Anda di halaman 1dari 14

MAKALAH

ETIKA PRODUKSI, DISTRIBUSI DAN KONSUMSI

DALAM ISLAM

Mata Kuliah: Etika Bisnis Islam

Dosen Pengampu: Ahmad tantowi, M.S.I

Di Susun Oleh :

Dewi Sulistyawati
Erika Elistiani
M. Alwi pardani

Kelas : 4A
Program Studi : Ekonomi Syariah
Fakultas Syariah

INSTITUT AGAMA ISLAM HAMZANWADI NWDI PANCOR LOMBOK TIMUR


TA.2023/2024
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami ucapkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat, taufik,
serta hidayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini. Adapun makalah ini kami
susun guna untuk memenuhi tugas.

Penulis menyadari bahwa makalah ini mungkin masih banyak memiliki kekurangan.
Oleh karena itu kritik dan saran yang bersifat membangun dari semua pihak sangat kami
harapkan. Akhirnya kami mohon ke pada Allah SWT agar kami selalu mendapatkan petunjuk ke
jalan yang benar. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca pada umumnya dan
penulis pada khususnya.

Pancor, 5 juli 2023


DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR

DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

B. Rumusan Masalah

C. Tujuan

BAB II PEMBAHASAN

A. Etika Produksi dalam Islam

B. Etika Distribusi dalam Islam

C. Etika Konsumsi dalam Islam

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan

DAFTAR PUSTAKA
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Manusia merupakan makhluk sosial yang tidak pernah luput dari masalah ekonomi. Ekonomi
merupakan salah satu ilmu sosial yang mempelajari tingkah laku manusia dan aktivitas manusia
yang tak akan pernah lepas dengan aktivitas produksi, distribusi dan konsumsi. Demi menjamin
kesejahteraan masyarakat, maka diperlukanlah aturan-aturan yang berkaitan dengan ketiga
aktivitas ekonomi tersebut. dengan aturan dan batasan-batasan ini diharapkan pelaku ekonomi
mampu mencapai tujuannya. Karena jika aktivitas itu terjalankan tanpa ada aturan yang
mengikatnya tentu akan terjadi kekacauan, terlebih karena fitrah manusia terlahir dengan nafsu
dan keinginan yang tak aka nada habisnya. Keinginan yang tak berujung ini yang terkadang
menyebabkan manusia merampas hak orang lain serta lupa dengan kewajibannya sebagai
makhluk sosial. Untuk itulah diperlukan pemahaman yang utuh mengenai ketiga aktivitas utama
ekonomi, definisinya, prinsip, tujuan, fungsi serta aturan-aturan yang mengikatnya.

B. Rumusan masalah

Bagaimana Etika Produksi, Distribusi dan Konsumsi dalam Islam?

C. Tujuan

Untuk Mengetahui Etika Produksi, distribusi dan Konsumsi dalam Islam


BAB II

PEMBAHASAN

A. Etika Produksi dalam Islam

Produksi merupakan suatu kegiatan yang dikerjakan untuk menambah nilai guna suatu benda
atau menciptakan benda baru sehingga lebih bermanfaat dalam memenuhi kebutuhan. Kegiatan
menambah daya guna suatu benda tanpa mengubah bentuknya dinamakan produksi jasa.
Sedangkan kegiatan menambah daya guna suatu benda dengan mengubah sifat dan bentuknya
dinamakan produksi barang.

Produksi, menurut G.L.S. Shackle dalam bukunya,Economics for Pleasure, adalah suatu
macam operasi atau proses, yang dapat membantu untuk membawa kepada suatu kondisi, tempat
atau waktu atas apa yang mereka inginkan. Produksi dari segi pandang Islami, suatu aktivitas
atau pekerjaan yang berkaitan dengan pengambilan manfaat atas segala partikel di alam semesta
ini, agar dapat memenuhi kebutuhan diri sendiri pada khususnya dan kebutuhan umat pada
umumnya. Dr. Muhammad Rawwas Qalahji memberikan padangan kata “produksi” dalam
bahasa Arab dengan kata al-intaj yang secara harfiyah dimaknai dengan ijadu sil’atin
(mewujudkan atau mengadakan sesuatu) atau khidmatu mu’ayyanatin bi istikhdami muzayyajin
min ‘anashir al -intaj dhamina itharu zamanin muhaddadin (pelayanan jasa yang jelas dengan
menuntut adanya bantuan penggabungan unsur-unsur produksi yang terbingkai dalam waktu
yang terbatas).

