PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Manajemen syariah di Indonesia dalam beberapa tahun ini sedang
mengalami perkembangan yang sangat pesat. Hal ini menunjukkan bahwa
masyarakat membutuhkan sistem ekonomi yang lebih terpercaya dan berdasarkan
prinsip-prinsip syariah. Sedangkan pemahaman masyarakat muslim Indonesia
mengenai konsep syariah masih terbatas hanya pada kegiatan ibadah-ibadah rutin,
padahal konsep syariah meliputi semua aspek kehidupan. Ekonomi syariah juga
tidak hanya sebatas pada perbankan syariah, namun mencakup berbagai ruang
lingkup perekonomian yang mendasarkan pada pengetahuan dan nilai-nilai
syariah Islam.
Dalam kehidupan yang semakin lama semakin ketat kompetensi dalam
bidang pekerjaan ini, kita dituntut untuk dapat mengatur segala sesuatu dengan
sistematis. Dalam menjalankan suatu proses kerja seseorang harus mempunyai
pengetahuan tentang manajemen dari pekerjaannya tersebut. Tujuan dari
manajemen sendiri adalah efisien dan efektif. Efektif berarti bahwa tujuan dapat
dicapai sesuai dengan perencanaan, sementara efisien berarti bahwa tugas yang
ada dilaksanakan secara benar, terorganisir, dan sesuai dengan jadwal. Oleh
karena itu, disini kami akan membahas sedikit tentang manajemen dan hal yang
berkaitan.
B. Rumusan Masalah
1. Apakah landasan pokok manajemen bisnis syariah?
2. Apakah pengertian manajemen syariah?
3. Bagaimana manajemen menurut islam?
4. Apakah dasar-dasar manajemen syariah?
5. Apakah fungsi manajemen syariah?
6. Bagaimana nilai-nilai manajemen syariah dalam perusahaan?
1
BAB II
PEMBAHASAN
2
Ketiga landasan manajemen bisnis syariah diatas semoga dapat menjadi
landasan kita dalam menjalankan atau mencari nafkah dalam dunia bisnis.
3
Nabi Muhammad SAW adalah seorang yang sangat terpercaya dalam
menjalankan manajemen bisnisnya. Manajemen yang dicontohkan Nabi
Muhammad SAW, adalah menempatkan manusia bukan sebagai faktor produksi
yang semata diperas tenaganya untuk mengejar target produksi.
Nabi Muhammad SAW mengelola (manage) dan mempertahankan
(mantain) kerjasama dengan stafnya dalam waktu yang lama dan bukan hanya
hubungan sesaat. Salah satu kebiasaan Nabi adalah memberikan reward atas
kreativitas dan prestasi yang ditunjukkan stafnya.
Menurut Hidayat, manajemen Islam pun tidak mengenal perbedaan
perlakuan (diskriminasi) berdasarkan suku, agama, atau pun ras. Nabi Muhammad
SAW bahkan pernah bertransaksi bisnis dengan kaum Yahudi. Ini menunjukkan
bahwa Islam menganjurkan pluralitas dalam bisnis maupun manajemen.
Hidayat mengungkapkan, ada empat pilar etika manajemen bisnis menurut
Islam seperti yang dicontohkan Nabi Muhammad SAW.
Pilar pertama, tauhid artinya memandang bahwa segala aset dari transaksi
bisnis yang terjadi di dunia adalah milik Allah, manusia hanya mendapatkan
amanah untuk mengelolanya.
Pilar kedua, adil artinya segala keputusan menyangkut transaksi dengan
lawan bisnis atau kesepakatan kerja harus dilandasi dengan akad saling setuju.
Pilar ketiga, adalah kehendak bebas artinya manajemen Islam
mempersilahkan umatnya untuk menumpahkan kreativitas dalam melakukan
transaksi bisnisnya sepanjang memenuhi asas hukum ekonomi Islam, yaitu halal.
Dan keempat adalah pertanggungjawaban artinya Semua keputusan seorang
pimpinan harus dipertanggungjawabkan oleh yang bersangkutan.
Keempat pilar tersebut akan membentuk konsep etika manajemen yang fair
ketika melakukan kontrak-kontrak kerja dengan perusahaan lain atau pun antara
pimpinan dengan bawahan.
