Disusun Oleh :
KELOMPOK 6
T.A 2020/2021
1
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, Puji Syukur kehadirat Allah SWT atas rahmat dan Hidayahnya karena
kami dapat menyelesaikan penyusunan makalah ini. Adapun Dalam penulisan makalah ini,
materi yang akan dibahas adalah “Prinsip etika bisnis konvensional Studi perbandingan
dengan etika bisnis Islam”.
Kami menyadari sepenuhnya bahwa didalam Penulisan Makalah ini Banyak terdapat
kekurangan. Oleh karena itu, kami mengharapkan adanya kritik Dan saran yang membangun
demi kesempurnaan Penulis Makalah ini.
Tidak lupa kami mengucapkan terima kasih kepada dosen pengajar kami Atas segala
bimbingan, ilmu, dan nasehatnya yang beliau berikan sehingga Makalah ini dapat diselesaikan.
Akhir kata semoga makalah ini dapat bermanfaat Bagi kita semua dan dapat menambah
wawasan kita dalam mempelajari “Prinsip etika bisnis konvensional studi perbandingan
dengan etika bisnis islam” serta dapat digunakan sebagaimana mestinya.
Kelompok 6
2
DAFTAR ISI
JUDUL …………………………………………………………………………… 1
BAB I PENDAHULUAN
BAB II PEMBAHASAN
A. Kesimpulan ………………………………………………………………….. 16
B. Saran ………………………………………………………………………….. 16
3
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dengan memetakan pola hubungan dalam bisnis seperti itu dapat dilihat bahwa
prinsip-prinsip etika bisnis terwujud dalam satu pola hubungan yang bersifat
interaktif. Oleh karena itu, pada makalah ini kami akan membahas mengenai “Prinsip-
Prinsip Etika Bisnis Konvensional”.
B. Rumusan Masalah
1. Apa Definisi Etika Bisnis ?
2. Bagaimanakah Eetika Bisnis Dalam Suatu Perusahaan ?
3. Apa Saja Prinsip-Prinsip Etika Bisnis Konvensional ?
4. Apa Saja Prinsip-Prinsip Etika Bisnis Islam ?
5. Apa Perbedaan Etika Bisnis Islam dengan Etika Bisnis Konvensional ?
C. Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui definisi Etika Bisnis
2. Untuk mengetahui Etika Bisnis dalam suatu perusahaan
3. Untuk mengetahui prinsip-prinsip Etika Bisnis Konvensional
4. Untuk mengetahui prinsip-prinsip Etika Bisnis Islam
5. Untuk mengetahui Etika Bisnis Islam dengan Etika Bisnis Konvensional
4
BAB II
PEMBAHASAN
5
menjadi pedoman/acuan manajer dan segenap karyawan dalam pengambilan keputusan
dan mengoperasikan bisnis yang etik.
Paradigma etika dan bisnis adalah dunia yang berbeda sudah saatnya dirubah
menjadi paradigma etika terkait dengan bisnis atau mensinergikan antara etika dengan
laba. Justru di era kompetisi yang ketat ini, reputasi perusahaan yang baik yang dilandasi
oleh etika bisnis merupakan sebuah competitive advantage yang sulit ditiru. Oleh karena
itu, perilaku etik penting diperlukan untuk mencapai sukses jangka panjang dalam sebuah
bisnis.
6
4. Hubungan dengan investor
Didalam hal ini masyarakat yang ingin menanamkan uangnya dalam bentuk
pembelian saham maupun surat-surat berharga lainnya harus diberi informasi yang
lengkap dan benar terhadap prospek perusahaan yang telah go publik tersebut.
Janganlah sampai terjadi manipulasi atau penipuan terhadap informasi atas hal ini
5. Hubungan-hubungan dengan lembaga keuangan
Hubungan dengan lembaga keuangan terutama jawatan pajak pada umumnya
merupakan hubungan pergaulan yang bersifat finansial. Laporan finansial tersebut
haruslah di susun secara baik dan benar sehingga tidak terjadi kecenderungan kearah
penggelapan pajak misalnya keadaan tersebut merupakan etika pergaulan bisnis yang
tidak baik tentu saja.