Dari beberapa pendapat di atas, penulis menarik kesimpulan, bahwa produksi adalah suatu
kegiatan atas tujuan tertentu, yang dapat menghasilkan sesuatu untuk memenuhi kebutuhan
hidup dan memberi dampak atau manfaat bagi diri sendiri dan juga bagi orang lain.

Sebagai seorang muslim seyogyanya mengetahui batasan-batasan yang harus diperhatikan


dalam melakukan suatu produksi. Diantaranya, hendaknya proses tersebut dilakukan dengan baik
dan sempurna (ihsan), meluruskan niat, profesional, istiqomah dan harus menghargai waktu.1

1
Muhammad Djakfar,Agama Etika dan Ekonomi
Dalam Islam terdapat beberapa tujuan yang terdapat dalam proses produksi, diantaranya:

1. Memenuhi kebutuhan pribadi secara wajar

Tujuan ini tidak dimaksudkan untuk menumbuhkan sikap self interest , karena yang menjadi
konsep dasarnya adalah pemenuhan kebutuhan secara wajar, tidak berlebihan tetapi tidak kurang.
Pemenuhan keperluan secara wajar juga tidak berarti produksi hanya untuk mencukupi diri
sendiri, lebih baik jika produksi melebihi keperluan pribadi, sehingga bisa dimanfaatkan oleh
orang lain.

2. Memenuhi kebutuhan masyarakat

Tujuan ini berarti bahwa produsen harus proaktif dalam menyediakan komoditi-komoditi
yang menjadi kebutuhan masyarakat, dan terus menerus berupaya memberikan produk terbaik,
sehingga terjadi peningkatan dalam kuantitas dan kualitas barang yang dihasilkan.

3. Keperluan masa depan

Berorientasi ke masa depan berarti produsen harus terus menerus berupaya meningkatkan
kualitas barang yang dihasilkan, melalui serangkaian proses riset dan pengembangan serta
berkreasi untuk menciptakan barang-barang baru yang lebih menarik dan diminati masyarakat.

4. Keperluan generasi yang akan datang

Islam menganjurkan umatnya untuk memperhatikan keperluan generasi yang akan datang.
Produksi dilakukan tidak boleh mengganggu keberlanjutan hidup generasi yang akan datang,
pemanfaatan input di masa sekarang tidak boleh menyebabkan generasi yang akan datang
kesulitan dalam mengakses sumber tersebut, produksi yang dilakukan saat ini memiliki kaitan
yang erat dengan kemampuan produksi di masa depan.

5. Keperluan sosial dan infak di jalan Allah

Ini merupakan insentif utama bagi produsen untuk menghasilkan tingkat output yang lebih
tinggi, yaitu memenuhi tanggung jawab sosial terhadap masyarakat. Walaupun keperluan
pribadi, masyarakat, keperluan generasi sekarang dan generasi yang akan datang telah terpenuhi,
produsen tidak harus bermalas-malasan dan berhenti berinovasi. Tetapi sebaliknya, produsen
harus memproduksi lebih banyak lagi supaya dapat diberikan kepada masyarakat dalam bentuk
zakat, sedekah, infak, dan lain sebagainya.

Dalam proses kegiatan produksi yang dilakukan suatu perusahaan pasti akan menimbulkan
biaya yang harus dikeluarkan. Oleh karna itu pengusaha harus memahami apa yang dimaksud
dengan biaya dalam kegiatan produksi. Biaya dalam pengertian produksi ialah semua beban
yang harus ditanggung oleh produsen untuk menghasilkan suatu produksi. Biaya produksi adalah
semua pengeluaran yang dilakukan oleh perusahaan untuk memperoleh faktor-faktor produksi
dan bahan- bahan mentah yang akan digunakan untuk menciptakan barang-barang yang
diproduksikan perusahaan tersebut. Untuk menghasilkan barang atau jasa, diperlukan faktor-
faktor produksi seperti bahan baku, tenaga kerja, modal, dan keahlian pengusaha. Semua faktor-
faktor produksi yang dipakai merupakan pengorbanan dari proses produksi dan berfungsi sebagai
ukuran untuk menentukan harga pokok barang.