Ciri lain manajemen Islami yang membedakannya dari manajemen Barat
adalah seorang pimpinan dalam manajemen Islami harus bersikap lemah lembut
terhadap bawahan. Contoh kecil seorang manajer yang menerapkan kelembutan
dalam hubungan kerja adalah selalu memberikan senyum ketika berpapasan
4
dengan karyawan karena senyum salah satu bentuk ibadah dalam Islam dan
mengucapkan terima kasih ketika pekerjaannya sudah selesai. Namun kelembutan
tersebut tidak lantas menghilangkan ketegasan dan disiplin. Jika karyawan
tersebut melakukan kesalahan, tegakkan aturan. Penegakkan aturan harus
konsisten dan tidak pilih kasih.
5
3. Hablun Minal Alam
Hablun minal alam yaitu hubungan antara organisasi dengan linkungan
sekitar, yang mana suatu organisasi harus menjaga lingkunganya dengan baik
agar tidak terkena dampak terhadap masyarakat yang hidup disekitar
lingkungan organisasi beroprasi. Jika lingkungan terjaga dengan baik maka
opersional organisasi akan berjalan sebagaimana diharapkan, jika sebaliknya
maka organisasi tersebut akan berselisih dengan masyarakat sekitar
lingkungannya dan operasionalnya tidak akan berjalan sebagai mana
diharapkan.
6
secara efektif dan efisien agar suatu bagian dapat berjalan terarah sesuai visi
dan misinya. Islam mendorong umatnya untuk melakukan segala sesuatu
secara terorganisasi dengan rapi. Firman Allah SWT dalam surat ash-Shaff
4: “Sesungguhnya Allah menyukai orang yang berperang dijalan-Nya dalam
barisan yang teratur seakan-akan mereka seperti suatu bangunan yang tersusun
kokoh”.
Organisasi dalam pandangan islam bukan semata-mata wadah, tetapi
menekankan pada bagaimana suatu pekerjaan dilakukan secara rapi, dalam
organisasi tentu ada pemimpin dan bawahan, kekuasaan, wewenang.
Pada zaman Rasulullah, semua urusan tidak langsung dipegang oleh
Rasulullah, tetapi didelegasikan pada orang-orang yang tepat. Inilah
contoh pendelegasian wewenang yang berjalan baik yang dapat melahirkan
kekuatan luar biasa. Kekuasaan adalah sebuah amanah yang merupakan
peluang yang diberikan Allah SWT untuk meningkatkan kesejahteraan
masyarakat secara umum dan untuk memajukan perusahaan yang dia jalani.
Jadi, semakin tinggi kekuasaan seseorang maka dia harus semakin
meningkatkan pelayanan kepada masyarakat. Amanah adalah titipan Allah
kepada manusia, seperti harta, usia, ilmu, dan anak yang harus
dipertanggungjawabkan kelak dihadapan-Nya.
3. Pengarahan (Actuating)
Fungsi pengarahan diindentikkan dengan fungsi pemimpin, yaitu
suatu kemampuan proses atau fungsi yang digunakan untuk mempengaruhi
dan menggerakkan orang lain agar mencapai maksud dan tujuan yang
diinginkan. Fungsi pemimpin menyelesaikan masalah baik dilakukan secara
individu maupun musyawarah mufakat, dilain itu pemimpin juga makhluk
sosial yang membutuhkan bantuan dengan lainnya.
Islam menganjurkan untuk membudayakan musyawarah. Surat asy-
Syuura 37-38 menegaskan bagaimana musyawarah yang baik “Dan (bagi)
orang-orang yang menjauhi dosa-dosa besar dan perbuatan- perbuatan keji,
dan apabila mereka marah mereka memberi maaf. Dan (bagi) orang-orang
yang menerima (mematuhi) seruan Tuhannya dan mendirikan shalat,
7
sedang urusan mereka (diputuskan) dengan musyawarat antara mereka;
dan mereka menafkahkan sebagian dari rezki yang kami berikan kepada
mereka.”