Dalam menciptakan etika bisnis ada beberapa hal yang perlu diperhatikan antara lain:
1. Pengendalian diri
2. Pengembangan tanggung jawab sosial atau (social responsibility)
3. Mempertahankan jati diri dan tidak mudah untuk terombang ambing oleh
pesatnya perkembangan informasi dan teknologi
4. Menciptakan persaingan yang sehat
5. Menerapkan konsep pembangunan berkelanjutan
6. Mampu menyatakan yang benar itu benar
7. Menumbuhkan sikap saling percaya antara golongn pengusaha kuat dan
golongan pengusaha kebawah
8. Konsekuen dan konsisten dengan aturan main yang telah di sepakati bersama
9. Menumbuh kembangkan kesadaran dan rasa memiliki terhadap apa yang telah
di sepakati
10. Perlu adanya sebagian etika bisnis yang di tuangkan dalam suatu hukum yang
positif dalam peraturan perundang-undangan.
7
Menurut Sony Keraf (1998) prinsip-prinsip etika bisnis adalah sebagai berikut:
1. Prinsip otonomi
Yaitu dan kemampuan manusia untuk mengambil keputusan dan
bertindak berdasrkan kesadarannya tentang tentang apa yang baik baginya
untuk dilakukan. Unsur hakiki dari prinsip otonomi ini adalah kebebasan untuk
bertindak secara etis dan bertangung jawab. Etis adalah tindakan yang
bersumber dari kemauan baik serta kesadaran pribadi. Orang yang otonom
adalah orang yang sadar akan kewaibannya dan bebas mengambi keputusan dan
tindakan berdasarkan apa yang dianggap baik, melainkan juga adalah orang
yang bersedia mempertanggung jawabkan keputusannya dan tindakannya serta
mampu bertanggung jawab atas keputusan dan tindakannya serta dampak dari
keputusan keputusan dan tindakannya.
2. Prinsip Kejujuran
Terdapat tiga lingkup kegiatan bisnis yang bisa ditujukan secara jelas
bahwa bisnis tidak akan bisa bertahan lama dan berhasil kalau tidak berdasarkan
kejujuran.Pertama, jujur dalam pemenuhan syarat-syarat perjanjian dan
kontrak. Kedua, kejujuran dalam penawaran barang atau jasa dengan mutu dan
harga yang sebanding. Ketiga, jujur dalam hubungan kerja intern dalam suatu
perusahaan. Kejujuran memang prinsip yang paling penting dalam kegiatan
bisnis islami maupun konvensional. Para pelaku bisnis modern sadar dan
mengakui bahwa memang kejujuran dalam berbisnis adalah kunci
keberhasilannya. Kejujuran relevan dalam pemenuhan syarat-syarat perjanjian
dan kontrak. Dalam mengikat perjanjian semua pihak secara Saling percaya,
serius serta tulus dan jujur dalam membuat dan melaksanakannya. Jika ada salah
satu pihak yang tidak jujur maka akan menimbulkan efek multiplier-expansive.
Kejujuran juga relevan dalam penawaran barang dan jasa dengan mutu dan
harga yang sebanding. Dengan 1x saja seorang pebisnis berbohong tentang hal
apapun, jangan harap mendapatkan kepercayaan lagi.
3. Prinsip Keadilan
8
rasional, objektif serta dapat dipertanggungjawabkan. Prinsip Keadilan dapat
dibagi menjadi tiga jenis yaitu:
b. Distributive
Yaitu keadilan yang sifatnya menyeimbangkan alokasi benefit dan beban
antar anggota kelompok sesuai dengan kontribusi tenaga dan pikirannya
terhadap benefit. Benefit terdiri dari pendapatan, pekerjaan, kesejahteraan,
pendidikan dan waktu luang. Beban terdiri dari tugas kerja, pajak dan
kewajiban social.
c. Keadilan Retributif
Yaitu keadilan yang terkait dengan retribution (ganti rugi) dan hukuman atas
kesalahan tindakan. Seseorang bertanggung jawab atas konsekuensi
negative atas tindakan yang dilakukan kecuali tindakan tersebut dilakukan
atas paksaan pihak lain.
d. Keadilan Kompensatoris
Yaitu keadilan yang terkait dengan kompensasi bagi pihak yang dirugikan.