Dalam proses produksi terdapat dua jangka waktu, yaitu jangka panjang dan jangka pendek.
Pengertian jangka pendek disini adalah jangka waktu dimana sebagian faktor produksi tidak
dapat ditambah jumlahnya, sedangkan jangka panjang yaitu jangka waktu di mana semua faktor
produksi dapat mengalami perubahan.

Contoh kasus, penulis memberikan perbandingan, tentang suatu perusahaan roti dengan
perusahaan pengangkutan udara. Aktivitas produksi industri perusahaan roti tergolong pada
jangka waktu pendek. Karena nilai guna dari faktor produksi dianggap tetap jumlahnya, misalnya
kisaran dua atau tiga tahun. Sedangkan, aktivitas produksi perusahaan pengangkutan udara,
termasuk dalam kategori jangka waktu panjang. Sebab, setiap faktor produksi dapat mengalami
perubahan. Seperti jumlah alat-alat produksi ditambah, penggunaan mesin-mesin dapat dirombak
dan dapat ditingkatkan efisiensinya.

B. Etika Distribusi dalam Islam

Dalam usaha untuk memperlancar arus barang atau jasa dari produsen ke konsumen, maka
salah satu faktor penting yang tidak boleh diabaikan adalah memilih secara tepat saluran
distribusi (channel of distribution) yang akan digunakan dalam rangka usaha penyaluran barang-
barang atau jasa-jasa dari produsen ke konsumen. Distribusi secara bahasa artinya penyaluran
kepada beberapa orang atau ke beberapa tempat. Adapun secara istilah distribusi adalah kegiatan
ekonomi yang menjembatani kegiatan produksi dan konsumsi. Distribusi adalah kegiatan
penyaluran barang dan jasa yang dibuat dari produsen ke konsumen agar tersebar luas. Berkat
distribusi barang dan jasa dapat sampai ke tangan konsumen. Dengan demikian kegunaan dari
barang dan jasa akan lebih meningkat setelah dapat dikonsumsi, sehingga penggunaannya sesuai
dengan yang diperlukan (jenis, jumlah, harga, tempat, dan saat dibutuhkan). Kegiatan distribusi
akan berjalan dengan lancar jika ditunjang oleh saluran distribusi yang tepat.2

Diakui bahwa distribusi merupakan bagian terpenting dalam ekonomi. Sebab itu menurut
Qardhawi, di antara penulis ekonomi Islam berpendapat bahwa distribusi merupakan hal pokok
yang harus di perhatikan. Sistem ekonomi yang berbasis Islam menghendaki bahwa dalam hal
pendistribusian harus berdasarkan dua sendi, yaitu sendi kebebasan dan keadilan kepemilikan.
Kebebasan di sini adalah kebebasan dalam bertindak yang dibingkai oleh nilai-nilai agama dan
keadilan tidak seperti pemahaman kaum kapitalis yang menyatakannya sebagai tindakan
membebaskan manusia untuk berbuat dan bertindak tanpa campur tangan pihak mana pun, tetapi
sebagai keseimbangan antara individu dengan unsur materi dan spiritual yang dimilikinya.
Keseimbangan antara individu dan masyarakat serta antara suatu masyarakat dengan masyarakat
lainnya.

Keberadilan dalam pendistribusian ini tercermin dari larangan dalam Alquran agar harta
kekayaan tidak diperbolehkan menjadi barang dagangan yang hanya beredar diantara orang-
orang kaya saja, akan tetapi diharapkan dapat memberi kontribusi kepada kesejahteraan
masyarakat sebagai suatu keseluruhan.

Menurut Yusuf Qardhawi ada empat aspek terkait keadilan distribusi, yaitu:

1. Gaji yang setara bagi para pekerja.

2. Profit atau keuntungan untuk pihak yang menjalankan usaha atau yang melakukan
perdagangan melalui mekanisme mudharabah maupun musyarakah.