4. Pengawasan (Controlling)
Pengawasan dalam pandangan islam dilakukan untuk meluruskan yang
tidak lurus, mengoreksi yang salah, dan membenarkan yang baik. Pengawasan
dalam pandangan islam terbagi menjadi dua. Pengawasan dari dalam diri
sendiri yang bersumber dari tauhid dan keimanan kepada Allah SWT dan
pengawasan dari luar, yang dapat terdiri dari mekanisme pengawasan dari
pemimpin yang mengenai tugas yang didelegasikan.
Pengambilan tindakan perbaikan yang telah di perlukan untuk
menjamin sumber daya organisasi dengan cara efektif dan efisien guna
tercapai tujuan organisasi yang jelas, secara transparan dan tidak
bertentangan dengan syari’ah islam. Allah SWT berfirman “barang siapa yang
taat kepada Allah dan bertaqwa kepada-Nya, maka orang-orang itu
mendapat kemenangan.”
Sistem pengawasan yang baik tidak dapat terlepaskan dari pemberian
imbalan dan hukuman. Bentuk imbalan tidak mesti materi, namun dapat pula
dalam bentuk pujian, penghargaan, dan promosi. Bentuk hukuman juga
bermacam, seperti teguran, peringatan, skors, dan pemecatan. Koreksi dalam
islam didasari atas tiga hal. Saling menasehati atas kebenaran dan norma yang
jelas, saling menasehati atas dasar kesabaran, dan saling menasehati atas dasar
kasih sayang.
8
Arah pekerjaan yang jelas, landasan yang mantap, dan cara mendapatkannya
yang transparan merupakan amal perbuatan yang dicintai oleh Allah. Sebenarnya,
manajemen dalam arti mengatur segala sesuatu agar dilakukan dengan baik, cepat,
dan tuntas merupakan hal yang disyariatkan dalam ajaran Islam.
Dalam konsep manajemen syariah yang dirumuskan oleh Dr. KH. Didin
Hafidhuddin, M.Sc. dan Hendri Tanjung, S.Si., MM, dalam bukunya berjudul
”Manajemen Syariah dalam Praktik”, manajemen syariah adalah perilaku yang
terkait dengan nilai-nilai keimanan dan ketauhidan, setiap perilaku orang yang
terlibat dalam sebuah kegiatan dilandasi dengan nilai tauhid, maka diharapkan
perilakunya akan terkendali dan tidak terjadi perilaku KKN (korupsi, kolusi, dan
nepotisme) karena menyadari adanya pengawasan dari yang Maha Tinggi, yaitu
Allah yang akan mencatat setiap amal perbuatan yang baik maupun yang buruk.
Hal ini berbeda dengan perilaku dalam manajemen konvensional yang sama sekali
tidak terkait bahkan terlepas dari nilai-nilai tauhid. Orang-orang yang menerapkan
manajemen konvensional tidak merasa adanya pengawasan yang melekat, kecuali
semata-mata pengawasan dari pemimpin atau atasan. Setiap kegiatan dalam
manajemen syariah, diupayakan menjadi amal saleh yang bernilai abadi.
Lebih dalam bukunya Didin Hafidhuddin dan Hendri Tanjung
mengelobarasi beberapa contoh manajemen yang dicontohkan oleh para Nabi.
Nabi Adam misalnya, dengan persitiwa perselisihan yang terjadi pada putra-
putranya sampai pada pembunuhan antara Habil dan Qabil karena ada pihak yang
melanggar peraturan dalam memilih pasangan. Ini bentuk manajemen dimana
diterapkan sebuah aturan-aturan, jika dilanggar maka akan menyebabkan sesuatu
yang fatal.
Nabi Yusuf juga mencotohkan bagaimana ia seorang yang memiliki sifat
hafidz dan alim. Dimana ia merupakan pemimpin yang berorientasi pada
kepentingan masyarakat, dan bukan semata-mata pada kekuasaan. Nabi Nuh yang
melakukan dakwah dengan manajemen yang baik dimana ia lakukan dengan cara
halus, hikmah, jelas, dan argumentatif.
9
Nabi Ibrahim dan Nabi Ismail juga mencontohkan proses manajemen
dimana perintah-perintah dari Allah yang sifatnya mutlak ia lakukan dengan
proses-proses dialogis kepada pengikutnya supaya dijalankan dengan kesadaran.
