 77-78.
9. Mengeluarkan zakat, sedekah bila telah sampai nisab3.

Kejujuran merupakan tonggak kehidupan setiap individu. Dengan bersikap jujur,


seseorang akan mendapatkan ketentraman hati, terhindar dari kegelisahan, dapat dipercaya
orang lain, dan menciptakan nilai keadilan. Terutama bagi para pelaku bisnis, kepercayaan
pelanggan adalah hal yang harus selalu di nomor satukan, karena jika kepercayaan pelanggan
telah didapatkan usaha akan mampu bersaing di pasar dan juga bertahan lama. Namun, pada
kenyataannya masih ada beberapa orang yang tidak bersikap jujur dalam berbisnis. Beberapa
faktornya adalah rasa iri, pengaruh lingkungan, sosial ekonomi, ingin mendapatkan sesuatu
yang lebih, dan lainnya. Beberapa larangan perilaku tidak jujur dalam berbisnis adalah :
1. Larangan berbisnis tidak menepati janji
2. Larangan berbisnis menutupi cacat barang
3. Larangan menadah barang sebelum masuk pasar
4. Larangan mengurangi timbangan4.

3. Berlaku Adil
Keadilan merupakan hal yang berkaitan dengan masalah etika. Ketika seseorang atau
suatu organisasi tidak menciptakan suatu kedilan atau bersikap acuh tak acuh terhadap prinsip
keadilan, maka yang terjadi adalah ketidakberhasilan. Dalam bisnis, keadilan sendiri
menyangkut kepentingan dari barang dan jasa yang dimiliki maupun oleh beberapa pihak.
J. Pieper, Jhon Finnis (1980) memberikan 3 ciri yang menandakan keadilan, yaitu :
a. keadilan tertuju pada orang lain
b. keadilan harus ditegakkan dan dilaksanakan berupa keadilan yang tidak diharapkan
dan dianjurkan saja, tetapi dijadikan sebagai pengikat kita berupa kewajiban
c. keadilan menuntut persamaan, yaitu memberikan kepada setiap orang apa saja
yang menjadi haknya.
Keadilan merupakan memperlakukan setiap orang sesuai dengan hak5. Ini berarti
bahwa keadilan merupakan bagian dari hak-hak manusia dimana ia harus mendapatkan
haknya sesuai dengan keadaan sesungguhnya, tanpa merasa dicurangi. Keadilan dalam
konteks bisnis sendiri berkaitan dengan pemenuhan hak antara konsumen dan pebisnis. Hak-
hak dari konsumen adalah :

3
Muhammad Nizar, Op, Cit, hlm. 100.
4
Ibid, hlm. 81-82.
5
Mahmoedin, Etika Bisnis, (Jakarta: Pustaka Sinar, 1996), hlm. 81.
1. Hak keamanan, yaitu hak keamanan dari barang yang dibeli sehingga terhindar
dari kerusaka dan ketidaksesuaian yang diharapkan.
2. Hak informasi, yaitu hak mendapatkan informasi barang dari penjual.
3. Hak memilih, yaitu hak mendapatkan barang sesuai pilihan konsumen tanpa
unsur paksaan.
4. Hak didengarkan, yaitu hak untuk memberikan pendapat dan menyampaikan apa
saja yang ingin dicapai dari hasil pembeliann.
5. Hak lingkungan hidup, yaitu hak untuk memdapatkan barang yang ia inginkan
tanpa ada gangguan pihak lain.
6. Hak pendidikan, yaitu hak memperoleh pengetahuan yang lebih atas sesuatu yang
ingin dibeli6.
Dalam realitasnya, konsumen dalam konteks keadilan seringkali berada pada posisi
dirugikan, yang padahal seharusnya seorang pebisnis mestinya sadar betul kewajiban untuk
memenuhi hak konsumen sebagai norma-norma etika bisnis. Banyak para pebisnis mencoba
melakukan kecurangan-kecurangan bisnis demi mendapatkan keuntungan bagi dirinya
sebanyak-banyaknya. Beberapa akibat pebisnis tidak memperhatikan etika bisnis adalah :
1. Perusahaan akan rusak namanya karena tidak menggunakan etika bisnis dan
akan banyak pesaing ataupun dimusuhi mitra usahanya.
2. Bisnis akan mudah hancur karena kehilangan konsumen.
3. Jika bisnis tersebut merusak lingkungan, maka masyarakat yang dirugikan
akan mengucilkan perusahaan.
4. Kekuasaan yang tidak diimbangi tanggung jawab sosial akan menyembabkan
kekuatan yang merusak masyarakat7.

Menurut undang-undang No.8/1999 tentang Perlindungan Konsumen Pasal 10,


pelaku usaha yang menawarkan barang dan jasa yang ditujukan untuk diperdagangkan
dilarang menawarkan, mempromosikan, mengiklankan atau membuat pernyataan yang tidak
benar atau menyesatkan mengenai harga atau tariff barang dan jasa, kegunaan suatu barang
dan jasa, kondisi, tanggungan, jaminan, hak atau ganti rugi atas barang dan jasa, tawaran
potongan harga atau hadiah menarik, bahaya barang dan jasa. Ini berarti bahwa pebisnis
harus berpedoman pada etika bisnis dan moral, agar tujuan dari bisnis tersebut bukan hanya

6
K. Bertens, Pengantar Etika Bisnis, (Yogyakarta: Kanisius, 2000), hlm. 228-230.
7
Mahmoedin , hlm. 7.
memperoleh keuntungan, tetapi juga melaksanakan kewajiban meliputi kebenaran, kejujuran
dan juga keadilan.

Anda mungkin juga menyukai