2
Siana, Pengertian Distribusi, Fungsi, Tujuan Dan Jenis
3. Biaya sewa tanah serta alat produksi lainnya.

4. Tanggung jawab pemerintah terkait dengan peraturan dan kebijakannya.

Islam sangat mendukung pertukaran barang dan menganggapnya produktif serta mendukung
para pedagang yang berjalan di muka bumi mencari sebagian dari karunia Allah Swt., dan
membolehkan orang memiliki modal untuk berdagang, tapi ia tetap berusaha agar pertukaran
barang itu berjalan atas prinsip-prinsip sebagai berikut:

1. Tetap mengumpulkan antara kepentingan individu dan kepentingan masyarakat.

2. Antara dua penyelenggara muamalat tetap ada keadilan dan harus tetap ada kebebasan
ijab kabul dalam akad-akad.

3. Tetap berpengaruhnya rasa cinta dan lemah lembut.

4. Jelas dan jauh dari perselisihan.

Adapun tujuan distribusi dalam ekonomi Islam adalah:

1. Tujuan dakwah Dalam hal ini dakwah kepada Islam dan menyatukan hati kepadanya.

2. Tujuan pendidikan Tujuan pendidikan dalam distribusi adalah seperti dalam surat at-
Taubah ayat 103 yang bermaksud menjadikan insan yang berakhlak karimah.

3. Tujuan sosial Memenuhi kebutuhan masyarakat serta keadilan dalam distribusi sehingga
tidak terjadi kerusuhan dan perkelahian.

4. Tujuan ekonomi Pengembangan harta dan pembersihannya, memberdayakan SDM,


kesejahteraan ekonomi dan penggunaan terbaik dalam menempatkan sesuatu.

Adapun etika berdistribusi dalam Islam, antara lain:

1. Selalu menghiasi amal dengan niat ibadah dan ikhlas.

2. Transparan dan kondisi barangnya halal serta tidak membahayakan.

3. Adil dan tidak mengerjakan hal-hal yang dilarang dalam Islam.


4. Tolong menolong, toleransi dan sedekah.

5. Tidak melakukan pameran barang yang menimbulkan persepsi.

6. Tidak pernah lalai ibadah karena kegiatan distribusi.

7. Larangan ihtikar. Ihtikar dilarang karena akan menyebabkan kenaikan harga.

8. Mencari keuntungan yang wajar. Maksudnya kita dilarang mencari keuntungan yang
semaksimal mugkin yang biasanya hanya mementingkan pribadi sendiri tanpa
memikirkan orang lain.

9. Distribusi kekayaan yang meluas. Islam mencegah penumpukan kekayaan pada


kelompok kecil dan menganjurkan distribusi kekayaan kepada seluruh lapisan
masyarakat.

10. Kesamaan sosial. Maksudnya dalam pendistribusian tidak ada diskriminasi atau kasta-
kasta, semuanya sama dalam mendapatkan ekonomi.

C. Etika Konsumsi dalam Islam

Islam sebagai agama yang komprehensif telah mengatur segala hal terkait kemaslahatan
manusia, termasuk di dalamnya pola serta aturan interaksi ekonomi, mulai dari produksi,
distribusi serta konsumsi. Sebab dalam ajaran Islam, seorang muslim harus
mempertanggungjawabkan tentang hartanya, dari mana ia mendapatkannya, selanjutnya untuk
apa harta itu dibelanjakan. Dimintanya pertanggungjawaban kita dalam aktivitas ekonomi inilah
yang kemudian mendorong ulama-ulama kontemporer menjelaskan aturan-aturan terkait
aktivitas ekonomi. Aturan konsumsi antar tiap ulama tentu memiliki batasan-batasan berbeda,
tergantung dari aspek apa mereka memandangnya.3

Seperti Rafiq Yunus al-Mishri dalam bukunya Ushul al-Iqtishad al-Islamiyang menjelaskan
atur-aturan konsumsi dengan menitikberatkan pada skala prioritas, seperti:

3
Muhammad Djakfar, Agama Etika Dan Ekonomi
1. Seorang hendaknya memenuhi kebutuhan pribadinya terlebih dahulu, baru memenuhi
kebutuhan keluarga dan kerabat-kerabatnya. Prioritas pemenuhan jenis ini adalah untuk
kebutuhan dilihat dari segi subjek yang membutuhkan.