Dan terakhir manajemen yang dicontohkan Rasulullah dengan
menempatkan orang pada posisi yang tepat (right man on the right place). Inilah
beberapa contoh manajemen syariah yang dicontohkan para Nabi.
Manajemen dalam organisasi bisnis (perusahaan) merupakan suatu proses
aktivitas penentuan dan pencapaian tujuan bisnis melalui pelaksanaan empat
fungsi dasar, yaitu planning, organizing, actuating, dan controlling dalam
penggunaan sumber daya organisasi. Oleh karena itu, aplikasi manajemen
organisasi perusahaan hakikatnya adalah juga amal perbuatan SDM organisasi.
Oleh karena itu, aplikasi manajemen organisasi perusahaan hakikatnya adalah
juga amal perbuatan SDM organisasi perusahaan yang bersangkutan.
Dalam konteks di atas, Islam menggariskan hakikat amal perbuatan manusia
harus berorientasi pada pencapaian ridha Allah. Hal ini seperti dinyatakan oleh
Imam Fudhail bin Iyadh, dalam menafsirkan surat Al-Muluk ayat 2 : “Dia yang
menciptakan kematian dan kehidupan untuk menguji kamu siapa yang paling baik
amalnya. Dialah Maha Perkasa dan Maha Pengampun.” Ayat ini mensyaratkan
dipenuhinya dua syarat sekaligus, yaitu niat yang ikhlas dan cara yang harus
sesuai dengan syariat Islam. Bila perbuatan manusia memenuhi dua syarat itu
sekaligus, maka amal itu tergolong baik (ahsanul amal), yaitu amal terbaik di sisi
Allah. Dengan demikian, keberadaan manajemen organisasi harus dipandang pula
sebagai suatu sarana untuk memudahkan implementasi Islam dalam kegiatan
organisasi tersebut.
Implementasi nilai-nilai Islam berwujud pada difungsikannya Islam sebagai
kaidah berfikir dan kaidah amal (tolak ukur perbuatan) dalam seluruh kegiatan
organisasi. Nilai-nilai Islam inilah sesungguhnya yang menjadi nilai-nilai utama
organisasi. Dalam implementasi selanjutnya, nilai-nilai Islam ini akan menjadi
payung strategis hingga taktis seluruh aktivitas organisasi sebagai kaidah berfikir,
aqidah, dan syariah difungsikan sebagai asas atau landasan pola pikir dan
10
beraktivitas, sedangkan kaidah amal, syariah difungsikan sebagai tolak ukur
kegiatan organisasi.
Tolak ukur syariah digunakan untuk membedakan aktivitas yang halal dan
haram. Hanya kegiatan yang halal saja yang dilakukan oleh seorang Muslim.
Sementara yang haram akan ditinggalkan semata-mata untuk menggapai
keridhaan Allah. Atas dasar nilai-nilai utama itu pula tolak ukur strategis bagi
aktivitas perusahaan adalah syariah Islam itu sendiri. Aktivitas perusahaan apa
pun bentuknya, pada hakikatnya adalah aktivitas manusia dalam memenuhi
kebutuhan hidupnya yang akan selalu terikat dengan syariah.
Oleh karena itu, syariah adalah aturan yang diturunkan Allah untuk manusia
melalui lisan para Rasul-Nya. syariah tersebut harus menjadi pedoman dalam
setiap aktivitas manusia, termasuk dalam aktivitas bisnis. Banyak sekali ayat Al
Quran yang menegaskan hal tersebut. “Kemudian kami jadikan bagi kamu
syariah, maka ikutilah syariah itu, jangan ikuti hawa nafsu orang-orang yang tidak
mengetahui” (QS. al-Jatsiyah : 18).
“Maka demi Rabbmu, mereka pada hakikatnya tidak beriman, hingga
mereka menjadikan kamu sebagai hakim dalam perkara yang mereka
perselisihkan kemudian mereka tidak merasa keberatan terhadap keputusan yang
kamu berikan dan mereka menerima dengan sepenuhnya. (QS. an-Nisa’ : 65)
“Apa saja yang dibawa dan diperintahkan oleh Rasul (berupa syariah, maka
ambillah) dan apa yang dilarangnya maka tinggalkanlah” (QS. al-Hasyar : 7).