Kompensasi yang diterima dapat berupa perlakuan medis, pelayanan dan
barang penebus kerugian.
4. Prinsip saling menguntung (mutual benefit principle)
Menuntut agar bisnis dijalankan sedemikian rupa, sehingga
menguntungkan semua pihak.
5. Prinsip integritas moral
Prinsip ini terutama dihayati sebagai tuntutan internal dalam diri pelaku
bisnis atau perusahaan agar tetap menjaga nama baiknya atau nama baik
perusahaan. Tanggung jawab moral juga tertuju kepada semua pihak terkait
yang berkepentingan (skateholders): konsumen penyalur, pemasok, investor,
atau kreditor, karyawan, masyarakat luas, relasi-relasi bisnis, pemerintah dan
seterusnya. Artinya segi kepentingan pihak-pihak terkait dapat
dipertanggungjawabkan secara moral.
6. Prinsip Laba
Tidak mungkin jika bisnis tidak mencari keuntunganngan atau laba,
pada kenyataanya hanya keuntunganlah yang menjadi satu-satunya motivasi
atau daya tarik pelaku bisnis. Mencari keuntungan adalah bukan hal jelek karena
9
semua orang memasuki bisnis selalu punya motivasi dasar, yaitu mencari
keuntungan.
Hal ini berarti pranata sosial, politik, agama, moral, dan hukum yang
mengikat masyarakat berikut perangkat institusionalnya disusun sedemikian rupa
dalam sebuah unit bersistem terpadu untuk mengarahkan setiap individu manusia,
sehingga mereka dapat secara baik melaksanakan, mengontrol, serta mengawasi
aturan-aturan tersebut. Berlakunya aturan-aturan ini selanjutnya akan membentuk
ethical organizational climate tersendiri pada ekosistem individu dalam melakukan
aktivitas ekonomi. Aturan-aturan itu sendiri bersumber pada kerangka konseptual
masyarakat dalam hubungan vertikal dengan kekuatan tertinggi (Allah SWT.), dan
hubungan horizontal dengan kehidupan srsama manusia dan alam semesta secara
keseluruhan untuk menuju tujuan akhir yang sama.
10
b. Equilibrium (Keseimbangan)
Berlaku adil akan dekat dengan takwa, karena itu dalam perniagaan (tijarah),
Islam melarang untuk menipu walaupun hanya ‘sekadar’ membawa sesuatu pada
kondisi yang menimbulkan keraguan sekalipun. Kondisi ini dapat terjadi seperti
adanya gangguan pada mekanisme pasar atau karena adanya informasi penting
mengenai transaksi yang tidak diketahui oleh salah satu pihak (asyimetric
information). Gangguan pada mekanisme pasar dapat berupa gangguan dalam
penawaran dan gangguan dalam permintaan.
11
tangan yang sengaja mempermainkanya. Bagi Smith bila setiap individu
diperbolehkan mengejar kepentinganya sendiri tanpa adanya campur tangan pihakk
pemerintah, maka ia seakan-akan dibimbing oleh tangan yang tak tampak (the
invisible hand), untuk mencapai yang terbaik pada masyarakat.
Kebebadan ekonomi tersebut juga diilhami oleh pendapat Legendre yang di
tanya oleh Menteri Keuangan Perancis pada masa pemerintahan Louis XIV pada
akhir abad ke-17, yakni Jean Bapiste Colbert. Bagaimana kiranya pemerintah dapat
membantu dunia usaha, Legendre menjawab: “Laissez nous faire” (jangan
mengganggu kita, {leave us alone}), kita ini dikenal kemudian sebagai laissez faire.