2. Seorang konsumen muslim hendaknya memenuhi kebutuhan primernya terlebih dahulu,


baru kemudian memenuhi kebutuhan sekunder dan tersier. Pemenuhan kebutuhan jenis
ini ditinjau dari urgensi pemenuhan. Rafiq juga menegaskan pentingnya mendahulukan
belanja harta untuk sebuah proyek yang kekal pahalanya di dunia serta akhirat, seperti
wakaf, karena pahalanya lebih besar daripada sekedar sedekah. Selain dua poin di atas,
Rafiq menambahkan prinsip Islam dalam mengatur aktivitas konsumsi manusia seperti:

1) Tidak boleh memenuhi ketiga kebutuhan itu dengan sesuatu yang diharamkan baik dalam
pemenuhan kebutuhan primer, sekunder atau tersier. Larangan ini diatur tegas dalam
Alquran berupa larangan melampaui batas. Allah Swt. berfirman, “Hai orang-orang yang
beriman, janganlah kamu haramkan apa-apa yang baik yang telah Allah halalkan bagi
kamu, dan janganlah kamu melampaui batas. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-
orang yang melampaui batas.” (QS. al-Maidah: 87)

2) Islam telah mengatur batas ideal dalam konsumsi, serta melarang berlebihan, Allah Swt.
berfirman, “ Makan dan minumlah. Dan janganlah berlebihan. Sesungguhnya Allah Swt.
tidak menyukai orang-orang yang berlebihan. (QS. Al-A’raf: 31)

Batasan paling rinci dan sistematis dalam konsumsi juga dapat dilihat dari pemaparan Arif
Pujiyono dalam tulisannya Teori Ekonomi Islam. Prinsip-prinsip tersebut adalah:

1. Prinsip syariah, yaitu menyangkut dasar syariat yang harus terpenuhi dalam melakukan
konsumsi di mana terdiri dari prinsip akidah, ilmu dan amaliah.

2. Prinsip kuantitas, yaitu sesuai dengan batas-batas kuantitas yang telah dijelaskan dalam
syariat islam, di antaranya sederhana, sesuai antara pemasukan dan pengeluaran,
menabung dan investasi.

3. Prinsip prioritas, di mana memperhatikan urutan kepentingan yang harus diprioritaskan


agar tidak terjadi kemudharatan, yaitu kebutuhan primer, sekunder dan tersier.
4. Prinsip sosial, yaitu memperhatikan lingkungan sosial di sekitarnya sehingga tercipta
keharmonisan hidup dalam masyarakat, di antaranya: kepentingan umat, keteladanan,
tidak membahayakan orang, sesuai dengan kaidah dan potensi sumber daya alam.

Begitulah Islam mengatur konsumsi secara rinci aturan konsumsi melalui dalil-dalil syar’i.
Aturan ini yang nantinya akan membedakan seorang konsumen dengan yang lainnya. Karena
bagi seorang muslim tujuan konsumsi bukan sekedar pemenuhan kebutuhan dan pemuas hidup
belaka, melainkan menjadi sarana ketaatan dan mendekatkan diri kepada Allah Swt.
Mengonsumsi sesuai dengan aturan syariat juga merupakan realisasi sukur kita atas nikmat yang
tersedia.
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Dari penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwasannya produksi, distribusi dan konsumsi
mutlak ada dalam lingkar aktivitas ekonomi. Produksi, distribusi dan konsumsi juga berperan
penting dalam memenuhi kebutuhan manusia sebagai makhluk ekonomi. Ketiga aktivitas
tersebut dalam ekonomi mempunyai tujuan yang muaranya sama yaitu memenuhi kebutuhan dan
memberi kepuasan. Sementara jika ditinjau dari kacamata Islam maka ketiga aktivitas tersebut
bukan sekedar dalam rangka pemenuhan kebutuhan dan berlangsungnya siklus ekonomi,
melainkan juga menjadi sarana ketaatan pada Allah Swt.
DAFTAR PUSTAKA

http://www.scribd.com/document/399097229

Anda mungkin juga menyukai