Dengan demikian, orang yang mendambakan keselamatan hidup yang
hakiki, akan senantiasa terikat dengan dengan aturan syariah tersebut. Oleh karena
syariah mengikat setiap pelaku keuangan syariah, maka aktivitas perusahaan yang
dilakukan tidak boleh lepas dari koridor syariah.
Konsep perdagangan yang dibicarakan Al Quran pada umumnya bersifat
prinsip-prinsip yang menjadi pedoman dalam perdagangan sepanjang masa, sesuai
dengan karakter keabadian Al Quran. Dengan demikian Al Quran tidak
menjelaskan konsep perdagangan secara rinci. Seandainya Al Quran berbicara
secara rinci dan detail, ia akan sulit untuk menjawab berbagai persoalan
11
perdagangan yang senantiasa berubah dan berkembang dalam menghadapi
tantangan zaman.
Atas dasar uraian di atas maka perlu disimpulkan prinsip-prinsip manajemen
lembaga keuangan syariah yang diajarkan Al Quran sebagai berikut:
1. Setiap perdagangan harus didasari sikap saling ridha di antara dua pihak,
sehingga para pihak tidak merasa dirugikan atau didzalimi.
2. Penegakan prinsip keadilan, baik dalam takaran, timbangan, ukuran mata
uang (kurs), dan pembagian keuntungan.
3. Prinsip larangan riba.
4. Kasih sayang, tolong menolong dan persaudaraan universal.
5. Dalam kegiatan perdagangan tidak melakukan investasi pada usaha yang
diharamkan seperti usaha yang merusak mental misalnya narkoba dan
pronografi. Demikian pula komoditas perdagangan haruslah produk yang
halal dan thayyib baik barang maupun jasa.
6. Perdagangan harus terhindar dari praktik spekulasi, gharar, tadlis dan
maysir.
7. Perdagangan tidak boleh melalaikan diri dari beribadah (shalat dan zakat)
dan mengingat Allah.
8. Dalam kegiatan perdagangan baik hutang-piutang maupun bukan,
hendaklah dilakukan pencatatan yang baik.
12
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Jadi manajemen adalah suatu aktivitas khusus menyangkut kepemimpinan,
pengarahan, pengembangan, personal, perencanaan dan pengawasan terhadap
pekerjaan-pekerjaan. Sedangkan manajemen syariah yaitu suatu pengelolaan
untuk memperoleh hasil optimal yang bemuara pada pencarian keridhaan Allah.
Ada empat prinsip (aksioma) dalam ilmu ikonomi Islam yang mesti diterapkan
dalam bisnis syari’ah, yaitu: Tauhid (Unity/kesatuan), Keseimbangan atau
kesejajaran (Equilibrium), Kehendak Bebas (Free Will), dan Tanggung Jawab
(Responsibility).
Perbedaan etika bisnis syariah dengan etika bisnis yang selama ini dipahami
dalam kajian ekonomi terletak pada landasan tauhid dan orientasi jangka panjang
(akhirat). Prinsip ini dipastikan lebih mengikat dan tegas sanksinya. Etika bisnis
syariah memiliki dua cakupan. Pertama, cakupan internal, yang berarti perusahaan
memiliki manajemen internal yang memperhatikan aspek kesejahteraan karyawan,
perlakuan yang manusiawi dan tidak diskriminatif plus pendidikan. Sedangkan
kedua, cakupan eksternal meliputi aspek trasparansi, akuntabilitas, kejujuran dan
tanggung jawab. Demikian pula kesediaan perusahaan untuk memperhatikan
aspek lingkungan dan masyarakat sebagai stake holder perusahaan.
B. Saran
Penyusun sangat menyadari bahwa di dalam makalah ini masih banyak
kekurangan, dan masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu, penyusun
menyarankan kepada semua pihak yang membaca dan membahas makalah ini,
agar bisa menambahkan literatur-literatur supaya dapat menambahkan
pengetahuan kita.
13
DAFTAR PUSTAKA
14