Dewasa ini prinsip laissez faire diartikan sebagai tiadanya intervensi pemerintah.
d. Responsibility
Aksioma tanggung jawab individu begitu mendasar dalam ajaran-ajaran
Islam. Terutama jika dikaitkan dengan kebebasan ekonomi. Penerimaan pada
prinsip tanggung jawab individu ini berarti setiap orang akan diadili secara
personal dihari Kiamat kelak. Tidak ada satu cara pun bagi seseorang untuk
melenyapkan perbuatan-perbuatan jahatnya kecuali dengan memohon ampunan
Allah dan melakukan perbuatan-perbuatan yang baik (amal saleh). Islam sama
sekali tidak mengenal konsep dosa warisan, (dan karena itu) tidak ada seorang pun
bertanggung jawab atas kesalahan-kesalahan orang lain.
Setiap individu mempunyai hubungan langsung dengan Allah. Tidak ada
perantara sama sekali. Nabi SAW. Sendii hanyalah seorang utusan (rasul) atau
kendaraan untuk melewatkan petunjuk Allah yang diwahyukan untuk kepentingan
umat manusia. Ampunan harus diminta secara langsung dari Allah. Tidak ada
seorang pun memiliki otoritas untuk memberikan keputusan atas nama-Nya. Setiap
individu mempunyai hak penuh untuk berkonsultasi dengan sumber-sumber Islam
(Al-Qur’an dan Sunnah) untuk kepentinganya sendiri. Setiap orang dapat
menggunakan hak ini, karena hal ini merupakan landasan untuk melaksanakan
tanggung jawabnya kepada Allah.
e. Benevolence
Ihsan (benevolence), artinya melaksanakan perbuatan baik yang dapat
memberikan kemanfaatan kepada orang lain, tanpa adanya kewajiban tertentu yang
mengharuskan perbuatan tersebut (Beekun, 1997) atau dengan kata lain beribadah
12
dan berbuat baik seakan-akan melihat Allah, jika tidak mampu, maka yakinlah
Allah melihat. Siddiqi (1979) melihat bahwa keihsanan lebih penting kehadiranya
ketimbang keadilan dalam kehidupan sosial. Karena menurutnya keadilan hanya
merupakan “the corner stone of society”, sedangkan Ihsan adalah “beauty, and
perfection” sistem sosial. Jika keadilan dapat menyelamatkan lingkungan sosial
dari tindakan-tindakan yang tidak diinginkan dan kegetiran hidup, ke-ihsan-an
justru membuat kehidupan sosial ini menjadi manis dan indah.
Problematika yang terjadi sesama muslim dalam aktivitas perekonomian
saat ini, selalu saja disebabkan oleh karena kita kerap meninggalkan ajaran islam,
sehingga lantas saja memosisikan kaum muslimin dalam keadaan tertuduh bahwa
mereka tidak mampu menjalankan proyek dan mengelola bisnis dan transaksi.
Kemudian pada saat yang sama, kondisi seperti ini justru memberikan kesempatan
kepada musuh-musuh Islam untuk menuduh Islam dengan pernyataan bahwa
syariat Islam tidak mampu untuk menjalankan dan mengelola proyek dalam bidang
garapan ekonomi dan keuangan.
Tindakan dan keputusan dianggap sesuai etika tergantung karena titik berangkatnya
dari Allah, tujuannya mencari ridho Allah dan cara-caranya tidak bertentangan
dengan syariatnya.
13
Ekonomi dalam pandangan islam, bukanlah tujuan itu sendiri, tetapi merupakan
kebutuhan bagi manusia dan sarana yang lazim baginya agar bisa hidup dan bekerja
untuk mencapai tujuannya yang ttinggi
Niat yang baik diikuti dengan tindakan yang baik yang dinilai sebagai ibadah. Niat
yang baik ( halal intention ) tidak serta merta mengubah tindakan yang haram
menjadi halal . Dengan kata lain, tidak ada doktrin menghalalkan cara
Islam membolehkan individu untuk bebas percaya dan bertindak sesuai yang dia
inginkan, selama tidak mengorbankan akuntabilitas dan keadilan.
Ekonomi Islam mempelajari perilaku ekonomi pelaku ekonomi yang rasional
Islami. Oleh karena itu, standart moral suatu perilaku ekonomi didasarkan pada
ajaran Islam dan bukan semata-ata didasarkan atas nilai-nilai yang dibangun oleh
kesepakatan sosial.
Islam menggunakan pendekatan sistem yang terbuka, bukan pendekatan tertutup
yang mendasarkan pada orientasi pribadi (self-oriented). Egoism tidak mendapat
tempat dalam IIslam
Keputusan yang etis mendasarkan rujukan kepada ayat yang tertulis (al-Quran) dan
ayat yang tersebar di alam semesta (kauniyyah).
Tidak seperti sistem etika yang lain, etika islam mendorong manusia untuk
membersihkan diri ( tazkiyyah ) melalui partisipasi aktif dalam hidup. Dengan
melakukan segala tindakan dalam koridor etika, seorang Muslim telah mengabdikan
hidupnya sesuai dengan perintah-Nya.
Etika Islam tidak terpisah ( fragmented ), melainkan nilai yang harmonis dan
komplit. Seimbang dan adil.
Unity (Konsep Tauhid), Wacana teologis yang mendasari segala aktivitas manusia.
Equilibrium (Keseimbangan), Perilaku bisnis harus seimbang dan adil.
Free Will (kebebasan), Bahwa manusia sebagai individu dan kolektivitas “Semua
boleh kecuali yang dilarang”
Ronsibility (Tertanggung jawab) Mempunyai tanggung jawab moral kepada Tuhan
atas perilaku bisnis
Benovelence (Kebaikan hati/ Ihsan ) serta pengawasan Internal yang berupa Hati
nurani dan Tuhan Semata.
14
Aspek Bisnis Islami Bisnis Konvensional
Tauhid (nilai-nilai Sekularisme (nilai-nilai
1. Azas transendental) material)
15
BAB III
PENUTUP
i. Kesimpulan
Etika bisnis merupakan penerapan tanggung jawab social suatu bisnis yang timbul
dari dalam perusahaan itu sendiri. Etika bisnis diartikan sebagai pengetahuan tentang cara
ideal pengaturan dan pengelolaan bisnis yang memperhatikan norma dan moralitas yang
berlaku secara universal dan secara ekonomi. Dalam penerapan etika bisnis, bisnis harus
memper-timbangkan unsure norma dan moralitas yang berlaku di masyarakat.
Prinsip-Prinsip Etika Bisnis Konvensional meliputi: Prinsip Otonomi, Prinsip
Kejujuran, Prinsip Keadilan, Prinsip Saling Menguntungkan, Prinsip Integritas Moral dan
Prinsip Laba.
Prinsip-prinsip etika bisnis islam meliputi: unity (persatuan), equilibrium
(keseimbangan), free Will ( Kehendak bebas ), responsibility.
B. Saran
Kami menyadari bahwa tidak ada yang sempurna di dunia ini. Sama halnya dengan
makalah ini yang masih jauh dengan kebenaran dan Masih dekat dengan kesalahan, untuk itu
kami mengharapkan kritik dan Saran yang membangun dari teman-teman, agar kami bisa
memperbaiki Kesalahan kami di kemudian hari. Dan semoga apa yang kami tulis dalam
Makalah ini memberikan manfaat dan menambah wawasan terhadap para Pembaca.
16
DAFTAR PUSTAKA
Sonny Keraf, Etika Bisnis tuntutan dan relevansinya, Jakarta PT Gramedia, 2006
Agus Arujanto, Etika bisnis bagi pelaku bisnis, Jakarta, PT. Raja Pindo Persada, 2011
2002
17